Anda di halaman 1dari 135

GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN

MODEL AHRQ DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM KOTA


BINJAI TAHUN 2020

SEMINAR HASIL

Oleh
SAMSUL BAHRI
1802011166

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2020
GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN
MODEL AHRQ DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM KOTA
BINJAI TAHUN 2020

SEMINAR HASIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
Pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Rumah Sakit
Institut Kesehatan Helvetia

Disusun Oleh :
SAMSUL BAHRI
1802011166

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2020
PENGESAHAN THESIS

GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN MODEL


AHRQ DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI TAHUN 2020

Disusun dan Diajukan oleh:

SAMSUL BAHRI
Nomor Pokok Mahasiswa: 1802011166

Menyetujui
Komisi Penasihat,

Dr. dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes dr. Jamaluddin, MARS
Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Iman Muhammad, S.E., S.Kom., M.M., M.Kes Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes

iii
Tanggal Lulus :
Telah diuji pada tanggal :

PANITA PENGUJI THESIS


Ketua : 1.
Anggota : 2.
: 3.
: 4.

iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN THESIS

Yang bertanda tangan di atas ini:


Nama : Samsul Bahri
Nomor Mahasiswa : 1802011166
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan
bahwa sebagian atau keseluruhan Tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Medan, November 2020


Yang menyatakan,

Samsul Bahri

vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI

Sebagai civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan


Helvetia Medan, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Samsul Bahri


NIM : 1802011166
Minat Studi : Magister Rumah Sakit
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


fakultas kesehatan masyarakat Hak Bebas Royalty Non Ekslusif atau (Non
Exclusive Royalty Free Right) atau tesis saya yang berjudul :

“Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Dengan Model AHRQ Di RSUD


Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai Tahun 2020”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalty Non
Ekslusif Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan
berhak menyimpan, Mengalih media format, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta ijin dari
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai
pemilik hak cipta.
Demikian persyaratan ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di : Medan
Pada Tanggal, November 2020
Yang Menyatakan

Samsul Bahri

vii
ABSTRAK

GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN MODEL AHRQ


DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI TAHUN 2020

SAMSUL BAHRI
1802011166

Keselamatan telah menjadi isu global terutama bagi rumah sakit. Budaya keselamatan
pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola perilaku individu dan
kelompok yang menentukan komitmen, gaya, dan kemampuan organisasi pelayanan
kesehatan terhadap keselamatan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
gambaran budaya keselamatan pasien dengan model AHRQ. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh
petugas di instalasi rawat inap RSUD Dr. R. M Djoelham 156 orang maka jumlah
sampel yang ditemukan 61 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
Simple random sampling. Hasil penelitian diketahui gambaran harapan dan tindakan
manajer mempromosikan patient safety sebesar 77,04% (kuat), organizational learning
sebesar 91,8% (baik atau membudaya kuat), kerja sama dalam unit sebesar 93,85%
( baik atau membudaya kuat), komunikasi terbuka sebesar 71,04% (cukup baik atau
membudaya sedang), umpan balik mengenai kesalahan sebesar 77,05% (baik atau
membudaya kuat), dimensi respon non punitive terhadap kesalahan sebesar 61,20%
(cukup baik atau membudaya sedang), staffing sebesar 59,01% (cukup baik atau
membudaya sedang), dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien sebesar
85,8% (baik atau membudaya kuat), kerja sama antar unit sebesar 71,32% (cukup baik
atau membudaya sedang), kerja handsoff dan transisi pasien sebesar 59,02% (cukup baik
atau membudaya sedang), persepsi keseluruhan staf rumah sakit tentang patient safety
sebesar 68,86% (cukup baik atau membudaya sedang), frekuensi pelaporan sebesar
73,22% (cukup baik atau membudaya sedang). Dengan hasil penelitian ini diharapkan
RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat meneruskan, mempertahankan,
dan mengembangkan program-program keselamatan pasien yang telah berjalan serta
memelihara budaya keselamatan pasien yang ada.

Kata kunci : Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit

viii
ABSTRACT

DESCRIPTION OF PATIENT SAFETY CULTURE USING AHRQ MODEL


IN DR. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI IN 2020

SAMSUL BAHRI
1802011166

Safety has become a global issue especially for hospitals. Patient safety culture is the
values, attitudes, attitudes, and behavior patterns of individuals and groups that
determine the commitment, style, and ability of a health organization to patient safety.
The aim of the study was to determine the patient's cultural description using the AHRQ
model. This study used quantitative methods with cross sectional design. The study
population was all inpatient hospital staff Dr. R. M Djoelham 156 people, the number of
samples found was 61 respondents with the sampling technique using simple random
sampling. The results of the study show that the description of expectations and
managerial actions of patient safety is 77.04% (), organizational learning is 91.8% (good
or strong), cooperation in units is 93.85% (good or strong), communication open by
71.04% (good enough or cultured moderately), feedback about the error of 77.05% (good
or strongly cultured), the dimension of non-punitive response to errors is 61.20% (quite
good or cultured moderately) 59.01% (good enough or cultured moderately),
management support for patient safety efforts by 85.8% (good or strong culture),
cooperation between units of 71.32% (good enough or cultured moderately), handsoff
work and changing patients was 59.02% (good enough or cultured moderately), the
overall perception of hospital staff about patient safety was 68.86% (good enough or
cultured), reporting frequency was 73.22% (good enough or have a moderate culture).
With the research results, it is expected that Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai is expected
to be able to initiate, maintain, and develop an ongoing patient safety program and
implement the existing safety culture.

Keywords: Hospital Patient Safety Culture

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul “Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Dengan
Model Ahrq Di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai Tahun 2020”.
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan S2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Institut
Kesehatan Helvetia Medan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
proposal tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak,
baik dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes selaku Penasehat Yayasan
Helvetia.
2. Iman Muhammad, S.E., S.Kom., M.M., M.Kes selaku ketua Yayasan
Helvetia, sekaligus ketua program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Institut Kesehatan Helvetia.
3. Dr. H. Ismail Effendy, M.Si selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia.
4. Dr. dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes selaku Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Institut Kesehatan Helvetia, sekaligus
pembimbing I yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan
proposal tesis ini.
5. Teguh Suharto, S.E., M.Kes selaku wakil Rektor II Institut Kesehatan
Helvetia
6. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia.
7. dr. Jamaluddin, MARS.selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulisan selama
penyusunan proposal tesis ini.
8. Seluruh Dosen Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat yang telah mendidik
dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

x
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh kerena itu, penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan tesis ini. Sekian dan Terima Kasih.

Medan, November 2020


Penulis,

Samsul Bahri

xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS
Nama Mahasiswa : SAMSUL BAHRI
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 10 Juli 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : KP. Padarincang, Desa Bugel Kec. Padarincang
Kab. Serang, Provinsi Banten

II. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : H. Iin Nahduddin
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Hj. Nurhayati
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : KP. Padarincang, Desa Bugel Kec. Padarincang
Kab. Serang, Provinsi Banten
III. RIWAYAT PENDIDIKAN

SD : SDN 02 Padarincang (2001-2007)


SMP : Yayasan Pon-Pes Daarul Ahsan (2007-2010)
SMA : Yayasan Pon-Pes Daarul Ahsan (2010-2013)
S1 : Fakultas Kedokteran Umum Universitas Malahayati
(2014 – 2018)
S2 : Institut Kesehatan Helvetia Medan (2018 sampai
sekarang)

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PANITIA PENGUJI iv
LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI
ABSTRAK ii
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBARvii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 5
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu 8
2.2. Keselamatan Pasien (Patient Safety) 12
2.3. Budaya Keselamatan Pasien 19
2.4. Perawat 33
2.5. Kerangka Teori 35
2.6. Kerangka Konsep 36
2.7. Hipotesis 37
BAB III METODE PENELITIAN 38
3.1. Jenis Penelitian 38
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 38
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 38
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 40
3.5. Teknik Pengambilan Data 42
3.6. Metode Pengolahan Data 44
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas 45

xiii
3.8. Analisis Data 46
BAB IV HASIL PENELITIAN 49
4.1. Gambaran Umum Hasil Penelitian 49
4.2. Deskripsi Lokasi Penelitian 50
4.3. Gambaran Karakteristik Individu Responden 52
4.4. Gambaran 12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien 53
4.5. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien 63
BAB V PEMBAHASAN 65
5.1. Pembahasan Hasil Penelitian 65
5.2. Gambaran 12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien 67
5.3. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien 87
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 91
6.1. Kesimpulan 91
6.2. Saran 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gamba
Judul Halaman
r

2.1 Kerangka Teori........................................................................................ 35


2.2 Keranga Konsep...................................................................................... 35

xv
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Tabel Sintesa Penelitian Terdahulu......................................................... 8


3.1 Jumlah Responden................................................................................... 40
3.2 Definisi Operasional Variabel................................................................. 40
3.3 Distribusi Pernyataan Postif dan Negatif pada Kuesioner...................... 43
3.4 Nilai Cronbach Alpha Menurut AHRQ.................................................. 46
4.1 Gambaran Responden............................................................................. 53
4.2 Gambaran Dimensi Harapan dan Tindakan Manajer.............................. 54
4.3 Gambaran Dimensi Organizational Learning......................................... 55
4.4 Gambaran Dimensi Kerja Sama Dalam Unit.......................................... 56
4.5 Gambaran Dimensi Komunikasi Terbukadi Unit.................................... 56
4.6 Gambaran Dimensi Umpan Balik Mengenai Kesalahan......................... 57
4.7 Gambaran Dimensi Respon Non Punitive terhadap Kesalahan.............. 58
4.8 Gambaran Dimensi Staffing.................................................................... 59
4.9 Gambaran Dimensi Dukungan Manajemen............................................ 59
4.10 Gambaran Dimensi Kerja Sama Antar Unit............................................ 60
4.11 Gambaran Dimensi Handsoff dan Transisi Pasien.................................. 61
4.12 Gambaran Dimensi Persepsi Keseluruhan Staf Rumah Sakit................. 61
4.13 Gambaran Dimensi Frekuensi Pelaporan................................................ 62
4.14 Gambaran 12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien.............................. 63
4.15 Data Kunjungan Pasien Tahun 2017-2019.............................................. 90

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampira
Judul Halaman
n

1. Kuesioner Penelitian............................................................................... 8
2. Master Tabel Penelitian........................................................................... 40
3. Output Hasil Uji Validitas....................................................................... 40
4. Output Hasil Uji Penelitian..................................................................... 43
5. Surat Izin Survey Awal........................................................................... 46
6. Surat Balasan Survey Awal..................................................................... 53
7. Surat Permohonan Uji Validitas.............................................................. 54
8. Surat Balasan Uji Validitas..................................................................... 55
9. Surat Izin Penelitian................................................................................ 56
10. Surat Balasan Izin Penelitian................................................................... 56
11. Surat Selesai Penelitian........................................................................... 57
12. Lembar Revisi Proposal.......................................................................... 58
13. Lembar Bimbingan Thesis...................................................................... 59
14. Dokumentasi............................................................................................ 59

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu wadah pelayanan kesehatan yang utama.

Dengan demikian rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan kesehatan

yang terintegrasi pada pasien sebagai penguna layanan. Membangun gerakan

keselamatan pasien di rumah sakit merupakan prioritas utama pada layanan rumah

sakit dikarenakan, hal ini akan menguntungkan berbagai pihak baik itu rumah

sakit maupun pasien sebagai pengguna layanan kesehatan. Oleh sebab itu, yang

menjadi fokus utama dari rumah sakit adalah mengadakan layanan kesehatan yang

aman dan mengutamakan kualitas dari layanan yang diberikan (1).

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah

sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu:

keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,

keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak

terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green

productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan, dan keselamatan

“bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima

aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah

sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila

ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk

1
2

dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan

(2).

Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan

pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, gaya dan

kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program keselamatan

pasien. Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya

keselamatan pasien maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten,

gangguan psikologis dan fisiologis pada staf, penurunan produktifitas,

berkurangnya kepuasan pasien dan menimbulkan konflik internal.

Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang

memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen

risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan

solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem yang membuat asuhan

pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko

pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Insiden

keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada

pasien (3).
3

Insiden Keselamatan Pasien menurut Permenkes No 11 Tahun 2017, adalah

setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau

berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden di

fasilitas pelayanan kesehatan meliputi: Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian

Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan

(KTD) dan kejadian sentinel.

Menurut data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO),

pada bulan April 2017 berangkat dari data dunia navigasi, terdapat 1 dari 1 juta

penumpang pesawat udara berpotensi mengalami insiden saat didalam pesawat,

hal ini dibandingkan di dalam dunia medis bahwa ada 1 dari 300 pasien

berpotensi mendapatkan insiden selama berada di tempat pelayanan kesehatan.

Sepuluh fakta WHO mengenai keselamatan pasien mengatakan bahwa, 1 dari 10

pasien mengalami insiden saat menerima perawatan di rumah sakit di negara

berkembang. Dari 100 pasien rawat inap di rumah sakit, setiap saat dijumpai 7

pasien di negara maju dan 10 pasien di negara berkembang mengalami infeksi

terkait pelayanan kesehatan. Berbagi pengalaman dan perspektif orang mengenai

keselamatan pasien adalah hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya

insiden, serta melihat perkembangan dan mengevaluasi program keselamatan

pasien (4).

Data budaya keselamatan pasien di Indonesia, Menurut laporan Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), di beberapa provinsi di Indonesia

pada Januari 2010 sampai April 2011, insiden keselamatan pasien yang

dilaporkan sebanyak 137 insiden. Provinsi Jawa Timur menempati urutan


4

tertinggi yaitu 27% diantara sebelas provinsi lainnya (Banten 22,6%, DKI Jakarta

16,8%, Jawa Tengah 13,1%, Jawa Barat 8%, Riau 3,7%, Lampung 2,2%, Bali

1,5%, Sumatra Selatan 0,7%, Sumatra Utara 0,7%, Sulawesi Selatan 0,7%,

Kalimantan Selatan 0,7%). Berdasarkan jenis kejadian, dari 137 insiden, 55,47%

merupakan KTD, 40,15% KNC, dan 4,38% lainnya. 8,76%mengakibatkan

kematian, 2,19% cedera irreversible (permanen), 21,17% cedera reversible

(sementara), dan 19,71% cedera ringan (5).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,

pelaksanaan upaya kesalamatan pasien di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

ditemukan masalah seperti sasaran keselamatan pasien berupa komunikasi yang

kurang efektif dan minimnya pengetahuan tentang budaya keselamatan pasien.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada kepala ruangan dari 10 ruangan 9

orang menjawab pernah ada insiden keselamatan pasien dalam satu tahun terakhir,

baik itu insiden jatuh, salah orang dalam pemberian obat, dan pasien mengalami

infeksi akibat pemasangan infus yang berulang. Akan tetapi, angka kejadiannya

tidak diketahui secara pasti karena pelaporan yang kurang lengkap.

Instalasi rawat inap mengenai budaya keselamatan pasien dan pengaruhnya

terhadap pelaksaan program keselamatan pasien. Penelitian Nygren et al (2015)

mengungkapkan bahwa budaya keselamatan pasien menjadi faktor pendukung

dalam pelaksanaan program keselamatan pasien (3). Budaya keselamatan pasien

akan memotivasi petugas untuk melaporkan setiap insiden keselamatan pasien

yang terjadi. Dalam upaya meminimalisir terjadinya KTD yang terkait dengan

aspek keselamatan pasien maka manajemen rumah sakit perlu menciptakan


5

adanya budaya keselamatan pasien yang harus diterapkan dalam seluruh lingkup

rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti “Gambaran

Budaya Keselamatan Pasien Dengan Model AHRQ Di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Kota Binjai Tahun 2020”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat di rumuskan permasalahan yaitu bagaimana

gambaran budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD

Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “gambaran budaya keselamatan

pasien dengan model AHRQ di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun

2020”.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran harapan dan tindakan supervisi

mempromosi- kan patient safety terhadap pelaksanaan budaya keselamatan

pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota

Binjai tahun 2020.

2. Untuk mengetahui gambaran Organizational learning/ Perbaikan

berkelanjutan terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh


6

perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

tahun 2020

3. Untuk mengetahui gambaran Kerja sama dalam unit terhadap pelaksanaan

budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

4. Untuk mengetahui gambaran Komunikasi terbuka terhadap pelaksanaan

budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

5. Untuk mengetahui gambaran Umpan balik dan komunikasi tentang

kesalahan terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat

di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

6. Untuk mengetahui gambaran Respon Non- Punitive terhadap kesalahan

terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi

rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

7. Untuk mengetahui gambaran Staffing terhadap pelaksanaan budaya

keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020

8. Untuk mengetahui gambaran Dukungan manajemen terhadap keselamatan

pasien terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di

instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

9. Untuk mengetahui gambaran Kerja sama antar unit terhadap pelaksanaan

budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020


7

10. Untuk mengetahui gambaran Handsoff dan transisi terhadap pelaksanaan

budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

11. Untuk mengetahui gambaran Persepsi keseluruhan terhadap patient safety

terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi

rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

12. Untuk mengetahui gambaran Frekuensi pelaporan kejadian terhadap

pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat

inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat memperoleh pelayanan keperawatan yang

lebih baik di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai.

2. Bagi RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam

pengembangan kualitas sumber daya manusia khususnya bagi perawat.

3. Bagi Teori Keselamatan Pasien

Diharapkan melalui hasil penelitian ini, keselamatan pasien dapat

ditingkatkan mengelalui faktor-faktor yang mempengaruhi secara

signifikan, baik di RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai maupun di seluruh

rumah sakit secara umum.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian.Adapun

hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik

penelitian yaitu mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi budaya

keselamatan pasien oleh petugas di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham

Kota Binjai.

Tabel 2.1. Tabel Sintesa Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun) Judul dan Nama Jurnal Desain Penelitian Teknik Sampling
Faktor-Faktor yang Berhubungan Penelitian deskriptif
Yasmi, Yulia, and dengan Budaya Keselamatan menggunakan
Hasbullah Thabrany. Pasien di Rumah Sakit Karya interpretasi analisis Total sampling
(2018) Bhakti Pratiwi Bogor Tahun data kualitatif dengan
2015 desain cross sectional.
Temuan
Dimensi budaya keselamatan pasien yang terkuat adalah Kerjasama dalam unit, dan yang terlemah adalah
Staffing dan respons non punitive.
Gambaran Manajemen
Kinanti, Dwi Windu, Keselamatan Pasien di RSGM
Proportional
and Retno Kusniati Unimus Berdasarkan Agency Deskriptif kuantitatif.
random Sampling
(2020) For Health Research And
Quality Care (AHRQ).
Temuan
Responden dengan budaya keselamatan pasien yangtinggi seluruhnya (100%) telah melaksanakan pelayanan
dengan baik.
Budaya Keselamatan Pasien
pada Perawat di Instalasi
Yarnita, Yeni (2019) Observasional analitik Pencarian literature
Perawatan Intensive RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau.
Temuan
Peningkatan keselamatan pasien di rumah sakit meupakan hal yang sangat penting.
Faktor-Faktor yang
Anis Yohanes David
Mempengaruhi Pelaporan
Wahyu Pambudi, Cluster random
Insiden Keselamatan Pasien Di Kuantitatif
AniSutriningsih, Dudella sampling
Rumah Sakit Putera Bahagia
Desnani F. Yasin (2018).
Cirebon.

8
9

Temuan
Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan interpersonal dengan stres kerja oleh perawat
instalasi rawat inap RSJD Surakarta.
Gambaran Budaya Keselamatan
Astini, Annisa Faradina Analitiksurvey dengan
Pasien Di RS Stella Mari Proporsional
(2016) disain cross sectional.
Makassar..
Temuan
Semua variabel berhubungan secara bermakna secara statistik.
Faktor-Faktor yang
Fitri Alfiani, Ian Riana Mempengaruhi Pelaporan
Simple random
Artiawati, Rizki Yeni Insiden Keselamatan Pasien Di Kuantitatif
sampling
Wulandari. (2018) Rumah Sakit Putera Bahagia
Cirebon
Temuan
Faktor individu yang mempengaruhi kemauan melapor insiden keselamatan pasien yaitu jenis kelamin, masa
jabatan, tingkat pendidikan, takut disalahkan, stres, kurang pengetahuan tentang keselamatan pasien, dan
rendahnya kemauan melapor.
Faktor Yang Berhubungan
Fridawaty Rivai, Observasional dengan
Dengan Implementasi Exhaustive
A.Indahwaty Sidin, Ita pendekatan Cross
Keselamatan Pasien Di Rsud sampling
Kartika (2015) sectional study
Ajjappannge Soppeng
Temuan
Adanya hubungan kepemimpinan, komunikasi, dan supervisi dengan implementasi keselamatan pasien
olehperawat pelaksana.
Gambaran Tingkat Pengetahuan
De Ajauro, Crisogna,
Perawat dalam Mengidentifikasi
Christina Anugrahini,
Keselamatan Pasien di IGD Penelitian retrospektif Total sampling
and Djulianus Tes Mau
RSUD MGR Gabriel Manek
(2019)
Atambua
Temuan
Terdapat 211 pasien yang teridentifikasi mengalami insiden keselamatan pasien. Faktor organisasi, faktor
perawatan, faktor komunikasi, faktor diagnosis, faktor pencegahan, dan faktor triase diindentifikasi menjadi
faktor penyebab insiden. Faktor organisasi meliputi faktor eksternal, peraturan, perpindahan pengetahuan,
prioritas manajemen, dan budaya keselamatan pasien.
Metode yang
digunakan Menelaah
Ghea Karina Alemina Hal – Hal Yang Mempengaruhi
berbagai sumber Total sampling
Ginting (2016) Tercapainya Budaya
Publikasi Ilmiah secara
online
Temuan
Aspek harapan dan tindakan supervisor/ manajer dalam mempromosikan keselamatan pasien tergolong
rendah. Terdapat 37 responden (49,3%) memiliki persepsi rendah mengenai harapandan tindakan supervisor/
manajer dalam mempromosikan keselamatan pasien.
Budaya Keselamatan Pasien
Analitik observasional
Rumah Sakit PemerintahDan Proportional
Hardani (2016) Dengan rancangan
Rumah Sakit Swasta Di Kota random Sampling
cross sectional.
Jambi
Temuan
Ada perbedaan budaya keselamatan pada dimensi teamwork climate, safety climate, kepuasan kerja, stres dan
lingkungan kerja antara rumah sakit pemerintah dengan swasta di Kota Jambi.
Heriyati, Muhammad Budaya Keselamatan Pasien Survei analitik dengan
Total uji korelasi
Fauzar Al-Hijrah, Rumah Sakit Umum Daerah pendekatan cross
Spearman.
Masniati(2019) Majene sectional study.
Temuan
Ada hubungan komitmen pimpinan, kerjasamatim, komunikasi, iklim kerja, no blaming culture, pelaporan
10

insiden, pendidikan dan pelatihan dengan budaya keselamatan pasien.


Heru Iskandar, Viera Faktor-faktor yang
Wardhani, Achmad Mempengaruhi Niat Melapor Analitik Total sampling
Rudijanto (2016) Insiden Keselamatan Pasien
Temuan
Mayoritas responden mempunyai persepsi pengetahuan yang cukup. Rerata skor variabel persepsi
pengetahuan adalah baik (> 3).
Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Pelaksanaan Tindakan Analisis univariat dan
Hirza Ainin Nur (2018) Total sampling
Pencegahan Risiko Jatuh Yang bivariat
Dilakukan Oleh Perawat Di
Rumah Sakit
Temuan
Terdapat hubungan antara usia, masa kerja, pengetahuan dan sikap dengan pelaksanaan tindakan pencegahan
risiko jatuh. Tidak ada hubungan pendidikan dengan pelaksanaan tindakan pencegahan risiko jatuh.
Analisis Hubungan Beban Kerja
Ida Faridah, rizki Deskriptif korelatif
Dengan Stres Kerja Perawat Di Simple random
isphani, euis laela dengan pendekatan
Tiap Ruang Rawat Inap Di sampling
badriah (2019) cross sectional
RSUD Sidikalang.
Temuan
Ada pengaruh pengetahuan, motivasi dan dukungan kepemimpinan dengan penerapan budaya keselamatan
pasien oleh perawat di bangsal.
Analisis Faktor Yang
Deskriptif analitik
Ida Sukesi, Setyawati Berhubungan Dengan Kinerja
dengan pendekatan Total sampling
Soeharto, Ahsan (2015) Perawat melaksanakan
crosss sectional.
Keselamatan Pasien.
Temuan
Faktor pengetahuan patient safety memiliki pengaruh paling dominan.
Faktor – faktor yang
Metode literature
mempengaruhi penerapan
Latifah Yasriq (2019) review analis melalui Total sampling
keselamatan pasien dirumah
e-journal
sakit
Temuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi perawat yaitu faktor jumlah tanggungan, lama bekerja, pengetahuan
perawat, motivasi perawat, supervisi, dan pengaruh organisasi.
Penelitian
Fakor Determinan yang
Lia Mulyati, Dedy menggunakan survey
Memengaruhi Budaya
Rachman, Yana analitik dengan Incidental sampling
Keselamatan Pasien di RS
Herdiana (2014) pendekatan cross
Pemerintah Kabupaten Kuningan
sectional
Temuan
Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi terhadap manajemen, dukungan tim kerja, stress kerja, dan
kepuasan kerja dengan budaya keselamatan pasien. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kondisi
kerja dengan budaya keselamatan pasien.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan
Lusia Salmawati, Kuantitatif
Budaya Keselamatan Pasien Simple random
Sumarni DW, Soebijanto menggunakan desain
(Patient Safety Culture) Oleh sampling
(2015). Cross sectional
perawat Di Rawat Inap RSU
Kabupaten Tangerang
Temuan
Terdapat korelasi yang lemah dan tidak signifikan antara penerapan SMK3 dengan motivasi kerja antara
penerapan SMK3 dengan stres kerja oleh perawat di rumah sakit umum Anutapura Palu.
11

Faktor-faktor yang
Marlina Adrini, Tuti Mempengaruhi Rendahnya Brainstroming dan
Harijanto, Endah Woro. Pelaporan Insiden di Instalasi Focus Group Total sampling
(2016) Farmasi RSUD Ngudi Waluyo Discussion
Wlingi
Temuan
Faktor yang mempengaruhi pelaporan insiden adalah pengetahuan petugasfarmasi kurang tentang apa yang
harus dilaporkan dan bagaimana pelaporannya.
Budaya Keselamatan PasienDan
Najihah (2013) Insiden Keselamatan Pasien Di Kuantitatif Literature review
Rumah Sakit: Literature Review
Temuan
Budaya keselamatan pasien sangat terkait dengan kejadian insiden keselamatan pasien.
The relationship between patient
safetyculture and adverse events: Metode penelitian
Najjar et al., 2015 Total sampling
a study in palestinian hospitals retrospektif
(Najjar et al., 2015)
Temuan
Terdapat hubungan antara budaya keselamatan pasien dan tingkat kejadian tidak diinginkan pada level unit
rumah sakit.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perawat Dalam
Penerapan 6 Skp (Sasaran
Deskriptif analitik Teknik proporsional
Ririn Muthia Zukhra Keselamatan Pasien) Pada
dengan pendekatan Simple random
(2015) Akreditasi Jci (Joint Commission
cross sectional sampling
International) Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Waluya
Malang
Temuan
Seseorang yang memiliki pengetahuan baik cenderung lebih baik dalam melakukan penerapan 6 SKP
dibandingkan dengan perawat yangmemiliki pengetahuan rendah.
Analisis Penerapan Keselamatan
Rosita Jayanti Bardan Teknik purposive
Pasien Di Rumah Sakit Umum Kualitatif
(2017). sampling
Daerah Inche Abdoel Moeis
Temuan
Tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis gaya kepemimpinan, komunikasi, kerja tim yang dilakukan di
RSUD Ichae Abdoel Moies Samarinda.
Faktor-Faktor Penelitian metode
YangMempengaruhi Budaya kualitatif, eksplorasi
Tri Ayunda (2016) Total sampling
keselamatan pasien dalam bebas dan literature
pelaporan insiden review
Temuan
Kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Tanjumg Pura 77.8% sedang, 14,3% baik dan 7,9% tidak baik. Hasil
uji menunjukkan bahwa variabel stres kerja berpengaruh terhadap kinerja.
Faktor-Faktor yang Berhubungan
Yulia Yasmi, Hasbullah dengan Budaya Keselamatan
Explanatory sequential Total sampling
Thabrany. (2015) Pasien di Rumah Sakit Karya
Bhakti Pratiwi
Temuan
Budaya keselamatan pasien di RSKBP tahun 2015 masih kurang. Variabel yang dinilai paling jelek adalah
jumlah insiden yang dilaporkan dalam 1 tahun terakir hanya 2,61% responden yang pelaporan insidennya
termasuk katagoribaik. (9).
Yuliana Aristya Dewi1, Faktor-Faktor Yang Analitik deskriptif Startified random
Ery Purwanti, Endah Mempengaruhi Penerapan denganpendekatancross sampling
Setianingsih (2017) Sasarankeselamatan Pasien sectional
12

Padaperawat Diruang Rawat


Inapkelas I, Ii, Iirsud Dr.
Soedirman Kebumen
Temuan
Sebanyak 25 perawat (75,8%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi,dan 30 perawat (90, 9%) memiliki sikap
positif. Sebanyak 26 perawat (78,8%) menyatakan fasilitas terhadap sasaran keselamatan pasien memiliki
kategori baik.

2.2 Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi,

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan, dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Keselamatan

pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman (3).

Keselamatan Pasien adalah Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak

seharusnya terjadiatau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit,

cedera fisik / sosial / psikologis, cacat, dan kematian), terkait dengan pelayanan

kesehatan. Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang

memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen

risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan

solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko (3).


13

2.2.1 Tujuan Keselamatan Pasien

Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit yaitu (2):

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD)

2.2.2 Dasar Hukum Keselamatan Pasien

1. Undang – Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit :

a. Pasal 2 : RS diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan

kepada nilai kemanusiaan, etika & profesionalitas, manfaat, keadilan,

persamaan hak & anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan

keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

b. Pasal 3 ayat b : memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,

masyarakat, lingkungan RS dan SDM di RS

c. Pasal 29 ayat b : memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti

diskriminasi, & efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai

standar pelayanan RS.

d. Pasal 43 sebagai berikut :

1) Ayat 1 : RS wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien

2) Ayat 2 : Standar Keselamatan Pasien dilaksanakan melalui pelaporan

insiden, menganalisa & menetapkanm pemecahan masalah dalam

rangka menurunkan angka KTD A


14

3) Ayat 3 : RS melaporkan kegiatan ayat 2 kepada komite yang

membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan Menteri

4) Ayat 4 : Pelaporan IKP pada ayat 2 dibuat secara anonym & ditujukan

utk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan

pasien Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan pasien ayat 1 &

ayat 2 tertuang dalam Peraturan Menteri.

2. Permenkes 1691 / VIII / 2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

a. Pasal 5 : Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit

wajib melaksanakan program dgn mengacu pada kebijakan nasional

Komite KPRS.

b. Pasal 6 sebagai berikut :

1) Ayat 1 : Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan

Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah

sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.

2) Ayat 4 : TKPRS melaksanakan tugas: mengembangkan program

keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan rumah

sakit tersebut; menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan

program KPRS; menjalankan peran untuk melakukan motivasi,

edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi)

tentang terapan (Implementasi) program KPRS; bekerja sama dengan

bagian Diklat RS untuk melakukan pelatihan internal KPRS;

melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta

mengembangkan solusi untuk pembelajaran; memberikan masukan


15

dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka

pengambilan kebijakan KPRS; dan membuat laporan kegiatan kepada

kepala RS.

c. Pasal 7 Standar Keselamatan Pasien

d. Pasal 8 Sasaran Keselamatan Pasien

e. Pasal 9 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3. Undang - Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 2:

Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada

nilai ilmiah, serta perlindungan dan keselamatan pasien. Penjelasan Umum;

asas & tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan

yang didasarkan pada nilai ilmiah, dan keselamatan pasien; Penjelasan Pasal

2: perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan

praktik kedokteran, dengan tetap memperhatikan perlindungan dan

keselamatan pasien (3).

2.2.3 Standar Keselamatan Pasien

Pentingnya akan keselamatan pasien dirumah sakit, maka dibuatlah standar

keselamatan pasien dirumah sakit. Standar keselamatan pasien dirumah sakit ini

akan menjadi acuan setiap asuhan yang akan diberikan kepada pasien. Menurut

Depkes RI, (2011) ada tujuh standar keselamatan pasien yaitu:

1. Hak pasien

2. Pendidikan bagi pasien dankeluarga

3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi


16

dan peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatanpasien

6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatanpasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

(3).

2.2.4 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Dalam menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka rumah sakit harus

melaksanakan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien. Mengacu kepada standar

keselamatan pasien, maka rumah sakit harus mendesain(merancang) proses baru

atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi keselamatan

pasien melalui pengumpulan data, menganalisis setiapinsiden, dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien.

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2. Memimpin dan dan menduukung staf

3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko

4. Mengembangkan sistem pelaporan

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien (3)


17

2.2.5 Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) Sasaran

Keselamatan Pasien

Sasaran keselamatan pasien merupakan sayarat untuk diterapkan di semua

rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Tujuan dari

sasaran keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam

keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam

pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari consensus berbasis

bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Berikut 6 sasaran keselamatan pasien

menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 11 Tahun 2017 :

Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien

Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif

Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)

Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

Sasaran V : Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Sasaran VI : Pengurangan resiko pasien jatuh (2).

2.2.6 Pengertian Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi dan

pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan

kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program keselamatan

pasien. Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya

keselamatan pasien maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten,

gangguan psikologis dan fisiologis pada staf, penurunan produktifitas,

berkurangnya kepuasan pasien dan menimbulkan konflik internal (41).


18

Konsep budaya keselamatan pasien dikembangkan dari konteks budaya

keselamatan di dunia industri dimana budaya keselamatan pasien didefinisikan

sebagai keyakinan nilai, perilaku, yang dihubungkan dengan keselamatan pasien

dan dianut bersama oleh tenaga kesehatan yang berada didalam ruang lingkup

rumah sakit (54). Budaya keselamatan merupakan apa dan bagaimana organisasi

berfokus terhadap keselamatan (42).

Budaya keselamatan pasien merupakan suatu kondisi di mana budaya

organisasi mendukung dan mempromosikan keselamatan pasien. Budaya

keselamatan pasien merujuk dari keyakinan, nilai dan norma-norma yang

ditunjukkan oleh praktisi pelayanan kesehatan dan staf lain dalam suatu organisasi

yang mempengaruhi tindakan dan sikapnya. Budaya keselamatan pasien

merupakan sesuatu yang bisa diukur dengan cara menghargai apa yang dilakukan

oleh pegawai, dukungan yang diberikan dan penerimaan dari organisasi terhadap

sesuatu yang terkait dengan keselamatan pasien (43).

2.2.7 Insiden Keselamatan Pasien

Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap

kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden di fasilitas

pelayanan kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 11 Tahun 2017

meliputi:

1) Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi

untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan terjadinya insiden yang belum


19

sampai terpapar ke pasien.

3) Kejadian Tidak Cedera (KTC) merupakan insiden yang sudah terpapar ke

pasien, tetapi tidak timbul cedera.

4) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan Insiden yang mengakibatkan

cedera pada pasien

5) Kejadian sentinel merupakan suatu kejadian tidak diharapkan yang

mengakibatkan kematian, cedera permanen atau cedera berat yang temporer

dan membutuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik

maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaaan

pasien. Kejadian sentinel dapat disebabkan oleh hal lain selain insiden (3).

2.3 Budaya Keselamatan Pasien

2.3.1 Aspek Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien memiliki aspek-aspek yang baik secara

langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi budaya keselamatan pasien

itu sendiri. O’Neal (2012) menilai budaya keselamatan pasien melalui tiga aspek:

1. Tingkat unit, mencakup: supervisor/manager action promoting safety,

organizational learning-perbaikan berkelanjutan, kerjasama dalam unit di

rumah sakit, komunikasi yang terbuka, umpan balik dan komunikasi

mengenai kesalahan, respon tidak mempersalahkan terhadap kesalahan, dan

manajemen ketenagakerjaan

2. Tingkat rumah sakit, mencakup: dukungan manajemen terhadap upaya

keselamatan pasien, kerjasama antar unit di rumah sakit, perpindahan

transisi pasien
20

3. Keluaran, mencakup persepsi keseluruhan staf di rumah sakit terkait

keselamatan pasien, frekuensi pelaporan kejadian, peringkat keselamatan

pasien, jumlah total laporan kejadian dalam 12 bulan terakhir (44).

2.3.2 Karakteristik Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien juga memiliki beberapa karakteristik sebagai

penciri jika suatu rumah sakit berkomitmen untuk menegakkan budaya

keselamatan pasien. Menurut Commission (2017), karakteristik-karakteristik

tersebut antara lain:

1. Pemimpin mendemonstrasikan komitmen untuk keselamatan dalam setiap

keputusan dan perilakunya

2. Keputusan pimpinan yang mendukung atau mempengaruhi keselamatan

merupakan keputusan yang bersifat sistematis, kaku atau mengikat, dan

penuh ketelitian

3. Rasa saling percaya dan saling menghargai harus ditanamkan dalam suatu

organisasi

4. Kesempatan untuk belajar mengenai cara mempertahankan keselamatan

pasien terbuka lebar dan setelahnya akan diimplementasikan

5. Isu-isu terkait yang berdampak pada keselamatan diidentifikasi secara tepat,

dievaluasi secara menyeluruh, tepat sasaran dan sepadan dengan signifikansi

tindakan yang dilakukan

6. Lingkungan kerja yang aman dan penuh kesadaran terkait keselamatan yaitu

lingkungan kerja di mana para personelnya merasa bebas untuk

memperhatikan aspek keselamatan tanpa merasa terintimidasi, tanpa ada


21

gangguan, diskriminasi dan ketakutan akan pembalasan

7. Proses perencanaan dan aktifitas kontroling harus diimplementasikan

sehingga keselamatan dapat dipertahankan.

Pemimpin dapat membangun budaya keselamatan pasien dengan

kesiapan dan kemauan untuk berpartisipasi bersama anggota timnya, untuk

berinisiatif (42).

2.3.3 Komponen Budaya Keselamatan Pasien

Menurut Reason (1997) dalam Hamdani (2007) budaya keselamatan terdiri

dari empat komponen (subculture) yaitu (48):

1. Informed culture. Budaya dimana pihak yang mengatur dan mengoperasikan

sistem memiliki pengetahuan terkini tentang faktor-faktor yang menjelaskan

keselamatan dalam suatu sistem.

2. Reporting culture. Budaya dimana anggota di dalamnya siap untuk

melaporkan kesalahan atau near miss. Pada budaya ini organisasi dapat

belajar dari pengalaman sebelumnya. Konsekuensinya makin baik

reporting culture maka laporan kejadian akan semakin meningkat.

3. Just culture. Budaya membawa atmosfer trust sehingga anggota bersedia

dan memiliki motivasi untuk memberikan data dan informasi serta sensitif

terhadap perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Termasuk di

dalamnya lingkungan non punitive (no blame culture) bila staf melakukan

kesalahan. Penting bagi setiap level di organisasi untuk bersikap jujur dan

terbuka.

4. Learning culture. Budaya dimana setiap anggota mampu dan bersedia untuk
22

menggali pengetahuan dari pengalaman dan data yang diperoleh serta

kesediaan untuk mengimplementasikan perubahan dan perbaikan yang

berkesinambungan (continous improvement). Learning culture merupakan

budaya belajar dari insiden dan near miss.

Pada tahun 2004 Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ)

suatu komite untuk kualitas kesehatan di Amerika meluncurkan Hospital Survey

on Patient Safety Culture (HSPSC) merupakan sebuah survei bagi seluruh staf

rumah sakit yang didesain untuk membantu rumah sakit menilai budaya

keselamatan pasien di institusinya. Sejak saat itu 100 rumah sakit di Amerika

telah mengimplementasi survei ini (49).

Survei Hospital Survey On Patient Safety Culture menngukur budaya

keselamatan pasien dari segi perspektif staf rumah sakit. Survei ini dapat

mengukur budaya keselamatan pasien untuk seluruh staf rumah sakit dari

housekeeping, bagian keamanan, sampai dokter dan perawat. AHRQ menilai

budaya keselamatan pasien dipengaruhi oleh 3 aspek yang dibagi kedalam 12

dimensi, diantaranya (43):

1. Tingkat unit, terdiri atas dimensi:

1. Supervisor/manager action promoting safety

2. Organizational learning – perbaikan berkelanjutan

3. Kerja sama dalam unit di rumah sakit Komunikasi terbuka

4. Komunikasi Terbuka

5. Umpan balik dan komunikasi mengenai kesalahan

6. Respon tidak mempersalahkan terhadap kesalahan (respon non-punitive)


23

7. Staffing

2. Tingkat rumah sakit, terdiri atas dimensi:

1. Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien,

2. Kerja sama antar unit di rumah sakit,

3. Handsoff/perpindahan dan transisi pasien.

3. Keluaran, terdiri atas dimensi:

1. Persepsi keseluruhan staf di rumah sakit terkait keselamatan pasien

2. Frekuensi pelaporan kejadian

Survei budaya keselamatan berguna untuk mengukur kondisi organisasi

yang dapat mengurangi KTD dan kecelakaan pasien di rumah sakit. Rumah sakit

yang ingin menilai budaya keselamatan pasien di organasasinya harus menyadari

pelaksananan survei budaya keselamatan pasien. Survei budaya keselamatan

pasien dapat digunakan untuk (43):

1. Meningkatkan kesadaran staf rumah sakit mengenai keselamatan pasien

2. Mendiagnosa dan menilai keadaan budaya keselamatan pasien saat itu

3. Mengidentifikasi kekuatan/kelebihan suatu area/unit untuk pengembangan

program keselamatan pasien

4. Menguji perubahan trend budaya keselamatan pasien sepanjang waktu

5. Mengevaluasi dampak budaya dari inisiatif dan intervensi keselamatan

pasien

6. Mengadakan perbandingan baik internal maupun eksternal


24

Berikut adalah penjelasan dari dimensi-dimensi yang digunakan untuk

mengukur budaya keselamatan pasien menurut Sorra et al. (2016) (43):

1. Kepemimpinan

Yahya (2006) dalam Konvensi Nasional Mutu rumah sakit dalam

membangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit ada dua model

kepemimpinan sekaligus yang dibutuhkan yakni kepemimpinan

transaksional dan tranformasional (49). Kepemimpinan transaksional dapat

digunakan untuk mendorong staf melakukan pelaporan kejadian insiden dan

kepemimpinan transformasional dipakai untuk proses belajar dari kejadian

dan merancang kembali program untuk keselamatan pasien.

Menurut Kohn (2000) dalam Hamdani (2007) IOM

merekomendasikan bahwa prinsip pertama dalam mendesain sistem

keselamatan dalam organisasi kesehatan adalah dengan kepemimpinan.

Termasuk di dalamnya patient safety dijadikan sebagai prioritas utama,

menjadikan patient safety menjadi tanggung jawab bersama serta

menyediakan sumber daya manusia maupun dana untuk analisis error dan

merancang ulang sistem (48).

Penelitian yang dilakukan Singer (2005) dalam Hamdani (2007)

menyimpulkan bahwa untuk membangun safety culture yang kuat ada 6

perilaku yang harus dimiliki oleh senior leader yakni (48):

1. Membuat dan mengkomunikasikan visi safety yang jelas

2. Mendorong personel untuk mencapai visi

3. Secara aktif melakukan upaya pengembangan patient safety


25

4. Memberikan contoh

5. Fokus pada isu dibandingkan pada kesalahan individu

6. Secara kontinyu melakukan penelitian sebagai upaya melakukan

perbaikan

2. Kerja sama/Teamwork

Kerja sama didefinisikan sebagai kumpulan individu dengan keahlian

spesifik yang bekerja sama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama

(50). Sedangkan Thompson (2000) dalam Hamdani (2007) mendefinisikan

tim sebagai sekelompok orang yang saling terkait terhadap informasi,

sumber daya, keterampilan, dan berusaha mencapai tujuan bersama (48).

Menurut Canadian Nurse Association tahun 2004, faktor-faktor yang

menjadi tantangan bagi perawat dalam memberikan keperawatan yang aman

dan memberikan kontribusi dalam keselamata pasien salah satunya adalah

kerja sama tim51. Kinerja kerja sama tim yang terganggu juga merupakan

salah satu penyebab insiden keselamatan pasien yang merupakan kombinasi

dari kegagalan sistem. Peluang insiden terjadi akibat dari kondisi-kondisi

tertentu. Kondisi yang memudahkan terjadinya kesalahan misalnya

gangguan lingkungan dan teamwork yang tidak berjalan (51).

Menurut Vincent (2003) dalam Setiowati (2010) hambatan

komunikasi dan pembagian tugas yang tidak seimbang menjadi penyebab

tidak berjalanya teamwork yang efektif (52). Efektivitas teamwork sangat

tergantung pada komunikasi dalam tim, kerjasama, adanya supervisi dan

pembagian tugas. Sebuah studi observasional dan analisis retrospektif


26

terhadap insiden keselamatan menunjukkan bahwa faktor teamwork yang

kurang, berkontribusi lebih banyak dibandingkan dengan kemampuan klinis

yang lemah.

3. Komunikasi Terbuka

Menurut Nazhar (2009) dalam Hamdani (2007) komunikasi dalam

keselamatan pasien telah menjadi standar dalam Joint Commision

Acerditation of Health Organization sejak tahun 2010 (48). Komunikasi

terbuka dapat diwujudkan pada saat serah terima, briefing, dan ronde

keperawatan. Perawat menggunakan komunikasi terbuka pada saat serah

terima dengan mengkomunikasikan keoleh perawat lain tentang risiko

terjadinya insiden, melibatkan pasien pada saat serah terima. Briefieng

digunakan untuk berbagi informasi seputar isu-isu keselamatan pasien,

perawat dapat secara bebas bertanya seputar keselamatan pasien yang

potensial terjadi dalam kegiatan sehari-hari. Ronde keperawatan dapat

dilakukan setiap minggu dan fokus hanya pada keselamatan pasien.

Keterbukaan pada komunikasi juga melibatkan pasien. Pasien

mendapatkan penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi.

Pasien mendapatkan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan

risiko terjadinya kesalahan. Perawat memberi motivasi untuk memberikan

setiap hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien (53).

Dalam komunikasi hal mejadi pokok penting salah satunya adalah

komunikasi efektif. Komunikasi efektif merupakan salah satu strategi untuk

membangun budaya keselamatan pasien. Komunikasi efektif sangat


27

berperan dalam menurunkan KTD dalam sebuah asuhan medis pasien.

Strategi ini ditetapkan oleh The Joint Commission on Accreditation of

Healthcare Organization (JCAHO) sebagai tujuan nasional keselamatan

pasien. Hal ini didasarkan pada laporan Agency of Healthcare Research and

Quality (AHRQ) bahwa komunikasi merupakan 65 % menjadi akar masalah

dari KTD. Strategi yang diterapkan JCAHO untuk menciptakan proses

komunikasi efektif adalah pendekatan standarisasi komunikasi dalam serah

terima pasien (hand over). Komunikasi saat proses transisi perawatan pasien

dapat berisiko kesalahan ketika informasi yang diberikan tidak akurat (51).

4. Respon Non-Punitive/Respon tidak menyalahkan

Perawat dan pasien diperlakukan secara adil ketika terjadi insiden.

Ketika terjadi insiden, tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu

tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya

kesalahan. Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangkan dalam

menumbuhkan budaya keselamatan pasien. Perawat akan membuat laporan

kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan

hukuman atas kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan

membantu membuat pelaporan yang dapat menjadi pelajaran dalam

keselamatan pasien (53).

Fokus pada kesalahan yang diperbuat perawat akan mempengaruhi

psikologis perawat. Kesalahan yang dilakukan perawat akan berdampak

secara psikologis yang akan menurunkan kinerja (49). Menurut Reason

(2000) dalam Hamdani (2007), kesalahan yang terjadi lebih banyak


28

disebabkan kesalahan sistem, jadi fokus apa yang diperbuat, hambatan yang

mengakibatkan kesalahan serta risiko lain yang dapat terjadi dapat dijadikan

pembelajaran dari pada hanya terfokus pada siapa yang melakukan (48).

5. Staffing

Menurut Doughlas, dkk., staffing didefinisikan sebagai proses

menegaskan pekerja yang ahli untuk mengisi struktur organisasi melalui

seleksi dan pengembangan personel.Dengan adanya staffing diharapkan

terpenuhinya jumlah dan keterampilan yang dimiliki perawat sesuai dengan

kebutuhan yang ada di tiap unit yang dibutuhkan. Jumah perawat di rumah

sakit memengaruhi kualitas pelayanan yang diterima pasien di rumah sakit.

Karena staf yang memadai merupakan suatu hal yang mendasar untuk

perawatan yang berkualitas (54).

Terbukti dengan banyaknya perawat setara dengan keselamatan pasien

yang lebih baik. Aiken, dkk., menyebutkan bahwa terdapat hubungan

langsung antara staffing perawat dan dampaknya terhadap keselamatan

pasien, hasil, dan kepuasan perawat professional dalam rumah sakit (54).

6. Reporting Culture

Menurut Jeff dkk., pelaporan merupakan unsur penting dari

keselamatan pasien. Informasi yang adekuat pada pelaporan akan dijadikan

bahan oleh organisasi dalam pembelajaran.Organisasi belajar dari

pengalaman sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk

mengidentifikasi faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi

atau mencegah insiden yang terjadi (54).


29

Menurut Bird, hambatan atau kendala dalam pelaporan telah

diidentifikasi sehingga proses pelaporan insiden menjadi lebih mudah (54).

Hambatan yang dapat terjadi pada pelaporan diantaranya: perasaan takut

akan disalahkan, perasaan kegagalan, takut akan hukuman, kebingungan

dalam bentuk pelaporan, kurang kepercayaan dari organisasi, kurang

menyadari keuntungan dari pelaporan. Perawat akan membuat pelaporan

jika merasa aman apabila membuat laporan tidak akan menerima hukuman.

Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau terbuka

terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil terhadap perawat, tidak

menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus terhadap sistem

yang berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan (NPSA, 2004).

Budaya keselamatan dalam implementasi sistem manajemen

keselamatan yang kuat mencakup: mendorong setiap orang bertanggung

jawab akan keselamatan terhadap diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan

pengunjung; mengutamakan keselamatan dan keuntungan di atas keutungan

dan tujuan organisasi; mendorong dan memberikan penghargaan terhadap

identifikasi, pelaporan, dan penyelesaian isu keselamatan; memberi

kesempatan pembelajaran dari kejadian celaka; mengalokasikan sumber

daya, struktur dan tanggung jawab, yang sesuai untuk memelihara sistem

keselamatan yang efektif; serta menghindari tindakan sembrono yang

absolut (54).

7. Organizational Learning

Organizational learning atau perbaikan yang berkelanjutan dilakukan


30

tim inti untuk menentukan strategi pembudayaan nilai-nilai keselamatan

pasien. Tim tersebut secara berkala bertemu untuk menganalisis RCA (Root

Cause Analys) atau mencari akar masalah dari setiap insiden keselamatan

pasien. Tim tersebut juga menentukan pola sosialisasi serta mengevaluasi

program yang telah dilaksanakan melalui riset-riset aplikatif. Melalui upaya

perbaikan yang berkelanjutan akan diperoleh pengetahuan yang tersirat

maupun tersurat untuk menangani persoalan kejadian insiden keselamatan

pasien (Budiharjo, 2008) .

Menurut Reiling, setiap lini dalam organisasi, baik perawat maupun

manajemen menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar.

Perawat dan manajemen berkomitmen untuk mempelajari kejadian yang

terjadi. Mengambil tindakan atas kejadian tersebut untuk diterapkan

sehingga dapat mencegah terulangnya kesalahan. Umpan balik dari

organisasi dan rekan satu tim merupakan suatu bentuk dari organisasi yang

belajar (54).

8. Handsoff dan Transisi

Menurut Kumar (2003) dalam Hamdani (2007), transisi merupakan

proses berpindahnya pasien dari satu lingkungan ke lingkungan lain.

Perpindahan pasien dari satu lingkungan ke lingkungan lain dapat berupa

perpindahan pasien dari IGD ke unit dalam rangka mendapatkan

pengobatan (48). Dalam perpindahan tersebut dapat terjadi suatu kesalahan

sehingga membahayakan pasien seperti jatuhnya pasien dan kesalahan

informasi ketika terjadi pertukaran informasi mengenai pasien. Kesalahan


31

informasi mengenai pasien tersebut juga dapat terjadi ketika berlangsungnya

pergantian shift antar perawat.

2.3.4 Jenis - Jenis Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien dibagi menjadi 7 bagian, yaitu:

1. Kepemimpinan

Seorang pemimpin harus mengetahui bahwa lingkungan perawatan

kesehatan merupakan lingkungan yang berisiko tinggi dan mencari

kesamaan visi dan misi, mempertimbangkan kompetensi staff, masalah

keuangan dan sumber daya yang dibutuhkan

2. Kerjasama tim

Kerjasama tim dapat diwujudkan dalam bentuk menghargai kolega

kerjanya, kolaborasi dan kerjasama yang terjadi antara staff, manajer dan

praktisi independen lainnya. Hubungan yang dibangun bersifat terbuka,

aman, saling menghargai dan fleksibel

3. Evidence-based

Praktik pelayanan dan perawatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan

evidence based. Semua proses yang berhubungan dengan pelayanan dibuat

untuk menghasilkan perawatan yang mempunyai reliabilitas tinggi. Standar

dalam perawatan pasien diperlukan untuk mengurangi variasi dalam

perawatan pasien, dan terdapat kesamaan dalam aspek-aspke perawatan

pasien

4. Komunikasi

Lingkungan pekerjaan di rumah sakit akan dapat mempertahankan


32

keberadaannya jika semua staff apapun jenis pekerjaannya, mempunyai hak

dan tanggung jawab untuk mengeluarkan pendapat atau bersuara, mengenai

segala sesuatu yang berkaitan dengan pasien

5. Pembelajaran

Rumah sakit belajar dari kesalahan dan melihat kesempatan baru untuk

meningkatkan keselamatan pasien. Proses pembelajaran merupakan hal

yang penting untuk diaplikasikan oleh semua staff, tidak hanya staff medis

6. Just culture

Budaya yang mengenali kesalahan sebagai suatu kegagalan sistem

dibandingkan kesalahan individu akan membantu individu untuk

bertanggung jawab terhadap perbuatannya dengan tidak merasa dihamiki

oleh organisasinya

7. Patient-centered

Pelayanan yang berfokus pada pasien merupakan pelayanan yang berfokus

pada pasien dan keluarga pasien. Pasien bukan hanya harus berpartisipasi

aktif dalam perawatannya, tetapi pasien juga merupakan penyambung antara

rumah sakit dengan komunitas (43).

2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan Pasien

1. Kepemimpinan: Suatu sikap yang dimiliki oleh kepala bagian bidang

keperawatan terhadap pearawat pelaksana agar dapat mempengaruhi serta

menggerakan kegiatan.
33

2. Komunikasi: Percakapan yang terjadi anatara dua orang atau lebih dimana

perwat pelaksana dengan pasien terjadi kontak langsung dalam bentuk

percakapan maupun tindakan.

4. Pengetahuan: informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan

potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang.

5. Sikap: suatu cara seorang individu untuk bereaksi atau memberi respon

terhadap suatu situasi (45).

2.4 Perawat

2.4.1 Definisi Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah menamatkan program pendidikan

dasar umum bagi perawat dan telah disahkan oleh lembaga terkait untuk dapat

melakukan praktik keperawatan di negaranya. Pendidikan dasar keperawatan

merupakan sebuah pendidikan yang mempelajari tentang perilaku, kehidupan, dan

ilmu keperawatan yang berguna untuk praktik keperawatan, peran sebagai

pemimpin dan sebagai dasar untuk praktik keperawatan lanjutan (46).

Menurut Undang-Undang RI No 38 Tahun 2014, perawat adalah seseorang

yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar

negeri yang diakui oleh Pemnerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga,

kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Pelayanan

keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pad ailmu dan kiat
34

keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat (2).

Peran dan fungsi perawat menurut Gartinah dkk., mengemukakan bahwa

dalam praktek keperawatan, perawat melakukan peran dan fungsi sebagai berikut

(54):

a. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien

dengan menggunakan proses keperawatan.

b. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien

dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan

membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan

yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak

sebagai narasumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap

upaya kesehatan yang harus dijalani.

c. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan

kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan

keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat

menerimanya.

d. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan

potensi yang ada secara terkoordinasi.


35

2.5 Kerangka Teori

Dari beberapa teori yang telah menjabarkan faktor-faktor yang

mempengaruhi budaya keselamatan pasien.

Komponen Budaya Keselamatan Pasien


1. Informed Culture
2. Reporting Culture
3. Just Culture
4. Learning Culture (2)

12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien


menurut AHRQ yang dilakukan oleh
Komite Keselamatan Pasien RSUD
Djoelham Binjai:

Harapan dan tindakan manajer


mempromosikan patient safety
Organizational Learning – Perbaikan
berkelanjutan
Kerja sama dalam unit
Komunikasi terbuka
Umpan balik dan komunikasi tentang
kesalahan
Respon Non Punitive terhadap kesalahan
Staffing
Dukungan manajemen terhadap keselamatan
pasien
Kerja sama antar unit
Handoffs dan transisi
Persepsi keseluruhan terhadap patient safety
Frekuensi pelaporan kejadian

Outcome
Budaya Keselamatan Pasien

Gambar 2.1. Kerangka Teori (48)


36

2.6 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien menurut AHRQ
yang dilakukan oleh Komite Keselamatan Pasien RSUD
Djoelham Binjai:

1. Harapan dan tindakan manajer mempromosikan patient


safety
2. Organizational Learning – Perbaikan berkelanjutan
3. Kerja sama dalam unit
4. Komunikasi terbuka
5. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan
Budaya Keseslamatan Pasien
6. Respon Non Punitive terhadap kesalahan
7. Staffing
8. Dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien
9. Kerja sama antar unit
10. Handoffs dan transisi
11. Persepsi keseluruhan terhadap patient safety

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian


37

2.7 Hipotesis

1. Terdapat gambaran harapan dan tindakan supervisi mempromosi- kan patient

safety terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di

instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020.

2. Terdapat gambaran Organizational learning/ Perbaikan berkelanjutan

terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi

rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

3. Terdapat gambaran Kerja sama dalam unit terhadap pelaksanaan budaya

keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020

4. Terdapat gambaran Komunikasi terbuka terhadap pelaksanaan budaya

keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020

5. Terdapat gambaran Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan terhadap

pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

6. Terdapat gambaran Respon Non- Punitive terhadap kesalahan terhadap

pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

7. Terdapat gambaran Staffing terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien

oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

tahun 2020
38

8. Terdapat gambaran Dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien

terhadap pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi

rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

9. Terdapat gambaran Kerja sama antar unit terhadap pelaksanaan budaya

keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020

10. Terdapat gambaran Handsoff dan transisi terhadap pelaksanaan budaya

keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020

11. Terdapat gambaran Persepsi keseluruhan terhadap patient safety terhadap

pelaksanaan budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

12. Terdapat gambaran Frekuensi pelaporan kejadian terhadap pelaksanaan

budaya keselamatan pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020


39

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional

karena peneliti ingin mengukur semua variabel pada waktu yang bersamaan (47).

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan tujuan untuk

mengetahui Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien dengan model

AHRQ di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai. Alasan

dilakukan penelitian adalah karena belum pernah dilakukan penelitian sejenis

serta berdasarkan survei awal terlihat bahwa masih terdapat insiden keselamatan

pasien.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli-Agustus 2020.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh petugas di instalasi rawat inap RSUD Dr. R. M

Djoelham 156 orang.


40

3.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple random sampling.

Menurut Sugiyono teknik Simple random sampling adalah teknik pengambilan

sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

yang ada dalam populasi itu. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah perawat

rawat inap RSUD Dr. R. M Djoelham, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Adapun kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Merupakan perawat pelaksana rawat inap

b. Tidak sedang cuti

c. bersedia menjadi responden penelitian

Adapun kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala perawat atau supervisor perawat

b. Perawat pelaksana yang tidak nertugas di bagian rawat inap

c. Tidak bersedia menjadi responden

Penentuan besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan rumus dari Slovin yaitu:

N
n=
1+ N ( d 2 )

156
n= Keterangan :
1+156 ( 0,12)
N = Jumlah populasi
156 n = Jumlah sampel
n=
1+156 ( 0,01 ) d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang
digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0.1
156
n= =60,93≈ 61
1+1,56
41

Dengan jumlah populasi perawat sebanyak 156 maka jumlah

sampel yang ditemukan 61 responden.

Rincian jumlah responden setelah dikriteria kan berdasarkan kriteria inklusi

didapat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik probabilitas sample :

Tabel 3.1 Jumlah Responden

No Ruangan Jumlah Populasi Jumlah Sampel


1 ICU 24 Orang 10 Orang
2 Melur 9 Orang 4 Orang
3 Anggrek 11 Orang 4 Orang
4 Mawar 13 Orang 4 Orang
5 Kenanga 13 orang 4 Orang
6 Melati 13 Orang 6 Orang
7 Tanjung 11 Orang 4 Orang
8 Sedap Malam 11 Orang 6 Orang
9 Nusa Indah 9 Orang 3 Orang
10 Bougenvile 10 Orang 4 Orang
11 Anting Putri 11 Orang 3 Orang
12 Tapak Dara 11 Orang 4 Orang
13 Flamboyan 10 Orang 5 Orang
Total 156 Orang 61 Orang

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian ini adalah variabel independen, yaitu evaluasi yang

selanjutnya diberi notasi variabel independen dengan sub variabel kepemimpinan

diberi notasi 1, komunikasi diberi notasi 2, pengetahuan diberi notasi 3, sikap

diberi notasi 4 dan variabel dependent yaitu budaya keselamatan pasien yang

selanjutnya akan diberi tanda notasi variabel dependen.

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel

Al
Car
at
Variab a
Definisi Operasional U Hasil Ukur Skala Ukur
el Uk
ku
ur
r
Harapa Pertimbangan Me K 1. Budaya kuat jika respon Or
n dan supervisi/manajer terhadap ngis ue positif ≥75% di
tindaka saran staf untuk i si 2. Budaya sedang jika respon na
n meningkatkan keselamatan kue on positif 50% - 75% l
42

pasien, pujian staf untuk


supervi mengikuti prosedur
si keselamatan pasien dan tidak er
mempr mengabaikan masalah A
sion 3. Budaya lemah jika respon
omosi- keselamatan pasien oleh H
er positif <50%
kan perawat di unit RSUD Dr. R. R
patient M Djoelham yang Q
safety ditunjukkan dengan jawaban
pada kuesioner
Proses pembelajaran dari
Organi K
kejadian kesalahan,
zationa ue
bagaimana terjdai dan Me 1. Budaya kuat jika respon
l si
tindakan pencegahan yang ngis positif ≥75% Or
learnin on
harus dilakukan supaya tidak i 2. Budaya sedang jika respon di
g/ er
lagi terjadi error yang kue positif 50% - 75% na
Perbaik A
kemudian membuat proses sion 3. Budaya lemah jika respon l
an H
perbaikan berkelanjutan er positif <50%
berkela R
sehingga membawa
njutan Q
perubahan yang positif
Kondisi dimana individu K
dalam satu unit saling ue
Me 1. Budaya kuat jika respon
mendukung memperlakukan si
Kerja ngis positif ≥75% Or
satu sama lain dengan hormat on
sama i 2. Budaya sedang jika respon di
dan bekerja sebagai tim oleh er
dalam kue positif 50% - 75% na
perawat di unit RSUD Dr. R. A
unit sion 3. Budaya lemah jika respon l
M Djoelham yang H
er positif <50%
ditunjukkan dengan jawaban R
pada kuesioner Q
Suatu proses penyampaian
pesan (informasi, ide,
gagasan, pernyataan) dari staf K
tanpa rasa takut/bebas baik ue
Me
mengenai tindakan yang si
ngis Budaya kuat jika respon positif Or
Komun diputuskan maupun dan jika on
i ≥75% Budaya sedang jika respon di
ikasi mereka melihat sesuatu er
kue positif 50% - 75% Budaya lemah na
terbuka dengan negatif yang dapat A
sion jika respon positif <50% l
mempegaruhi pasien oleh H
er
perawat di unit RSUD Dr. R. R
M Djoelham yang Q
ditunjukkan dengan jawaban
pada kuesioner
Proses dimana setiap anggota
bersedia untuk
K
Umpan mengkomunikasikan
ue
balik kesalahan yang terjadi dalam Me 1. Budaya kuat jika respon
si
dan unit dalam menggali ngis positif ≥75%
on
komuni pengetahuan dari pengalaman i 2. Budaya sedang jika respon
5 er Ordinal
kasi dan data yang diperoleh dan kue positif 50% - 75%
A
tentang membuat upaya pencegahan sion 3. Budaya lemah jika respon
H
kesalah oleh perawat di unit RSUD er positif <50%
R
an Dr. R. M Djoelham yang
Q
ditunjukkan dengan jawaban
pada kuesioner
6 Respon Sikap tidak menghukum/ Me K 1. Budaya kuat jika respon Ordinal
Non- menuduh/ memojokkan ngis ue positif ≥75%
43

terhadap kejadian yang tidak


si
Punitiv diharapkan dan kejadian
on
e nyaris cedera yang dibuat i 2. Budaya sedang jika respon
er
terhada atau dilaporkan oleh staf oleh kue positif 50% -75%
A
p perawat di unit RSUD Dr. R. sion 3. Budaya lemah jika respon
H
kesalah M Djoelham yang er positif <50%
R
an ditunjukkan dengan jawaban
Q
pada kuesioner
K
ue
Proses penataan staff dalam Me 1. Budaya kuat jika respon
si
unit untuk menangani beban ngis positif ≥75%
on
kerjadan jam kerja yang i 2. Budaya sedang jika respon
7 Staffing er Ordinal
sesuai untuk memberikan kue positif 50% - 75%
A
perawatan yang baik bagi sion 3. Budaya lemah jika respon
H
pasien er positif <50%
R
Q
Sikap dan prioritas
Dukun K
manajemen rumah sakit
gan ue
dalam menyediakan iklim Me 1. Budaya kuat jika respon
manaje si
kerja terhadap upaya ngis positif ≥75%
men on
pelaksanaan keselamatan i 2. Budaya sedang jika respon
8 terhada er Ordinal
pasien di rumah sakit yang kue positif 50% - 75%
p A
ditunjukkan dengan jawaban sion 3. Budaya lemah jika respon
kesela H
pada kuesioner er positif <50%
matan R
pasien Q
Kondisi dimana individu
antar unit atau berlainan unit K
saling membantu, ue
Me 1. Budaya kuat jika respon
berkoordinasi, dan saling si
Kerja ngis positif ≥75%
mendukung satu sama lain on
sama i 2. Budaya sedang jika respon
9 untuk memberikan perawatan er Ordinal
antar kue positif 50% - 75%
terbaik bagi pasien oleh A
unit sion 3. Budaya lemah jika respon
perawat di unit RSUD Dr. R. H
er positif <50%
M Djoelham yang R
ditunjukkan dengan jawaban Q
pada kuesioner
K
ue
Proses berpindahnya pasien Me 1. Budaya kuat jika respon
si
dari satu unit ke unit lain ngis positif ≥75%
Hands on
ataupun perpindahan i 2. Budaya sedang jika respon
off dan er Ordinal
informasi mengenai pasien kue positif 50% - 75%
transisi A
ketika terjadi pergantian shift sion 3. Budaya lemah jika respon
H
antara petugas er positif <50%
R
Q
Perseps Pemahaman staf mengenai Me K 1. Budaya kuat jika respon Ordinal
i program patient safety ngis ue positif ≥75%
keselur (keselamatan pasien) i si 2. Budaya sedang jika respon
uhan kesalahan secara keseluruhan kue on positif 50% - 75%
terhada berupaya prosuder dan sistem sion er 3. Budaya lemah jika respon
p yang baik untuk mencegah er A positif <50%
patient kejadian keselamatan pasien H
safety oleh perawat di unit RSUD R
44

Dr. R. M Djoelham yang


ditunjukkan dengan jawaban Q
pada kuesioner
K
Seberapa sering pelaporan
ue
Frekue mengenai kejadian yang tidak Me 1. Budaya kuat jika respon
si
nsi diharapkan (KTD) dan ngis positif ≥75
on
pelapor kejadian nyaris cedera (KNC) i 2. Budaya sedang jika respon
er Ordinal
an oleh perawat di unit RSUD kue positif 50% - 75%
A
kejadia Dr. R. M Djoelham yang sion 3. Budaya lemah jika respon
H
n ditunjukkan dengan jawaban er positif <50%
R
pada kuesioner
Q

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data dan instrumen pada penelitian ini sebagai

berikut:

1. Data primer data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumber

datanya. Data primer diambil langsung kepada responden (perawat

pelaksana di ruang rawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai)

dengan membagikan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden, yang telah

dipersiapkan

2. Data sekunder diperoleh dari RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tentang

profil rumah sakit dan data lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Data Tersier diperoleh melalui studi kepustakaan, seperti jurnal, buku –

buku teks.

3.5.2 Alat Penelitian

Alat penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kusioner

yang mengukur budaya keselamatan pasien (patient safety culture) yang

dikeluarkan oleh AHRQ pada Hospital Survey on Patient safety Culture.


45

Kuesioner tersebut telah digunakan oleh rumah sakit-rumah sakit di

Amerika untuk mengukur budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

Kuesioner yang digunakan peneliti ini sudah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia dan telah digunakan pada penelitian sebelumnya. Dalam

kuesioner tersebut terdapat 42 pertanyaan yange mencakup 12 dimensi

budaya keselamatan pasien

Kuesioner yang digunakan memiliki pernyataan positif dan negatif.

Berikut distribusi penyataan positif dan negatif pada kuesioner:

Tabel 3.3 Distribusi Pernyataan Postif dan Negatif pada Kuesioner


No pernyataan
No Dimensi Total
Positif Negatif
1 Kerja sama dalam unit A1, A3, A4, A11 - 4
Harapan dan tindakan manajer dalam mempromosikan
2 B1, B2 B3,B4 4
patient safety
3 Organizational learning-Perbaikan berkelanjutan A6, A9, A13 - 3
4 Dukungan manajemen terhadap patient safety E1, E8 E9 3
5 Persepsi perawat terhadap patient safety A15, A18 A10, A17 4
6 Umpan balik dan komunikasi terhadap kesalahan C1, C3, C5 - 3
7 Komunikasi terbuka C2, C4 C6 2
8 Frekuensi pelaporan kejadian D1, D2, D3 - 3
9 Kerja sama antar unit E4, E10 E2, E6 4
10 Stafffing A2 A5, A7, A14 4
11 Handsoff dan transisi - E3, E5, E7, E11 4
12 Respon non punitive terhadap kesalahan - A8,A12, A16 3
Total Pernyataan 42

3.6 Metode Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali

dengan memeriksa semua lembar checklist apakah jawaban sudah lengkap

dan benar. Menurut Iman (24), data yang terkumpul diolah dengan cara

komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Collecting
46

Mengumpulkan data yang berasal dari lembar checklist

2) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan pengisian lembar checklist

dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data

memberikan hasil yang valid dan realiabel, dan terhindar dari bias.

3) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel

yang diteliti, nama responden dirubah menjadi nomor.

4) Entering

Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masih dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer yang

digunakan peneliti yaitu SPSS.

5) Data Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah

sesuai dengan kebutuhan. Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang

telah diuraikan di atas, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data.

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuisioner dikatakan valid

jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam hal ini digunakan
47

beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan

variabel yang diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung

korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari setiap variabel

dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi

Product Moment dari Pearson. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih

apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t

tabel (48). Penelitian ini tidak melakukan uji validitas karena kuesioner

yang digunakan sudah digunakan dalam penelitian lain yang telah

melakukan uji validitas terlebih dahulu. Penelitian tersebut merupakan

tesis berjudul Analisis Budaya Keselamatan Pasien (Patient Safety

Culture) Di Rumah Sakit Islam Jakarta Tahun 2007 yang dilakukan oleh

Siva Hamdani (48).

3.7.2 Uji Reliabilitas

Setelah mengukur validitas, maka perlu mengukur reliabilitas data,

apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas merupakan

indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat

dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana

hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama.

Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software computer

dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Alpha Cronbach> 0,60 (48). Instrumen yang digunakan


48

telah diuji realibilitas oleh AHRQ pada setiap dimensi. Berikut hasil

perhitungannya :

Tabel 3.4 Nilai Cronbach Alpha Menurut AHRQ (48)


No Dimensi Nilai Cronbach Alpha
1 Kerja sama dalam unit 0,83
2 Harapan dan tindakan manajer mempromosikan patient safety 0,75
3 Organizational Learning – Perbaikan berkelanjutan 0,76
4 Dukungan manajemen terhaadap keselamatan pasien 0,83
5 Persepsi keseluruhan staf rumah sakit mengenai patient safety 0,74
6 Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan 0,78
7 Komunikasi Terbuka 0,72
8 Frekuensi pelaporan kejadian 0,84
9 Kerja sama antar unit 0,80
10 Stafffing 0,63
11 Handoffs dan transisi 0,80
12 Response Non-Punitive terhadap kesalahan 0,79

Penelitian ini juga tidak melakukan uji realibilitas karena kuesioner

yang digunakan sudah digunakan dalam penelitian lain yang telah

melakukan uji validitas terlebih dahulu. Penelitian tersebut merupakan

tesis berjudul Analisis Budaya Keselamatan Pasien (Patient Safety

Culture) Di Rumah Sakit Islam Jakarta Tahun 2007 yang dilakukan oleh

Siva Hamdani.

3.8 Analisis Data

Proses analisa data penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan

metode statistik deskriptif kuantitatif. Setelah dilakukan pengolahan data,

peneliti melakukan pengklasifikasian data yaitu membagi jawaban dari

responden pada setiap pernyataan dalam satu dimensi menjadi 2 kategori,

yaitu respon positif dan respon negatif. Respon positif adalah jawaban

responden berupa setuju/sering dan sangat setuju/selalu pada pernyataan

positif dan jawaban negatif berupa tidak setuju/jarang dan sangat tidak
49

setuju/tidak pernah pada pernyataan negatif. Respon negatif yang

merupakan kebalikan dari respon positif adalah jawaban responden berupa

setuju/sering dan sangat setuju/selalu pada pernyataan negatif dan jawaban

tidak setuju/jarang dan sangat tidak setuju/tidak pernah pada pernyataan

positif.

Untuk menghitung persentase setiap dimensi budaya keselamatan

pasien adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Identifikasi item pernyataan yang mengukur dalam satu

dimensi budaya keselamatan pasien yang terdiri dari pernyataan

positif dan negatif.

Langkah 2 : Hitung jumlah respon positif dan respon negatif pada satu

dimensi

Langkah 3 : Hitung jumlah total respon pada satu dimensi

Langkah 4 : Bagi jumlah respon positif pada satu dimensi dengan total

respon pada satu dimensi kemudian hasilnya dijadikan dalam

bentuk persentase respon positif. Hasil tersebut merupakan

persentase respon positif pada setiap dimensi budaya

keselamatan pasien.

Untuk melihat gambaran budaya keselamatan pasien secara

keseluruhan langkahnya pada dasarnya sama dengan langkah di atas,

perbedaannya hitung jumlah seluruh respon positif pada semua dimensi

kemudian dibagi dengan jumlah seluruh respon yang didapat.


50

Budaya keselamatan pasien diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi

berdasarkan pedoman pada Hospital Survey On Paient Safety Culture

yang dilakukan AHRQ pada tahun 2004. Suatu budaya keselamatan pasien

dikatakan budaya kuat apabila respon positif sebesar sama dengan 75%

atau lebih, dikatakan budaya sedang apabila respon positif sebesar 50% -

75%, dan dikatakan budaya lemah apabila respon positif kurang dari 50%.

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis data univariat.

Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi masing-masing variabel/dimensi. Analisis dalam penelitian ini

menggunakan software analisis data kuantitatif.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama berisi tentang

gambaran umum Komite Keselamatan Pasien RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota

Binjai. Bagian kedua berisi mengenai karakteristik individu dariresponden

penelitian yang meliputi: umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan

terakhir, masa kerja di rumah sakit, masa kerja di unit rumah sakit. Bagian ketiga

berisi tentang gambaran 12 dimensi budaya keselamatan di unit rawat inap RSUD

Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai yang meliputi: dimensi harapan dan tindakan

manajer mempromosikan patient safety, dimensiorganizational learning

(perbaikan berkelanjutan), dimensi kerja sama dalam unit, dimensi komunikasi

yang terbuka, dimensi umpan balik, dimensi respon ‘non-punitive’ terhadap

kesalahan, dimensi staffing, dimensidukungan manajemen RS terhadap upaya

keselamatan pasien, dimensi kerjasama antar unit rumah sakit, dimensi handsoff

dan transisi antar unit pelayanan, dimensi persepsi keseluruhan mengenai

keselamatan pasien, dimensi frekuensi pelaporan kejadian.

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel berupa persentase. Kedua

belas dimensi yang diteliti disajikan dalam tabel yang berupa persentase rata-rata

respon positif dan respon negatif. Dalam penelitian ini peneliti melakukan

pengkategorianbudaya keselamatan pasien dibagi menjadi 3 kategori yaitu budaya

lemah, budaya sedang, dan budaya kuat berdasarkan pedoman pada Hospital
52

Survey On Paient Safety Culture yang dilakukan AHRQ. Suatu budaya

keelamatan pasien dikatakan kuat apabila jumlah rata – rata responden yang

memiliki respon positif 75% atau lebih, dikatakan sedang apabila rata-rata

responden memiliki respon positif sebesar 50% - 75%, dikatakan membudaya

lemah apabila rata-rata jumlah responden yang memiliki respon positif kurang

dari 50%. Respon positif adalah responden yang menjawab setuju dan sangat

setuju pada pernyataan positif dan tidak setuju atau tidak setuju pada pernyataan

negatif.

4.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.2.1 Sejarah Singkat RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

Sejarah tentang RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai belum dapat

dikisahkan secara pasti. Namun berdasarkan kisah-kisah yang dikumpulkan,

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai berawal dari sebuah gedung yang

memberikan pelayanan kesehatan dengan nama RSU Binjai. Gedung ini telah ada

sejak zaman kesultanan. Dengan luas bangunan yang tidak begitu besar, fasilitas

peralatan medis yang disediakan pun sangat sederhana. Bangunan tersebut

diperkirakan letaknya di Gedung A RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai saat

ini. Dikisahkan RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai sudah berdiri sejak tahun

1927, yang didirikan oleh Tengku Musa. Pada masa itu telah ada seorang dokter

umum yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan, baik bagi keluarga

kesultanan maupun masyarakat. Dokter tersebut adalah dr. Jalaluddin Siregar.

Tidak ada catatan resmi sampai kapan beliau melaksanakan pengabdiannya di

RSU Binjai. Diperkirakan sejak tahun 1937 Dr. R.M. Djoelham mulai
53

memberikan pelayanan kesehatan di RSU Binjai. Pada masa penjajahan Jepang,

disamping berjuang dalam memberikan pelayanan kesehatan, Dr. R.M. Djoelham

juga aktif memperjuangkan kemerdekaan Kota Binjai. Antara tahun 1942-1945

Dr. R.M. Djoelham tercatat dalam sejarah Kota Binjai sebagai Anggota Dewan

Eksekutif Kota Binjai.

Pada tanggal 18 Mei 1992, berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Binjai

Nomor 4 Tahun 1992, RSU Binjai berubah nama menjadi RSUD Dr. R.M.

Djoelham. Perubahan nama ini merupakan penghormatan dan mengenang jasa

besar Dr. R.M. Djoelham. Pergantian kepemimpinan demi periode terus berganti

hingga kini setelah berlakunya otonomi daerah tahun 2001 pimpinan rumah sakit

jabatannya bukan sebutan Direktur tetapi berubah menjadi kepala badan RSUD

Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai yang dijabat oleh dr. H. Murad El Fuad, Sp. A.

Dengan klasifikasi rumah sakit kelas C. Kota Binjai yang hingga kini di jabat oleh

dr. Mahim, MMS dengan klasifikasi rumah sakit kelas B. Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. R.M. Djoelham kota Binjai terletak dijalan Sultan Hasanuddin No. 9

Binjai. Pada tahun 2009 Rumah Sakit tersebut resmi menerima sertifikat

akreditasi untuk 5 (lima) pelayanan dasar pelayanan Gawat Darurat (IGD),

Administrasi dan Manajemen, Keperawatan, Rekam Medis, dan Pelayanan Medis.

Saat ini RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai sudah menjadi Rumah Sakit kelas

B. Hal ini sesuai dengan keputusan YM. 01. 10/III/3139/09 tanggal 13 Agustus

2009.
54

4.2.2 Visi dan Misi RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

1. VISI

” RSUD Dr. RM. DJOELHAM MENJADI RUMAH SAKIT YANG DI


CINTAI MASYARAKAT “
2. MISI

1. Menyelenggarakan Upaya Pelayanan Kesehatan yang berkualitas dalam

rangka mewujudkan kepuasan pelanggan.

2. Menyelenggarakan Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

dengan menjunjung tinggi etika, norma dan hukum sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Menyelenggarakan pengelolaan Manajemen Rumah Sakit secara

profesional.

4. Menyelenggarakan pemanfaatan Sumber Daya Rumah Sakit untuk

mendukung upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

5. Menyelenggarakan upaya Penelitian dan Pengembangan Rumah Sakit

dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

3. Motto
“ CEPAT, TEPAT, SELAMAT “

4.3 Gambaran Karakteristik Individu Responden

Responden yang merupakan perawat RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

tahun 2020 beru sia rata-rata 30,86 tahun. Perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai memiliki rata-rata masa kerja di unit selama 2,86

tahun dan masa kerja di rumah sakit rata-rata selama 10,31 tahun. Gambaran
55

responden berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan terakhir, dan

kontak dengan pasien pada penelitian ini disajikan pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status


Pernikahan, Pendidikan Terakhir, dan Kontak dengan Pasien di
RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

Variabel Kategori Frekuensi (n=61) Persentase (%)


Usia ≤36 Tahun 29 47,5%
>36 Tahun 32 52,5%
Total 61 100%
Jenis kelamin Laki-laki 11 18%
Perempuan 50 82%
Total 61 100%
Status pernikahan Belum menikah 49 80,3%
Menikah 9 14,8%
Janda/Duda 3 4,9%
Total 61 100%
Pendidikan terkahir Diploma 39 63,9%
BSN 1 1,6%
S1 12 19,7%
Ners (S1 + Profesi) 5 8,2%
Lain-lain 4 6,6%
Total 61 100%

Berdasarkan tabel 4.1, responden mayoritas berusia >36 tahun. responden

sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 82%. Jika dilihat dari

karakteristik status pernikahan sebagian besar responden belum menikah yaitu

sebesar 80,3%. Jika dilihat dari pendidikan terakhir sebagian besar responden

memiliki pendidikan dengan kualifikasi Diploma sebesar 63,9 %.

4.4 Gambaran 12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap


RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai
Pada bagian ini disajikan gambaran secara kuantitatif 12 dimensi budaya

keselamatan pasien di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai.Suatu budaya

keselamatan pasien dikatakan budaya kuat apabila respon positif sebesar sama

dengan 75% atau lebih, dikatakan budaya sedang apabila respon positif sebesar

50%-75 %, dikatakan membudaya lemah apabila respon positif kurang dari 50%.
56

Respon positif adalah jawaban responden berupa setuju/sering dan sangat

setuju/selalu pada pernyataan positif dan jawaban negatif tidak setuju/jarang dan

sangat tidak setuju/tidak pernah pada pernyataan negatif. Respon negatif yang

merupakan kebalikan dari respon positif adalah jawaban responden berupa

setuju/sering dan sangat setuju/selalu pada pernyataan negatif dan jawaban tidak

setuju/jarang dan sangat tidak setuju/tidak pernah pada pernyataan positif.

4.4.1 Dimensi Dimensi Harapan Dan Tindakan Manajer Mempromosikan


Patient safety
Dalam dimensi harapan dan tindakan manajer mempromosikan patient

safety ini terdiri dari dari 4 pernyataan yakni 2 pernyataan positif (B1 dan B2) dan

2 pernyataan negatif (B3 dan B4). Distribusi respon positif dan negatif responden

tersebut disajikan dalam tabel 5.2

Tabel 4.2 Gambaran Dimensi Harapan Dan Tindakan Manajer


Mempromosikan Keselamatan Pasien di RSUD Dr. R.M.
Djoelham Kota Binjai tahun 2020
No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total
Manajer saya memberikan pujian jika melihat
1 pekerjaan diselesaikan sesuai prosedur untuk 58 3 61
keselamatan pasien
Saya merasa Manajer saya sudah mendengar dan
2 mempertimbangkan saran dari staf untuk 54 7 61
meningkatkan keselamatan pasien dengan serius.
Bila beban kerja tinggi, maka atasan kami meminta
3 kami bekerja dengan lebih cepat walaupun harus 9 29
61
mengambil jalan pintas
Manager saya gagal mengantisipasi masalah
4 keselamatan pasien (KTD maupun KNC) yang telah 44 17 61
terjadi berulang-ulang.
Total 188 56 244
Persentase (%) 77,04 22,96 100

Pada tabel 4.2 dapat digambarkan bahwa dimensi harapan dan tindakan

manajer mempromosikan patient safety sebesar 77,04%. Hal ini menunjukkan


57

bahwa budaya keselamatan pasien pada dimensi tersebut baik atau membudaya

kuat.

4.4.2 Dimensi Organizational learning/Perbaikan Berkelanjutan

Dalam dimensi organizational learning terdiri dari 3 pernyataan positif

yakni pada pernyataan nomor A6, A9, dan A13. Distribusi respon positif dan

negatif responden tersebut disajikan dalam tabel 5.3.

Tabel 4.3 Gambaran Dimensi Organizational Learning/Perbaikan


Berkelanjutan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun
2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Dalam unit ini kami secara aktif melakukan
kegiatan untuk keselamatan pasien (sosialisai,
1 56 5 61
bertukar informasi, diskusi mengenai
keselamatan pasien)
Kesalahan yang terjadi di unit ini dijadikan
2 56 5 61
pemicu untuk perubahan ke arah yang lebih baik.
Setelah kami melakukan pelayanan kepada
3 pasien demi keselamatan pasien, maka kami 56 5 61
senantiasa mengevaluasi keefektifannya
Total 168 15 183
Persentase (%) 91,8 8,2 100

Pada tabel diatas menggambarkan bahwadimensi organizational

learning/perbaikan yang berkelanjutan mengenai keselamatan pasien sebesar

91,8% yang dapat diartikan baik atau membudaya kuat.

4.4.3 Dimensi Kerja Sama Dalam Unit

Dalam dimensi kerja sama dalam unitini terdiri dari dari 4 pernyataan

postif yakni pernyataan nomor A1, A3, A4, dan A11. Distribusi respon

positif dan negatif responden tersebut disajikan dalam tabel 5.4


58

Tabel 4.4 Gambaran Dimensi Kerja Sama Dalam Unit di RSUD Dr. R.M.
Djoelham Kota Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Kami sesama staf di unit ini saling
1 60 1 61
mendukung satu sama lain
Jika banyak pekerjaan yang harus
2 diselesaikan dengan cepat, kami saling 61 0 61
bekerja sama sebagai tim
Saya merasa setiap orang di unit ini saling
3 57 4 61
mengahargai satu sama lain.
Bila suatu area di unit ini sibuk, maka
4 51 10 61
perawat di area lain akan membantu
Total 229 15 244
Persentase (%) 93,85 6,15 100

Pada tabel 4.4 menggambarkan bahwadimensi kerja sama dalam unit

sebesar 93,85% yang dapat diartikan baik atau membudaya kuat.

4.4.4 Dimensi Komunikasi Terbuka

Dalam dimensi komunikasi terbuka terdiri dari 3 pernyataan yakni 2

pernyaaan positif pada pernyataan nomor C2 dan C4 serta 1 pernyataan negatif

pada pernyatan nomor C6. Distribusi respon positif dan negatif responden tersebut

disajikan dalam tabel 4.5.

Tabel 4.5 Gambaran Dimensi Komunikasi Terbukadi Unit RSUD Dr. R.M.
Djoelham Kota Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Kami bebas mengungkapkan pendapatnya jika
1 melihat sesuatu yang bisa berdampak negatif 44 17 61
terhadap pelayanan pasien
Kami merasa bebas untuk bertanya kepada
2 sesama perawat lain/dokter tentang keputusan 51 10 61
maupun tindakan yang diambil di unit ini
Kami merasa takut untuk bertanya ketika
3 mengetahui ada yang tidak beres dalam 35 26 61
pelayanan pasien
Total 130 53 183
Persentase (%) 71,04 28,96 100

Pada tabel 4.5 menggambarkan bahwadimensi komunikasi terbuka sebesar

71,04% yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.


59

4.4.5 Dimensi Umpan Balik Dan Komunikasi Mengenai Kesalahan

Dalam dimensi umpan balik dan komunikasi mengenai kesalahan terdiri

dari 3 pernyataan positif yakni pada pernyataan nomor C1, C3, dan C5. Distribusi

jawaban responden tersebut disajikan dalam tabel 4.6.

Tabel 4.6 Gambaran Dimensi Umpan Balik Mengenai Kesalahan di RSUD


Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon positf Respon negatif Total


Manajer saya memberikan umpan balik ke arah
1 perbaikan berdasarkan laporan kejadian (KTD 42 19 61
maupun KNC)
Kami diberi tahu mengenai kesalahan- kesalahan
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) maupun KNC
54 7 61
2 (Kejadian Nyaris Cedera) yang terjadi di unit
kami.
Di unit ini kami mendiskusikan dengan sesama
perawat/dokter bagaimana cara untuk mencegah 45 16 61
3
error/KTD dan KNC supaya tidak terjadi kembali.
Total 141 34 183
Persentase (%) 77,05 22,95 100

Pada tabel tabel 4.6 menggambarkan bahwadimensi umpan balik mengenai

kesalahan sebesar 77,05% yang dapat diartikan baik atau membudaya kuat.

4.4.6 Dimensi Respon Non Punitive Terhadap Kesalahan

Dalam dimensi respon non punitive terhadap kesalahan terdiri dari 3

pernyataan negatif yakni pada pernyataan nomor A8, A12, dan

A16.Distribusi respon positif dan negatif responden tersebut disajikan dalam

tabel 4.7.
60

Tabel 4.7 Gambaran Dimensi Respon Non Punitive terhadap Kesalahan di


RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positif Respon Negatif Total


Bila melakukan kesalahan dalam melayani
pasien kami merasa kesalahan tersebut akan 34 27 61
1
memojokkan/mengancam kami.
Bila suatu kejadian dilaporkan (baik KNC atau
KTD) maka yang menjadi fokus pembicaraan
34 27 61
2 adalah orang yang berbuat salah, bukan
masalahnya
Kami merasa khawatir kesalahan yang kami buat
3 akan dicatat di dokumen pribadi kami oleh 44 17 61
pimpinan
Total 112 41 183
Persentase (%) 61,20 38,80 100

Pada tabel tabel 4.7 menggambarkan bahwadimensi respon non

punitive terhadap kesalahan sebesar 61,20% yang dapat diartikan cukup baik

atau membudaya sedang.

4.4.7 Dimensi Staffing

Dalam dimensi staffingini terdiri dari dari 4 pernyataan yakni 1

pernyataan positif yaitu pernyataan nomor A2 dan 3 pernyataan negatif pada

pernyataan nomor A5, A7, A14. Distribusi respon positif dan negatif

responden tersebut disajikan dalam tabel 5.8.

Tabel 4.8 Gambaran Dimensi Staffing di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota
Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Kami memiliki jumlah staf yang cukup untuk
1 58 3 61
menangani beban kerja yang berat di unit ini
Perawat di unit ini bekerja sampai lembur untuk
2 31 30 61
melayani pasien.
Unit ini sering menggunakan tenaga
3 13 48 61
honorer/cadangan untuk melayani pasien
Kami merasa pada unit kami bekerja dalam
„model krisis‟ dimana kami harus melakukan
4 42 19 61
banyak pekerjaan dengan terburu-buru dalam
melayani pasien.
Total 144 61 244
Persentase (%) 59,01 40,99 100
61

Pada tabel 4.8 menggambarkan bahwadimensi staffing sebesar 59,01% yang

dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

4.4.8 Dimensi Dukungan Manajemen Terhadap Upaya Keselamatan Pasien

Dalam dimensi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan

pasienterdiri dari 3 pernyataan yakni 2 pernyataan positif yaitu pernyataan

nomor F1 dan F8 dan 1 pernyataan negatif pada nomor F9. Distribusi respon

positif dan negatif responden tersebut disajikan dalam tabel 5.9

Tabel 4.9 Gambaran Dimensi Dukungan Manajemen Terhadap Upaya


Keselamatan Pasien di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai
tahun 2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Manajemen rumah sakit menyediakan iklim kerja
1 47 14 61
yang mendukung bagi keselamatan pasien
Kebijakan manajemen rumah sakit menunjukkan
2 55 6 61
bahwa keselamatan pasien merupakan prioritas
Manajemen rumah sakit harus peduli terhadap
3 55 6 61
keselamatan pasien jika terjadi KTD maupun KNC
Total 157 26 183
Persentase (%) 85,80 14,20 100

Pada tabel 4.9 menggambarkan bahwa dimensi dukungan manajemen

terhadap upaya keselamatan pasien sebesar 85,8% yang dapat diartikan

baik atau membudaya kuat.

4.4.9 Dimensi Kerja Sama Antar Unit

Dalam dimensi kerja sama antar unit ini terdiri dari dari 4 pernyataan

yakni 2 pernyataan positif yaitu pernyataan nomor F4 dan F10 pernyataan

negatif pada pernyataan nomor F2, F6. Distribusi respon positif dan negatif

respondentersebut disajikan dalam tabel 4.10.


62

Tabel 4.10 Gambaran Dimensi Kerja Sama Antar Unit di RSUD Dr. R.M.
Djoelham Kota Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Unit satu dengan unit lain di rumah sakit ini tidak
1 48 13 61
berkoordinasi dengan baik
Kami merasa ada kerja sama yang baik antar unit
2 di rumah sakit saat menyelesaikan pekerjaan 46 15 61
bersama
Saya sering kali merasa tidak nyaman bila harus
3 bekerja sama dengan staf unit lain di rumah sakit 43 18 61
ini
Unit-unit di rumah sakit bekerja sama dengan baik
4 untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi 37 24 61
pasien
Total 174 70 244
Persentase (%) 71,32 28,68 100

Pada tabel 4.10 menggambarkan bahwa dimensi kerja sama antar unit

sebesar 71,32% yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

4.4.10 Dimensi Handsoff dan Transisi Pasien

Dalam dimensi Handsoff dan Transisi Pasien ini terdiri dari dari 4

pernyataan negatif pada nomor F3, F5, F7, F11. Distribusi respon positif

dan negatif responden tersebut disajikan dalam tabel 4.11

Tabel 4.11 Gambaran Dimensi Handsoff dan Transisi Pasien di RSUD Dr.
R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positf Respon Negatif Total


Masalah sering terjadi saat pemindahan
1 33 28 61
pasien dari satu unit ke unit lainnya
Saat pergantian shift, informasi penting
2 34 27 61
mengenai pasien sering hilang
Masalah sering terjadi saat pertukaran
3 32 29 61
informasi antar unit-unit di rumah sakit
Pergantian shift di rumah sakit menyebabkan
4 45 16 61
masalah bagi pasien di rumah sakit ini.
Total 144 100 244
Persentase (%) 59,02 40,98 100

Pada tabel 4.11 menggambarkan bahwa dimensi kerja handsoff dan transisi

pasien sebesar 59,02% yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.
63

4.4.11 Dimensi Persepsi Perawat Tentang Keselamatan Pasien

Dalam dimensi persepsi perawat tentang patient safetyini terdiri dari dari 4

pernyataan yakni 2 pernyataan positif pada nomor A15, A18 dan 2 pernyataan

negatif A10, A17. Distribusi respon positif dan negatif responden tersebut

disajikan dalam tabel 4.12

Tabel 4.12 Gambaran Dimensi Persepsi Keseluruhan Staf Rumah Sakit


Tentang Keselamatan Pasien di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota
Binjai tahun 2020

No Pernyataan Respon Positif Respon Negatif Total


Jika ada Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) pada
1 pasien terjadi di unit ini adalah suatu hal yang 37 23 61
kebetulan
Staf di unit kami tidak pernah mengorbankan
2 keselamatan pasien dengan alasan banyak 53 8 61
pekerjaan
Kami memiliki masalah mengenai keselamatan
3 40 21 61
pasien di unit ini
Prosedur dan sistem kami sudah baik dalam
4 mencegah terjadinya kesalahan/error (KTD atau 37 24 61
KNC)
Total 167 76 244
Persentase (%) 68,86 31,14 100

Pada tabel 4.12 menggambarkan bahwa dimensi persepsi keseluruhan

staf rumah sakit tentang patient safety sebesar 68,86% yang dapat diartikan

cukup baik atau membudaya sedang.

4.4.12 Dimensi Frekuensi Pelaporan

Dalam dimensi Frekuensi Pelaporan terdiri dari 3 pernyataan positif

yakni pada pernyataan nomor D1, D2, D3. Distribusi respon positif dan

negatif respondentersebut disajikan dalam tabel 4.13.


64

Tabel 4.13 Gambaran Dimensi Frekuensi Pelaporan di RSUD Dr. R.M.


Djoelham Kota Binjai Bulan Juni Bulan Juni Tahun 2020

Respon Positf Respon Nnegatif


No Pernyataan Total
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
Ketika kesalahan terjadi, tetapi hal tersebut
segera diketahui dan dikoreksi sebelum
1 mempengaruhi atau berdampak pada pasien, 13 27 18 3 61
seberapa hal
tersebut sering dilaporkan?
Ketika kesalahan terjadi, namun tidak berpotensi
untuk membahayakan pasien, seberapa sering hal
2 20 28 12 0 61
tersebut
dilaporkan?
Ketika kesalahan terjadi, yang berpotensi
membahayakan pasien, walaupun hal yang buruk
3 19 25 16 0 61
tidak terjadi pada pasien, seberapa sering hal ini
dilaporkan?
Total 134 49 183
Persentase (%) 73,22 26,78 100

Pada tabel 4.13 menggambarkan bahwa dimensi frekuensi pelaporan

sebesar 73,22% yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

4.5 Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Oleh perawat RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai Tahun 2020

Kedua belas dimensi budaya keselamatan pasien di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai dikategorikan menjadi 3 kategori yakni budaya kuat,

budaya sedang, dan budaya lemah. Pengkategorian tersebut berdasarkan

pedoman pada Hospital Survey On Paient Safety Culture yang dilakukan

AHRQ. Suatu budaya keelamatan pasien dikatakan kuat apabila respon

positif sebesar sama dengan 75% atau lebih, dikatakan budaya sedang

apabila respon positif sebesar 50% - 75%, dan dikatakan budaya lemah

apabila respon positif kurang dari 50%. Berikut rekapitulasi dari 12 belas

dimensi budaya keselamatan yang telah diukur di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020. Gambaran budaya keselamatan pasien


65

secara keseluruhan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai disajikan

dalam tabel 4.14

Tabel 4.14 Gambaran 12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien di RSUD Dr.


R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020

Respon Respon Jumlah Persentase Kategori


No Dimensi
Positif Negatif Respon Respon Positif Budaya
Harapan dan tindakan manajer dalam
1 188 56 244 77,04% Budaya Kuat
mempromosikan patient safety
Organizational learning- Perbaikan
2 168 15 183 91,80% Budaya Kuat
berkelanjutan
3 Kerja sama dalam unit 229 15 244 93,85% Budaya Kuat
4 Komunikasi terbuka 130 53 183 71,04% Budaya Sedang
Umpan balik dan komunikasi terhadap
5 141 34 183 77,05% Budaya Kuat
kesalahan
6 Respon Non Punitive terhadap kesalahan 112 41 183 61,20% Budaya Sedang
7 Staffing 144 61 244 59,01% Budaya Sedang
Dukungan manajemen terhadap patient
8 157 26 183 85,80% Budaya Kuat
safety
9 Kerja sama antar unit 174 70 244 71,32 Budaya Sedang
10 Handsoff dan transisi 144 100 244 59,02 Budaya Sedang
11 Persepsi perawat mengenai patient safety 167 76 244 68,86 Budaya Sedang
12 Frekuensi pelaporan kejadian 134 49 183 73,22 Budaya Sedang
Total 1966 596 2562
Budaya Kuat
Persentase 76,74% 23,26% 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 5 dimensi

budaya keselamatan pasien dikategorikan dalam budaya kuat diantaranya

kerja sama dalam unit, harapan dan tindakan manajer dalam

mempromosikan patient safety, organizational learning- perbaikan

berkelanjutan, dukungan manajemen terhadap patient safety, dan kerja sama

antar unit yakni dengan repson positif >75%. Sedangkan 7 dimensi budaya

keselamatan lainnya dikategorikan dalam budaya keselamatan sedang yakni

dengan respon positif 50% - 75% antara lain dimensi komunikasi terbuka,

persepsi keseluruhan terhadap patient safety, umpan balik dan komunikasi

terhadap kesalahan, frekuensi pelaporan kejadian, staffing, handsoff dan

transisi, dan respon non punitive terhadap kesalahan. Dan gambaran budaya
66

keselamatan secara keseluruhan di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai tahun 2020 adalah sebesar 76,74% yang

dikategorikan dalam budaya keselamatan yang kuat.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian

5.1.2 Karakteristik Responden

Usia menentukan perilaku dan kemampuan seseorang untuk bekerja,

termasuk bagaimana merespons stimulus yang diberikan individu (Sopiah, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden berusia >36 tahun. Mayoritas

responden dalam tahap usia dewasa yang merupakan usia dimana perkembangan

puncak dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

serta kebiasaan berfikir rasionalnya akan meningkat (55). Kondisi ini akan

mempengaruhi perawat dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan, ketrampilan

dan kreativitas yang dimiliki termasuk dalam menerapkan budaya keselamatan

pasien. Sehingga usia perawat rawat inap di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota

Binjai saat ini sebagian besar termasuk usia yang ideal dalam bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden berjenis kelamin

perempuan yaitu sebesar 82%. Menurut manajemen keperawatan tidak ada batas

ideal perbandingan antara perawat laki-laki dan perempuan. Namun dalam

manajemen keperawatan mengenai pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam

satu shift ada perawat laki-laki dan perempuan, sehingga apabila melakukan

tindakan yang bersifat privasi bisa dilakukan oleh perawat yang sama jenis

kelaminnya misalnya personal higiyene, eliminasi, perekaman EKG, dan

pemasangan asesoris bed side monitor (56). Perawat di unit rawat inap RSUD Dr.
68

R.M. Djoelham Kota Binjai saat ini memiliki perawat laki-laki dan perempuan

walaupun hanya ada 11 perawat lak-laki dari 50 perawat. Maka dalam manajemen

keperawatan unit perawat inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai, tindakan

yang bersifat privasi dapat dilakukan oleh perawat laki- laki.

Dan jika dilihat dari pendidikan terakhir sebagian besar responden memiliki

pendidikan dengan kualifikasi Diploma III sebesar 63,90%. Kriteria perawat

profesional adalah lulusan pendidikan tinggikeperawatan minimal D III

Keperawatan, mentaati kode etik, mampu berkomunikasi dengan pasien dan

keluarga, serta mampu memanfaatkan sarana kesehatan yang tersedia secara

berdaya guna dan berhasil guna, mampu berperan sebagai agen pembaharu dan

mengembangkan ilmu serta teknologi keperawatan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya

bermacam usaha pembaharuan dan dapat menyesuaikan diri terhadap

pembaharuan. Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan

respon terhadap sesuatu yang datang dari luar (57). Sehingga perawat di Unit

Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai termasuk oleh perawat ideal

dengan kriteria profesional.

Rata-rata responden juga memiliki masa kerja di unit selama 2,86 tahun dan

rata-rata lama kerja di rumah sakit selama 10 tahun. Hal tersebut menunjukkan

bahwa sebagian besar responden sudah lama menjalankan profesinya sebagai

perawat. Semakin lama perawat bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya

sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang

bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya. Pengalaman bekerja


69

banyak memberikan keahlian dan ketrampilan kerja (58).

5.2 Gambaran 12 Faktor Budaya Keselamatan Pasien Unit Rawat Inap

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

Menurut Blegen (2006) dalam Hamdani (2007) budaya keselamatan pasien

adalah persepsi yang dibagikan di antara anggota organisasi ditujukan untuk

melindungi pasien dari kesalahan tata laksana maupun cidera akibat intervensi.

Persepsi ini meliputi kumpulan norma, standar profesi, kebijakan, komunikasi dan

tanggung jawab dalam keselamatan pasien. Budaya ini kemudian mempengaruhi

keyakinan dan tindakan individu dalam memberikan pelayanan. Budaya

keselamatan yang diukur dalam penelitian ini juga mengukur persepsi perawat

terhadap budaya keselamatan pasien yang ada di Unit Rawat Inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai. Persepsi yang diukur dalam budaya keselamatan di

Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai dihasilkan dengan

jawaban setuju, sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju yang kemudian

dikategorikan menjadi respon positif dan respon negatif. Ada 12 dimensi yang

diukur dalam budaya keselamatan pasien, berikut penjelasan tiap dimensinya (48).

5.2.1 Dimensi Harapan dan Tindakan Manajer Mempromosikan

Keselamatan pasien

Berdasarkan hasil penelitian, pada dimensi harapan dan tindakan manajer

mempromosikan keselamatan pasien ada 4 pernyataan yang diukur dalam dimensi

ini. Pada dimensi ini respon positif yang didapatkan sebesar 77,04% yang dapat

dikategorikan bahwa budaya keselamatan pasien pada dimensi ini dapat dikatakan

baik atau membudaya kuat.


70

Pada dimensi harapan dan tindakan manajer memporomosikan keselamatan

pasien, yang dimaksud manajer disini adalah atasan langsung dari setiap perawat

pelaksana yaitu kepala ruang.

Kepala ruang merupakan seorang perawat yang memiliki wewenang dalam

mengatur dan mengendalikan kegiatan perawat di ruang rawat serta memiliki

tanggung jawab lebih besar dibandingkan perawat pelaksana dalam meyakinkan

perawatan yang aman bagi pasien (52). Kepala ruang sebagai manajer lini pertama

memiliki peran kritis dalam mendukung budaya keselamatan pasien dengan

kepemimpinan efektif dalam menciptakan lingkungan yang positif bagi

keselamatan pasien. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Wagner, dkk

2009 bahwa perawat manajer memiliki persepsi yang lebih positif terhadap

budaya keselamatan pasien oleh perawatan rehabilitasi dibandingkan perawat

pelaksana di rumah sakit Amerika Serikat dan Kanada (52).

Berdasarkan hasil penelitian, kepala ruangan di Unit Rawat Inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai telah memberikan dukungannya terhadap

keselamatan pasien dibuktikan dengan beberapa poin dalam kuesioner yang

mendapat respon positif yang tinggi diantaranya manajer memberi pujian jika

melihat pekerjaan yang diselesaikan sesuai dengan prosedur keselamatan pasien,

dapat mendengar dan mempertimbangkan saran dari bawahannya untuk

meningkatkan keselamatan pasien.. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari

kepemimpinan efektif dalam menciptakan lingkungan yang positif bagi

keselamatan pasien.
71

Kepemimpinan yang kuat yang salah satunya harus dimiliki kepala ruang

dapat membangun budaya keselamatan pasien yang memungkinkan seluruh tim

mendukung dan meningkatkan keselamatan pasien. Upaya kepala ruang dalam

melaksanakan kepemimpinan yang efektif di ruangannya mempengaruhi

penerapan budaya keselamatan pasien. Kepala ruang dapat mempengaruhi strategi

dan upaya menggerakkan perawat dalam lingkup wewenangnya untuk bersama-

sama menerapkan budaya keselamatan pasien (56).

Berdasarkan hasil penelitian, kepala ruangan memiliki kemampuan dalam

mengatur pekerjaan timnya walaupun dengan dengan beban kerja tinggi, dan

dapat mengantisipasi KTD agar tidak terjadi berulang kali yang dibuktikan

dengan perolehan respon positif yang tinggi pada kuesioner. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kepala ruangan melaksanakan kepemimpinan yang efektif di

ruangannya mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien.

Penanaman nilai-nilai keselamatan dapat dilakukan oleh Komite

Keselamatan Pasien RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai maupun Kepala

Ruangan dengan cara sosialisai formal dan informal, misalnya

mengadakanmorning tea sessionsekaligus memberikan penanaman nilai-nilai

keselamatan pasien melalui cerita. Sosialisasi dapat pula dilakukan melalui walk

the walk atau MBWA (Management By Walking Around). Pemimpin secara

berkala mendatangi para stafnya selain mengontrol juga mengingatkan pentingnya

patient safety. Slogan-slogan, poster, dan simbol yang mempromosikan safety

seyogyanya dipasang di tempat-tempat strategis di rumah sakit agar semua


72

karyawan dan pasien ikut berpartisipasi daam menanamkan budaya keselamatan

pasien (60).

Secara keseluruhan budaya keselamatan pada dimensi harapan dan tindakan

manajer dalam mempromosikan keselamatan pasien di unit rawat inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai sudah dapat dikatakan baik karena respon positif dari

pertanyaan sebesar 75% ke atas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran

menejer/kepala ruang telah menjalani perannya dengan baik dalam

mempromosikan keselamatan pasien dan perlu dipertahankan.

5.2.2 Dimensi Organizational Learning/Perbaikan Berkelanjutan

Berdasarkan hasil penelitian, pada dimensi organizational

learning/perbaikan yang berkelanjutan mengenai keselamatan pasien diukur dari 3

pernyataan. Pada dimensi ini respon positif yang didapatkan sebesar 91,8% yang

dapat diartikan budaya keselamatan pada dimensi organizational learning pada

Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai dikategorikan baik atau

membudaya kuat.

Organizational learning atau perbaikan yang berkelanjutan dilakukan tim

inti untuk menentukan strategi pembudayaan nilai-nilai keselamatan pasien. Tim

tersebut secara berkala bertemu untuk menganalisis RCA (Root Cause Analys)

atau mencari akar masalah dari setiap insiden keselamatan pasien. Tim tersebut

juga menentukan pola sosialisasi serta mengevaluasi program yang telah

dilaksanakan melalui riset-riset aplikatif. Melalui upaya perbaikan yang

berkelanjutan akan diperoleh pengetahuan yang tersirat maupun tersurat untuk

menangani persoalan kejadian insiden keselamatan pasien (60) .


73

Setiap lini dalam organisasi, baik perawat maupun manajemen

menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Perawat dan manajemen

berkomitmen untuk mempelajari kejadian yang terjadi. Mengambil tindakan atas

kejadian tersebut untuk diterapkan sehingga dapat mencegah terulangnya

kesalahan menurut (52). Umpan balik dari organisasi dan rekan satu tim

merupakan suatu bentuk dari organisasi yang belajar dan menjadi salah satu upaya

mengevaluasi keefektifan program yang sudah berjalan.

Berdasarkan hasil penelitian, Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham

Kota Binjai telah menjadikan kesalahan yang terjadi sebagai pemicu ke arah yang

lebih baik dan senantiasa mengevaluasi keefektivan pelayanan yang dibuktikan

dengan hasil repson positif yang tinggi pada kuesioner. Hal tersebut

menggambarkan bahwa unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

merupakan bentuk organisasi yang belajar dari kesalahan. Sehingga dapat

dikatakan bahwa perawat pada Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota

Binjai telah menjadikan kesalahan yang terjadi sebagai upaya perbaikan yang

berkelanjutan pada unitnya dalam rangka menjamin keselamatan pasien di rumah

sakit. Dengan hasil tersebut diharapkan Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai dapat mempertahankan organizational learning yang telah

berjalan dan akan lebih baik jika terus ditingkatkan,

Selain peningkatan di tingkat organisasi, upaya perbaikan di tingkat

individu juga merupakan hal penting dalam program keselamatan pasien. Budaya

keselamatan di tingkat individu perlu ditumbuhkan melalui peningkatan

pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku yang lebih berorientasi pada


74

keselamatan. Hal ini dapat ditempuh dengan penyebarluasan informasi terkait

keselamatan pasien melalui bulletin RS dan media-media lainnya. Hasil penelitian

juga menguatkan hal ini yang dibuktikan dengan perawat senatiasa secara aktif

melakukan kegiatan sosialisasi, bertukar informasi, dan dikusi mengenai

keselamatan pasien yang mendapat respon positif yang tinggi pada kuesioner.

Proses pembelajaran juga dapat dilakukan dari laporan insiden yang

disampaikan secara rutin baik oleh tim maupun pihak manajemen rumah sakit

pada setiap pertemuan dan rapat. Informasi insiden yang telah dikemas dengan

solusi dari hasil analisis akar masalah, dapat menjadi informasi berharga bagi

setiap individu untuk meningkatkan pengetahuannya akan keselamatan pasien.

Tanpa budaya menyalahkan individu atas insiden yang ada akan mampu

memperbaiki sikap dan perilaku serta keberanian untuk meleporkan setiap insiden

sebagai bagian dari proses pembelajaran.

5.2.3 Dimensi Kerja Sama dalam Unit

Pada dimensi kerja sama dalam unit dihasilkan respon positif sebesar

93,85% yang dapat diartikan bahwa budaya keselamatan pada dimensi kerja sama

dalam unit di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

dikategorikan baik atau membudaya kuat.

Kerja sama dalam unit menunjukkan sejauh mana anggota suatu divisi

kompak dan bekerja sama dalam tim. Kerja sama didefinisikan sebagai kumpulan

individu dengan keahlian spesifik yang bekerja sama dan berinteraksi untuk

mencapai tujuan bersama (50). Sedangkan Thompson (2000) dalam (Setiowati,

2010) mendefinisikan tim sebagai sekelompok orang yang saling terkait terhadap
75

informasi, sumber daya, keterampilan, dan berusaha mencapai tujuan bersama

(52).

Menurut Canadian Nurse Association tahun 2004, faktor-faktor yang

menjadi tantangan bagi perawat dalam memberikan keperawatan yang aman dan

memberikan kontribusi dalam keselamata pasien salah satunya adalah kerja sama

tim (52). Kinerja kerja sama tim yang terganggu juga merupakan salah satu

penyebab insiden keselamatan pasien yang merupakan kombinasi dari kegagalan

sistem (51). Peluang insiden terjadi akibat dari kondisi-kondisi tertentu. Kondisi

yang memudahkan terjadinya kesalahan misalnya gangguan lingkungan dan

teamwork yang tidak berjalan.

Menurut Manser (2009) dalam Lestari dkk (2013) hambatan komunikasi

dan pembagian tugas yang tidak seimbang menjadi penyebab tidak berjalanya

teamwork yang efektif. Efektivitas teamwork sangat tergantung pada komunikasi

dalam tim, kerjasama, adanya supervisi dan pembagian tugas (52). Sebuah studi

observasional dan analisis retrospektif terhadap insiden keselamatan menunjukkan

bahwa faktor teamwork yang kurang, berkontribusi lebih banyak dibandingkan

dengan kemampuan klinis yang lemah.

Berdasarkan hasil penelitian, perawat Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai dalam bekerja saling mendukung satu sama lain, saling

bekerja sama sebagai tim jika ada banyak pekerjaan, dan merasa saling

menghargai satu sama lain yang dibuktikan dengan hasil respon positif yang

tinggi mengenai hal tersebut. Kerjasama tim dalam pelayanan di rumah sakit

dapat mempengaruhi kualitas dan keselamatan pasien. Potensi konflik yang


76

mungkin terjadi dalam interaksi tim dapat berakibat pada pelaksanaan kerjasama

tim dalam pelayanan. Bekerja secara teamwork merupakan sebuah nilai yang

harus dibangun sebagai budaya keselamatan. Konflik yang muncul dapat

menurunkan persepsi individu atas teamwork, yang dapat menganggu proses

pelayanan dan berujung pada kemungkinan terjadinya insiden. Sebuah penelitian

menunjukkan persepsi individu yang kurang terhadap teamwork berpotensi 3x

lebih besar untuk terjadi insiden keselamatan (Lestari dkk, 2013).

Dimensi kerja sama dalam unit pada Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai mendapat respon positif sebesar 93,85% yang

dikategorikan dalam budaya keselamatan yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa

kerja sama dalam tim di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

telah berjalan dengan baik dan perlu dipertahankan.

5.2.4 Dimensi Komunikasi Terbuka

Pada dimensi komunikasi terbuka dalam penelitian ini mendapatkan respon

positif sebesar 71,04% yang dikategorikan dalam budaya keselamatan pasien yang

sedang. Komunikasi dalam keselamatan pasien telah menjadi standar dalam Joint

Commision Acerditation of Health Organization sejak tahun 2010. Menurut

Nazhar (2009) dalam Hamdani (2007) komunikasi terbuka dapat diwujudkan pada

saat serah terima, briefing, dan ronde keperawatan. Perawat menggunakan

komunikasi terbuka pada saat serah terima dengan mengkomunikasikan keoleh

perawat lain tentang risiko terjadinya insiden, melibatkan pasien pada saat serah

terima. Briefieng digunakan untuk berbagi informasi seputar isu-isu keselamatan

pasien, perawat dapat secara bebas bertanya seputar keselamatan pasien yang
77

potensial terjadi dalam kegiatan sehari-hari. Ronde keperawatan dapat dilakukan

setiap minggu dan fokus hanya pada keselamatan pasien (48).

Berdasarkan hasil penelitian, perawat Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai bebas mengungkapkan pendapat, bebas bertanya tentang

keputusan atau tindakan yang akan diambil, dan tidak merasa takut untuk bertanya

ketika mengetahui ada yang tidak beres dakam pelayanan pasien yang ditunjukkan

dengan nilai respon positif yang tinggi mengenai hal tersebut. Hal ini

menggambarkan bahwa oleh perawat Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham

Kota Binjai melakukan komunikasi secara terbuka dalam melayani pasien.

Menurut Salim (2006) dalam Hamdani (2007) pada budaya keselamatan

pasien, komunikasi harus terjadi dalam pola dua arah, dari pimpinan ke personel

garis depan dan sebaliknya. Demikian juga, tindakan diam terhadap kesalahan,

harus diganti dengan keterbukaan, kejujuran mengenai kejadian yang menyangkut

dengan keselamatan pasien. Pelaporan dan kepatuhan terhadap prosedur

keselamatan merupakan parameter yang dijadikan tolak ukur berjalannya

komunikasi keselamatan yang efektif serta menjadi elemen penting untuk

mewujudkan pelayanan yang aman serta menuju budaya selamat (48).

Dalam komunikasi hal mejadi pokok penting salah satunya adalah

komunikasi efektif. Komunikasi efektif merupakan salah satu strategi untuk

membangun budaya keselamatan pasien. Komunikasi efektif sangat berperan

dalam menurunkan KTD dalam sebuah asuhan medis pasien. Strategi ini

ditetapkan oleh The Joint Commission on Accreditation of Healthcare

Organization (JCAHO) sebagai tujuan nasional keselamatan pasien. Hal ini


78

didasarkan pada laporan Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ)

bahwa komunikasi merupakan 65 % menjadi akar masalah dari KTD. Strategi

yang diterapkan JCAHO untuk menciptakan proses komunikasi efektif adalah

pendekatan standarisasi komunikasi dalam serah terima pasien (hand over) (51).

Komunikasi saat proses transisi perawatan pasien dapat berisiko kesalahan ketika

informasi yang diberikan tidak akurat.

Oleh perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

keterbukaan dalam komunikasi mencakup kebebasan mengungkapkan pendapat,

kebebasan bertanya kepada sesama perawat/dokter mengenai tindakan yang akan

diambil, bebas dari rasa takut jika melihat ada yang tidak beres dalam pelayanan

memiliki nilai respon positif yang cukup tinggi yakni diatas 70%. Sehingga dapat

dinilai bahwa perawat di unit ini memiliki keterbukaan yang cukup baik dalam

komunikasi sesama perawat, dokter, maupun petugas kesehatan lainnya.

Rumah sakit dengan interaksi profesi yang cukup banyak, membutuhkan

strategi yang tepat dalam proses komunikasi antar profesi terkait. Metode SBAR

(situation, backgraound, assessment, recomendation) dalam proses komunikasi

antar profesi dapat dijadikan sebagai pilihan. Berdasarkan situasi, latar belakang,

penilaian dan rekomendasi yang dikomunikasikan dengan baik akan memberikan

kondisi pengobatan pasien lebih informatif, jelas dan terstruktur. Hal ini akan

mengurangi potensi insiden yang tidak diinginkan terjadi (51).

Strategi komunikasi lain adalah pada proses komunikasi antar klinisi.

Keseinambungan perawatan dan komunikasi antara sejawat dokter sangat

mempengaruhi keselamatan pasien. Melalui penerapan ringkasan pulang


79

khususnya bagi pasien pasca-rawat inap, dapat sebagai upaya membangun

komunikasi di antara dokter. Hal ini akan dapat menurunkan angka perawatan

kembali (hospital readmission) (51).

Keterbukaan pada komunikasi juga melibatkan pasien. Pasien mendapatkan

penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi. Pasien

mendapatkan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan risiko terjadinya

kesalahan. Perawat memberi motivasi untuk memberikan setiap hal yang

berhubungan dengan keselamatan pasien (53). Strategi yang dapat di tempuh

diantaranya dengan memberikan akses bagi pasien dan keluarga terhadap

informasi pelayanan yang diterimanya. Menyediakan waktu yang cukup bagi

pasien untuk berkomunikasi dengan petugas dan peningkatan edukasi pasien

terkait keselamatan beberapa upaya yang dapat dilakukan. Metode SPEAK UP

merupakan metode yang direkomendasikan JCAHO untuk komunikasi efektif

antara pasien dan petugas (51).

Berdasarkan hasil penelitian respon positif pada dimensi komunikasi

terbuka di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai sebesar

71,04% yang dapat diartikan bahwa komunikasi terbuka yang berjalan diantara

perawat dengan tenaga medis lainnya dapat dikatakan cukup baik dan perlu

ditingkatkan.

5.2.5 Dimensi Umpan Balik dan Komunikasi terhadap Kesalahan

Pada dimensi umpan balik dan komunikasi terhadap kesalahanmendapat

respon positif sebesar 77,05% yang dikategorikan dalam budaya keselamatan

pasien yang kuat. Umpan balik dan komunikasi terhadap kesalahan merupakan hal
80

yang terpenting setelah dilakukannya pelaporan insiden keselamatan pasien. Salah

satu dari prinsip inti dalam pelaporan kejadian menurut Manhajan (2011) dalam

Hamdani (2007) adalah pelaporan hanya bisa memberi manfaat apabila direspons

secara konstruktif. Paling tidak terdapat umpan balik dari analisis temuan.

Idealnya terdapat rekomendasi untuk perubahan pada proses atau sistem. Umpan

balik dari organisasi dan rekan satu tim merupakan suatu bentuk dari organisasi

yang belajar. Salah satu bentuk hambatan dalam sistem pelaporan kejadian

diantaranya adalah kurangnya umpan balik dari laporan kejadian (48).

Berdasarkan hasil penelitian, manajer sudah memberikan umpan balik

berdasarkan laporan kejadia, mendapat informasi mengenai kesalahan yang

terjadi, dan sering mendiskusikan kepada sesama perawat/dokter untuk mencegah

KTD yang dibuktikan dengan hasil respon positif yang lebih dari 75% mengenai

hal tesebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa umpan balik dan komunikasi

terhadap kesalahan pada Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

berjalan cukup optimal. Adanya umpan balik dari kejadian yang dilaporkan

diharapkan dapat memberi tindakan perbaikan pada sistem keselamatan pasien

yang telah berjalan.

Untuk meningkatkan dimensi ini, Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai dapat melakukan lima langkah menuju sistem pelaporan

kejadian menurut NPSA (2009) dalam Setiowati (2010) antara lain memberikan

umpan balik pada staf saat mereka memberikan pelaporan kejadian, berfokus pada

pembelajaran tentang kejadian dengan akar masalah, pelatihan tentang pelaporan,

lomba pelaporan internal, membuat alat yang mudah kejadian untuk mencatat
81

laporan kejadian, membudayakan pelaporan menjadi upaya peningkatan mutu

(52).

5.2.6 Dimensi Respon Non Punitive terhadap Kesalahan

Perawat dan pasien diperlakukan secara adil ketika terjadi insiden. Ketika

terjadi insiden, selayaknya tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu tetapi

lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan.

Budaya tidak menyalahkan keoleh perawat perlu dikembangkan dalam

menumbuhkan budaya keselamatan pasien. Perawat akan membuat laporan

kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan hukuman atas

kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu membuat

pelaporan yang dapat menjadi pelajaran dalam keselamatan pasien (53)

Fokus pada kesalahan yang diperbuat perawat akan mempengaruhi

psikologis perawat. Kesalahan yang dilakukan perawat akan berdampak secara

psikologis yang akan menurunkan kinerja (Yahya, 2006). Menurut Reason (2000)

dalam Hamdani (2007) kesalahan yang terjadi lebih banyak disebabkan kesalahan

sistem, jadi fokus apa yang diperbuat, hambatan yang mengakibatkan kesalahan

serta risiko lain yang dapat terjadi dapat dijadikan pembelajaran dari pada hanya

terfokus pada siapa yang melakukan (48).

Berdasarkan hasil penelitian, perawat merasa khawatir kesalahan yang kami

buat akan dicatat di dokumen pribadi kami oleh pimpinan dan bila melakukan

kesalahan dalam melayani pasien perawat merasa kesalahan tersebut akan

mengancam yang dibutikan dengan hasil respon positif yang cenderung rendah

mengenai hal tersebut. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih adanya perawat
82

yang merasa khawatir kesalahan yang dibuatnya akan dicatat di dokumen pribadi

oleh pimpinan dan khawatir akan disalahkan ataupun dihukum.

Oleh karena itu Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

diharapkan dapat meningkatkan motivasi dalam melaporkan kejadian dengan cara

menghilangkan perasaan takut akan disalahkan oleh perawat yang memberi

laporan, tidak memberi hukuman ketika melakukan esalahan, tidak menyalahkan

pada pelapor kejadian, membuat prosedur pelaporan kejadian keselamatan pasien

yang sederhana dan mudah dilaksanakan.

5.2.7 Dimensi Staffing

Pada dimensi staffing diukur memiliki respon positif sebesar 59,01% yang

menggambarkan bahwa dimensi staffing dapat diartikan membudaya sedang.

Sumber daya manusia di rumah sakit sebagai individu pelaksana langsung

pelayanan harus memenuhi kecukupan baik kuantitas atau kualitas.

Aspek kualitas individu dilihat dari pendidikan dan standar kompetensi

yang dimiliki. Kompetensi sumber daya manusia di RS dapat di lakukan dengan

upaya memenuhi standar kompetensi oleh setiap petugas sesuai dengan standar

yang ditetapkan di setiap profesi. Rumah sakit dapat menempuh upaya seperti

pengiriman petugas untuk mengikuti pelatihan berbasis kompetensi untuk setiap

profesi yang ada. Langkah ini terintegrasi dengan perencanaan SDM rumah sakit

khususnya bagian diklat rumah sakit. Bagi petugas yang belum memenuhi

standar kompetensi untuk profesinya, rumah sakit dapat memberikan fasilitas

untuk dapat memenuhi standar tersebut.


83

Berdasarkan hasil penelitian, perawat memiliki persepsi mengenai jumlah

staf yang kurang untuk menangani beban kerja pada unit ini karena hanya

memiliki respon positif sebesar 59,01%. yang dapat menggambarkan bahwa

menurut responden di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

tidak memiliki jumlah perawat yang cukup dalam menangani beban kerja dalam

satu unit.

Perhitungan kebutuhan tenaga yang tepat untuk perawat di RS sangat

diperlukan untuk menghindari adanya peningkatan beban kerja bagi masing-

masing individu. Perhitungan rasio jumlah tenaga dengan jumlah pasien serta

waktu pelayanan harus dimiliki RS. Perhitungan kebutuhan dengan metode

analisis beban kerja adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Hal ini akan

sangat berguna dalam perencanaan perawat RS dengan jumlah tenaga yang masih

terbatas.

5.2.8 Dukungan Manajemen Rumah Sakit Terhadap Upaya Keselamatan

Pasien

Respon positif pada dimensi dukungan manajemen rumah sakit terhadap

keselamatan pasiensebesar 85,8% yang dapat dikategorikan baik atau membudaya

kuat. Menurut IOM terdapat lima prinsip untuk merancang patient safety sistem di

organisasi kesehatan yakni (Kohn, 2000):

Prinsip I : Provide Leadership meliputi: menjadikan keselamatan pasien sebagai

tujuan utama/prioritas, menjadikan keselamatan pasien sebagai

tanggung jawab bersama menunjuk menunjuk/menugaskan eseorang

yang bertanggung jawab untuk program keselamatan pasien,


84

menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisis error dan

redesign system, dan mengembangkan mekanisme yang efektif untuk

mengidentifikasi “unsafe” dokter.

Prinsip II : Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses yakni

:design job for safety, menyederhanakan proses, dan Membuat standar

proses.

Prinsip III : Mengembangkan tim yang efektif

Prinsip IV : Antisipasi untuk kejadian tak terduga : pendekatan pro aktif,

menyediakan antidotum dan training simulasi.

Prinsip V : Menciptakan atmosfer learning

Berdasarkan hasil penelitian, dukungan manajemen RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai terhadap upaya keselamatan pasien yang mendapat respon

positif meliputi manajemen rumah sakit menyediakan iklim kerja yang

mendukung bagi keselamatan pasien, kebijakan manajemen rumah sakit

menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan prioritas dan manajemen

rumah sakit peduli terhadap keselamatan pasien jika terjadi KTD maupun KNC.

Budaya keselamatan pada dimensi dukungan manajemen terhadap upaya

keselamatan pasien di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

dikategorikan dalam budaya yang kuat. Hal tersebut menggambarkan bahwa

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai telah memberikan dukungan pada

manejemen terhadap upaya keselamatan pasien.


85

5.2.9 Kerja Sama Antar Unit Rumah Sakit

Pada dimensi kerja sama antar unit di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai dihasilkan respon positif sebesar 71,32% yang dapat

dikategorikan membudaya sedang. Pelayananan kesehatan di rumah sakit

merupakan rangkaian pelayanan oleh berbagai unit. Kerja sama antar unit

menunjukkan sejauh mana kekompakan dan kerja sama tim lintas unit atau bagian

dalam melayani pasien. Kerja sama didefinisikan sebagai kumpulan individu

dengan keahlian spesifik yang bekerja sama dan berinteraksi untuk mencapai

tujuan bersama (50).

Kerja sama antar unit diperlukan jika terjadi perpindahan pasien antar unit

maupun kasus kasus terentu yang melibatkan antar unit. Kerja sama antar unit

yang positif ini dapat dilihat ketika suatu unit keperawatan lain membutuhkan

bantuan maka unit lain akan membantu.

Menurut Canadian Nurse Association tahun 2004, faktor-faktor yang

menjadi tantangan bagi perawat dalam memberikan keperawatan yang aman dan

memberikan kontribusi dalam keselamata pasien salah satunya adalah kerja sama

tim (52). Kinerja kerja sama tim yang terganggu juga merupakan salah satu

penyebab insiden keselamatan pasien yang merupakan kombinasi dari kegagalan

sistem.Peluang insiden terjadi akibat dari kondisi-kondisi tertentu. Kondisi yang

memudahkan terjadinya kesalahan misalnya gangguan lingkungan dan teamwork

yang tidak berjalan (51).

Kerja sama antar unit di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota

Binjai dikategorikan dalam budaya yang sedang, sehingga rumah sakit perlu
86

menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan kerja sama antar unit di

RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai.

5.2.10 Handsoff dan Transisi

Berdasarkan hasil penelitian, pada dimensi handsoffdan transisi antar unit

pelayanan memiliki respon positif sebesar 59,02% yang menggambarkan bahwa

dimensi kerja handsoff dan transisi pasien dapat diartikan cukup baik atau

membudaya sedang.

Menurut Kumar (2003 dalam Hamdani (2007), transisi merupakan proses

berpindahnya pasien dari satu lingkungan ke lingkungan lain Perpindahan pasien

dari satu lingkungan ke lingkungan lain dapat berupa perpindahan pasien dari

IGD ke unit dalam rangka mendapatkan pengobatan. Dalam perpindahan tersebut

dapat terjadi suatu kesalahan sehingga membahayakan pasien seperti jatuhnya

pasien dan kesalahan informasi ketika terjadi pertukaran informasi mengenai

pasien. Kesalahan informasi mengenai pasien tersebut juga dapat terjadi ketika

berlangsungnya pergantian shift antar perawat (48).

Berdasarkan hasil penelitian, dimensi handsoff dan transisi ini

dikategorikan dalam budaya yang sedang sehingga RSUD Dr. R.M. Djoelham

Kota Binjai perlu untuk memperhatikan proses handsoff dan transisi antar unit

pelayanan agar dapat berjalan dengan optimal.

5.2.11 Persepsi Perawat Mengenai Keselamatan Pasien

Berdasarkan hasil penelitian, dimensi persepsi keseluruhan mengenai

keselamatan pasien memiliki respon positif sebesar 68,86% yang menggambarkan


87

bahwa dimensi persepsi keseluruhan staf rumah sakit tentang keselamatan pasien

yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

Persepsi adalah proses menginterpretasikan sensasi sehingga membuat

sensasi tersebut memiliki arti. Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang

yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman,

proses belajar, wawasan dan pengetahuan. Faktor yang mempengaruhi persepsi

dapat berasal dari pihak yang membentuk persepsi, dalam obyek atau target yang

dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi tersebut dibuat (59).

Persepsi mengenai keseluruhan dalam keselamatan pasien berarti proses

pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh

faktor pengalaman, proses belajar, wawasan dan pengetahuan dari komponen-

komponen dalam keselamatan pasien diantaranya mencakup analisis risiko,

pelaporan insiden dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan uman

balik dari insiden.

Persepsi perawat mengenai keselamatan pasien di Unit Rawat Inap RSUD

Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai mendapat respon positif yang cukup baik dan

dikategorikan dalam budaya keselamatan sedang, hal tersebut menggambarkan

bahwa perawat memiliki persepsi yang cukup positif terhadap keselamatan pasien

di rumah sakit Naun, hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi pihak

manajemen rumah sakit agar dapat dilakukan pengembangan pada dimensi ini.

5.2.12 Frekuensi Pelaporan Kejadian

Menurut Jeff dkk., pelaporan merupakan unsur penting dari keselamatan

pasien. Informasi yang adekuat pada pelaporan akan dijadikan bahan oleh
88

organisasi dalam pembelajaran.Organisasi belajar dari pengalaman sebelumnya

dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko terjadinya

insiden sehingga dapat mengurangi atau mencegah insiden yang terjadi (54).

Hambatan atau kendala dalam pelaporan telah diidentifikasi sehingga proses

pelaporan insiden menjadi lebih mudah. Hambatan yang dapat terjadi pada

pelaporan diantaranya: perasaan takut akan disalahkan, perasaan kegagalan, takut

akan hukuman, kebingungan dalam bentuk pelaporan, kurang kepercayaan dari

organisasi, kurang menyadari keuntungan dari pelaporan (54).

Perawat akan membuat pelaporan jika merasa aman apabila membuat

laporan tidak akan menerima hukuman. Perawat yang terlibat merasa bebas untuk

menceritakan atau terbuka terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil

terhadap perawat, tidak menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus

terhadap sistem yang berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan (61).

Budaya keselamatan dalam implementasi sistem manajemen keselamatan

yang kuat mencakup: mendorong setiap orang bertanggung jawab akan

keselamatan terhadap diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan pengunjung;

mengutamakan keselamatan dan keuntungan di atas keutungan dan tujuan

organisasi; mendorong dan memberikan penghargaan terhadap identifikasi,

pelaporan, dan penyelesaian isu keselamatan; memberi kesempatan pembelajaran

dari kejadian celaka; mengalokasikan sumber daya, struktur dan tanggung jawab,

yang sesuai untuk memelihara sistem keselamatan yang efektif; serta menghindari

tindakan sembrono yang absolut (54).

Kegiatan lain yang dapat menggambarkan budaya keselamatan pasien


89

adalah pelaporan insiden yang sistematis. Pelaporan insiden menjadi titik awal

dalam program keselamatan pasien. Melalui mekanisme pelaporan yang baik akan

mampu mengidentifikasi permasalahan yang kemudian dapat dirumuskan solusi

perbaikannya. Menjadikan pelaporan sebagai sumber informasi dalam proses

belajar, memerlukan setidaknya dua hal yang harus disiapkan oleh rumah sakit.

Pertama adalah tersedianya SDM yang mampu melakukan analisis terhadap

insiden. Perihal kedua yaitu adanya kebijakan yang dikembangkan rumah sakit

untuk menjabarkan kriteria pelaksanaan analisis akar masalah dan analisis

dampak dan kegagalan (62).

Berdasarkan hasil penelitian, perawat Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai lebih tidak sering melaporkan kejadian ketika kesalahan

terjadi tetapi hal tersebut segera diketahui dan dikoreksi sebelum mempengaruhi

atau berdampak pada pasien, ketika kesalahan terjadi, namun tidak berpotensi

untuk membahayakan pasien, dan ketika kesalahan terjadi, yang berpotensi

membahayakan pasien, walaupun hal yang buruk tidak terjadi pada pasien yang

dibuktikan dari hasil respon positif sebesar 73,22% yang menggambarkan bahwa

dimensi frekuensi pelaporan sebesar yang dapat diartikan cukup baik atau

membudaya sedang.

Dimensi frekuensi pelaporan kejadian di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai dikategorikan dalam budaya sedang. Hal tersebut

mengggambarkan bahwa pelaporan kejadian oleh perawat Unit Rawat Inap RSUD

Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai masih perlu ditingkatkan. RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat meningkatkan motivasi pelaporan


90

kejadian dengan cara menghilangkan perasaan takut akan disalahkan oleh perawat

yang memberi laporan, tidak memberi hukuman dan tidak menyalahkan pada

pelapor kejadian, membuat prosedur pelaporan kejadian keselamatan pasien yang

sederhana dan mudah dilaksanakan.

5.3 Budaya Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai

Berdasarkan hasil penelitian gambaran budaya keselamatan pasien secara

keseluruhan di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun

2020 adalah sebesar 76,74% yang dikategorikan dalam budaya keselamatan yang

kuat. Menurut Blegen, budaya keselamatan pasien adalah persepsi yang dibagikan

diantara anggota organisasi ditujukan untuk melindungi pasien dari kesalahan tata

laksana maupun cidera akibat intervensi (48). Persepsi ini meliputi kumpulan

norma, standar profesi, kebijakan, komunikasi dan tanggung jawab dalam

keselamatan pasien. Budaya ini kemudian mempengaruhi keyakinan dan tindakan

individu dalam memberikan pelayanan. Budaya keselamatan pasien di Unit Rawat

Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai dikatakan membudaya kuat. Perawat

unit RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai dapat dikatakan telah memiliki

seperangkat keyakinan, norma, perilaku, peran, dan praktek sosial maupun teknis

dalam meminimalkan pajanan yang membahayakan atau mencelakakan

pasien.Hal tersebut menunjukan persepsi yang dimiliki para perawat dalam

melindungi pasien dari kesalahan tata laksana maupun cidera akibat intervensi

sudah dalam kondisi yang baik dan perlu dipertahankan. Budaya keselematan

pasien yang dikatakan kuat di Unit RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai
91

diharapkan mempengaruhi keyakinan dan tindakan individu dalam memberikan

pelayanan yang aman dan berkualitas.

Pada 12 dimensi budaya keselamatan pasien terdapat 5 dimensi budaya

keselamatan pasien dikategorikan dalam budaya kuat dengan repson positif >75%

diantaranya dimensi kerja sama dalam unit (93,85%), dimensi harapan dan

tindakan manajer dalam mempromosikan patient safety (81,25%), dimensi

organizational learning-perbaikan berkelanjutan (91,8%), dimensi dukungan

manajemen terhadap patient safety (85,8%), dan dimensi umpan balik dan

komunikasi terhadap kesalahan (77,05%). Hal tersebut menunjukkan bahwa

perawat Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai memiliki

persepsi yang baik mengenai upaya pembelajaran dari kesalahan yang termasuk

dalam perbaikan yang berkelanjutan (organizational learning), cukup baik dalam

kerja sama dalam unit maupun antar unit, baik dalam hal komunikasi secara

terbuka, dan pihak RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai telah mempromosikan

dan memberi dukungan terhadap keselamatan pasien dengan baik.

Terdapat 7 dimensi budaya keselamatan lainnya yang dikategorikan budaya

keselamatan sedang yakni dengan respon positif 50-74,9% antara lain dimensi

komunikasi terbuka (71,04%), persepsi perawat tentang patient safety (68,86%),

dimensi frekuensi pelaporan kejadian (73,22%), dimensi staffing (59,01%),

handsoff dan transisi (59,02%), dimensi kerja sama antar unit (71,32%), dan

dimensi respon non punitive terhadap kesalahan (61,20%). Persentase respon

positif paling rendah adalah dimensi staffing yaitu sebesar 59,01%. Hal tersebut

menunjukkan bahwa permasalahan yang paling terlihat dalam budaya


92

keselamatan pasien di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

adalah dimensi staffing.

Menurut Lin dkk., staffing didefinisikan sebagai proses menegaskan pekerja

ahli untuk mengisi struktur organisasi melalui seleksi dan pengembangan

personel. Dengan adanya staffing diharapkan terpenuhinya jumlah dan

keterampilan yang dimiliki perawat sesuai dengan kebutuhan yang ada di tiap unit

yang dibutuhkan. Jumah perawat di rumah sakit memengaruhi kualitas pelayanan

yang diterima pasien di rumah sakit karena staf yang memadai merupakan suatu

hal yang mendasar untuk perawatan yang berkualitas terbukti dengan banyaknya

perawat setara dengan keselamatan pasien yang lebih baik. Berdasarkan hasil

penelitian menggambarkan bahwa menurut persepsi perawat jumlah perawat yang

bekerja di Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai belum

memadai dibandingkan dengan pasien yang dilayani. Aiken, dkk., menyebutkan

bahwa terdapat hubungan langsung antara staffing perawat dan dampaknya

terhadap keselamatan pasien, hasil, dan kepuasan perawat professional dalam

rumah sakit (54).

Tujuan pelaksanaan keselamatan pasien adalah untuk meningkatkan kualitas

pelayanan dan citra rumah sakit, sehingga kepercayaan pasien terhadap rumah

sakit tentu akan meningkat. Dalam kasus ini, pasien umum yang berkunjung ke

RSUD dr. R.M. Djoelham Binjai meningkat setiap tahunnya, yang mana hal ini

merupakan efek dari budaya keselamatan pasien yang kuat di rumah sakit

tersebut. Peningkatan kunjungan ini ditunjukan oleh tabel 4.15 berikut.


93

Tabel 4.15 Data Kunjungan Pasien Tahun 2017-2019

2017 2018 2019


Jenis
Rawat Rawat Rawat Rawat Rawat Rawat
Kunjungan
Inap Jalan Inap Jalan Inap Jalan
Umum 8.450 483 8.633 567 10.313 668
BPJS Kesehatan 64.336 4.925 44.425 4.388 27.409 3.490
BPJS
Ketenagakerjaa 0 9 0 24 0 14
n
Gratis 2.985 23 3.732 48 4.267 190
Jasa Raharja 0 33 9 19 5 42
Jumlah 75.771 5.500 56.826 5.046 41.994 4.404

Meskipun begitu, secara keseluruhan terjadi jumlah penurunan kunjungan

pasien. Penurunan ini disebabkan oleh system BPJS Kesehatan yang

mengharuskan penanganan diprioritaskan di fasilitas Kesehatan terendah sehingga

terjadi penurunan kunjungan pasien secara umum.

Budaya keselamatan pasien oleh perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr.

R.M. Djoelham Kota Binjai bulan Juli tahun 2020 dikategorikan dalam budaya

keselamatan pasien yang kuat. Terdapat 5 dimensi budaya keselamatan pasien

yang dikategorikan dalam budaya keselamatan pasien kuat diantaranya dimensi

kerja sama dalam unit, dimensi harapan dan tindakan manajer dalam

mempromosikan patient safety, dimensi organizational learning-perbaikan

berkelanjutan, dimensi dukungan manajemen terhadap patient safety, dan dimensi

umpan balik dan komunikasi terhadap kesalahan. Terdapat 7 dimensi budaya

keselamatan pasien yang dikategorikan dalam budaya keselamatan pasien sedang

antara lain dimensi komunikasi terbuka, persepsi perawat tentang patient safety,

dimensi frekuensi pelaporan kejadian, dimensi staffing, handsoff dan transisi,

dimensi kerja sama antar unit, dan dimensi respon non punitive terhadap

kesalahan.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian gambaran budaya keselamatan pasien dengan

model AHRQ di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai tahun 2020 sehingga

dapat disimpulkan :

1. Diketahui bahwa dimensi harapan dan tindakan manajer mempromosikan

patient safety sebesar 77,04%. Hal ini menunjukkan bahwa budaya

keselamatan pasien pada dimensi tersebut baik atau membudaya kuat.

2. Diketahui bahwa dimensi organizational learning/ perbaikan yang

berkelanjutan mengenai keselamatan pasien sebesar 91,8% yang dapat

diartikan baik atau membudaya kuat.

3. Diketahui bahwa dimensi kerja sama dalam unit sebesar 93,85% yang

dapat diartikan baik atau membudaya kuat.

4. Diketahui bahwadimensi komunikasi terbuka sebesar 71,04% yang dapat

diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

5. Diketahui bahwadimensi umpan balik mengenai kesalahan sebesar 77,05%

yang dapat diartikan baik atau membudaya kuat.

6. Diketahui bahwa dimensi respon non punitive terhadap kesalahan sebesar

61,20% yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.


95

7. Diketahui bahwa dimensi staffing sebesar 59,01% yang dapat diartikan

cukup baik atau membudaya sedang.

8. Diketahui bahwa dimensi dukungan manajemen terhadap upaya

keselamatan pasien sebesar 85,8% yang dapat diartikan baik atau

membudaya kuat.

9. Diketahui bahwa dimensi kerja sama antar unit sebesar 71,32% yang dapat

diartikan cukup baik atau membudaya sedang

10. Diketahui bahwa dimensi kerja handsoff dan transisi pasien sebesar

59,02% yang dapat diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

11. Diketahui bahwa dimensi persepsi keseluruhan staf rumah sakit tentang

patient safety sebesar 68,86% yang dapat diartikan cukup baik atau

membudaya sedang.

12. Diketahui bahwa dimensi frekuensi pelaporan sebesar 73,22% yang dapat

diartikan cukup baik atau membudaya sedang.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran dari peneliti adalah sebagai

berikut:

6.2.1 Saran bagi RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai

1. RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat meneruskan,

mempertahankan, dan mengembangkan program-program keselamatan pasien

yang telah berjalan serta memelihara budaya keselamatan pasien yang ada

karena berdasarkan penelitian ini budaya keselamatan pasien di Unit Rawat

Inap Kelas III RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai dapat dikategorikan
96

dalam budaya keselamatan pasien yang kuat dan manajemen RSUD Dr. R.M.

Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai

masukan untuk memperahankan program keselamatan pasien.

2. RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat mengevaluasi

kesesuaian jumlah perawat berdasarkan beban kerja dan jumlah pasien yang

dilayani mengingat berdasarkan hasil penelitian pada dimensi staffing, perawat

memiliki persepsi mengenai beban kerja yang diniliai tinggi di Unit Rawat

Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai. Perhitungan kebutuhan tenaga

kerja di rumah sakit sangat diperlukan untuk menghindari adanya peningkatan

beban kerja masing-masing individu. Salah satu alternatif perhitungan

kebutuhan jumlah tenaga kerja adalah dengan metode analisis beban kerja.

Rumah sakit juga harus memiliki rasio jumlah tenaga dengan jumlah pasien

serta waktu pelayanan.

3. RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat meningkatkan

motivasi pelaporan kejadian dengan cara menghilangkan perasaan takut akan

disalahkan oleh perawat yang memberi laporan, tidak memberi hukuman dan

tidak menyalahkan pada pelapor kejadian, membuat prosedur pelaporan

kejadian keselamatan pasien yang sederhana dan mudah dilaksanakan.

4. RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat memberikan umpan

balik dari setiap kejadian yang dilaporkan karena pelaporan hanya bisa

memberi manfaat apabila direspon secara konstruktif dan menghasilkan umpan

balik dari analisis temuan. Adanya umpan balik dari kejadian yang dilaporkan

diharapkan data memberi tindakan perbaikan/korektif kepada sistem


97

keselamatan pasien yang telah dijalani.

Beberapa cara dalam memberikan umpan balik terhadap kejadian yang

dilaporkan diantaranya dengan cara: berfokus pada pembelajaran tentang

kejadian dengan akar masalah, pelatihan tentang pelaporan, lomba pelaporan

internal, membuat alat yang mudah kejadian untuk mencatat laporan kejadian,

membudayakan pelaporan menjadi upaya peningkatan mutu bukan mencari

kesalahan individu.

5. RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai diharapkan dapat melakukan

pengukuran budaya keselamatan pasien secara menyeluruh di semua unit dan

dilakukan secara periodik minimal 1 tahun sekali.

6.2.2 Saran bagi peneliti selanjutnya:

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengukur budaya keselamatan pasien

pada seluruh staf rumah sakit.

2. Peneliti selanjutnya dapat melakukan pengukuran budaya keselamatan pasien

dengan metode kualitatif agar hasil yang didapatkan lebih lengkap dan

mendalam.
98

DAFTAR PUSTAKA

1. Priority Jk. Perawatan Intensive Rsud Arifin Achmad Analisa Data Menggunakan
Program Spss Yang Disajikan Dalam Bentuk Distribusi. 2019;2(2):109–19.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (Patient Safety). Manag Keperawatan. 2015;1(2):156–65.
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (Ikp). Kementrian Kesehat Republik Indones. 2015;25.
4. Rangkuti Dsr, Silaen M, Jamalludin J. Analisis Penyebab Ketidaktepatan Waktu
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasiendi Rsu Bunda Thamrin. J Rekam Med.
2018;1(2):76.
5. Athifah N, Pasinringi Sa, Kapalawi I. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di
Rsud Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Repos Unhas. 2014;1–16.
6. Faridah I, Ispahani R, Badriah El, Program D, Keperawatan S, Yatsi S, Et Al.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
( Patient Safety Culture ) Oleh perawat Di Rawat Inap Rsu Kabupaten Tangerang
Keselamatan Pasien Atau Patient Safety Merupakan Sistem Pelayanan Rumah Sakit
Yang Pengobatan Di Rumah Sakit . 2019;Viii(1).
7. Mulyati L, Rachman D, Herdiana Y. Fakor Determinan Yang Memengaruhi
Budaya Keselamatan Pasien Di Rs Pemerintah Kabupaten Kuningan. J
Keperawatan Padjadjaran. 2016;V4(N2):179–90.
8. Artiawati Ir, Alfiani F, Wulandari Ry. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon
Tahun 2018. 2018;
9. Yasmi Y, Thabrany H. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Budaya
Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor Tahun 2015. J
Administasi Rumah Sakit. 2015;4(2):26–37.
10. Pasien K, Pelaporan D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan
Pasien Dalam Pelaporan Insiden. 2014;
11. Iriviranty A. Analisis Budaya Organisasi Dan Budaya Keselamatan Pasien Sebagai
Langkah Pengembangan Keselamatan Pasien Di Rsia Budi Kemuliaan Tahun 2014.
J Adm Rumah Sakit. 2015;1(3):196–206.
12. Al-Hijrah Mf. Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Majene
Article History : Form Tanggal 01 April 2019 Accepted 25 April 2019 Address :
Available Email : Phone : Kesehatan , Prinsip Dasardari Pelayanan Pasien Dan
Komponen Kritis Dari Manajemen Mutu . 3 Di . 2019;2(3):194–205.
13. Bukhari B, Keselamatan B, Questionnaire Sa. Dan Rumah Sakit Swasta Di Kota
Jambi Basok Buhari Program Studi Ilmu Keperawatan , Stikes Harapan Ibu Jambi.
14. Pujilestari A, Maidin A, Anggraeni R. Budaya Keselamatan Pasien Di Instalasi
Rawat Inap Rsup Dr . Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar. J Mkmi, Maret 2014,
Hal 57-64. 2014;57–64.
15. Rivai F, Sidin Ai, Kartika I. Faktor Yang Berhubungan Dengan Implementasi
Keselamatan Pasien Di Rsud Ajjappannge Soppeng Tahun 2015. J Kebijak Kesehat
Indones [Internet]. 2015;5(4):152–7. Available From:
Https://Jurnal.Ugm.Ac.Id/Jkki/Article/View/30527.
16. Hermiyanty, Wandira Ayu Bertin Ds. 済無 no Title No Title. J Chem Inf Model.
2017;8(9):1–58.
99

17. Latifah Yasriq, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Keselamatan


Pasien Dirumah Sakit Tahun 2019.
18. Yuliana Aristya Dewi1, Ery Purwanti, Endah Setianingsih, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan Sasarankeselamatan Pasien Padaperawat Diruang Rawat
Inapkelas I, Ii, Iirsud Dr. Soedirman Kebumen,2017.
19. Anggi Pebrina Rizki Fani Munthe, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Budaya Keselamatan Pasien Dirumah Sakit Tahun 2015.
20. Ririn Muthia Zukhra, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawat Dalam
Penerapan 6 Skp (Sasaran Keselamatan Pasien) Pada Akreditasi Jci (Joint
Commission International) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluya
Malang, 2015.
21. Ghea Karina Alemina Ginting, Hal – Hal Yang Mempengaruhi Tercapainya
Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit.
22. Anis Yohanes David Wahyu Pambudi1), Anisutriningsih, Dudella Desnani F.
Yasin, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
Di Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon Tahun 2018.
23. Rosita Jayanti Bardan, Analisis Penerapan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit
Umum Daerah Inche Abdoel Moeis, Tahun 2017.
24. Marlina Adrini, Tuti Harijanto, Endah Woro, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Rendahnya Pelaporan Insiden Di Instalasi Farmasi Rsud Ngudi Waluyo Wlingi
25. Najjar Et Al, The Relationship Between Patient Safetyculture And Adverse Events:
A Study ,In Palestinian Hospitals, 2015.
26. Gaal Et Al., 2016, Analisis Kejadian Insiden Keselamatan Pasien Meliputi Jenis-
Jenis Insiden Dan Angka Kejadiannya Serta Faktor-Faktor Yang Menyebabkan
Inisiden Keselamatan Pasien, Tahun 2016.
27. Najihah, Budaya Keselamatan Pasiendan Insiden Keselamatan Pasien Di Rumah
Sakit: Literature Review, Tahun 2015.
28. Emma Rachmawati, Model Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien Di Rs
Muhammadiyah-‘Aisyiyah Tahun 2015.
29. Heru Iskandar, Viera Wardhani, Achmad Rudijanto, Faktor-Faktor
Yang ,Mempengaruhi Niat Melapor Insiden Keselamatan Pasien, Tahun 2016.
30 Latifah Yasriq (2019), Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan
Keselamatan Pasien Dirumah Sakit, Tahun 2019.
31. Ida Sukesi, Setyawati Soeharto, Ahsan, Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kinerja Perawatmelaksanakan Keselamatan Pasien, Tahun 2015.
32. Pujilestari A, Maidin A, Anggraeni R. Budaya Keselamatan Pasien Di Instalasi
Rawat Inap Rsup Dr . Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar. J Mkmi, Maret 2014,
Hal 57-64. 2014;57–64.
33. Rivai F, Sidin Ai, Kartika I. Faktor Yang Berhubungan Dengan Implementasi
Keselamatan Pasien Di Rsud Ajjappannge Soppeng Tahun 2015. J Kebijak Kesehat
Indones [Internet]. 2015;5(4):152–7. Available From:
Https://Jurnal.Ugm.Ac.Id/Jkki/Article/View/30527.
34. Mulyati L, Rachman D, Herdiana Y. Fakor Determinan Yang Memengaruhi
Budaya Keselamatan Pasien Di Rs Pemerintah Kabupaten Kuningan. J
Keperawatan Padjadjaran. 2016;V4(N2):179–90.
35. Hirza Ainin Nur, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Tindakan
Pencegahan Risiko Jatuh Yang Dilakukan Oleh Perawat Di Rumah Sakit, Tahun
2018.
100

36. Lusia Salmawati, Sumarni Dw, Soebijanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Penerapan Budaya Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture) Oleh perawat Di
Rawat Inap Rsu Tangerang, Tahun 2015.
37. Faridah I, Ispahani R, Badriah El, Program D, Keperawatan S, Yatsi S, Et Al.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
( Patient Safety Culture ) Oleh perawat Di Rawat Inap Rsu Kabupaten Tangerang
Keselamatan Pasien Atau Patient Safety Merupakan Sistem Pelayanan Rumah Sakit
Yang Pengobatan Di Rumah Sakit . 2019;Viii(1).
38. Latifah Yasriq (2019), Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan
Keselamatan Pasien Dirumah Sakit, Tahun 2019.
39. Yuliana Aristya Dewi1, Ery Purwanti, Endah Setianingsih, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan Sasarankeselamatan Pasien Padaperawat Diruang Rawat
Inapkelas I, Ii, Iirsud Dr. Soedirman Kebumen, Tahun 2017.
40. Anggi Pebrina Rizki Fani Munthe, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Budaya Keselamatan Pasien Dirumah Sakit, Tahun 2014.
41. Ririn Muthia Zukhra, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawat Dalam
Penerapan 6 Skp (Sasaran Keselamatan Pasien) Pada Akreditasi Jci (Joint
Commission International) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluya
Malang, Tahun 2014.
41. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (Patient Safety). Manag Keperawatan. 2017;1(2):156–65.
42. Comussion Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Manag Keperawatan. 2017;1(2):156–65 2017.
43. Sorra Et Al. 2016) Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Manag
Keperawatan. 2017;1(2):156–65 2017.
44. O’neal Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety (2015)
45. World Health Organitation Collaborating Centre For Patient Safety
Solutions.2007.Patient Safety Solutions Preamble.Www.Who.Int/Entity/
Patientsafety/Solutions/Patientsafety/Preamble.Pdf.
46 International Council Of Nurses, 1987) Preamble. Www.Who.In T/Entity
/Patientsafety /Solutions /Patientsafety /Preamble.Pdf.
47. Prof. Dr. Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
48. Ultaria, T. D. 2016. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang. Doctoral dissertation, Diponegoro University.
49. Yahya, A. 2006. Konsep dan Program Patient Safety. Pidato disampaikan dalam
Konvensi Nasional Mutu Rumah Sakit ke VI. Bandung, November 2000.
50. Ilyas, 2003. Kiat Sukses Manajemen Tim Kerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
51. Cahyono, J.B. Suharjo B. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam
Praktik Kedokteran. (Yogyakarta : Kanisius).
52. Setiowati, Dwi. 2016. Hubungan Kepemimpinan Efektif Head Nurse dengan
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di RSUPN Dr.
Cipto Mangkusumo Jakarta. Tesis, Universitas Indonesia: Jakarta.
53. Nurmalia, Devi.2015. Pengaruh Program Mentoring Keperawatan terhadap
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap RS Sultan Agung
Semarang.Tesis. FKM UI.
54. Beginta, Romi. 2015. Pengaruh Budaya Keselamatan Pasien, Gaya Kepemimpinan,
Tim Kerja, Terhadap Persepsi Pelaporan Kesalahan Pelayanan Oleh Perawat Di
101

Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2015.
Tesis. FKM Universitas Indonesia
55. Potter, P. Anne G. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses Dan
Praktik. alih bahasa Yasmin A. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC.
56. Nivalinda dkk, 2014. Skripsi. Pengaruh Motivasi Perawat Dan Gaya
Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
Oleh Perawat Pelaksana Pada Rumah Sakit Pemerintah di Semarang. FK
Universitas Diponegoro. Semarang
57. Nursalam, 2002. Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Salemba Medik. Jakarta.
58. Yasmi, Y., & Thabrany, H. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Budaya
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor Tahun
2015. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 4(2).
59. Robbins, S P. 2006. Perilaku Organisasi. New Jersey.Practice Hall
60. Budihardjo, Andreas. 2008.Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit Upaya
Meminimalkan Adverse Events.Prasetya Mulya Bussiness School. Jakarta
61. NPSA (National Patient Safety Agency). 2006. Manchester Patient Safety
Framework (MaPSaF). Manchester: University of Manchester
62. Kementerian Kesehatan. 2011. Permenkes RI Nomor 1691/Menkes.Per/Viii/2011
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
67. Oktaviani, M. H., & Rofii, M. 2019. Gambaran Pelaksanaan Supervisi Kepala
Ruang terhadap Perawat Pelaksana dalam Keselamatan Pasien. Jurnal
Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, 2(1), 23.
68. Yarnita, Y. 2019. Budaya Keselamatan Pasien pada Perawat di Instalasi Perawatan
Intensive RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Keperawatan Priority, 2(2),
109-119.
102

KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN


PADA UNIT RAWAT INAP RSUD RM DJOELHAM BINJAI TAHUN 2020

Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i Perawat Unit Rawat Inap Di RSUD RM Djoelham Binjai

Assalamualaikum wr wb Salam Hormat

Saya Samsul Bahri mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan 2020 akan mengadakan
penelitian yang berjudul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan Oleh
Perawat di RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai Tahun 2020 ”. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran budaya keselamatan di unit rawat inap RSUD
RM Djoelham Binjai.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan Bapak/Ibu/Saudara/i
sebagai responden. Informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Oleh karena itu saya mohon kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya dan
memberikan penilaian yang objektif sesuai fakta yang ada.
Pernyataan dalam kuesioner ini merupakan pernyataan-pernyataan yang
menggambarkan kondisi umum pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i selama bekerja di
RSUD RM Djoelham Binjai. Bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i akan sangat membantu dan
besar manfaatnya bagi penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk
mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur saya mengucapkan banyak terima
kasih.
Saat ini, apakah Anda bersedia mengisi kuesioner ini? Apakah saya dapat
memberikan kuesioner ini pada Anda?

Nama Responden :

Tanda Tangan :

Binjai, Juli 2020

Peneliti (Samsul Bahri)


103

A. Latar Belakang Responden

[]
IR1 Nama :
IR1
[]
IR2 Ruang :
IR2
[]
IR3 Usia :
IR3
[]
IR4 Jenis Kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan
IR4
[]
IR5 Status Pernikahan : 1. Menikah 2. Lajang 3. Janda/Duda
IR5
Pendidikan : 1. Diploma 2. BSN 3. Sarjana (S1) []
IR6
Terakhir 4. Ners (S1+Profesi) 5. Master (S2) 6. Lain-lain ...... IR6
[]
IR7 Berapa lama Anda bekerja di RS ini?...............tahun
IR7
[]
IR8 Berapa lama Anda bekerja di unit ini ?..................tahun
IR8
Berilah tanda lingkaran (O) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda
Apakah posisi kerja Anda saat ini? Pilih satu jawaban yang
tepat mendeskripsikan posisi Anda!
[]
IR9 a. Kepala ruangan
IR9
b. Perawat Pelaksana
c. Lain-lain ...........
Di posisi kerja Anda, apakah Anda memiliki kesempatan untuk berinteraksi
atau kontak secara langsung dengan pasien ?
a. YA, saya memiliki kesempatan untuk berinteraksi atau kontak secara []
IR10
langsung dengan pasien IR10
b. TIDAK, saya tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi atau
kontak secara langsung dengan pasien

B. Petunjuk Pengisian
1. Survei ini bertujuan untuk meminta Anda memberikan pendapat mengenai isu-isu keselamatan pasien,
medical error, dan pelaporan kejadian di rumah sakit Anda. Survei ini memakan waktu kira-kira 10
menit sampai 15 menit untuk mengisi keseluruhan pertanyaan.
2. Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah menjawab
pertanyaan dengan jujur sesuai pendapat dan keadaan yang sebenarnya.
3. Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i karena kuesioner ini semata- mata
bertujuan untuk penelitian dan bukan untuk mengevaluasi kinerja Anda.
4. Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pertanyaan dijawab, oleh karena itu mohon
teliti kembali apakah semua pertanyaan semua telah terjawab sebelum dikembalikan kepada peneliti.

DEFINISI ISTILAH

Patient Safety” atau Keselamatan Pasien didefinisikan sebagai suatu hal yang berbentuk pengelakan atau
pencegahan terhadapr tindakan mencederai pasien atau Kejadian Yang Tidak Diharapkan yang dihasilkan
oleh proses perawatan.

“Kejadian Yang Tidak Diharapkan (KTD)” / ”Adverse Event” didefinisikan sebagai suatu kejadian
yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau
104

tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasar atau kondisi pasien.

“Kejadian Nyaris Cedera (KNC)” didefinisikan sebagai suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan pencegahan atau peringanan.

C. PERTANYAAN

BAGIAN A: UNIT RAWAT INAP

Silahkan nyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuan Anda terhadap pernyataan-pernyataan di bawah ini
dengan memberi tanda ceklis (V) pada pendapat yang sesuai dengan keadaan Anda.

Sangat
Tidak Sangat *Diisi
Kode Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju Setuju Peneliti

Kami sesama staf di unit ini saling []


A1
mendukung satu sama lain A1
Kami memiliki jumlah staf yang cukup
[]
A2 untuk menangani beban kerja yang berat di
A2
unit ini
Jika banyak pekerjaan yang harus
[]
A3 diselesaikan dengan cepat, kami saling
A3
bekerja sama sebagai tim
Saya merasa setiap orang di unit ini saling []
A4
mengahargai satu sama lain. A4
Perawat di unit ini bekerja sampai lembur []
A5
untuk melayani pasien. A5
Dalam unit ini kami secara aktif melakukan
kegiatan untuk keselamatan pasien []
A6
(sosialisai, bertukar informasi, diskusi A6
mengenai keselamatan pasien)
Unit ini sering menggunakan tenaga []
A7
honorer/cadangan untuk melayani pasien A7
Bila melakukan kesalahan dalam melayani
[]
A8 pasien kami merasa kesalahan tersebut akan
A8
memojokkan/mengancam kami.
Kesalahan yang terjadi di unit ini dijadikan
[]
A9 pemicu untuk perubahan ke arah yang lebih
A9
baik.
Jika ada Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
[]
A10 pada pasien terjadi di unit ini adalah suatu
A10
hal yang kebetulan
Bila suatu area di unit ini sibuk, maka []
A11
perawat di area lain akan membantu A11
Bila suatu kejadian dilaporkan (baik KNC
atau KTD) maka yang menjadi fokus []
A12
pembicaraan adalah orang yang berbuat A12
salah, bukan masalahnya
Setelah kami melakukan pelayanan kepada
pasien demi keselamatan pasien, maka kami []
A13
senantiasa mengevaluasi keefektifannya A13
105

Sangat
Tidak Sangat *Diisi
Kode Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju Peneliti
Setuju
Kami merasa pada unit kami bekerja dalam
„model krisis‟ dimana kami harus []
A14
melakukan banyak pekerjaan dengan A14
terburu-buru dalam melayani pasien.
Staf di unit kami tidak pernah
[]
A15 mengorbankan keselamatan pasien dengan
A15
alasan banyak pekerjaan
Kami merasa khawatir kesalahan yang kami
[]
A16 buat akan dicatat di dokumen pribadi kami
A16
oleh pimpinan
Kami memiliki masalah mengenai []
A17
keselamatan pasien di unit ini A17
Prosedur dan sistem kami sudah baik dalam
[]
A18 mencegah terjadinya kesalahan/error (KTD
A18
atau KNC)

BAGIAN B : MANAGER ANDA

Silahkan nyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuan Anda terhadap pernyataan-pernyataan di bawah ini
dengan memberi tanda ceklis (V) pada pendapat yang sesuai dengan keadaan Anda mengenai
supervisor/manager Anda atau kepada siapapun Anda memberikan laporan langsung.

Sangat
Tidak Sangat *Diisi
Kode Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju Peneliti
Setuju
Manajer saya memberikan pujian jika
[]
B1 melihat pekerjaan diselesaikan sesuai
B1
prosedur untuk keselamatan pasien
Saya merasa Manajer saya sudah
mendengar dan mempertimbangkan saran []
B2
dari staf untuk meningkatkan keselamatan B2
pasien dengan serius.
Bila beban kerja tinggi, maka atasan kami
[]
B3 meminta kami bekerja dengan lebih cepat
B3
walaupun harus mengambil jalan pintas
Manager saya gagal mengantisipasi masalah
[]
B4 keselamatan pasien (KTD maupun KNC)
B4
yang telah terjadi berulang-ulang.

BAGIAN C : KOMUNIKASI

Seberapa sering kejadian di bawah ini terjadi di area kerja/unit kerja Anda?
Tidak *Diisi
Kode Pernyataan Pernah Jarang Sering Selalu Peneliti

Manajer saya memberikan umpan balik


[]
C1 ke arah perbaikan berdasarkan laporan
C1
kejadian (KTD maupun KNC)
Kami bebas mengungkapkan
pendapatnya jika melihat sesuatu yang []
C2
bisa berdampak negatif terhadap C2
pelayanan pasien
106

Tidak *Diisi
Kode Pernyataan Pernah
Jarang Sering Selalu Peneliti

Kami diberi tahu mengenai kesalahan-


kesalahan KTD (Kejadian Tidak []
C3
Diharapkan) maupun KNC (Kejadian C3
Nyaris Cedera) yang terjadi di unit kami.
Kami merasa bebas untuk bertanya
kepada sesama perawat lain/dokter []
C4
tentang keputusan maupun tindakan yang C4
diambil di unit ini
Di unit ini kami mendiskusikan dengan
sesama perawat/dokter bagaimana cara []
C5
untuk mencegah error/KTD dan KNC C5
supaya tidak terjadi kembali
Kami merasa takut untuk bertanya ketika
[]
C6 mengetahui ada yang tidak beres dalam
C6
pelayanan pasien

BAGIAN D : FREKUENSI PELAPORAN KEJADIAN

Di area kerja/unit Anda ketika kesalahan-kesalahan dibawah ini terjadi seberapa sering kah kejadian itu
dilaporkan?

Tidak *Diisi
Kode Pernyataan Pernah
Jarang Sering Selalu Peneliti

Ketika kesalahan terjadi, tetapi hal


tersebut segera diketahui dan dikoreksi
[]
D1 sebelum mempengaruhi atau berdampak
D1
pada pasien, seberapa hal tersebut sering
dilaporkan?
Ketika kesalahan terjadi, namun tidak
[]
D2 berpotensi untuk membahayakan pasien,
D2
seberapa sering hal tersebut dilaporkan?
Ketika kesalahan terjadi, yang berpotensi
membahayakan pasien, walaupun hal yang []
D3
buruk tidak terjadi pada pasien, seberapa D3
sering hal ini dilaporkan?

BAGIAN E : RUMAH SAKIT ANDA

Silahkan nyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan Anda untuk pernyataan-pernyataan di bawah ini sesuai
dengan kondisi yang ada.
Sangat
Tidak Sangat *Diisi
Kode Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju Peneliti
Setuju
Manajemen rumah sakit menyediakan
[]
E1 iklim kerja yang mendukung bagi
F1
keselamatan pasien
Unit satu dengan unit lain di rumah sakit []
E2
ini tidak berkoordinasi dengan baik F2
Masalah sering terjadi saat pemindahan []
E3
pasien dari satu unit ke unit lainnya F3
107

Sangat
Tidak Sangat *Diisi
Kode Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju Peneliti
Setuju
Kami merasa ada kerja sama yang baik
[]
E4 antar unit di rumah sakit saat
F4
menyelesaikan pekerjaan bersama
Saat pergantian shift, informasi penting []
E5
mengenai pasien sering hilang F5
Saya sering kali merasa tidak nyaman
[]
E6 bila harus bekerja sama dengan staf unit
F6
lain di rumah sakit ini
Masalah sering terjadi saat pertukaran []
E7
informasi antar unit-unit di rumah sakit F7
Kebijakan manajemen rumah sakit
[]
E8 menunjukkan bahwa keselamatan pasien
F8
merupakan prioritas
Manajemen rumah sakit harus peduli
[]
E9 terhadap keselamatan pasien jika terjadi
F9
KTD maupun KNC
Unit-unit di rumah sakit bekerja sama
[]
E10 dengan baik untuk memberikan
F10
pelayanan yang terbaik bagi pasien
Pergantian shift di rumah sakit
[]
E11 menyebabkan masalah bagi pasien di
F11
rumah sakit ini.

Terima Kasih Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini. Mohon untuk diperiksa kembali
jawaban Anda dan pastikan sudah lengkap terisi semua.
108

Supervisor/

dan transisi
keselamata
Pembelajar
pernikahan

Posisi Kerja
Pendididka

Lama Kerja

Lama Kerja

onpunitive
dalam unit
Kerjasama

Kerjasama
pelaporan

pelaporan
antar unit
Frekuensi
balik dan

Hansdoff
manager

Harapan

Persepsi

Staffing

Respon
Umpan
Kontak
di Unit

Pasien

pasien
Ruang

Angka
Grade
status
Nama

di RS
Usia

dan
an
JK

n
luthf
y icu 24 1 2 3 3 2 3 1 7 10 5 7 11 7 9 7 8 9 11 7 2
zhalu
Desi icu 33 2 1 3 10 10 2 1 7 8 6 7 9 5 5 6 7 9 12 9 2
Erlin
icu 40 2 1 3 20 20 2 1 7 8 6 7 9 5 5 6 7 9 12 7 2
a
Suza
icu 39 2 1 3 20 20 2 1 7 8 6 7 11 5 5 6 7 9 12 9 2
na
Nova icu 45 2 1 4 20 3 1 1 5 8 4 7 6 3 4 9 9 9 9 9 2
Rosn
icu 40 2 1 6 11 4 2 1 8 9 5 7 9 8 6 9 8 10 9 8 2
ila
Siska icu 39 2 1 6 12 2 2 1 6 8 8 8 12 8 6 9 9 13 8 8 3
Rina icu 39 2 1 6 20 2 2 1 6 9 5 7 9 8 6 9 9 8 10 8 2
Rolif
icu 43 2 1 1 10 5 2 1 7 6 3 7 5 6 6 6 5 9 6 9 2
a
Gita icu 45 2 1 4 20 3 1 1 5 8 4 7 6 3 4 9 9 9 9 9 2
melu
Mala 38 2 1 1 11 11 2 1 5 8 5 7 11 5 6 5 8 10 10 7 2
r
Legis melu
40 2 1 1 8 8 2 1 6 8 5 8 11 8 5 6 10 10 9 7 3
a r
May melu
42 2 1 3 20 20 1 1 5 8 5 7 11 5 4 5 8 11 9 7 2
dah r
Hali melu
27 2 1 1 8 8 2 1 5 8 5 7 11 5 4 5 8 10 9 7 2
mah r
Dind angg
39 2 1 3 10 10 2 1 6 11 6 6 10 6 7 6 8 9 13 8 3
a rek
Angg angg
25 2 2 1 5 5 2 1 6 11 5 7 11 4 7 5 9 12 12 6 1
ela rek
Mary angg
45 2 3 1 10 2 1 1 5 9 4 6 8 4 5 5 6 9 7 6 1
ati rek
angg
Eka 38 2 1 1 15 3 2 1 5 8 4 6 6 5 7 10 13 9 12 9 3
rek
Kristi maw
39 2 1 4 15 8 1 1 7 6 4 11 5 6 6 6 8 9 9 9 3
ana ar
maw
rafif 22 1 2 6 2 2 2 1 7 9 5 7 9 5 6 4 9 10 12 6 1
ar
maw
Delia 28 2 1 1 7 5 2 1 6 11 3 8 9 4 7 5 9 12 10 6 2
ar
maw
Apri 29 2 1 1 7 3 2 1 6 8 5 6 11 5 7 5 11 11 13 6 1
ar
Yuli kena 45 2 1 4 17 3 1 1 10 9 5 9 11 7 8 7 7 12 8 5 3
109

nga
Red kena
41 2 1 3 6 6 2 1 5 9 5 8 13 8 8 5 9 10 9 4 1
mi nga
Putri kena
27 2 1 1 6 6 2 1 4 8 4 5 11 5 9 5 10 8 9 7 2
tania nga
Bung kena
38 2 3 11 11 2 1 1 5 8 4 6 11 7 7 3 8 7 7 7 1
ante nga
Hali
mela
matu 40 2 1 20 20 2 1 1 5 8 6 6 9 5 7 4 9 8 12 9 1
ti
n
Nur
mela
Aisya 28 2 1 1 1 6 6 2 7 9 6 8 9 7 8 8 11 9 10 7 2
ti
h
meri mela
44 2 1 3 25 25 1 1 7 8 6 7 9 4 6 6 7 9 12 9 2
ahna ti
mela
Yaffi 24 2 3 1 1 1 2 1 11 10 7 8 7 9 7 8 11 9 8 7 3
ti
mela
Santi 26 2 1 1 5 3 2 1 6 12 6 7 10 5 7 5 7 13 13 6 2
ti
Angg mela
33 2 1 1 8 8 2 1 5 8 4 7 7 6 7 6 6 10 8 7 2
i ti
Tanj
tita 24 2 2 3 3 2 3 1 7 10 5 7 11 7 7 7 10 8 12 7 2
ung
Nur
Tanj
maw 41 2 1 3 23 23 2 1 5 8 6 6 9 5 7 4 7 8 11 9 1
ung
ati
Tanj
Oki 30 2 1 1 6 6 2 1 5 8 6 6 9 7 7 4 8 8 12 9 1
ung
Sriya Tanj
39 2 1 1 20 20 2 1 5 8 6 6 9 5 7 4 8 8 10 9 1
ni ung
S.
Rudi Mala 24 1 2 3 2 2 2 1 8 10 5 10 12 8 7 7 11 9 9 5 3
m
S.
Nazi
Mala 32 1 1 1 1 6 2 2 6 10 5 7 7 5 5 4 12 9 13 8 1
yan
m
S.
Asep Mala 28 1 1 1 1 5 3 2 6 9 9 8 13 8 5 5 12 7 11 5 3
m
S.
sarbi
Mala 30 1 2 1 7 5 2 1 7 11 8 6 9 8 9 7 7 12 9 9 2
li
m
S.
Ari Mala 24 1 2 1 3 3 1 2 9 8 7 7 8 6 10 8 11 7 11 9 2
m
S.
Ponir
Mala 40 1 1 1 2 1 1 2 5 15 7 9 10 4 9 7 9 11 10 8 4
an
m
Sum Nusa 47 2 1 4 17 10 2 1 6 5 4 6 8 3 3 4 6 11 5 9 1
110

ariya Inda
h h
Nusa
Rais Inda 28 1 1 1 4 5 2 1 6 7 3 6 6 3 3 4 7 11 7 9 1
h
Nusa
Mah
Inda 38 2 1 1 10 10 2 1 6 5 3 6 8 3 3 3 4 11 7 9 1
nidar
h
yant Boug
31 1 2 3 4 3 2 1 6 9 6 6 10 8 7 7 8 9 13 8 2
o envil
Kristi Boug
27 2 1 1 6 6 2 1 7 7 4 7 9 5 4 4 10 9 12 8 2
ana envil
Boug
Nila 39 2 1 6 10 10 3 2 5 8 4 8 9 6 8 7 9 10 13 7 2
envil
Ratn Boug
32 2 1 1 10 8 2 1 5 10 4 8 8 8 8 6 13 10 8 7 4
a envil
A,
Siti 40 2 1 1 17 10 2 1 5 5 3 6 6 3 3 4 4 11 7 9 1
putri
Nand A,
30 2 1 1 6 6 2 1 5 8 6 8 9 4 7 4 10 8 10 9 3
a putri
faida A,
41 2 1 1 20 20 2 1 5 11 6 8 11 6 8 3 12 8 11 8 2
h putri
Agne T.Dar
38 2 1 1 14 14 2 1 6 12 6 7 10 5 7 5 11 13 12 6 2
s a
T.Dar
Eva 44 2 1 1 11 8 2 1 10 12 9 7 9 5 7 5 11 12 12 8 2
a
Ros
T.Dar
mali 38 2 1 1 10 2 2 1 5 8 4 6 6 3 4 9 9 9 9 10 1
a
a
Sylvi T.Dar
25 2 1 1 5 2 1 1 5 8 4 7 6 3 5 9 9 9 9 9 2
a a
Flam
Agus
boya 48 1 6 25 5 2 1 1 4 8 7 7 10 7 7 6 7 8 7 6 2
tina
n
Flam
Yuli boya 30 2 2 1 6 6 2 1 5 8 4 7 8 5 6 6 6 11 8 7 2
n
Flam
Siti boya 27 2 1 1 4 1 1 1 10 11 6 8 8 9 6 9 11 11 8 5 3
n
Flam
Neti boya 32 2 1 1 9 9 2 1 6 9 6 8 12 8 7 7 11 12 12 7 2
n
Flam
Inda
boya 35 2 1 1 13 12 2 1 5 8 4 8 8 6 7 9 6 11 9 7 3
h
n
111
112

Analisis Univariat

1. Ruangan
Ruangan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid A, putri 3 4.9 4.9 4.9
anggrek 4 6.6 6.6 11.5
Bougenvil 4 6.6 6.6 18.0
Flamboyan 5 8.2 8.2 26.2
icu 10 16.4 16.4 42.6
kenanga 4 6.6 6.6 49.2
mawar 4 6.6 6.6 55.7
melati 6 9.8 9.8 65.6
melur 4 6.6 6.6 72.1
Nusa Indah 3 4.9 4.9 77.0
S. Malam 6 9.8 9.8 86.9
T.Dara 4 6.6 6.6 93.4
Tanjung 4 6.6 6.6 100.0
Total 61 100.0 100.0

2. Usia
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <36 Tahun 29 47.5 47.5 47.5
>36 Tahun 32 52.5 52.5 100.0
Total 61 100.0 100.0

3. Jenis Kelamin
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 11 18.0 18.0 18.0
Perempuan 50 82.0 82.0 100.0
Total 61 100.0 100.0
113
114

4. Status Pernikahan
Status_Pernikahan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Menikah 49 80.3 80.3 80.3
Lajang 9 14.8 14.8 95.1
Janda/Duda 3 4.9 4.9 100.0
Total 61 100.0 100.0

5. Pendidikan
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Diploma 39 63.9 63.9 63.9
BSN 1 1.6 1.6 65.6
Sarjana (S1) 12 19.7 19.7 85.2
Ners (S1+Profesi) 5 8.2 8.2 93.4
Lain-lain 4 6.6 6.6 100.0
Total 61 100.0 100.0

6. Lama Kerja RS
Lama_Kerja_RS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <10 61 100.0 100.0 100.0
Tahun

7. Lama Kerja Unit


Lama_Kerja_Unit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <10 Tahun 61 100.0 100.0 100.0

8. Kontak Pasien
Kontak_Pasien
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 14 23.0 23.0 23.0
Ya 47 77.0 77.0 100.0
Total 61 100.0 100.0
115

9. Kuesioner
Supervisor/

dan transisi
keselamata
Pembelajar

onpunitive
dalam unit
Kerjasama

Kerjasama
pelaporan

pelaporan
antar unit
Frekuensi
balik dan

Hansdoff
manager

Harapan

Persepsi

Staffing

Respon
Umpan

pasien

Angka
Grade
dan
an

7 10 5 7 11 7 9 7 8 9 11 7 2
7 8 6 7 9 5 5 6 7 9 12 9 2
7 8 6 7 9 5 5 6 7 9 12 7 2
7 8 6 7 11 5 5 6 7 9 12 9 2
5 8 4 7 6 3 4 9 9 9 9 9 2
8 9 5 7 9 8 6 9 8 10 9 8 2
6 8 8 8 12 8 6 9 9 13 8 8 3
6 9 5 7 9 8 6 9 9 8 10 8 2
7 6 3 7 5 6 6 6 5 9 6 9 2
5 8 4 7 6 3 4 9 9 9 9 9 2
5 8 5 7 11 5 6 5 8 10 10 7 2
6 8 5 8 11 8 5 6 10 10 9 7 3
5 8 5 7 11 5 4 5 8 11 9 7 2
5 8 5 7 11 5 4 5 8 10 9 7 2
6 11 6 6 10 6 7 6 8 9 13 8 3
6 11 5 7 11 4 7 5 9 12 12 6 1
5 9 4 6 8 4 5 5 6 9 7 6 1
5 8 4 6 6 5 7 10 13 9 12 9 3
7 6 4 11 5 6 6 6 8 9 9 9 3
7 9 5 7 9 5 6 4 9 10 12 6 1
6 11 3 8 9 4 7 5 9 12 10 6 2
6 8 5 6 11 5 7 5 11 11 13 6 1
10 9 5 9 11 7 8 7 7 12 8 5 3
5 9 5 8 13 8 8 5 9 10 9 4 1
4 8 4 5 11 5 9 5 10 8 9 7 2
5 8 4 6 11 7 7 3 8 7 7 7 1
5 8 6 6 9 5 7 4 9 8 12 9 1
7 9 6 8 9 7 8 8 11 9 10 7 2
7 8 6 7 9 4 6 6 7 9 12 9 2
11 10 7 8 7 9 7 8 11 9 8 7 3
6 12 6 7 10 5 7 5 7 13 13 6 2
5 8 4 7 7 6 7 6 6 10 8 7 2
7 10 5 7 11 7 7 7 10 8 12 7 2
5 8 6 6 9 5 7 4 7 8 11 9 1
116

5 8 6 6 9 7 7 4 8 8 12 9 1
5 8 6 6 9 5 7 4 8 8 10 9 1
8 10 5 10 12 8 7 7 11 9 9 5 3
6 10 5 7 7 5 5 4 12 9 13 8 1
6 9 9 8 13 8 5 5 12 7 11 5 3
7 11 8 6 9 8 9 7 7 12 9 9 2
9 8 7 7 8 6 10 8 11 7 11 9 2
5 15 7 9 10 4 9 7 9 11 10 8 4
6 5 4 6 8 3 3 4 6 11 5 9 1
6 7 3 6 6 3 3 4 7 11 7 9 1
6 5 3 6 8 3 3 3 4 11 7 9 1
6 9 6 6 10 8 7 7 8 9 13 8 2
7 7 4 7 9 5 4 4 10 9 12 8 2
5 8 4 8 9 6 8 7 9 10 13 7 2
5 10 4 8 8 8 8 6 13 10 8 7 4
5 5 3 6 6 3 3 4 4 11 7 9 1
5 8 6 8 9 4 7 4 10 8 10 9 3
5 11 6 8 11 6 8 3 12 8 11 8 2
6 12 6 7 10 5 7 5 11 13 12 6 2
10 12 9 7 9 5 7 5 11 12 12 8 2
5 8 4 6 6 3 4 9 9 9 9 10 1
5 8 4 7 6 3 5 9 9 9 9 9 2
4 8 7 7 10 7 7 6 7 8 7 6 2
5 8 4 7 8 5 6 6 6 11 8 7 2
10 11 6 8 8 9 6 9 11 11 8 5 3
6 9 6 8 12 8 7 7 11 12 12 7 2
5 8 4 8 8 6 7 9 6 11 9 7 3
117

DOKUMENTASI
118

Anda mungkin juga menyukai