Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,

bersifat sangat subjektif (Tetty, 2015). Rasa nyeri merupakan mekanisme

pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan

individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008).

Nyeri merupakan sensasi yang mengindikasikan bahwa tubuh sedang mengalami

kerusakan jaringan, inflamasi, atau kelainan yang lebih berat seperti disfungsi

sistem saraf. Oleh karena itu nyeri sering disebut sebagai alarm untuk melindungi

tubuh dari kerusakan jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali

menyebabkan rasa tidak nyaman seperti rasa tertusuk, rasa terbakar, rasa

kesetrum, dan lainnya sehingga mengganggu kualitas hidup pasien atau orang

yang mengalami nyeri (Ferdianto, 2007).

Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan

bertindak dalam sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa

secara signifikan mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan rasa sakit,

tanpa mempengaruhi penyebabnya (Tripathi, 2003). Analgesik adalah suatu

sebutan untuk obat penghilang rasa nyeri di tubuh. Analgesik sendiri di

masyarakat sangat banyak digunakan terutama untuk swamedikasi. Ada banyak

jenis Analgesik, namun yang banyak beredar dan dikenal masyarakat salah

1
2

satunya adalah Parasetamol. Analgesik yang paling banyak diresepkan yaitu

golongan NSAID seperti Asam Mefenamat (Septiani, 2017).

Sebanyak lima juta penduduk Amerika mengalami kecacatan akibat nyeri.

Biaya yang harus dikeluarkan bisa sampai miliaran dolar hanya untuk mengatasi

nyeri. Setidaknya, dalam 1 tahun, 25 juta penduduk Amerika akan mengalami

nyeri akut dikarenakan luka atau penyakit, dan 1 dari 3 nya akan mengalami nyeri

akut pada beberapa titik dalam hidupnya (Dipiro. et al. 2008).

Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita nyeri punggung bawah sebesar

18%. Meningkatnya penderita nyeri ini dikarenakan oleh bertambahnya usia

seseorang. 85% penyebabnya adalah kelainan jaringan lunak seperti cedera otot

ligamen, dan keletihan otot (Fitrina, 2018).

Peresepan obat analgesik tidak hanya diresepkan tunggal namun

dikombinasikan dengan obat kronis seperti hipertensi, diabetes, kolesterol dan

obat kronis lainnya. Selain itu obat analgesik juga bisa dikombinasikan dengan

obat flu, batuk, rematik, obat diare dan lainnya. Menurut penelitian Septiani

(2017) analgetik yang sering diresepkan adalah analgetik non-opioid yaitu Asam

Mefenamat sebanyak 320 resep (30,13%). Jenis obat yang sering diresepkan

adalah non generik sebanyak 749 resep (70,53%) dan kombinasi analgetik yaitu

Diklofenak dengan Metampiron sebanyak 85 resep (8%) (Septiani, 2017).

Sedangkan menurut penelitian Erlitasari (2013) hasil menunjukkan bahwa obat

yang paling banyak diresepkan dokter untuk pasien artritis adalah Ibuprofen

(30,9%), Piroksikam (28,2%) dan Asam Mefenamat (17,8%), sedangkan yang

paling sedikit diresepkan adalah Meloksikam (0,4%) (Erlitasari, 2013).


3

Dari latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pola

peresepan obat analgesik di RST dr. Soedjono Magelang pada bulan Juli -

September tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu bagaimana pola peresepan obat analgesik di RST dr. Soedjono

Magelang pada bulan Juli - September tahun 2021?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan obat analgesik

di RST dr. Soedjono Magelang pada bulan Juli - September tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis serta melatih

kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis resep obat analgesik.

2. Bagi institusi

Sebagai referensi di perpustakaan STIKES Duta Gama Klaten mengenai pola

peresepan obat analgesik.


4

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Judul
No Peneliti Metode Hasil Penelitian Keterangan
Penelitian
1 Neneng Pola Deskriptif Analgetik yang Metode
Septiani Penggunaan Retrospek sering diresepkan penelitian
Univer- Obat -tif adalah analgetik dan variabel
sitas Analgetik non-opioid yaitu yang diteliti
Suma- dengan Asam Mefenamat sama.
tra Resep sebanyak 320 resep Tempat,
Utara, Dokter di (30,13%). Durasi waktu
2017 Apotek Kota penggunaan paling penelitian,
Medan sering diresepkan dan kondisi
Tahun 2016 selama 3 hari masyarakat-
sebanyak 589 nya
resep. Jenis obat berbeda.
yang sering
diresepkan adalah
non generik
sebanyak 749 resep
(70,53%) dan
kombinasi
analgetik yaitu
Diklofenak dengan
Metampiron
sebanyak 85 resep
(8%).
2 Evika Pola Deskriptif Obat yang paling Variabel
Dewi Peresepan Kuantita- banyak diresepkan yang diteliti
Erlita- Analgetika Tif dokter untuk sama.
sari Non Steroid pasien artritis Metode
Poltek – pada Pasien adalah Ibuprofen penelitian,
kes Artritis di (30,9%), tempat,
Ban – Puskesmas Piroksikam waktu
dung, Babatan (28,2%) dan Asam penelitian,
2013 Kota Mefenamat dan
Bandung (17,8%), kondisi
Tahun 2013 sedangkan yang masyarakat
paling sedikit -nya
diresepkan adalah berbeda.
Meloksikam
(0,4%).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan sebuah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial yang

dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut. Nyeri biasanya bersifat subjektif,

sehingga banyak dokter mendefinisikan nyeri sebagai apa pun yang dikatakan

pasien (Wells, B. et al. 2009). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang

tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang

berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang

dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty,

2015). Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi keperawatan tentang nyeri

adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang

mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakkannya. Nyeri sering sekali

dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar,

melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk. Terlebih, setiap

perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan

keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa

nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan

hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri

(Guyton & Hall, 2008).

6
7

B. Epidemiologi

Ditemukan sebanyak 5 juta penduduk Amerika sebagian atau seluruhnya

mengalami kecacatan akibat nyeri. Biaya yang harus dikeluarkan bisa sampai

miliaran dolar untuk nyeri ini sendiri. Dalam 1 tahun, 25 juta penduduk Amerika

akan mengalami nyeri akut dikarenakan luka atau penyakit, dan 1 dari 3 nya akan

mengalami nyeri akut pada beberapa titik dalam hidupnya (Wells, B. et al. 2009).

C. Patofisiologi Nyeri

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptor yang ada pada kulit,

intensitasnya bisa tinggi atau rendah. Hal tersebut mengakibatkan sel mengalami

nekrotik dan menghasilkan K + dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K +

ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada

beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan

peradangan. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan yang akan merangasng

nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat

menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga

mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan

terstimulasi dan merangsang nociceptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka

akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler dan H+

yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan

prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat

dan juga terjadi perangsangan nociceptor. Bila terangsang akan melepaskan


8

substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan

merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),

diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan

migrain. Perangsangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Bahrudin,

2017).

Gambar 2.1 Mekanisme nyeri perifer (Silbernagl dan Lang, 2000)

D. Klasifikasi Nyeri

1. Nyeri Akut

Nyeri akut dapat menjadi proses fisiologis yang menandakan individu

dengan suatu keadaan penyakit maupun situasi yang berisiko. Nyeri akut
9

biasanya bersifat nosiseptif dimana penyebab umum nyeri akut misalnya

pembedahan, penyakit akut, trauma, persalinan, dan prosedur medis

2. Nyeri Kronik

Dalam kondisi normal, nyeri akut mereda dengan cepat karena proses

penyembuhan mengurangi rangsangan penghasil rasa sakit; Namun, dalam

beberapa kasus, nyeri bertahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,

yang mengarah ke keadaan nyeri kronis dengan ciri-ciri yang sangat berbeda

dari nyeri akut. Jenis nyeri ini bisa nosiseptif, neuropatik / fungsional, atau

keduanya. Subtipe meliputi: nyeri yang bertahan di luar waktu penyembuhan

normal untuk cedera akut (misalnya, sindrom nyeri regional kompleks), nyeri

yang terkait dengan penyakit kronis (misalnya, nyeri sekunder akibat

osteoartritis), nyeri tanpa penyebab organik yang dapat diidentifikasi

(misalnya, Fibromyalgia), dan tipe keempat yang diyakini banyak ahli

menjamin klasifikasi tersendiri, rasa sakit yang terkait dengan kanker.

3. Nyeri Kanker

Nyeri yang terkait dengan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa sering

disebut nyeri ganas atau hanya nyeri kanker. Jenis rasa sakit ini termasuk

komponen kronis dan akut dan sering memiliki banyak etiologi. Ini adalah rasa

sakit yang disebabkan oleh penyakit (misalnya, invasi tumor, penyumbatan

organ), pengobatan (misalnya, kemoterapi, radiasi, sayatan bedah), atau

prosedur diagnostik (misalnya, Biopsi).


10

E. Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri harus dimulai dengan agen analgesik paling efektif

dengan efek samping paling sedikit. Mekanisme obat ini untuk mencegah

pembentukan prostaglandin yang diproduksi sebagai respons terhadap rangsangan

nyeri, sehingga mengurangi jumlah impuls nyeri yang diterima oleh sistem saraf

pusat. NSAID mungkin sangat bermanfaat dalam pengelolaan nyeri tulang terkait

kanker. Studi yang membandingkan kemanjuran agen ini tidak konsisten. Oleh

karena itu, pilihan agen tertentu sering tergantung pada ketersediaan, biaya,

farmakokinetik, karakteristik farmakologis, dan profil efek samping (Wells, B. et

al. 2009).

F. Terapi Farmakologis

1. Analgesik Opioid

a) Morfin

Morfin merupakan lini terapi pertama nyeri sedang hingga berat. Dapat

diberikan melalui rute parenteral, oral, atau rektal. Efek samping yang

ditimbulkan Morfin dapat bermacam-macam seperti mual, muntah. Mual dapat

muncul setelah pemberian Morfin beberapa kali. Pemberian Morfin harus

diberikan atas saran dari dokter. Dosis yang diberikan sebesar 5-30 mg tiap 3-4

jam melalui rute oral dan intramuskular. Sedangkan 1-2,5 mg tiap 5 menit bila

diperlukan diberikan melalui intravena. Dapat juga diberikan melalui rektal

sebesar 10-20 mg tiap 4 jam (Dipiro., et al, 2008).


11

b) Kodein

Kodein merupakan terapi untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang

yang biasanya dikombinasi dengan analgesik lain seperti Asetaminofen.

Kodein biasanya memiliki efek samping seperti misalnya konstipasi.

Mekanisme kerja Kodein hampir sama dengan Morfin. Dosis Kodein diberikan

15-60 mg tiap 4-6 jam secara oral maupun intramuskular (Dipiro., et al, 2008).

2. Analgesik Non Opioid

a) Aspirin dan Ibuprofen

Aspirin dan Ibuprofen keduanya digunakan untuk mengatasi nyeri ringan

dan sedang dari penyebab yang luas meliputi nyeri gigi dan nyeri otot serta

dismenorea. Kedua obat ini memiliki efek samping yang hampir sama dengan

efek samping umum yaitu iritasi mukosa dan pendarahan lambung. Kedua obat

harus dihindari oleh pasien dengan riwayat masalah lambung. Efek samping

lambung minor dapat dikurangi dengan meminum obat dengan atau setelah

makan.

Reaksi hipersensitivitas Aspirin muncul pada pasien dengan asma atau

alergi daripada populasi normal. Aspirin dan Ibuprofen tidak

direkomendasikan pada pasien dengan gagal ginjal, penyakit jantung atau liver,

dimana obat ini dapat merusak fungsi ginjal dan liver.

Dosis

- Aspirin

Dewasa dan anak-anak di atas 16 tahun, 300-900 mg setiap 4–6 jam bila

diperlukan; dosis harian maksimum 3600 mg.


12

- Ibuprofen

Bayi (mulai 1 bulan, hanya resep): 3–6 bulan (BB > 5 kg), 50 mg hingga tiga

kali sehari; 6 bulan – 1 tahun, 50mg 3-4 kali sehari.

Anak-anak (maksimal tiga kali sehari): 1-4 tahun, 100 mg; 4-7 tahun, 150 mg;

7-10 tahun, 200 mg; 10-12 tahun, 300 mg.

Orang dewasa dan anak-anak >12 tahun: 200-400 mg setiap 4 jam, hingga

dosis maksimum 1200 mg setiap hari.

b) Diklofenak

Diklofenak dibagi menjadi 2 yaitu Natrium Diklofenak dan Kalium

Diklofenak. Dimana mekanisme aksinya sama yaitu mencegah sintesis

siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2. Tablet Kalium Diklofenak 12,5 mg

(setengah kekuatan sediaan oral POM terlemah) dilisensikan untuk

meringankan sakit kepala, sakit gigi, nyeri haid, nyeri rematik, nyeri otot, dan

sakit punggung pada orang dewasa dan anak-anak berusia 14 tahun ke atas.

Dosisnya adalah dua tablet pada awalnya, diikuti oleh satu atau dua tablet

setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan, hingga maksimum 6 tablet (75 mg) dalam

periode 24 jam. Sebaiknya tidak digunakan selama lebih dari 3 hari. Perhatian

dan kontraindikasi pada dasarnya sama dengan NSAID dan efek samping

yang umum yaitu sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pencernaan,

anoreksia, peningkatan transaminase dan ruam.

c) Parasetamol

Parasetamol bukan NSAID, mekanisme aksinya tidak sepenuhnya

diketahui. Obat ini memiliki sedikit aktivitas anti inflamasi, namun memiliki
13

efektivitas untuk analgesik dan antipiretik. Parasetamol menghambat enzim

siklooksigenase pada system saraf pusat daripada jaringan perifer.

Parasetamol merupakan obat yang aman pada rentang dosis terapetik.

Obat ini dimetabolisme di hati, di mana ia dikonversi menjadi zat antara yang

sangat reaktif, yang biasanya didetoksifikasi melalui konjugasi dengan

glutathione. Pada overdosis, mekanisme detoksifikasi ini kewalahan.

Metabolit toksik bebas kemudian bergabung dengan makromolekul hati,

menyebabkan hepatitis dan nekrosis, yang sering terbukti fatal. Keracunan

Parasetamol sangat berbahaya, karena tingkat toksik mungkin tidak jauh di

atas tingkat terapeutik, dan gejala overdosis mungkin tidak muncul selama 2

hari atau lebih. Hal ini memungkinkan overdosis tanpa disadari untuk

dilanjutkan, dan ada kematian pada pasien yang menggunakan dosis besar,

atau dua atau lebih preparat yang mengandung Parasetamol, untuk penyakit

ringan seperti pilek. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan bahwa

pasien tidak melebihi dosis yang disarankan dan tidak menggunakan lebih dari

satu produk yang mengandung Parasetamol pada suatu waktu.

Dosis

- Dewasa: 0,5-1 g setiap 4-6 jam, hingga maksimal 4 g setiap hari.

- Anak-anak: usia 3-12 bulan, 60–120 mg; usia 1–5 tahun, 120–250 mg; usia

6–12 tahun, 250–500 mg; semua setiap 4-6 jam bila perlu, hingga maksimum

4 dosis dalam 24 jam. (Nathan, 2010)

d) Asam Mefenamat
14

Asam Mefenamat digunakan untuk terapi nyeri ringan hingga sedang.

Obat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi osteoarthritis, dismenorea,

dan demam. Mekanisme aksi Asam Mefenamat yaitu mengikat sistesis

prostaglandin reseptor siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2, menghambat

aksi dari sistesis prostaglandin. Karena reseptor ini memiliki peran sebagai

mediator utama inflamasi dan / atau peran pensinyalan prostanoid yang

bergantung pada aktivitas sehingga gejala nyeri berkurang sementara

(Drugbank, 2019).

Dosis awal untuk nyeri akut 500 mg PO sekali, dilanjutkan 250 mg PO

tiap 6 jam bila perlu, biasanya tidak melebihi 7 hari. Untuk dismenore primer

dosis awal 500 mg PO sekali, dilanjutkan dengan 250 mg PO tiap 6 jam bila

perlu, biasanya tidak melebihi 3 hari (Medscape, 2019).

e) Meloksikam

Meloksikam adalah obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang

digunakan untuk meringankan gejala radang sendi, dismenore primer, demam;

dan sebagai analgesik, terutama jika ada komponen inflamasi. Ini terkait erat

dengan Piroksikam. Di Eropa dipasarkan dengan merek Movalis, Melox, dan

Recoxa. Di Amerika Utara umumnya dipasarkan dengan nama merek Mobic.

Di Amerika Latin, obat ini dipasarkan sebagai Tenaron (Drugbank, 2019).

f) Piroksikam

Piroksikam adalah obat penghambat siklooksigenase, non-steroid

antiinflamasi (NSAID) yang sudah mapan dalam mengobati rheumatoid

arthritis dan osteoarthritis dan digunakan untuk gangguan muskuloskeletal,


15

dismenore, dan nyeri pasca operasi. Paruhnya yang panjang memungkinkan

untuk diberikan sekali sehari (Drugbank, 2019).

G. Tata Laksana Nyeri

Menurut WHO terdapat 3 langkah dalam penatalaksaan nyeri dimana

terbagi dalam 3 skala yaitu mild, moderate, dan severe pain pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Algoritma terapi (WHO, 1986)


No Skala nyeri Analgesik
1 Mild Non opioid ± Adjuvan analgesic
2 Moderate Opioid lemah ± Non opioid ± Adjuvan analgesic
3 Severe Opioid kuat ± Non opioid ± Adjuvan

H. Kerangka Konsep

Resep Obat Analisa Pola Pola Peresepan


Analgesik Peresepan Obat Obat Analgesik
Analgesik
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif retrospektif

untuk mengetahui pola peresepan obat analgesik di RST dr. Soedjono Magelang

pada bulan Juli - September tahun 2021.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi RST dr. Soedjono

Magelang pada bulan Juli - September tahun 2022.

C. Sampel dan Teknik Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh lembar resep

yang mengandung obat Analgesik di RST dr. Soedjono Magelang pada bulan

Juli - September tahun 2021.

2. Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah seluruh lembar resep yang

mengandung obat analgesik di RST dr. Soedjono Magelang pada bulan Juli -

September tahun 2021.

3. Kriteria Inklusi

a. Resep yang mengandung obat analgesik di RST dr. Soedjono Magelang pada

bulan Juli - September tahun 2021.

16
17

b. Resep obat analgesik tunggal maupun campuran.

4. Kriteria Eksklusi

a. Seluruh resep di RST dr. Soedjono Magelang.

b. Resep yang tidak mengandung obat analgesik.

D. Variabel Penelitian

Definisi Operasional

1. Nyeri adalah suatu kondisi atau perasaan yang tidak mengenakkan dimana

adanya nyeri merupakan suatu respon tubuh terhadap sesuatu.

2. Resep adalah surat tertulis dari dokter kepada apoteker yang berisi sejumlah

pengobatan pasien yang harus disiapkan.

3. Obat analgesik adalah obat yang digunakan untuk pengobatan nyeri

berdasarkan resep.

4. Usia adalah pengguna antinyeri yang dibagi berdasarkan usia pasien. Bayi dan

anak: 0-14 tahun, dewasa: 15-49 tahun, orang tua: ≥ 50 tahun.

5. Kelas terapi obat lain adalah kelas terapi obat selain obat nyeri yang

diresepkan bersamaan dengan obat nyeri yang diminum secara oral,

seperti obat saluran cerna, obat yang mempengaruhi darah, antidiabetik,

multivitamin, antikolesterol dan lain-lain.

6. Peresepan obat tunggal adalah peresepan obat analgesik yang diresepkan

secara tunggal, tidak ada obat analgesik lain.

7. Peresepan obat kombinasi adalah peresepan obat analgesik yang diresepkan

secara kombinasi antara obat analgesik satu dengan lainnya.


18

E. Teknik Pengumpulan Data

Dengan cara mengumpulkan data sekunder yaitu dengan mengambil

seluruh lembar resep yang mengandung obat analgesik di RST dr. Soedjono

Magelang pada bulan Juli - September tahun 2021. Kemudian dilakukan

pencatatan terhadap resep-resep yang mengandung obat analgesik.

F. Cara Pengolahan dan Analisa data

Untuk mengetahui jumlah dan persentase peresepan obat analgesik di RST

dr. Soedjono Magelang pada bulan Juli - September tahun 2021, maka langkah-

langkah yang dilakukan adalah :

1. Mengumpulkan dan mengelompokkan seluruh lembar resep yang

mengandung obat analgesik.

2. Mengelompokkan obat analgesik berdasarkan zat aktif, nama generik.

3. Menyajikan data dalam bentuk tabel.

4. Melakukan perhitungan jumlah dan persentase dengan rumus.

Jumlah Item obat analgesik X 100%


Jumlah obat analgesik Seluruhnya

5. Membahas hasil pengamatan dan menyimpulkan data.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu :

a. Menyusun proposal yang berisi rancangan penelitian,

b. Mengajukan Proposal kepada dosen pembimbing.


19

c. Melengkapi materi Proposal yang sudah disetujui dengan teori maupun metode

penelitian yang digunakan.

d. Menentukan lokasi penelitian.

e. Menyiapkan lembar pedoman observasi serta mengajukan surat izin penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu :

a. Tahap pengumpulan data.

b. Setelahnya dilaksanakan analisis data.

3. Tahap Pelaporan

a. Penyusunan laporan hasil penelitian

b. Pengecekan hasil penelitian disesuaikan dengan tahapan penelitian

c. Menyusun laporan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tujuan

penelitian

d. Dilakukan penyajian hasil dan kesimpulan


20

H. Skema Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian

Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Tahap Pelaporan

Menyusun proposal Pengumpulan Data Menyusun Laporan

Mengajukan Proposal Analisis Data Pengecekan hasil penelitian

Melengkapi Materi Menyusun Laporan sesuai


Proposal tujuan penelitian

Menentukan Lokasi Kesimpulan hasil penelitian


Penelitian

Mengajukan Surat Ijin ke


lokasi penelitian

Gambar 3.1 Skema prosedur penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ambardini, R. L. 2009. Aktivitas Fisik Pada Lanjut Usia. 1-10.

Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain), Patofisiologi Nyeri, 13(1), pp. 7–


13.

Bare dan Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &.
Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Blondell, R. D., Azadfard, M., dan Wisniewski, A. 2013. Pharmacologic Therapy


for Acute Pain. American Academy of Family Physicians.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2016. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Nyeri. Jakarta. Departemen Kesehatan RI.

Dipiro. et al. 2008. Pharmacotherapy Handbook, in Pharmacotherapy Handbook.


6th edn. doi: 10.1345/aph.10237.

Drugbank.ca. Meloxicam. Diakses pada 21 Februari 2022, dari


https://www.drugbank.ca/drugs/DB00814

Drugbank.ca. Piroxicam. Diakses pada 21 Februari 2022, dari


https://www.drugbank.ca/drugs/DB00554

Drugbank.ca. Asam Mefenamat. Diakses pada 27 Februari 2022, dari


https://www.drugbank.ca/drugs/DB00784

Erlitasari, E. D. 2013. Skripsi tentang Pola Peresepan Analgetika Non Steroid


pada Pasien Artritis di Puskesmas Babatan Kota Bandung Tahun 2013.

Ferdianto. 2007. Rasionalitas Pemberian Analgetik Tramadol Pasca Operasi Di


RS Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro

Fitrina. 2018. Low Back Pain (LBP). Diakses pada 5 Desember 2019, dari
https://yankes.kemkes.go.id/read-low-back-pain-lbp-5012.html

Guyton A, Hall JE. 2008. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta. EGC.

Meschi, M. et al. 2013. The Relationship Between Blood Pressure and Pain,
15(8). doi: 10.1111/jch.12145.

Nathan, Alan. 2010. Non-prescription Medicines. Pharmaceutical Press.


Putri, Alvah Setyaning, dkk. 2018. Profil Peresepan Obat Analgesik Pada Pasien
Pulpitis Di Puskesmas Wonokusumo Surabaya Periode Bulan Januari –
Desember 2017. Akademi Farmasi Surabaya.

Rachmawati, M R, dkk. 2006. Nyeri musculoskeletal dan hubungannya dengan


kemampuan fungsional fisik pada lanjut usia. Universa Medicina.

Reference.medscape.com. Mefenamic Acid. Diakses pada 27 Februari 2022, dari


https://reference.medscape.com/drug/mefenamic-acid-343294

Reference.medscape.com. Ketoprofen. Diakses pada 29 Februari 2022, dari


https://reference.medscape.com/drug/ketoprofen-343291

Septiani, N. 2016. Skripsi tentang Pola Penggunaan Obat Analgetik dengan


Resep Dokter di Apotek Kota Medan Tahun 2016.

Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference.

Tetty, S. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Tjay TH, Raharja K. 2 0 0 7 . Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta. Elex


Media Komputindo.

Tripathi, K.D. 2003. Non-steroidal anti-inflammatory drugs and anti-pyretic


analgesics. Essentials of medical pharmacology. 5th Edition, Jaypee
Brothers, New Delhi.

Uto, Wahyuni Feronika, dkk. 2018. Profil Peresepan Obat Pada Pasien
Osteoartritis (Studi dilakukan di Poli Orthopedi Rumah Sakit Royal
Surabaya) Periode November 2017-Januari 2018. Akademi Farmasi
Surabaya.

Wells, B. et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook, in Pharmacotherapy


Handbook. 7th edn. doi: 10.1345/aph.10237. Diakses pada 29 Februari
2022.

World Health Organization. 1996. Cancer pain relief. Diakses pada 29 Februari
2022. https://apps.who.int/iris/handle/10665/43944

Anda mungkin juga menyukai