PENDAHULUAN
Nyeri merupakan gejala paling umum dan dapat dialami oleh setiap individu
dengan keadaan yang tidak menyenangkan dan menganggu kenyamanan
individunya. Nyeri pada setiap individu berbeda dalam hal skala maupun
tingkatannya dan hanya individu itulah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya ( Tetty, 2015). Menurut International
Association for The Study Of Pain (IASP), nyeri adalah sensor tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang potensial atau aktual. Sedangkan menurut Andarmoyo (2013) nyeri
adalah ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh efek dari penyakit - penyakit
tertentu atau akibat cedera. Angka kejadian nyeri berdasarkan International
Association for The Study Of Pain (IASP) di negara- negara berkembang yang
dilaporkan dalam 13 studi adalah 35,5% dengan rentang 10,5% - 55,25%
(Sulistiyana dan Brajamusti,2016). Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa masih banyak individu yang mengabaikan nyeri. Mengabaikan nyeri dalam
waktu lama terbukti bisa berbahaya bagi sistem tubuh. Nyeri adalah cara tubuh
memberikan respon untuk memberi tanda bahwa ada sesuatu yang salah atau
kerusakan jaringan pada tubuh.
Respon tubuh terhadap nyeri yang dirasakan individu berbeda – beda. Dalam
Andarmoyo (2013) dijelaskan respon nyeri terbagi atas fisiologis dan perilaku.
Respon nyeri secara fisiologis merupakan pengganti untuk laporan verbal dari
nyeri pada individu yang tidak sadar. Sedangkan respon perilaku yang dialami
oleh individu sangat beragam seperti mengaduh, meringis, mengernyitkan dahi,
menutup mata dan mulut dengan rapat. Respon nyeri baik secara fisiologis
maupun perilaku dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Taylor (2011) faktor-
faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya budaya, jenis kelamin, usia, makna
nyeri, kepercayaan spiritual, perhatian, ansietas, pengalaman sebelumnya dan
dukungan keluarga dan sosial. Menurut Mangku (2010) nyeri dapat digolongkan
dalamberbagai cara yaitu menurut jenisnya (nyeri nosiseptic, nyeri neorogenetik,
dan nyeri psikogenetik), menurut timbulnya nyeri (nyeri akut dan nyeri kronik),
menurut derajat nyerinya (nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat). Menurut
penyebabnya (nyeri farmakologik dan nyeri non- farmakologik). Dari berbagai
macam nyeri ini berbeda satu sama lainnya, baik dari penyebab dan
pengobatannya.
Menurut Kuntono (2011) ada dua cara untuk mengatasi nyeri yang sangat
menganggu aktivitas yaitu pengobatan farmakologi dan non farmakologi.
Pengobatan farmakologi menjadi tiga macam golongan yaitu opioid, non opioid
dan anestesi. Sedangkan pengobatan non farmakologi meliputi massage kutaneus,
terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris transkutan, distraksi, teknik relaksasi,
imajinasi terbimbing dan hypnosis. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid
adalah obat yang sering digunakan dan paling efektif untuk mengobati nyeri
(taufik 2013). Anti inflamasi non steroid ternyata efektif mengontrol rasa sakit,
namun sediaan analgetik ini selalu memberikan efek samping yang kadang kala
dapat berakibat fatal ( Hetty dkk, 2019).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana gambaran penggunaan obat anti inflamasi non steroid sebagai pereda
nyeri pada pasien poli bedah di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella
Bekasi?
Supaya Penelitian ini memiliki arah dan tujuan, maka peneliti harus memiliki
ruang lingkup yang jelas dengan cara mengetahui batasan masalah. Berikut ini
adalah beberapa batasan masalah yang terdapat di penelitian.
1. Resep penggunaan obat AINS oral sebagai pereda nyeri yang tertulis didalam
resep pasien poli bedah pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella
Bekasi yang dilaksanakan pada Oktober – Desember 2022 .
2. Pasien yang diteliti adalah pasien yang berada di poli bedah dengan
menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
3. Bagi kampus