Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP KEAGAMMAN SUNNI DAN SYIAH

Kelompok : II

Di susun oleh :
1. Nadia salma ( 2330102180009 )
2. Nadiya ( 2330102180001)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia
serta kasih sayang nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Islam dan
Ilmu Pengetahuan ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tet
ap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya us
watun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan teri
ma kasih kepada bapak Dr.Syamhudian Noor, M.Ag. Selaku dosen mata kuliah
Pendidikan agama islam. Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masi
h banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan m
ateri pembahasan maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inila
h usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan. Semoga dalam makalah
ini parapembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan
kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan seb
agaimana mestinya.

1
DAFTAR ISI :

KATA PENGNTAR .....................................................................1


DAFTAR ISI ................................................................................2
A.BAB I PENDAHULUAN ........................................................3
1.Latar Belakang …………………………………………4
2.Rumusan Masalah ...........................................................4
3.Tujuan Penulisan………………………………………..4
4.Manfaat Penulisan ..........................................................4
B. BAB II PEMBAHASAN .........................................................5
C. PENUTUP……………………………………………………19
D. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..20

2
BAB I
PENDAHULUAN

Perbedaan Syiah dan Sunni kerap menjadi persoalan hingga memicu konflik an
tarsesama umat Islam.Sejak zaman sahabat, Islam sudah terpecah menjadi bebe
rapa kelompok, seperti Sunni, Syiah, Khawarij, Mu'tazilah dan masih banyak l
ainnya.
Kelompok-kelompok ini semakin berkembang dan melahirkan kelompok baru,
begitu seterusnya hingga zaman akhir. Perpecahan mazhab dalam agama Islam
bermula dari persoalan yang berhak memimpin umat Islam pascawafat Nabi M
uhammad SAW. Namun, pengaruhnya terasa sampai sekarang dengan munculn
ya gerakan dan provokasi dalam bentuk media yang menyudutkan Syiah denga
n gelaran sesat dan bukan Islam.
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman akidah yang benar dalam menyikapi b
erbagai problematika agama. Wakil Ketua LDNU KH Misbahul Munir menjela
skan, Aswaja dimaknai sebagai “sunni atau ahli sunnah” dan “berkelo
mpok”. Artinya, Islam yang berpegang teguh pada ajaran Nabi Muhammad
SAW dan menganut mayoritas.
"Ajaran Rasulullah SAW dapat sampai kepada kita tentu melalui perantara, tid
ak lain adalah ulama. Jalur terpercaya ini tidak dapat digantikan dengan yang l
ainnya, sebab ulama hidup di zaman Nabi Muhammad SAW atau melalui penu
turan para sahabat Nabi SAW. Sehingga dasar hukum Islam terdiri dari 4, antar
a lain Alquran, Hadits, Ijma’, dan Qiyas," katanya dikutip dakwahnu.
Sedangkan Syiah dalam Ensiklopedi Islam yaitu kelompok aliran atau paham y
ang mengidolakan bahwa Ali bin Abi Thalib ra dan keturunannya adalah Ima
m-Imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad SAW
(Ensiklopedi Islam, 1997).

1.1.Latar belakang

3
Sunni dan Syiah adalah dua aliran besar dalam Islam yang lahir setelah Nab
i Muhammad wafat pada 632 M.Penganut Islam Sunni berpendapat bahwa
penerus nabi dapat dipilih lewat konsensus. Hal yang paling penting adalah
mereka mengikuti sunah Rasulullah.
Sedangkan Islam Syiah meyakini hanya keturunan Nabi Muhammad yang p
antas menjadi khalifah.Perbedaan pendapat antara dua aliran terbesar dalam
Islam ini semakin meluas pasca terbunuhnya cucu Rasulullah dalam Pertem
puran Karbala (680 M).Sejak itu, Sunni dan Syiah resmi mengalami perpec
ahan dan terus bersengketa. Konflik yang berujung pada peperangan di anta
ra keduanya pun masih berlangsung hingga sekarang, terutama di kawasan
Timur Tengah. Perbedaan pandangan terhadap ajaran Islam di antara kedua
nya sering disebut sebagai sumber konflik. Namun, perselisihan di antara S
unni dan Syiah di masa kini sebenarnya tidak hanya sebatas masalah aliran
agama, tetapi juga merambah bidang geopolitik.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah , maka rumusan masalah dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. mengapa ada sunni dan syiah
b. apa yang menyebabkan keduanya berbeda pandangan
c. apa saja perbedaan di antara keduanya

1.3 .Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui apa saja yang menyebabkan keduanya menjadi
berbeda pandangan.
b. Mengetahui apa saja perbedaan di antara keduanya .
c. Mengetahui perbedaan konsep dalam ajaranya .
1.4.Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
a. Menambah pengetahuan mengenai sunni dan syiah.
b. Menambah wawasan mengetahui apa saja perbedaan sunni dan
syiah.
c. Menambah wawasan dapat membedakan antara sunni dan syiah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Konsep Dasar Islam


Konsep dasar Islam mencakup iman, shalat, zakat, puasa, dan haji. Iman
dalam Islam merujuk pada keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya T
uhan yang menciptakan segala sesuatu.
1. Iman juga mencakup keyakinan pada para nabi dan rasul Allah, ter
masuk Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.
2. Shalat adalah kewajiban ritual dalam Islam yang dilakukan lima k
ali sehari sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Shalat dilakukan de
ngan menghadap kiblat dan melaksanakan gerakan-gerakan tertent
u.
3. Zakat adalah kewajiban bagi umat Islam untuk memberikan sebag
ian dari harta mereka kepada orang yang membutuhkan. Zakat jug
a dianggap sebagai bentuk amal dan kebajikan dalam Islam.
4. Puasa adalah kewajiban ritual dalam Islam yang dilakukan selama
bulan Ramadan. Selama bulan ini, umat Muslim berpuasa dari faja
r hingga maghrib dan menahan diri dari makanan, minuman, dan k
egiatan lain yang dianggap membatalkan puasa.
5. Haji adalah ibadah ziarah ke Mekah yang wajib dilakukan setidak
nya sekali dalam hidup bagi umat Muslim yang mampu secara fin
ansial dan fisik. Haji dilakukan pada bulan Dzulhijjah dan meliput
i berbagai ritual, termasuk tawaf di Ka’bah, sa’i antara bukit Safa
dan Marwah, dan wukuf di Arafah.

Kelima konsep dasar ini merupakan kewajiban utama bagi umat Muslim
dan merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari umat Muslim.
Melalui praktik-praktik ini, umat Muslim dapat meningkatkan keimanan
dan kesalehan serta membentuk koneksi yang lebih erat dengan Allah
2.2.Perbedaan antara Sunni dan Syiah dalam Praktik Agama
Perbedaan antara Sunni dan Syiah dalam praktik agama terutama
berkaitan dengan pandangan mereka mengenai kepemimpinan dalam
umat Islam dan beberapa perbedaan dalam pelaksanaan ibadah. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut:

5
1. Kepemimpinan dalam Umat Islam: Perbedaan mendasar antara
Sunni dan Syiah adalah pandangan mereka mengenai
kepemimpinan dalam umat Islam. Sunni mengakui empat khalifah
pertama setelah Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang sah,
sementara Syiah meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu dan
menantu Nabi Muhammad, harus menjadi khalifah pertama.
2. Ibadah: Perbedaan kecil juga ada dalam pelaksanaan ibadah antara
Sunni dan Syiah. Misalnya, dalam shalat, Sunni dan Syiah
memiliki perbedaan dalam cara melakukan gerakan dan jumlah
rakaat dalam shalat wajib.
3. Hari Raya: Sunni dan Syiah juga memiliki hari raya yang berbeda.
Hari raya utama bagi Sunni adalah Idul Fitri dan Idul Adha,
sementara hari raya utama bagi Syiah adalah Hari Ashura, yang
memperingati kematian cucu Nabi Muhammad, Imam Hussein.
4. Penggunaan Kaligrafi: Dalam seni dan dekorasi Islam, Syiah
cenderung menggunakan kaligrafi dengan nama-nama Ahlul Bait,
sementara Sunni tidak sebegitu itu.
Namun, meskipun ada beberapa perbedaan dalam praktik agama antara
Sunni dan Syiah, banyak kesamaan juga ada. Keduanya memiliki
keyakinan dasar yang sama tentang Allah, Nabi Muhammad, Al-Quran,
dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Keduanya juga memiliki praktek-
praktek yang sama dalam ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.
Perbedaan antara Sunni dan Syiah dalam praktik agama terutama
berkaitan dengan pandangan mereka mengenai kepemimpinan dalam
umat Islam dan beberapa perbedaan dalam pelaksanaan ibadah. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut:
1. Kepemimpinan dalam Umat Islam: Perbedaan mendasar antara
Sunni dan Syiah adalah pandangan mereka mengenai
kepemimpinan dalam umat Islam. Sunni mengakui empat khalifah
pertama setelah Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang sah,
sementara Syiah meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu dan
menantu Nabi Muhammad, harus menjadi khalifah pertama.
2. .Ibadah: Perbedaan kecil juga ada dalam pelaksanaan ibadah
antara Sunni dan Syiah. Misalnya, dalam shalat, Sunni dan
Syiah memiliki perbedaan dalam cara melakukan gerakan
dan jumlah rakaat dalam shalat wajib.
3. .Hari Raya: Sunni dan Syiah juga memiliki hari raya yang
berbeda. Hari raya utama bagi Sunni adalah Idul Fitri dan
Idul Adha, sementara hari raya utama bagi Syiah adalah Hari

6
Ashura, yang memperingati kematian cucu Nabi Muhammad,
Imam Hussein.
4. .Penggunaan Kaligrafi: Dalam seni dan dekorasi Islam, Syiah
cenderung menggunakan kaligrafi dengan nama-nama Ahlul Bait,
sementara Sunni tidak sebegitu itu.
Namun, meskipun ada beberapa perbedaan dalam praktik agama antara
Sunni dan Syiah, banyak kesamaan juga ada. Keduanya memiliki
keyakinan dasar yang sama tentang Allah, Nabi Muhammad, Al-Quran,
dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Keduanya juga memiliki praktek-
praktek yang sama dalam ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.

2.3 Syiah
Kata Syiah dalam bahasa Arab pada awalnya bermakna satu, dua, tiga at
au sekelompok pengikut.3 Orang-orang yang mendukung kekhalifahan
Ali bin Abu Thalib disebut juga sebagai Syiah.Secara historis, akar alira
n Syiah terbentuk segera setelah kematian Nabi Muhammad yakni ketik
a Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pada pertemuan Tsaqifah
yang diselenggarakan di gedung pertemuan yang dikenal dengan Dar Na
dwa di Madinah.
Di awal pembentukannya, bagi Syiah, isu terpenting bukanlah hukum at
au mistisisme melainkan loyalitas terhadap khalifah Ali dan penegasan b
ahwasanya hak khilafah hanya dapat berlangsung di tengah keluarga Ali.
Namun demikian seiring denganperjalan waktu, Syiah sebagai sebuah m
azhab kemudian terpecah ke dalam beberapa aliran
atau kelompok yang memiliki perbedaan sikap dan pandangan keagamaa
n, sebagaimana yang dicatat oleh sejarawan bahwa satu-satunya prinsip
yang disepakati oleh seluruh kelompok Syiah adalah menyangkut persoa
lan imamah atau khilafah. Mereka berpendapat bahwa imamah harus ber
asal dari keturunan Ali, imamah dalam pandangan Syiah tidak
sekedar menjadi persoalan politik semata, tetapi ia menjadi bagian dari a
kidah agama.

Secara garis besar Syiah terpecah ke dalam tiga kelompok besar. Pertam
a, Syiah Dua Belas imam yang menjadi paham resmi pemerintahan di Pe
rsia semenjak masa pemerintahan dinasti Safawiyah yang berkuasa pada
tahun 1501, kalangan Syiah Dua Belas merupakan 60% dari warga negar
a Iraq dan sebagian kelompok minoritas di Afganistan, Libanon,
Pakistan, Syiria, . Kedua, Syiah Zaidiyah, yang juga disebut dengan Lim
a Imam yang tersebar di wilayah Yaman. Ketiga, Syiah Ismailiyah yang i

7
dentik dengan sebutan Syiah tujuh Imam yang terpusat di India, meluas
sampai ke Asia Tengah, Iran, Syria, dan Afrika Timur.
Dalam perkembangannya, Syiah terpecah ke dalam berpuluh-puluh kelo
mpok. Perpecahan itu disebabkan oleh berbagai faktor, karena perbedaan
prinsip dan ajaran yang berakibat timbulnya kelompok yang ekstrim (Gh
ulat) dan kelompok moderat karena
perbedaan tentang siapa yang harus menjadi imam sepeninggal Husen bi
n Ali, Imam ketiga, sesudah Ali Zainal Abidin, Imam Keempat, dan sesu
dah Ja’far Shadiq, Imam keenam. Dari kelompok-kelompok tersebut yng
paling terkenal adalah Zaidiyah, Ismailiyah, dn Itsna Asyariyah. Dua yan
g disebut terakhir termasuk Syiah Imamiyah.
Diantara wilayah penyebaran Syiah sebagaimana yang disebutkan di ata
s, Persia merupakan Rumah besar bagi tumbuh dan berkembangnya pen
garuh Syiah, perkembangan yang begitu cepat dan dinamis ditopang ole
h budaya dan penghormatan Masyarakat setempat terhadap sosok Nabi
Muhammad Saw. dan Ali bin Abi Thalib yang dianggap sebagai manusia
yang ma’sum, budaya mendewa-dewakan raja dan menganggapnya seba
gai orang suci, masih sangat kuat berakar di kalangan bangsa Persia wak
tu mereka menerima Islam. Dengan latar belakang budaya tersebut maka
memperlakukan Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya sama dengan p
erlakuan mereka terhadap Kisra (Raja).
Pasang surut perkembangan Syiah turut mewarnai dinamika perpolitikan
di dalam dunia Islam, diakibatkan posisinya yang selalu mendapatkan te
kanan secara politik yang cukup lama, katakanlah pada masa dinasti Um
ayyah yang didirikan oleh Abu Sufyan pada tahun 661 M, Syiah nyaris ti
dak memiliki ruang gerak yang begitu leluasa, terutama setelah
Muawiyyah berhasil mencanangkan gerakan tahun persatuan (Ammul Ja
ma’ah) yang bertujuan untuk merangkul semua lawan politik yang tidak
setuju atas pendirian dinasti Umayyah. Upaya untuk meredam penolaka
n terhadap Umayyah dan keturunannya juga dilakukan oleh Umar bin A
bdul Aziz yang membuat perdamaian antara amawiyah dan Syiah serta
Khawarij, menghentikan peperangan dan mencegah caci maki terhadap
khalifah Ali Bin Abi Thalib dalam khutbah Jumat.
Meskipun telah terjadi rekonsiliasi antara dinasti Umayyah dengan kelo
mpok Syiah,namun upaya-upaya pemberontakan tetap digelorakan sepa
njang pemerintahan hingga tumbangnya dinasti Umayyah pada tahun 75
0 M, gerakan penumbangan dinasti Umayyah yang dilakukan oleh Abba
s bin Abd. Muthalib mendapat dukungan penuh dari bani Hasyim
dan golongan Syiah, dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintahan Bani Umayyah.

8
Konsepsi Keagamaan Syiah
Berbeda dengan Sunni, dalam aspek teologi, Syiah memiliki 5 rukun i
man yang dirumuskan sendiri oleh ulama-uama Syiah. Adapun rukun iman ter
sebut adalah :
1. Tauhid (kepercayaan kepada keesan Allah)
2. Nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian)
3. Ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di akhirat)
4. Imamah ( kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak
ahl bait)
5. Adl (keadilan ilahi).
Dalam aspek fiqh, kalangan Syiah menciptakan mazhab tersendiri atas d
asar dogma yang mengharuskan mereka memperlakukan sebagian sahab
at Nabi dengan kejam, dan mendirikannya atas dasar anggapan mereka a
kan ismah para imam dan ketidakmungkinan terjadinya pertentangan di
dalam pernyataan-pernyataan mereka.
Di dalam literatur Syiah, disebutkan bahwa salah satu mazhab Fiqh yang
memiliki pengaruh luas di kalangan Syiah adalah mazhab Ja’fari, sebuah
mazhab fiqh yang lahir di era keemasan Islam yang menjadi saksi sejara
h saat terjadinya transisi peraliham kekuasaan dinasti Umayyah kepada
dinasti Abbasiyah. Mazhab Ja’fari dipelopori oleh Abu Abdillah Ja’far as
h Shadiq bin Muhammad alBaqir bin Ali Zinal Abidin bin Husain bin Al
i bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada 82 H di Madinah pada masa pemerin
tahan Abdul Malik bin Marwan. Selama lima belas tahun ia tinggal bersa
ma kakeknya. Setelah Ali Zainal Abidin wafat, ia diasuh oleh ayahnya d
an hidup bersama selama sembilan belas tahun.18 Imam Ja’far merupak
an imam ke enam Syiah Imamiyah, beliau dikenal luas sebagai tokoh ya
ng memiliki keilmuan yang mumpuni pada masanya, beliau menjadi su
mber ilmu dari empat mazhab fiqih terbesar yang mazhab Maliki, Hanaf
i, Syafi’i dan Hambali. Beberapa karakterisik fikih Imam Ja’far Shadiq a
dalah sebagai berikut :
1. Pertama, sumber-sumber hukumnya adalah al-Quran, sunnah ij
mak ulama, dan akal.termasuk ke dalam sunnah adalah sunnah
ahlul bayt, yakni para imam yang maksum. Mereka tidak mau
menjadikan hujjah hadis-hadis yang diriwayatkan para sahabat
yangmemusuhi ahlu bayt.
2. Kedua, tidak menggunakan Istihsan, qiyas hanya dipergunakan
bila sebab (illat)-nyaterdapat dalam nas (manshus). Pada hal-h

9
al yang tidak terdapat nasnya, dipergunakan akalberdasarkan k
aidah-kaidah tertentu.

3. Ketiga, al-Qur’an di pandang telah lengkap menjawab selruh p


ersoalan agama, tugas agama adalah mengeluarkan dari al-Qu
r’an jawaban-jawaban umum untuk masalah yang khusus. Kar
ena Rasulullah dan para imam adalah orang-orang yang menge
tahui rahasiarahasia al-Qur’an, penafsiran yang paling absah a
dalah yang berasal dari mereka.19 Padahal menurut paham ahl
u Sunnah wal Jamaah bahwa mencintai ahlu bayht Nabi yaitu
Sayyidina Ali ra. Dan putra-putra beliau adalah perbuatan yang
sangat mulia, Barang siapa mencintai mereka, kelak ketika me
ninggal dunia akan memperoleh derajat sebagai mukmin.

Konsep Imamah/Khilafah menurut Syiah


Menurut perspektif Sunni, bahwa kepemimpinan khulafaurasyidin yang
dimulai dari Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khathab, dan Usman bin Aff
an adalah sah, yang dipilih mengacu pada tradisi dan kebiasaan yang ber
laku pada masa tersebut. Namun dalam sudut pandang Syiah, bahwa kep
emimpinan yang sah adalah di mulai dari Khalifah Ali hingga ke sebelas
keturunannya. Penolakan atas ketiga khalifah pendahulu Ali didasarkan
pada wasiat Rasulullah Saw. kepada Ali untuk menjadi imam setelahnya.
Dalam hal fungsi kepemimpinan antara Sunni dan Syiah terdapat kesam
aan pandangan bahwa kepemimpinan di dalam Islam tidak terpisah antar
a fungsi politik dan keagamaan, sebagaimana Sunni, Syiah tidak mengen
al pemisahan antara tugas-tugas politik dan keduniaan. Bahkan lebih eks
trim lagi bahwa kepemimpinan bukan hanya berorientasi pada fiqih sem
ata namun menyangkut Aqidah yakni mengenai wajibnya menegakkan i
mamah, siapa yang memilih dan siapa yang berhak dipilih sebagai imam,
dan bagaimana legitimasi imam.
Pasca revolusi Iran di bawah Imam Khomeini, Syiah menemukan mome
ntum dalam menerapkan gagasan sistem pemerintahan Islam yang diper
kenalkan oleh Imam Khomeini dengan nama Wilayat al-Faqih (konsep p
olitik Islam). Sebuah konsep yang digagas oleh Khomeini bersama para
pemikir Syiah lainnya seperti Jawad Mughniyah, Muhammad Baqir Sha
dr, dan Kazhim Hairi. Wilayat al-Faqih termasuk sah satu doktrin pentin
g bagi Syiah, yang berkaitan erat dengan konsep imamah (kepemimpina
n), yang menjadi salah satu keimanan Syiah imamiyah. Bagi kalangan S

10
yiah Khususnya Khomeini, Faqih (fuqaha) adalah seorang ahli hukum Is
lam yang memiliki hak memimpin pemerintahan Islam dan berperan seb
agai wakil imam Mahdi selama masa kegaibannya. Ia memikul tugas unt
uk membimbing umat dalam masalah-masalah keagamaan dan sosial pol
itik.
Imam Khomeini dapat menerima demokrasi sebagaimana yang diungka
p oleh Abdul Karim Soroush bahwa Khomeini sendiri mengakui otoritas
rakyat dan menganggap pemerintahan sebagai perwujudan kehendak rak
yat. Namun, rakyat harus memutuskan wewenang mereka dengan suatu
cara tertentu. Kehendak rakyat (maroritas) harus diikat oleh kehendak ila
hiah- dan ikatan ini dimanifestasikan dengan pengendalian Wilat alFaqih.
Konsep pemerintahan ala Khomeini adalah pemerintahan demokrasi, na
mun keputusan tertinggi dalam pengambilan kebijakan terletak pada sek
olompok ulama yang berada dalam ‚majelis‛ Wilayat al-Faqih. Dengan d
emikian dapat dipahami bahwa gagasan model demokrasi ala Khomeini
adalah berbeda dengan praktek demokrasi ala barat yang liberal yang me
mberikan keleluasaan sepenuhnya terhadap suara mayoritas dalam peng
ambilan keputusan. Inilah demokrasi, bukan yang berasal dari barat, yan
g sangat kapitalis. Bukan pula demokrasi yang diterapkan di timur, yang
telah melakukan penindasan pada rakyat jelata.
Konsep Wilayat al-Faqih memrupakan legacy Imam Khomeini dalam u
paya menggagas bentuk pemerintahan Islam yang mengakomodasi varia
n demokrasi yang lebih inovatif dan memiliki legitimasi yang kuat dari
masyarakat. Bentuk demokrasi yang dipahami oleh Khomieni dan dalam
prakteknya di Negara Republik Islam Iran adalah memberikan hak kepa
da seluruh masyarakat untuk memilih, namun hasil akhir dari pemilihan
tersebut harus melalui persetujuan ,Wilayat al-Faqih‛ yang memliki kew
enangan untuk memberikan ‚stempel pengesahan terhadap sebuah keput
usan. Itu artinya sekumpulan ulama yang berada dalam ‚dewan‛ memilik
i hak untuk memveto terhadap keputusan yang dihasilkan dalam sebuah
proses demokratis.
2.4. Sunni
Sunni bentuk kata sifat dari istilah Arab Sunnah, Kebiasaan Nabi, sebag
ai kelompok terbesar dalam Islam sering disebut sebagai ‚ortodoks‛ yan
g mengakui empat khalifah pertama dalam Islam, tida menekankan fung
si agama dan politik secara khusus terhadap keturunan, anak dan menant

11
u Nabi yakni Fatimah dan Ali bin Abi Thalib dan mengikuti satu di antar
a empat mazhab.
Istilah lain yang sering disematkan pada kelompok yang satu ini adalah
Ahlu Sunnah wal Jamaah yaitu sebuah mazhab yang secara teologi men
ganut dua mazhab pemikiran yaitu Maturidiyyah dan Asy’ariyah, dan da
ri aspek fiqh, menganut empat mazhab fiqh, perbedaan yang terjadi di da
lam empat mazhab tersebut berkaitan dengan interpretasi terhadap masal
ah-masalah yang tidak dijelaskan secara tegas oleh ayat-ayat al-Qur’an d
an hadis.
Dalam perkembangan selanjutnya, mazhab Sunni tersebar, mazhab Hana
fi berawal di Iraq hingga menyebar ke Iran bagian Barat dan wilayah Tra
nsaxonia, mazhab Maliki, berkembang pesat di Mesir an Afrika Utara,
Mazhab Syafi’i pertama kali berkembang di Mesir, namun sekitar abad k
e sepuluh, mazhab ini berkembang di Syiria, Baghdad dan seluruh kota
kota-kota penting di Iran Barat, Khurasan dan Transaxonia. Sedangkan
mazhab Hambali yang semula mazhab warga Baghdad, tersebar luas ke I
raq Utara dan Syiria.
sedangkan di era modern terdapat nama-nama seperti jamaluddin al-Afg
ani, Rasyid Rido, Muhammad Husen Haikal dll
Kemunculan mazhaAsy’ariyah
Dalam perkara-perkara doktrinal al-Asy’ari mengadopsi pandangan ahli
hadis, tetapi menyaring mereka untuk menemukan standar yang lebih tin
ggi, sedangkan dalam aspek teologi al-Asy’ari pun mengkompromikan j
alan pikir Mu’tazilah yang rasionalis dan kelompok tekstualis yang dian
ut oleh mayoritas umat Islam pada masa itu sehingga corak pemikiran A
sy’ari dapat diterima oleh kaum muslimin dari berbagai kalangan. Ajara
n-ajaran Asy’ari sendiri dapat diketahui dari buku-buku yang ditulisnya,
terutama dari kitab Luma’ fi al-Rad ‘ala Ahl Ziagh wa al-Bida dan Ibana
h ‘an Usul al-Di
Selain Asy’ari Perkembangan aliran Sunni tidak terlepas dari keberadaan
tokoh atau ulama-ulama besar yang turut membesarkan pemikiran Sunni
ke dalam dunia Islam sehingga keberadaan para ulama tersebut turut me
nyumbang pemikiran dan menjelaskan paham Sunni pada umat. Di antar
a beberapa nama dapat disebut antara lain :
1. Al-Baqillani yang terkenal dengan penjelasannya mengenai teori ato
m, dalam penjelasannya, al-Baqillani menyatakan bahwa alam semes
ta tidak lain KumpulanJauhar (benda tunggal), yaitu bagian yang tida

12
dapat dibagi-bagi lagi, akan tetapi benda-benda tunggal tersebut tidak
terdapat dalam wujud, kecuai sesudah dibubuhi arad, jisim, yaitu ben
da tersusun, terjadi dar gabungan benda-benda tunggal (jauhar) terseb
ut.
2. Al-Juwaini Kontribusi al-Juwaini dalam membesarkan paham ahsunn
ah wal jamaah dapat terihat pada upayanya untuk merekonstruksi pen
jelasan tentang sifat-sifat Tuhan agar sesai dengan padangan umum d
oktrin asy-Ariyah. Adapu sebagian dari penjelasannya adalah sebagai
berikut :
Tentang sifat Tuhan dibagi menjadi dua :
 Sifat nafsiyah, yaitu yang ada pada zat Tuhan tanpa ilat
 Sifat ma’nawiyah yaitu yang timbul sebagai kelanjutan sifat nafsi
yah tersebut
Adapun sifat-sifat Tuhan ialah :
1. Wujud (ada)
2. Baaqin (kekal/ada)
3. Tidak ada yang menyamaiNya
4. Tidak berukuran (imtidad)
Sufat terakhir ini membawa al-Juwaini kepada suatu keharusan penakwi
an nas-nas yang berisi ke-jism-an (kebendaan) dan ruang bagi Tuhan.
gKonsepsi Kepemimpinan Sunni
Sebagai aliran mainstrem dunia Islam, Sunni memiliki banyak tokoh pe
mikir yang merumuskan dan menyusun konsep-konsep pemikiran seputa
r aqidah dan politik, sebagaimana fiqh, politik Islam pun melahirkan pe
mikiran yang dinamis dan progresif, di abad pertengahan lahir nama-na
ma besar seperti Imam al-Mawardi, Ibnu Kholdun, sedangkan di era mo
dern terdapat nama-nama seperti jamaluddin al-Afgani, Rasyid Rido, M
uhammad Husen Haikal dll.
Imam Al-Mawardi ( 972- 1058 M )
Imam al-Mawardi hidup pada masa al-Qadir dan al-Qaim bi Amrillah (k
halifah ke 25-2 dinasti Abbasiyah). Ia merupakan pemikir Muslim yang
brilian yang mampu menghasilkan karya al-Ahkam as-Sulthaniyyah seb
uah kitab yang berisi panduan bagi para penguasa terutama bagi penguas
a pada masanya dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraannya .

13
Di dalam kitab al-Ahkam as-Suthaniyya, Imam al-Mawardi menetapkan
syarat-syarat yang harus terpenuhi bagi calon pemimpin (khalifah). Ada
pun dewan imam (khalifah), maka kriteria-kriteria (syarat-syarat) yang l
egal yang harus mereka miliki ada tujuh :
1. Adil dengan syarat-syaratnya yang universal
2. Ilmu yang membuatnya mampu berijtihad terhadap kasus-kasus dan
hukum-hukum
3. Sehat inderawi (telinga, mata, dan mulut), yang dengannya ia mampu
menangani langsung permasalahan yang telah diketahuinya.
4. Sehat organ tubuh dari cacat yang menghalanginyabertindak dengan
sempurna dan tepat
5. Wawasan yang membuatnya mampu memimpin rakyat dan mengelol
a semua kepentingan
6. Berani, dan kesatria yang membuatnya mampu melindungi wilayah n
egara, dan melawan musuh
7. Nasab, yaitu berasal dari Quraisy berdasarkan nash-nash yang ada da
n ijma’ para ulama. Kita tidak perlu menggubris Dhirar yang berpend
apat nyeleneh dan membolehkan jabatan imam (khlifah) dipegang or
ang-orang non-Quraisy. Karena Abu Bakar ra. Meminta orang-orang
Anshar yang telah membaiat Sa’ad bin Ubadah untuk mundur dari ja
batan khalifah (imamah) pada peristiwa Staqifah bani Saidah‘Aimma
tu min Quraisy.
Baik imam al-Mawardi mauun Ibnu Kholdun sama dalam hal pandangan
mengenai tidak adanya bentuk serta sistem pemerintahan yang bersifat b
aku atau final. Dari apa yag dipaparkan oleh kedua tokoh di atas dapat di
pahami bahwa .
Imam Al-Ghazali ( 1058-1111 M )
Nama al-Ghazali merupakan salah satu dari sekian banyak tokoh penting
yang turut membesarkan paham Sunni ke seantero dunia Islam, kedalaa
mn ilmu yang didukung oleh kepiawainya dalam melahirkan karya-kary
a yang monumental embuat nama al-Ghazali menjadi sosok yang pentin
g dalam menentang para pemikir sebelumnya terutama dari kalangan M
u’tazilah yang didominasi oleh para pemikir yang terpengarus oleh cara
pandang fisafat Yunani.
Imam al-Ghazali lahir di tahun yang sama dengan wafatnya imam al-Ma
wardi, beliau diknal sebagai ilmuwan yang mumpuni pada berbagai disi
plin ilmu, sebelum akhirnya beliau memilih menjadi sufi, beliau pernah
menjadi fuqaha, teolog, dan filosof. Beliau sangat dihormati oleh dua kh

14
alifah, yaitu al-Muqtadi, dan al-Mustazhir Billah ( khalifah ke 27-28 din
asti Abbasiyah), seperti juga al-Mawardi, Imam al-Ghazali pernah enjadi
duta besar dan pandangan serta fatwanya sangat berpengaruh pada kedu
a khalifah di masanya masing-masing.
Dalam bidang pemikiran, karya beliau yang sangat dikenal antara lain :
Tahafutul Falasifah, Maqasidul Falasifah, Mi’yar Ilmi, al-Mungqidz Min
ad Dhalal. Dalam bidang fiqh dan ahklaq, bukunya yang paling berpeng
aruh ialah Ihya’ Ulumuddin, buku ini menjadi hujjah seacara umum di k
alangan umat Islam sunni aliran Syafi’iyah, sehingga al-Ghazali juga dik
enal sebagai hujjatul Islam.
Ibnu Kholdun ( 1332-1406 M )
Ibnu Kholdun berpandangan bahwa imamah atau khilafah merupakan pe
ngganti Rasulullah saw. dengan tugas yang sama : mempertahankan aga
ma dan menjalankan kepemimpinan di dunia.
Dalam hal bentuk pemerintahan, Ibnu Kholdun memberikan kebebasan
kepada umat Islam dalam memilih bentuk pemerintahan, baik kerajaan y
ang bersifat monarki atau bentuk yang lainnya sepanjang pemerintahan t
ersebut dapat membawa kemaslahatan bagi umat.
Ketahuilah bahwa syariat agama tidak mengecam kedaulatan (mulk) iu s
endiri dan tidak pula melarang pelaksanaanya, syariat hanya mencela aki
bat buruk yang ditimbulkannya,seperti tirani, kezaliman, dan enak-enaka
n.
Dalam hal kriteria menjadi pemimpin, Ibnu Kholdun mensyaratkan ketu
runan Quraisy sebagai syarat mutlak, hal tersebut di dasarkan pendapatn
ya bahwa hanya suku Quraisy yang mampu menengahi seluruh permasal
ahan-permasalahn yang berkaitan dengan persatuan umat.
Kriteria dewan pemilih:
1. Adil dengan segala syarat-syaratnya
2. Ilmu yang membuat mampu mengetahui siapa yang berhak menjadi i
mam (khalifah) sesuai dengan kriteria-kriteria yang legal
Prasayarat keturunan Quraisy adalah didasarkan kepada Ijma para sahab
at pada hari Tsaqifah yang bersejarah itu. Pada hari itu kaum Anshar ber
maksud membaita Sa’ad bin Ubadah ‚dari kami seorang Amir dan dari k
alian seorang amir (lain)‛ seru mereka. Namun kaum Quraisy menentang
mereka dengan mengutip ucapan Nabi yang mewasiatkan mereka supay
a ‚berbuat baik kepada semua kaum Anshar yang berbuat jahat‛

15
Kaum Quraisy termasuk golongan suku Mudhar, cikal bakal dan paling
perkasa, dibanding suku Mudhar lainnya. Jumlah mereka banyak, solida
ritas serta kebangsawanannya mereka telah membuat mereka berwibawa
di kalangan suku Mudhar lainnya. Suku-suku Arab lainnya sama menga
kui kenyataan ini, dan tunduk patuh kepada kaum Quraisy. Sekiranya pe
merintahan diserahkan kepada pihak lain di luar mereka, pastilah pertent
angan dan ketidak taatan akan merusak segalanya. Tak ada satupun Mud
har yang akan sanggup menyelesaikan sikap oposisi, serta menaik merek
a tanpa kemauan mereka sendiri. Selanjutnya lihat Ibnu Khaldun, Muqa
ddimah..., h.
3. Wawasan dan sikap bijaksana yang membuatnya mampu memilih sia
pa yang paling tepat menjadi imam (khilafah) dan paling efektif, sert
a paling ahli dalam mengelola semua kepentingan.
Dari ketiga pandangan teoretikus Sunni sebagaimana yang telah dijelask
an di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada aturan baku menge
nai sistem dan bentuk pemerintahan di dalam Islam, sistem dan bentuk p
emerintahan mengacu pada situasi dan kondisi masing-masing suatu mas
yarakat atau bangsa berdasarkan kebutuhan setempat. Dan jika kita meli
hat ke tiga karya di atas, sepenuhnya mendukung bentuk dan sistem pem
erintahan Monarki. Sehingga syarat-syarat menjadi penguasa berdasarka
n tradisi dan kelaziman yang telah berlaku pada masa tersebut. Meskipu
n menurut teori Sunni penguasa dipilih oleh Tuhan melalui pemilihan ko
munitas untuk menerapkan perintah-perintahNya, namun yang berlaku p
ada masa itu adalah sistem turun temurun sebagaimana yang dipraktekka
n khalifah-khalifah pada dinasti Abbasiyah.
Dalam perspektif Sunni dan Syiah sejatinya terdapat persamaan mengen
ai kewajiban adanya kepemimpinan / kekhalifahan atau imamah dalam k
ehidupan umat Islam, syarat-syarat umum menjadi pemimpin sebagaima
na yang disampaikan oleh para ulama Sunni maupun Syiah, pun hampir
memiliki persamaan antara satu dengan yang lainnya.
Di kalangan ulama Sunni, baik syarat-syarat maupun mekanisme pengan
gkatan khalifah relatif sama meski terdapat perbedaan dalam memahami
istilah /trah Quraisy sebagai persyaratan mutlak pada figur seorang khali
fah.
Dalam memaknai ‘Aimmatu min Quraisy terjadi perbedaan pendapat ant
ara kedua tokoh Sunni. Dalam pandangan Imam al-Mawardi ‘Aimmatu
min Quraisy di maknai secara literal bahwa kepemimpinan atau khalifah

16
harus berasal dari orang atau individu yang merupakan keturunan suku
Quraisy, sedangkan Ibnu Kholdun dalam Muqaddimah nya cenderung m
emaknai istilah ‘Aimmatu min Quraisy adalah individu yang mekipun b
ukan keturunan kaum Quraisy, namun terdapat pada dirinya atau memili
ki sifat-sifat sebagai kaum Quraisy, di antara keunggulan kaum Quraisy
adalah kewibaan, ketangguhan dan kemampuannya dalam berdiri di atas
berbagai suku, kelompok dan mempersatukan berbagai kelompok suku a
tau klan yang lain pada masanya.
Sedangkan mengenai mekanisme pengangkatan khalifah, baik Imam al-
Mawardi maupun Ibnu Kholdun tidak mempermasaahkan diangkat secar
a turun temurun mengikuti sistem monarki, persetujuan kedua tokoh di t
as dapat dimaklumi dikarena keduanya lahir, besar dan hidup dalam suas
ana pemerintahan kekhalifahan Abbasiyah yang menjalankan sistem mo
narki yaitu pengangkatan khalifah berdasarkan keturunan, sehingga waja
r jika ada ahli yang beranggapan bahwa al-Ahkam as-Sulthaniyyah meru
pakan karya yang meligitimasi sistem monarki pada imperium Abbasiya
h.
Sementara itu, dalam kacamata Syiah, secara umum para ulama Syiah se
pakat bahwa iman kepada khilafah/imamah menjadi bagian dari keimana
n, sehingga tidak sah keimanan seseorang apabila tidak meyakini atau ti
dak berbaiat terhadap kekhalifahan/imamah. Dalam hal pengangkatan kh
alifah/imamah meskipun melalui sebuah pemilihan namun harus menda
patkan persetujuan dari dewan Wilayat al-Faqih, dalam pandangan teorit
ikus Syiah, konsep Wilayat al-Faqih tidak bertentangan dengan Islam, ju
stru sebaliknya berpijak dan tunduk pada landasan musyawarah sebagai
mana yang dijelaskan oleh al-Qur’an.Islam dalam pandangan Syiah tida
k menganut demokrasi liberal ala Barat, oleh karena itu dewan Wilayat a
l-Faqih berfungsi sebagai pengontrol seluruh kebijakan yang dikeluarka
n oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan memastikan bahwa kebijak
an tersebut sejalan dengan ajaran Islam. Dari fungsi ini dapat dipahami b
ahwa Wilayat al-Faqihmemiliki otoritas yang besar dan bersifat absolut
dalam menentukan arah kebijakan khalifah/imamah.

17
PENUTUP

Sunni maupun Syiah sepakat bahwa keberadaan pemerintahan khilafah/im


amah adalah kewajiban dalam kehidupan umat Islam, Syiah bahkan menempat
kan Imamah sebagai bagian dari rukun Iman, yang artinya tidak sempurna kei
manan seseorang apabila tidak berbaiat kepada khalifah/imam.

18
Sedangkan dari kalangan Sunni berpendapat meskipun keberadaan Khilaf
ah/imamah adalah sebuah kewajiban namun bentuk khilafah/imamah dapat dis
esuaikan denga situasi dan kondisi serta zaman dan tidak menjadikan baiat atau
kesetiaan kepada imamah sebagai bagian dari dasar agama Mengenai bentuk k
hilafah atau pemerintahan, ulama Sunni cenderung yang diwakili oleh Imam a
l-Mawardi, al-Ghazali dan Ibnu Kholdun cenderung akomodatif terhadap mode
l-model pemerintahan yang dijalankan dalam prinsip-prinsip musyawarah baik
itu kerajaan maupun demokrasi.

Dalam doktrin kepemimpinan di kalangan Syiah, kepemimpinan bersifat


mutlakl dan syarat sah keimanan seseorang dan kepemimpinan terbatas pada i
mam yang merupakan keturunan dari Imam Ali bin Abi Thalib, namun sembari
menunggu hadirnya imam yang ‚ghaib‛ tersebut, maka penegakkan pemerintah
an Islam mutlak dilakukan oleh para Mullah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Irwan Supriadin J. STIT Sunan Giri Bima NTB Email: irwansupri


adin@gmail.com
Hasib, Kholili. (2014). Sunni dan Syiah, Mustahil Bersatu. Bandu
ng: Tafakur.
Penulis :cropped Profile Picture of Syafadilla.jpg Syafadilla Putra
https://www.kilat.com/nasional/pr-8445637096/tak-banyak-orang-tahu-t
ernyata-ini-perbedaan-sunni-dan-syiah-wajib-disimak Editor: Yuska Apitya Aj
i.

20

Anda mungkin juga menyukai