Disusun Oleh :
Fajar Anang Maruf (201211072)
1. Manajemen Dakwah
Ajaran islam adalah konsepsi yang sempurna dan komprehensif, karena ia meliputi
segala aspek kehiduan manusia, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Islam
secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah dan transenden.
Sedangkan dari aspek sosiologis, islam merupakan fenomena peradaban, kultural, dan
realitas sosial dalam kehidupan. salah satu aktivitas keagamaan yang secara langsung
digunakan untuk mensosialisasikan ajaran islam bagi penganutnya dan umat manusia
pada umumnya adalah aktifitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan baik melalui lisan, tulisan
maupun perbuatan nyata.
Secara kualitatif dakwah islam bertujuan untuk memengaruhi dan
mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat menujusuatu tatanan
kesalehan individu dan kesalehan sosial. dakwah dengan pesan pesan keagamaan dan
pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada kesadaran untuk sdenantiaasa ,memiliki
komitmen di jalan yang lurus. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk
membebaskan individu dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaitaniah dan
kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu dakwah bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai aspek ajarannya agar
diaktuaisasikan dalam bersikap, berpikir, dan bertindak.
Dalam konteks inilah relevansi dakwah hadir sebagai solusi bagi persoalan-persoalan
yang dihadapi umat, karena didalamnya penuh dengan nasihat, pesan keagamaan dan
sosial, serta keteladanan untuk menghindari diri dari hal-hal negatif-destruktif kepada hal
positif konstruktif dalam ridha allah.
Kata manajemen terambil dari bahasa Inggris, yakni manajement dari kata kerja
manage) yang dalam kamus diartikan sebagai mengatur,mengurus, melaksanakan,
ataumengelola. Sehingga secara bahasa managemen berarti ketatalaksanaan, tata
pimpinan atau pengelolaan (JohnM. Echols dan Hassan Shadily, 2007: 372).
Sebelumnya, istilah manajemen terambil dari bahasa Latin yakni manus yang artinya
tangan dan agere yangberarti melakukan. Ada lagi kata dalam bahasa Italia yang
dianggap sebagai asal kata manajemen, yakni managiare yang berarti melatih kuda
menindakkan langkah atau kakinya.
Manajemen adalah istilah yang umumnya digunakan dalam setiap Kerjasama antara
kelompok atau komunitas yang melibatka nbanyak orang. Dalam hal hain ini orang
menyimpulkan bahwa manajemen biasa dimaknai sebagai seni untuk mengelola
kerjasama.
Hingga sampai saat ini, masih sulit untukmenemukan kajian manajemen yang asli
disandarkan pada Islam. Jika pun terdapat kajian yang mengatasnamakan Islam umumnya
hanya menyajikan kajian manajemen yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang ada
dalam Islam. Buku-buku manajemen yang berkaitan dengan Islam pun biasanya diisi
dengan kajian spesifik tentang salah satu aspek ekonomi yang dikaitkan dengan Islam,
seperti manajemen perbankan syariah.
Meskipun demikian, telah ada upaya ilmuan muslim untuk menggali kembali sejarah
yang dilupakan oleh peradaban modern itu dengan menelusuri era kemajuan Islam yang
pernah menerangi dunia dengan peraban Ilahi yang melahirkan kemajuan sains dan
teknologi. Kemajuan peradaban itu tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya
perencanaan yang matang, pengaturan, pengelolaan berbagai aspek kehidupan dengan
rapi, yang kini dinamakan manajemen.
Salah satu karya berbahasa Indonesia yang menjadi rujukan utama dalam kajian ini,
ditulis oleh Ma‟ruf Abdullah yang berjudul Manajemen Berbasis Syariah. Tulisan ini
menjadi pengisi kekurangan dalam literatur manajemen dalam perspektif Islam. Kajian
ini mengetengahkan sajian ilmiah mengenai manajemen dengan merujuk pada dalil-dalil
syariah, disertai gambaran pelaksanaan manajemen pada masa Islam di zaman Rasulullah
Saw, Khulafaurrasyidin sampai zaman Abbasiyah.
2. Unsur-Unsur Manajemen Dakwah
Dalam melaksanakan kegiatan dakwah ada beberapa unsur penting yang harus tetap
diperhatikan. Unsur-unsur tersebut terdiri dari Da‟i, Mad‟u, Materi Dakwah, Media
Dakwah, Metode Dakwah, dan Tujuan Dakwah.
a) Da’i
Da‟i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan maupun tulisan
ataupun perbuatan baik secara individual, kelompok atau berbentuk organisasi dan
lembaga.8 Seorang da‟i harus memiliki ilmu pengetahun yang luas, kecakapan dan
keterampilan dalam menyampaikan materi dakwah, agar kegiatan dakwah yang
dilaksanakan mudah diterima masyarakat yang menjadi objek dakwahnya.
b) Mad’u
Unsur dakwah yang kedua adalah mad‟u, yaitu manusia yang menjadi objek dakwah
atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok,
baik manusia yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam, atau dengan
kata lain manusia secara keseluruhan.
3. Problem Dalam Manajemen Dakwah
Problematika dakwah sudah menjadi menu sehari-hari bagi pendakwah. Tidak dapat
dipungkiri, penyebaran agama islam pada zaman sekarang adalah pewujudan dari dakwah
orang-orang alim sebelum kita. Dakwah memerlukan kekuatan ekstra, tidak hanya
mengajak dan berbicara saja tetapi lebih dari itu. Mengontrol atau mengevaluasi hasil
dakwah adalah suatu masalah yang sangat penting dan urgen dari tujuan dakwah itu
sendiri. Problem yaitu kondisi atau situasi yang tidak menentu, sifatnya meragukan dan
sukar dimengerti, masalah salah satunya pernyataan yang memerlukan pemecahan
masalah.1 Problematika berasal dari kata problem yang artinya soal, masalah, perkara
sulit, persoalan. pengertian problematika dakwah menurut istilah adalah permasalahan
yang muncul dalam menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu, dengan proses yang
ditangani oleh para pengembang dakwah.2 Istilah problema/problematika berasal dari
bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah.
Dari definisi yang disebutkan diatas maka problematika dakwah dapat diartikan
sebagai sejumlah masalah dan tantangan yang ada, terjadi dan dihadapi oleh pendakwah
islam (da‟i), dan yang menjadi hambatan-hambatan serius dijalan dakwah mereka dalam
menuju sebuah tujuan-tujuan yang harus dicapai. Atau dengan kata lain problematika
dakwah merupakan sejumlah problem, permasalahan, tantangan yang ada, yang dihadapi
oleh para dai (pendakwah Islam), yang menjadi hambatan-hambatan yang serius di jalan
dakwah, sehingga diperlukan kesabaran, keteguhan, dan keistiqomahan dalam
menghadapinya. Adanya problem, permasalahan, hambatan, tantangan, dan semacamnya,
baik internal maupun eksternal, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan
menyampaikan dakwah Islam. Karena itu memang telah menjadi salah satu sunnatullah
bagi setiap dakwah kebenaran. Oleh karenanya, mengenal, memahami, dan
memperhatikan problem-problem dakwah merupakan bagian penting dalam rangka
mencapai keberhasilan dakwah.
BAB II
MANAJEMEN DAKWAH
Pada tanggal 16 Juli 1994 berdiri kelompok Ahmadiyah Solo,setelah itu melakukan
kegiatan Jumatan di rumah Bapak Makno Karto Raharjoyang berdomisili di Desa
Demangan Kelurahan Sangkrah,Kecamatan Pasar Kliwon,Solo.Beliau adalah seorang
mubayin baru yan berprofesi sebagai tulang pijat Dalam waktu 2 bulan terjadi
pelemparan batu ke rumah bapak Makno sehingga menyebabkan situasi yang
mencekam. Seiring perjalanan waktu baiatlah lbu KRA Bray Mahyastoeti Notonegara
dan menikah dengan bapak Hanafi (Sekretaris jaidahn PB JAI). Karena rumah bapak
Makno tidak dapat digunakan lagi untuk kegiatanjemaat maupun jumaatan maka
berpindah ke Rumah Ibu KRA Bray Mahyastoeti Notonagara.
Pada tahun 1995 secara resmi berdirilah Jemaat Ahmadiyah Cabang Solo dengan
nomor 189, serta Bapak Mustaqim sebagai Ketua yang pertama, Sdr. Setya Antara
sebagai Sekretaris Umum Dan Sdr Irfan Sularto sebagai Sekretaris Mal serta
bapakMaulana Muhammad Ahmad Sebagai Mubaligh yang bertugasn pertama kali di
Solo
c) Peristiwa Penting
Pertablighan Pada tahun 1995 setelahh resmi berdirinya cabang Solo mulailah
berkembangnya jemaat di lingkungan Rumah Bapakk Mustaqim yang merupakan
Ketua Jemaat midil Sekr.Maal Jemaat Solo), Sularto(dari Tawangmangu), Warli
(Khudan dari Cirebon),dan berapa orang dalam kelompok Eromoko sepert Bapak
Sampir Harsono, Ratno, Rinto, diyanto, Ahsan Anang, Joko.selain pertablighan
keluarga dilaksanakan pula dengn mengikuti pameran buku pada wven-pening di
daerah Solo.
Pada tahun 1995 diadakan pameran buku di Pendopo Keraton Surakarta, at
pameran tersebut baiatlah seorang pemuda asal Eromoko Wonogiri yang bernama
Atisan ng/sekarang menjadi seorang Mubaligh yang pernah bertugas di Kalimantan
Utara),Pada bulan mber 1996 diadakan pameran buku di Gedung Wanita
Karanganyar. Berkat pameran tersebut dah 3 orang pemuda asal Karanganyar yaitu,
Supriyanto asal Jumapolo (belaiu seorang Guru SMA bertugas di Ternate),Munasir
(baiat pada tanggal 22 Desember 1996 di tempat pameran).
Pada tahun 2002 diadakan pameran buku lagi dipendopo Keraton Kasunanan
Surakarta , t pameran tersebut baiat serang perempuan bernama Wijiati asal Sukoharjo
dan dua orang unan arab yang tinggal di Solo bernama Umar Baraja dan Hasan
Baraja. Dengan masuknya bapak Umar Barajal seorang pengusaha percetakan) dan
Hasan Baraja, anpameran buku lebih menarik dan bervariasi, berikutnya diikuti pula
dengan pameran buku di an Keraton Mangkunegaran, di Graha Wisata Niaga dan di
Solo Baru. Pada waktu pameran di Pendopo Kasunanan Surakarta selama satu bulan
dengan meminta Solo dan melakukan debatsehingga meminta panitia pameran untuk
menghentikan kegiatan.
1. PERENCANAAN DAKWAH
A. Pengertian
Berasal darikata Perencanaan dan dakwah.Perencanaan menurut Agus Dharma
, adalah proses penetapantujuan dan sasaran serta penetapan cara pencapaian tujuan
dan sasaran itu.Menurut Winardi perencanaan adalah menentukan (perencanaan
adalah memilih danmenghubungkan fakta dan membuatserta menggunakan asumsi-
asumsi mengenai masa datang dengan jalan menggambarkan dan
merumuskankegiatan-kegiatan yang diperlukanuntuk mencapai hasil yang dinginkan)
Definisi Perencanaan Dakwah Secara alami, perencanaan itu merupakan bagian dari
sunnatullah, yaitu dengan melihat bagaimana Allah SWT menciptakan alam semesta dengan
hak dan perencanaan yang matang disertai dengan tujuan yang jelas.28 Sebagimana firman
Allah dalam Al-Qur’an surat Sad ayat 27.
َ ِاطاًل ۚ ٰ َذل
َك ظَ ُّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا ۚ فَ َو ْي ٌل لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا ِمن َ َْو َما َخلَ ْقنَا ال َّس َما َء َواَأْلر
ِ َض َو َما بَ ْينَهُ َما ب
ِ َّالن
ار
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (Q.S. Sad : 27) Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia perencanaan berarti Awal dari proses manajemen
ialah perencanaan yang merupakan penetapan tujuan dan bagaimana cara untuk
mencapai tujuan itu.
B. Sasaran Dakwah
Untuk menyampaikan ajaran Islam pun tak terbatas hanya pada orang-orang
yang gemar mendatangi masjid ataupun majelis taklim. Seluruh lapisan masyarakat,
termasuk generasi muda yang jarang pergi ke masjid maupun majelis taklim, juga
merupakan sasaran dakwah. Mereka membutuhkan pengajaran dan pembinaan yang
mampu membimbing langkah maupun pergaulan sehari-hari.Apalagi, pergaulan di
kalangan generasi muda saat ini sudah semakin mengarah pada kehidupan bebas. Hal
itupun tak lepas dari rekayasa global maupun pesatnya perkembangan teknologi
komunikasi
Untuk itu, sebagai seorang juru dakwah, harus ada perubahan mindset mengenai
materi dakwah maupun metode dakwahnya. Seorang juru dakwah, harus memikirkan
cara pengajaran yang lebih responsible. Selama ini, dakwah kerap dilakukan secara
monoton, dengan materi dakwah yang hanya berkutat seputar masalah fikih dan
ibadah, seperti mengenai shalat, zakat, maupun haji.
Sedangkan masalah sosial, cenderung terabaikan atau belum maksimal
disampaikan. Seperti misalnya, masalah pergaulan bebas, narkoba, maupun penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh pergaulan bebas. Tempat dakwah pun lebih banyak
dilakukan di masjid dan majelis taklim. Akhirnya, generasi muda maupun orang-
orang yang jarang pergi ke masjid maupun majelis taklim, menjadi luput dari dakwah.
Padahal, sasaran dakwah haruslah universal. Islam pun dihadirkan Allah sebagai
solusi untuk semua masalah, termasuk masalah yang dialami generasi muda yang
jarang pergi ke masjid maupun majelis taklim.
Agar tujuan dakwah tercapai, maka juru dakwah harus menjadikan generasi
muda yang menjadi sasaran dakwahnya sebagai sahabat maupun kawan. Jangan ada
kesan menggurui. Selain itu, mereka juga harus punya trik dan mampu memodifikasi
dakwah. Pendekatan kepada sasaran dakwah pun harus secara interaktif.
Tak hanya juru dakwah, setiap orang tua juga mesti memahami perkembangan di
bidang informasi dan teknologi. Dengan demikian, mereka bisa memahami pola pikir
dan perilaku anak-anaknya. Kemanapun anak melangkah, orang tua mesti mengawasi
tanpa harus membatasi keleluasaan sang anak.
2. PENGORGANISASIAN DAKWAH
Pengorganisasian (organizing) adalah 1) penentuan sumber daya-sumber daya dan
kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, 2) perancangan dan
pengembangan suatu organisasi kelompok kerja yang akan dapat membawa hal-hal
tersebut kearah tujuan., 3) penugasan tanggung jawab tertentu dan kemudian, 4)
pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan
tugas-tugasnya. Fungsi ini menciptakan struktur formal dimana pekerjaan ditetapkan,
dibagi dan dikoordinasikan (Handoko, 1999: 24).
Sementara itu, Rosyad Saleh mengemukakan, bahwa rumusan pengorganisasian
dakwah itu adalah “rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah
bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan
pekerjaan yang harus dilaksanakan, serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan
kerja di antara satuan-satuan organisasi-organisasi atau petugasnya (Munir dan Ilaihi,
2006: 120).
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para
anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien. Proses
pengorganisasian dapat ditunjukkan dengan tiga langkah prosedur berikut ini :
1) Pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
organisasi.
2) Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat
dilaksanakan oleh satu orang pembagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga
tidak dapat diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak
efisien dan terjadi biaya yang tidak perlu.
3) Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan
para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Mekanisme
pengkoordinasian ini akan membuat para anggota organisasi menjaga perhatiannya
pada tujuan organisasi dan mengurangi ketidak efisienan dan konflik-konflik yang
merusak (Handoko, 1999: 168-169)
3. PENGGERAKAN DAKWAH
Penggerakan adalah membuat semua anggota organisasi mau bekerja sama dan
bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan
dan usaha-usaha pengorganisasian (Purwanto, 2006: 58). Adapun pengertian penggerakan
menurut Munir dan Ilaihi adalah seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para
bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi
tercapainnya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Berdasarkan pengertian penggerakan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka
penggerakan terdiri dari langkah-langkah berikut :
1) Pemberian motivasi. Motivasi diartikan sebagai kemampuan sesorang manajer atau
pemimpin dalam memberikan sebuah kegairahan, kegiatan dan pengertian, sehingga
para anggotanya mampu untuk mendukung dan bekerja secara ikhlas untuk mencapai
tujuan organisasi sesuai tugas yang dibebankan kepadanya (Munir dan Ilaihi, 2006:
141). 2.
2) Melakukan bimbingan. Bimbingan di sini dapat diartikan sebagai tindakan pimpinan
yang dapat menjamin terlaksananya tugas-tugas dakwah sesuai dengan rencana
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan. Hal ini dimaksudkan untuk membimbing
para elemen dakwah yang terkait guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah
dirumuskan (Munir dan Ilaihi, 2006: 151).
3) Penyelenggaraan komunikasi. Dalam proses komunikasi ini akan terjadi sebuah
proses yang melibatkan orang, yang mencoba memahami cara manusia saling
berhubungan. Tanpa komunikasi yang efektif antara pemimpin dengan pelaksana,
maka pola hubungan dalam sebuah organisasi akan mandek (Munir dan Ilaihi, 2006:
159).
2) PENGORGANISASIAN:
Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki struktur organisasi yang terorganisir
dengan baik. Mereka mungkin memiliki pemimpin organisasi atau rohani yang
bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan arahan umum. Selain itu, mereka
memiliki divisi atau departemen yang mengurus diberbagai aspek kegiatan, seperti
pendidikan madrasah, komunikasi antar anggota, dan keuangan.
Pengorganisasian dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga melibatkan
pengaturan struktur organisasi yang efektif dan pengelolaan sumber daya manusia
yang baik. Ini meliputi langkah-langkah berikut:
a. Struktur Organisasi: Organisasi ini memiliki struktur organisasi yang terorganisir
dengan baik. Mereka memiliki pemimpin organisasi, seperti imam atau amir,
yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis dan arahan umum.
Selain itu, mereka memiliki divisi atau departemen yang mengurus aspek-aspek
khusus kegiatan, seperti pendidikan, komunikasi, keuangan, atau hubungan
masyarakat.
b. Delegasi Tugas: Jemaat Ahmadiyah Indonesia membagi tugas dan tanggung
jawab di antara anggota dan staf mereka sesuai dengan keahlian minat dan
kapabilitas mereka. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
produktifitas organisasi serta memberikan kesempatan kepada anggota untuk
berkembang dalam peran mereka.
c. Penugasan Tugas: Organisasi ini menugaskan tugas dan tanggung jawab kepada
anggota mereka berdasarkan kebutuhan dan prioritas. JAI mempertimbangkan
keahlian, pengalaman, dan minat anggota dalam menentukan penugasan tersebut.
Misalnya, seorang anggota yang memiliki keahlian dalam bidang komunikasi
dapat ditugaskan untuk mengelola media sosial atau kegiatan publikasi,
sementara anggota yang memiliki latar belakang pendidikan dapat ditugaskan
untuk mengajar atau mengorganisir program pendidikan.
d. Pendelegasian Wewenang: Jemaat Ahmadiyah Indonesia memberikan wewenang
kepada anggota yang ditugaskan untuk melaksanakan tanggung jawab mereka.
mereka memiliki kebebasan dan kewenangan untuk mengambil keputusan yang
relevan dalam kerangka tugas mereka. Pendelegasian wewenang ini membantu
dalam meningkatkan responsivitas dan kreativitas anggota dalam menjalankan
tugas mereka.
e. Monitoring dan Mendukung: Meskipun tanggung jawab didelegasikan, organisasi
ini tetap melakukan monitoring dan memberikan dukungan kepada anggota yang
ditugaskan. Mereka melacak kemajuan tugas, memberikan umpan balik
konstruktif, dan memberikan bimbingan jika diperlukan. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa tanggung jawab dipenuhi dengan baik dan memberikan
kesempatan bagi anggota untuk tumbuh dan berkembang.
Dengan delegasi tugas yang tepat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia dan memperluas jangkauan dan
dampak kegiatan dakwah mereka. Delegasi tugas juga membantu mendorong
partisipasi aktif anggota dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk
memberikan kontribusi yang berarti sesuai dengan kemampuan dan minat mereka.
3) PENGGERAKAN:
Jemaat Ahmadiyah Indonesia melakukan penggerakan dengan
mengimplementasikan strategi yang telah direncanakan. Mereka melakukan
kampanye dakwah melalui berbagai media, melakukan kegiatan sosial untuk melayani
masyarakat, mengadakan acara keagamaan, dan mengatur pertemuan reguler atau
khusus untuk anggota mereka. Penggerakan ini bertujuan untuk menyebarkan ajaran
dan nilai-nilai Ahmadiyah kepada masyarakat.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga menggunakan berbagai metode untuk
menyebarkan ajaran Ahmadiyah kepada masyarakat, seperti acara dakwah,
penggunaan media sosial, dan partisipasi dalam dialog antaragama. Mereka
mendorong anggota mereka untuk berperan aktif dalam menyebarkan pesan agama
kepada keluarga, teman, dan masyarakat luas. Selain itu organisasi ini juga melakukan
berbagai kegiatan sosial, seperti program bakti sosial, pemberian bantuan kepada
masyarakat yang membutuhkan, atau partisipasi dalam upaya penanggulangan
bencana. Hal ini bertujuan untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat,
memberikan manfaat langsung, dan mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dalam
ajaran Ahmadiyah.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga mengorganisir dan menghadiri acara
keagamaan, seperti khutbah Jumat, pengajian, kajian Al-Quran, atau perayaan hari
raya keagamaan. Ini memberikan kesempatan bagi anggota untuk memperdalam
pemahaman agama mereka, berbagi pengetahuan dengan sesama, dan memperkuat
ikatan keagamaan.
6) KEPEMIMPINAN:
Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki pemimpin yang efektif dan inspiratif.
Pemimpin organisasi tersebut mungkin memiliki visi yang jelas, memimpin dengan
teladan, dan memotivasi anggota untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah.
Pemimpin juga mungkin memfasilitasi komunikasi yang efektif antara anggota, dan
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang penting.
Organisasi ini memiliki pemimpin religius yang memimpin dan mengarahkan
kegiatan dakwah. Pemimpin religius dapat menjadi sumber inspirasi dan panduan
dalam menerapkan nilai-nilai dan ajaran Ahmadiyah dalam kehidupan sehari-hari.
Pemimpin dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia berperan sebagai figur inspiratif yang
memotivasi anggota untuk berpartisipasi aktif dalam dakwah. Mereka mungkin
memberikan teladan moral, memotivasi semangat kebersamaan, dan memberikan
dorongan bagi anggota untuk terus meningkatkan pemahaman agama dan
keterampilan dakwah mereka.
7) PENGEMBANGAN:
Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengutamakan pengembangan anggotanya.
Mereka menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan pengetahuan agama dan keterampilan dakwah. Selain itu, mereka
mendorong partisipasi anggota dalam kegiatan pelayanan sosial dan kegiatan
komunitas untuk membantu pengembangan pribadi dan keterampilan sosial.
Pengembangan dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia merujuk pada upaya untuk
meningkatkan kualitas anggota dan organisasi secara keseluruhan. Berikut adalah
beberapa aspek yang terkait dengan pengembangan:
Pendidikan Kontinu: Organisasi ini mendorong anggotanya untuk terus belajar
dan mengembangkan pemahaman agama mereka, seperti menyelenggarakan program
pendidikan kontinu, seminar, atau workshop agar anggota dapat terus meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menyebarkan ajaran Ahmadiyah. Selain
itu JAI juga mengimplementasikan program mentoring dan pembinaan di antara
anggotanya. Anggota yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan dapat
membimbing anggota yang lebih baru dalam memahami ajaran Ahmadiyah,
mengatasi tantangan dakwah, dan mengembangkan keterampilan mereka.
Lembaga ini mendorong inovasi dan adaptasi terhadap perubahan zaman dan
kebutuhan masyarakat. Mereka mendorong anggota untuk mencari cara baru dalam
menyampaikan pesan agama dan menggunakan teknologi modern untuk menyebarkan
ajaran Ahmadiyah.
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap aspek-aspek manajemen, seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, evaluasi, pengawasan, sumber daya manusia,
kepemimpinan, pengembangan, dan analisis, dapat disimpulkan bahwa Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) sesuai dengan teori manajemen. JAI memiliki perencanaan
yang jelas dengan adanya visi dan misi yang terdefinisi dengan baik. Mereka juga
melakukan pengorganisasian yang efektif dalam mengatur struktur organisasi dan
pembagian tugas. Dalam pengendalian, JAI melakukan evaluasi dan pengawasan
terhadap kegiatan dan kinerja organisasi untuk memastikan bahwa tujuan dakwah
tercapai. JAI juga berfokus pada pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan
dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas anggota dalam melaksanakan tugas dakwah.
Kepemimpinan di JAI diharapkan mampu memberikan arahan yang baik dan
menginspirasi anggota dalam mencapai tujuan organisasi. Selain itu, JAI terbuka terhadap
pengembangan dan inovasi dalam meningkatkan kualitas dakwah. Mereka juga
melakukan analisis terhadap tantangan dan perubahan lingkungan, serta merespons
dengan cepat dan fleksibel. Secara keseluruhan, JAI dapat dikatakan sesuai dengan teori
manajemen karena telah menerapkan prinsip-prinsip dan aspek-aspek manajemen yang
relevan dalam mengelola kegiatan dakwah.
Berdasarkan teori manajemen dakwah yang digunakan, lembaga Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, evaluasi,
pengawasan, sumber daya manusia, kepemimpinan, pengembangan, dan pengelolaan
sumber daya dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Perencanaan: Perencanaan adalah langkah awal dalam manajemen yang melibatkan
penetapan tujuan, penentuan strategi, dan pengembangan rencana taktis. JAI memiliki
perencanaan yang jelas untuk tujuan dakwah dan aktivitas lainnya. Ini termasuk
penetapan tujuan jangka pendek dan jangka panjang, strategi dakwah yang sesuai
dengan ajaran Ahmadiyah, serta rencana taktis untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Pengorganisasian: Pengorganisasian melibatkan pengaturan struktur organisasi, tugas,
tanggung jawab, dan hubungan kerja dalam lembaga. JAI memiliki struktur organisasi
yang jelas, dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan
baik, serta mekanisme komunikasi yang efektif antara anggota dan pemimpin
lembaga.
3. Pengendalian: JAI memiliki mekanisme pengendalian yang efektif untuk memastikan
bahwa kegiatan dakwah yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan rencana yang telah
ditetapkan.
4. Evaluasi: melibatkan penilaian terhadap kinerja dan hasil yang dicapai. JAI
melakukan evaluasi secara berkala untuk mengukur sejauh mana tujuan dakwah
tercapai, memperbaiki kekurangan, dan memperkuat aspek-aspek yang berhasil.
5. Pengawasan: dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas
dan kegiatan. JAI memiliki sistem pengawasan yang memadai untuk memastikan
bahwa anggota dan pemimpin lembaga melaksanakan tugas mereka sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
6. Sumber daya manusia: Manajemen sumber daya manusia tentang perekrutan,
pengembangan, dan pengelolaan anggota yang efektif. JAI memiliki kebijakan dan
praktik yang tepat untuk perekrutan, pengembangan, dan retensi anggota yang
berkualitas untuk mendukung tujuan dakwah.
7. Kepemimpinan:. JAI mampu memimpin dengan baik, memberikan arahan yang jelas,
dan memotivasi anggota untuk mencapai tujuan dakwah.
8. Pengembangan: JAI mampu memberikan program pengembangan yang kontinu
kepada anggotanya agar mereka dapat menjadi lebih efektif dalam melaksanakan
tugas dakwah.
Berdasarkan penilaian terhadap aspek-aspek manajemen di atas, kesimpulannya adalah
bahwa lembaga Jemaat Ahmadiyah Indonesia dapat dianggap sesuai dengan teori
manajemen. JAI juga mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dengan
konsisten, serta terus melakukan evaluasi dan peningkatan agar dapat menghadapi
tantangan yang ada dan mencapai tujuan dakwah yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler, Gary. 2005. Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia)
edisi kesembilan jilid 2. edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Indeks.
Mubasyaroh Mubasyaroh (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (Msdm) Da’i Melalui
Pelatihan Dalam Pengembangan Dakwah Islam. Tadbir : Jurnal Manajemen Dakwah,
[online] 1(1). Available at: https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/tadbir/article/view/2383
[Accessed 26 May 2023].
Mustamin, K & Rahman, M.G. (2018). Ahmadiyah dalam Islam (Studi Keagamaan di Kota
Gorontalo). Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah, 18 (2), 26-41.