P7. (Kel 7) Memahami Konsep Bid'ah
P7. (Kel 7) Memahami Konsep Bid'ah
Disusun oleh :
PENDIDIKAN EKONOMI
STKIP PANGERAN DHARMA KUSUMA INDRAMAYU
2023
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Bid’ah............................................................................................................5
2. Jenis-Jenis Bid’ah...........................................................................................................5
3. Dalil-Dalil Bid’ah...........................................................................................................6
4. Pandangan Ulama Tentang Bid’ah..................................................................................7
5. Hukum Dan Contoh Bid’ah............................................................................................8
6. Bahaya Bid’ah.................................................................................................................9
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan...................................................................................................................13
2. Saran..............................................................................................................................13
3. Daftar Pustaka...............................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama Islam, memahami konsep bid'ah memiliki pentingannya sendiri dalam
menjaga kesucian dan keaslian ajaran Islam. Bid'ah merujuk pada perubahan atau inovasi
dalam ibadah atau tata cara agama yang tidak memiliki dasar atau otoritas dalam Al-Qur'an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Konsep bid'ah telah menjadi topik yang sering
diperdebatkan dan menjadi perhatian penting dalam konteks agama Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, munculnya berbagai
pemahaman dan praktik baru dalam ibadah menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari. Hal
ini menyebabkan munculnya pertanyaan tentang keabsahan dan kesesuaian praktik-praktik
tersebut dengan ajaran Islam yang autentik.
Dalam konteks ini, memahami konsep bid'ah menjadi sangat penting bagi setiap Muslim.
Melalui pemahaman yang benar tentang bid'ah, umat Islam dapat menjaga keabsahan ibadah-
ibadah mereka dan menghindari kesalahan dalam beribadah yang dapat merusak kesucian
ajaran Islam. Memahami bid'ah juga berarti menghargai dan menghormati tuntunan yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT melalui Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW
sebagai sumber otoritatif dalam agama Islam.
Dalam upaya memahami konsep bid'ah, penting untuk merujuk pada sumber-sumber
otoritatif Islam seperti Al-Qur'an, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, serta pandangan dan
pemahaman ulama yang terpercaya. Dengan mengkaji dalil-dalil yang berkaitan dengan
bid'ah, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang pengertian bid'ah,
kriteria untuk membedakan bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah, serta implikasi dari praktik-
praktik bid'ah dalam konteks ibadah dalam Islam.
Dengan memahami konsep bid'ah dengan baik, umat Islam dapat menghindari praktik-
praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang autentik, menjaga kesucian agama, dan
mempraktikkan ibadah dengan benar sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dalam makalah ini, kita akan mengeksplorasi konsep bid'ah dalam Islam dengan merujuk
pada dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Melalui
pemahaman yang mendalam tentang bid'ah, kita dapat menguatkan landasan spiritual kita dan
memperkuat ikatan dengan agama kita.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengertian bid'ah,
b. Apa dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an dan hadist yang berkaitan dengan bid'ah?
c. Bagaimana implikasinya terhadap pemahaman konsep bid'ah dalam Islam?
d. Bagaimana pandangan ulama terkemuka tentang bid'ah?
C. Tujuan Penulisan
a. Memperluas Pemahaman tentang bid'ah
b. Supaya mengetahui dalil-dalil Qur’an dan Hadist tentang bid’ah, dan
c. Supaya mengetahui pandangan ulama terkemuka tentang bid’ah dan pendapat dalam
memahami bid’ah
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bid’ah
Dalam Islam, memahami konsep bid'ah adalah penting karena bid'ah merupakan salah
satu isu yang sering diperdebatkan dalam praktik keagamaan. Bid'ah dalam konteks agama
Islam merujuk pada perubahan atau inovasi dalam ibadah atau tata cara agama yang tidak
memiliki dasar atau otoritas dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Secara
harfiah, bid'ah berarti "sesuatu yang baru". Namun, dalam konteks agama, bid'ah memiliki
makna yang lebih spesifik dan harus dilihat dalam kerangka hukum syariat Islam.
Dalam Islam, prinsip dasar yang mengatur ibadah adalah taat kepada Allah SWT dan
mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad
SAW. Segala ibadah dan praktik keagamaan harus memiliki dasar yang jelas dalam nash
(dalil-dalil) yang ada. Bid'ah dianggap sebagai penyimpangan dari prinsip-prinsip ini.
Memahami konsep bid'ah dalam Islam sangat penting bagi umat Muslim. Hal ini membantu
menjaga kesucian ajaran Islam dan mencegah praktik-praktik yang bertentangan dengan
ajaran agama. Umat Muslim diharapkan untuk mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, serta menahan diri dari praktik-praktik
yang tidak memiliki dasar nash dalam A-Qur’an maupun sunah Nabi Muhammad SAW.
B. Jenis-jenis Bid’ah
Perbedaan bid'ah dapat dibagi menjadi dua kategori utama: bid'ah hasanah (inovasi yang
baik) dan bid'ah dhalalah (inovasi yang sesat). Berikut adalah perbedaan-perbedaan
mendasar antara keduanya:
Bid’ah Hasanah merupakan bid’ah atau inovasi yang tidak ada pada zaman Nabi
Muhammmad SAW tertapi tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits Nabi
Muhammad SAW. Berikut ciri-cirinya :
Dasar Hukum: Bid'ah hasanah memiliki dasar hukum yang jelas dalam Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Inovasi ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam.
Praktik yang Diterima: Bid'ah hasanah melibatkan perubahan atau inovasi dalam
praktik ibadah yang tidak merubah substansi atau tata cara yang telah ditetapkan.
Inovasi ini masih mempertahankan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam Islam.
Manfaat dan Keutamaan: Bid'ah hasanah memiliki manfaat dan keutamaan bagi
individu atau masyarakat. Inovasi ini muncul untuk menjawab kebutuhan baru atau
meningkatkan efektivitas pelaksanaan ibadah tanpa mengubah substansi ibadah itu
sendiri.
5
Bid’ah Dhalalah merupakan bid’ah atau inovasi yang tidak ada pada zaman Nabi
Muhammmad SAW dan bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Berikut ciri-cirinya :
Perbedaan ini menunjukkan bahwa bid'ah hasanah berdasarkan nash-nash yang jelas
dalam agama Islam dan tidak melanggar prinsip-prinsip agama, sedangkan bid'ah dhalalah
adalah inovasi yang bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat menyebabkan kesesatan.
Penting bagi umat Muslim untuk memahami perbedaan ini agar dapat menjaga kesucian
ajaran Islam dan menghindari praktik-praktik yang bertentangan dengan tuntunan agama.
C. Dalil-Dalil Bid’ah
Berikut adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang apabila orang membuat cara-cara
baru dalam ibadah yang tidak ada dalam syariat:
دثاتهاIIور محIIر األمII أما بعد فإن خير الحديث كتاب هللا وخير الهدي هدي محمد وش:عن جابر بن عبد هللا أن رسول هللا قال
وكل بدعة ضاللة
ون ووجلتIIا العيIIة ذرفت منهII صلى بنا رسول هللا ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغ:عن العرباض بن سارية قال
ةIمع والطاعIوى هللا والسIيكم بتقI أوص:الI فماذا تعهد إلينا؟ فق، يا رسول هللا كأن هذه موعظة مودع: فقال قائل،منها القلوب
كواI تمس،دينIديين الراشIاء المهIنة الخلفI فعليكم بسنتي وس،وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختالفا كثيرا
وإياكم ومحدثات األمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضاللة،بها وعضوا عليها بالنواجذ
“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari
Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau
menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat
mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat
yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak
berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau
6
menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan
senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang
budak ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan
menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku
dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah
kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan
yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah
ialah sesat“. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44,
hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll).
Pada kedua hadits ini dan juga hadits-hadits lain yang serupa, ada dalil nyata dan jelas
nan tegas bahwa setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat.
Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam dalam hadits ini bersabda: كل بدعة ضاللةsetiap bid’ah
ialah sesat, dalam ilmu ushul fiqih, metode ungkapan ini dikatagorikan kedalam metode-
metode yang menunjukkan akan keumuman, bahkan sebagian ulama’ menyatakan bahwa
metode ini adalah metode paling kuat guna menunjukkan akan keumuman, dan tidak ada kata
lain yang lebih kuat dalam menunjukkan akan keumuman dibanding kata ini كل. [Baca Al
Mustasyfa oleh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali 3/220, dan Irsyadul
Fuhul oleh Muhammad Ali As Syaukani 1/430-432].
Mu’adz bin Jabal ataupun Ayyub tidak membedakan antara bid’ah hasanah dengan
bid’ah dhalalah, semuanya dikecam dan dikatakan sesat dan menjauhkan pelakunya dari
Allah. Imam Malik bin Anas menjelaskan, alasan mengapa setiap bid’ah itu adalah sesat,
beliau berkata:
رمتI )ح:ولIالى يقIIالة ألن هللا تعIان الرسIول هللا خIد زعم أن رسIIلفها فقIمن أحدث في هذه األمة اليوم شيئا لم يكن عليه س
ا ذكيتمIIبع إال مIIل السIIا أكII والنطيحة ومIعليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير هلل به والمنخنقة والموقوذة والمتردية
وم أكملتIون اليIوما ذبح على النصب وأن تستقسموا باألزالم ذلكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فال تخشوهم وخش
ورIIإن هللا غفIIانف إلثم فIIير متجIIة غIIطر في مخمصIIا فمن اضIIالم دينIIيت لكم اإلسIIتي ورضIIلكم دينكم وأتممت عليكم نعم
) فما لم يكن يومئذ دينا ال يكون اليوم دينا3 رحيم( (المائدة
“Barang siapa pada zaman sekarang mengada-adakan pada ummat ini sesuatu yang tidak
diajarkan oleh pendahulunya (Nabi shollallahu’alaihiwasallam dan sahabatnya), berarti ia
telah beranggapan bahwa Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam telah mengkhianati
kerasulannya, karena Allah Ta’ala berfirman: “Diharamkan bagimu bangkai, darah ………
pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu. Maka barang siapa yang
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha penyayang” (Al Maidah: 3) sehingga segala yang tidak menjadi ajaran agama kala
itu (zaman Nabi shollallahu’alaihiwasallam dan sahabatnya) maka hari ini juga tidak akan
menjadi ajaran agama”. (Riwayat Ibnu Hazem dalam kitabnya Al Ihkam 6/225).
7
Bid'ah adalah istilah yang digunakan dalam Islam untuk merujuk pada inovasi atau
praktik yang tidak didasarkan pada Al -Qur'an , Hadits , atau ijma' ummat Islam.Pendapat
ulama tentang bid'ah bisa bermacam-macam. Berikut adalah beberapa pendapat ulama Islam
tentang bid'ah:
1. Menurut Ibnu Rajab Alhanbali , bid'ah adalah sesuatu yang tidak ada dasar syariatnya
yang menunjukkan keabsahannya. Jika dalam syariat ada sumber yang menunjukkan
keberadaannya, maka itu bukan bid'ah, meskipun secara bahasa disebut bid'ah.
2. Ibnu Hajar Al-Astqalani menyatakan bahwa bid'ah adalah segala sesuatu yang tercipta
tanpa ada contoh sebelumnya, yang terjadi dalam syariat.
3. Ustadz Abdul Somad ( UAS ) membagi bid'ah menjadi dua kategori yaitu bid'ah yang
berkaitan dengan urusan duniawi dan bid'ah yang berkaitan dengan ibadah. Bid'ah yang
berkaitan dengan urusan dunia diperbolehkan, sedangkan bid'ah yang berkaitan dengan
ibadah tidak diperbolehkan.
4. Menurut al-Nawawi , bid'ah dapat dibagi menjadi lima kategori: wajib (wajib), sunnah
(dianjurkan), haram (dilarang), makruh (tidak disukai), dan mubah (diperbolehkan).
5. Sebagian ulama membagi bid'ah menjadi dua kategori: bid'ah hasanah (inovasi yang
baik) dan bid'ah sayyiah (inovasi yang buruk). Bid'ah hasanah mengacu pada inovasi
yang sejalan dengan ajaran Islam dan bermanfaat bagi masyarakat, sedangkan bid'ah
sayyiah mengacu pada inovasi yang bertentangan dengan ajaran Islam dan merugikan
masyarakat.
Meski namanya bid’ah, namun dari segi hukum, hukumnya tetap terbagi menjadi lima
perkara sebagaimana hukum dalam fiqih. Ada bid’ah yang hukumnya haram, tapi juga ada
bid’ah yang hukumnya wajib. Dan ada juga yang hukumnya mubah, makruh dan sunnah.Di
antara contoh bid’ah dengan kelima hukumnya, adalah:
Seperti belajar bahasa Arab dengan ilmu Nahwu dan ilmu Sharf. Jelas sekali kalau pakai
definisi yang mereka buat, mempelajari keduanya tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah
SAW dan para shahabatnya. Bahkan tidak ada seorang pun yang mempelajari kedua cabang
ilmu bahasa Arab itu di masa kenabian.Umat manusia baru berdondng-bondong belajar ilmu
Nahwu dan ilmu Sharf sepeninggal Rasulullah SAW beberapa tahun kemudian, ketika
bendera Islam merambah ke luar dari Jazirah Arabia.Secara kriteria, fenomena ini termasuk
perkara yang tidak pernah dilakukan di zaman Nabi Muhammad SAW. Seharusnya dan
sepantasnya perbuatan ini dimasukkan ke dalam kategori bid’ah.Tetapi jelas sekali bahwa
seseorang tidak mungkin mengerti perintah Allah dalam Al-Quran dan As-Sunnah kecuali
8
dengan mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hingga tingkat mahir. Padahal mengerti perintah
Allah dan Rasul-Nya hukumnya wajib.Maka hukum mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf
hukumnya juga wajib, walau pun termasuk kategori bid’ah, karena di zaman nabi belum ada.
Misalnya mendirikan sekolah dengan sistem pendidikan modern, ada kurikulum, kelas,
ujian, nilai raport, ijazah dan seterusnya. Di zaman Rasulullah SAW jelas tidak ada sistem
seperti ini. Kalau mau jujur, maka mendirikan dan menjalankan sebuah sekolah termasuk
kategori bid’ah.Tetapi semua orang di dunia ini sepakat bahwa sekolah itu penting buat
mempersiapkan generasi kita di masa depan. Maka para ulama mengatakan bahwa
mendirikan sekolah termasuk hal yang disunnahkan, meski termasuk bid’ah.
Seperti bersalaman setelah shalat fardhu dengan sesama jamaah shalat. Juga termasuk
berpakaian yang bagus dan memakan makanan yang lezat dan enak. Para ulama
menghukuminya sebagai mubah, walau termasuk kategori bid’ah.
Seperti menghias masjid dengan hiasan mahal terbuat dari emas, perak atau benda
berharga lainnya. Bahkan sebagian ulama seperti Dr. Said Ramadhan Al-Buthi termasuk ikut
mengharamkan penghiasan masjid secara berlebihan.Sebab hal ini tidak kita dapati di zaman
Rasulullah SAW, yaitu di mana orang berlomba untuk menghias masjid sedemikian rupa
dengan mengeluarkan dana yang amat mahal.Di masa beliau SAW dan juga masa keemasan
Islam, keberhasilan suatu masjid diukur dari seberapa banyak ulama yang bisa dilahirkan dari
suatu masjid.Masjid Nabawi di Madinah adalah contoh di mana masjid melahirkan para
pahlawan, ulama dan duat yang tersebar ke seantero dunia. Ada pun dari segi fisik,
bangunannya sangat sederhana. Tanpa menara menjulang dan tanpa karpet tebal. Boleh
dibilang sangat sederhana bahkan ada bagian yang tidak ada alasnya untuk sekedar shalat.
Penyimpangan yang nampaknya telah diantisipasi oleh Rasulullah SAW sejak abad ke-7
masehi dengan statemen beliau bahwa bid’ah itu sesat dan sesat itu dihari akhir pasti akan
dimasukkan kedalam neraka. Untuk menentukan Bid’ah tersebut Hasanah (kebaikan) ataupun
Dhalalah (Sesat) letaknya pada efek bagi yang mengerjakan dan para muslimin pada
umumnya.
F. Bahaya Bid’ah
9
Syari’at islam telah sempurna, sehingga tidak memerlukan tambahan ataupun
pengurangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah kusempurnakan
untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah ku ridhoi islam
sebagai agamamu.”( Qs. Al-Maidah: 3) Dan Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidaklah
wafat kecuali telah menjelaskan seluruh perkara dunia dan agama yang dibutuhkan. Jika
demuikian, maka maksud perkataan atau perbuatan bid’ah dari pelakunya adalah bahwa
agama ini seakan-akan belum sempurna, sehingga perlu untuk dilengkapi, sebab amalan
yang diperbuatnya dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala belum terdapat di dalamnya.Ibnu Majisyun berkata : “Aku mendengar Imam malik
berkata: “Barang siapa yang membuat bid’ah dalam islam dan melihatnya sebagai suatu
kebaikan, maka Sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Nabi Muhammad rtelah
berkhianat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman Dalam Al-qur’an , “pada hari
ini telah aku sempurnakan bagimu agamu.” Maka apa yang pada hari itu tidak termasuk
sebagai agama maka pada hari inipun bukan termasuk Agama.”( Asy-syatibi dalam Al-
I’tisam).
Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang membuat hal yang baru
dalam urusan agama kami ini sesuatu yang tidak ada didalamnya, maka ia tertolak.” (Bukhari
Muslim). Sebagaimana maklum bahwa syarat di terimanya amalan adalah: ikhlas dan sesuai
dengan sunnah.
Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyah: “para pelaku bid’ah adalah
orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan syubhat. Mereka mengikuti hawa nafsunya
dalam sesuatu yang di sukai dan di benci, mereka menetapkan hukum dengan prasangka dan
syubhat. Mereka mengikuti prasangka dan apa yang di inginkan nafsunya, padahal telah
datang petunjuk dari Tuhan Subhanahu wa Ta’ala mereka. Jika seseorang menggunakan
hawa nafsunya dalam masalah agama maka sungguh dia adalah orang yang difirmankan
Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti
hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. “(Al-Qashash:50)Bid’ah lebih
di cintai oleh iblis dari pada perbuatan maksiat.
Seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu wa Anhu: ” Tidaklah datang
suatu tahun pada Manusia melainkan mereka membuat bid’ah dan mematikan sunnah, hingga
bentuk-bentuk bid’ah menjadi hidup dan sunnah menjadi mati.”
Hasan bin ‘Athiyyah : “Tidaklah suatu kaum membuat bid’ah dalam agama mereka
melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencabut dari mereka sunnah yang sepadan
dengan nya, kemudian tidak akan mengembalikan kepada mereka sampai hari kiamat.”
10
betapa indahnya yang dikatakan oleh sahabat agung Ibnu mas’ud Radhiallahu wa Anhu:
“Hendaklah kamu menghindari apa yang baru di buat Manusia dari bentuk-bentuk bid’ah.
Sebab agama tidak akan hilang dari hati seketika. Tetapi syaithan membuat bid’ah baru
untuknya, hingga iman keluar dari hati, dan hampir-hampir Manusia meninggalkan apa yang
telah di tetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka berupa shalat, puasa, halal dan
haram, sementara mereka masih berbicara tentang Tuhan Yang Mahamulia. Maka siapa yang
mendapatkan masa itu hendaknya dia lari. “Ia di tanya, “Wahai Abu Abdurrahman , kemana
larinya ? “ia menjawab. “Tidak kemana-mana. Lari dengan hati dan agamanya. Janganlah
duduk besama-sama dengan ahli bid’ah.(Al-Hajjah I/312 oleh Al-Ashbahani)
Imam Al-Bukhari berkata dalam kitab shahihnya, Kitab Al-I’tisham bil kitab wa sunnah:
“Bab: Apa yang dilarang tentang berlebih-lebihan, perselisihan di dalam ilmu, ghuluw di
dalam agama dan bid’ah-bid’ah, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : ” Wahai
Ahli kitab janganlah kamu melampauibatas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakanterhadaap Allah kecuali yang benar.” (An-Nisa’:171)Bid’ah menyebabkan
perpecahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “dan bahwa (yang kami peritahkan) ini
adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan (subul) itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.”(Al-An’am 153)
Imam Asy-Syathibi berkata: “sirhathal mustaqim (jalan yang lurus) adalah jalan Allah yang
dia serukan, yaitu As-Sunnah. Sedangkan As-Subul (jalan-jalan lain) adalah jalan-jalan
orang-orang yang berselisih. Yang menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka adalah para
ahli bid’ah”(Al-I’tisham I/76 tahqiq Syaikh Salim Al-Hilali).
Diriwayatkan dari Al-hasan bahwa dia berkata : “shahibu (pelaku) bid’ah, tidaklah dia
menambah kesungguhan, puasa, dan shalat, kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala.Dan dari Ayyub As-Sikhtiyani, dia berkata: “tidaklah pelaku bid’ah menambah
kesungguhan kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .” Pernyatan tersebut
diisyaratkan kebenarannya oleh sabda Rasulullah rtentang khawarij: “satu kaum akan keluar
di dalam ummat ini yang kamu meremehkan shalat kamu di bandingkan dengan shalat
mereka, mereka membaca Al-Qur’an tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka
melesat dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari sasarannya.”(HR. Bukhari).
Asy-Syatibi berkata: “pertama beliau (Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam pent.)
menjelaskan tentang kesungguhan mereka, kemudian beliau menjelaskan tentang jaunya
mereka dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .(Al-I’tisham I/156).
7. Menangguh Dosa Bid’ah Dan Dosa-Dosa Orang Yang Mengamalkannya Sampai Hari
Kiamat.
Dalam hal ini Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda : “Barang siapa yang menyeru
kepada petunjuk , maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala yang
11
mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa
yang menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa-dosa orang-orang yang
mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.”(HR. Muslim). Sedangkan
bid’ah merupakan kesesatan sebagaimana yang telah di katakan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alahi wa Sallam. Inginkah ahli bid’ah menanggung seluruh dosa orang-orang yang
mengiutinya sampai hari kiamat?! Tidakkah hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam
ini menghentikan mereka!?
8. Pelaku Bid’ah Akan Di Usir Dari Telaga Rasululah Shallallahu ‘Alahi Wa Sallam Pada
Hari Kiamat
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan
hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi
dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW
menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan
tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah
dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa
hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula
penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana
pandangan orang banyak.
2. Analisis tentang Bid’ah dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan tentang
agama islam bagi masyarakat.
3. Berkaitan dengan moral dan peran manusia,maka penyebab yang paling dominan sebagai
penyebab terjadinya Bid’ah yaitu tidak adanya pemahaman dan komitmen agama yang
baik dikalangan masyarakat.
4. Iman kita dapat dirusak oleh perbuatan-perbuatan yang mendekati Bid’ah.
5. Iman memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan untuk melenyapkan
Bid’ah.
B. Saran
Setelah disadari bahwa Bid’ah kesalahan yang besar yang menyalahi hukum-hukum
Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka hendaklah masyarakat mampu meramu
pendidikan agama Islam yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam
agama islam.
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat mencari tahu tentang
bid’ah yang diwajibkan dan diharamkan.
13
Daftar Pustaka
Assad, Haedar Muhammad, ISIS: Organisasi Teroris Paling Mengerikan Abad Ini,
(Jakarta: Zahira, 2014)
14