Abstrak
Tempe merupakan produk fermentasi kedelai asli dari Indonesia yang tinggi protein. Pembuatan tempe
menggunakan bumbu diharapkan menjadi inovasi. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui formulasi terbaik
pembuatan tempe yang dibuat menggunakan bumbu, (2) mengetahui mutu hedonik terbaik pada tempe yang diberi
penambahan bumbu, serta (3) mengetahui kandungan zat gizi yang terdapat pada tempe berbumbu berdasarkan
hasil pengujian mutu hedonik terbaik. Uji yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji formulasi pembuatan tempe
berbumbu (bawang putih, cabai, kunyit, dan jahe), uji organoleptik untuk mengetahui mutu hedonik, serta uji sifat
kimia (analisis proksimat, kandungan asam lemak dan asam amino) terhadap hasil terbaik. Hasil formulasi tempe
dengan menambahkan bumbu hingga 4% memperlihatkan hasil yang baik. Uji mutu hedonik menunjukkan
penambahan bawang putih dan jahe sebanyak 4% pada pembuatan tempe lebih disukai dibandingkan penambahan
kunyit dan cabai. Penambahan bumbu sebanyak 4% dapat meningkatkan kandungan gizi berdasarkan kandungan
asam lemak dan kandungan asam amino pada tempe. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode
proksimat, kandungan zat gizi yang terdapat pada tempe berbumbu tidak jauh berbeda dibandingkan tempe tanpa
bumbu.
Kata kunci : asam amino, asam lemak, kandungan gizi, tempe berbumbu
Abstract
Tempe is the original fermented soybean product from Indonesia which has high protein contents. Making
tempe using spices is expected to be innovative. The objectives of this research are (1) to know the best
formulation of tempe making made using spices, (2) to identify the best hedonic quality in tempe with added
seasoning, and (3) to know the nutrient content contained in a spiced tempe based on the best hedonic quality test
result. The test which conducted in this research is the formulation test of the manufacture of spiced tempe (garlic,
chili, turmeric, and ginger), organoleptic test to know hedonic quality and test chemical properties (proximate
analysis, fatty acid content and amino acid) to the best result. The result of tempe formulations by adding spices
up to 4% shows good results. The hedonic quality test confirmed the addition of garlic and ginger as much as 4%
in the manufacture of tempeh is preferred compared to the addition of turmeric and chili. Adding spices as much
as 4% can increase the nutritional content based on fatty acid content and amino acid content in tempe.
Meanwhile, based on testing that using the proximate method, the nutrients content contained in spiced tempe is
not much different than tempe without spice.
Keywords: amino acid, fatty acid, nutrition content, spiced tempe
Tempe-Kunyit Tempe-Cabai
bulkan oleh suatu produk (Setyaningsih, Apri- rameter yang diamati pada pengujian ini antara
yantono, & Sari, 2010). Pengujian mutu hedonik lain adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa. Pe-
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambah- ngujian ini menggunakan 7 skala penilaian, yaitu
an berbagai bumbu pada pembuatan tempe terha- sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak
dap kesukaan panelis. Pengujian mutu hedonik suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan
menggunaan metode penelitian kuantitatif de- sangat suka (7). Hasil pengujian mutu hedonik
ngan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Me- dengan menggunakan 25 panelis dapat dilihat
nurut Sugiyono (2012), metode kuantitatif meru- pada Tabel 1.
pakan metode tradisional karena sudah cukup Berdasarkan Tabel 1, sifat warna, tekstur,
lama digunakan sehingga sudah mentradisi dan aroma, dan rasa, penambahan bumbu menggu-
disebut juga sebagai metode positivistik karena nakan bawang putih lebih banyak disukai oleh
berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode panelis dibandingkan bumbu yang lain. Secara
ini juga disebut metode konfirmatif, karena cocok umum, ranking penambahan bumbu yang disukai
digunakan untuk pembuktian atau konfirmasi. panelis dalam pembuatan tempe berbumbu ada-
Bumbu merupakan campuran dari rempah- lah penambahan bawang putih-jahe-cabai-kunyit.
rempah dengan atau tanpa penambahan bahan Rendahnya nilai mutu hedonik baik dari segi
lain (misalnya gula, garam, dan atau asam), di- warna, tektur, aroma, dan rasa tempe yang diberi
tambahkan selama proses pengolahan atau pema- penambahan bumbu kunyit diduga disebabkan
sakan baik pada skala rumah tangga maupun tempe yang dihasilkan kurang begitu baik diban-
industri yang bertujuan meningkatkan cita rasa dingkan tempe yang ditambah bumbu lainnya.
makanan (Hirasa & Takemasa, 1988). Tempe se- Warna kuning pada biji kedelai menghasilkan
gar berbumbu adalah tempe yang dalam pembu- warna yang kurang menarik dan terlihat berbeda
atan atau produksinya telah ditambahkan bumbu, dibandingkan penambahan bumbu lainnya yang
bukan ditambahkan setelah menjadi tempe. Pem- tidak menghasilkan warna, sama seperti tempe
buatan tempe berbumbu dilakukan pada waktu kontrol. Selain itu pula, aroma yang kurang sedap
yang bersamaan untuk meminimalkan kemung- dan rasa yang sedikit pahit menyebabkan panelis
kinan kondisi proses yang bervariasi. Kondisi kurang menyukai tempe yang diberi penambahan
proses yang berbeda akan mengakibatkan tempe bumbu kunyit dibandingkan bumbu yang lain.
yang dihasilkan tidak seragam. Secara umum ta- Selain penambahan kunyit, tingkat kesukaan
hap pembuatan tempe berbumbu sama dengan panelis terhadap tempe yang diberi penambahan
pembuatan tempe pada umumnya. Tahap pembu- cabai juga lebih rendah dibandingkan penam-
atan tempe yaitu tahap pengupasan, tahap peren- bahan bawang putih dan jahe. Penambahan cabai
daman, tahap pemasakan, tahap penirisan, tahap hingga 4% belum bisa membuat panelis menyu-
pendinginan, tahap inokulasi, tahap pengemasan, kai tempe cabai secara keseluruhan berdasarkan
dan terakhir tahap inkubasi (Babu, Bhakyaraj, & parameter uji mutu hedonik. Tempe yang diberi
Vidhyalakshmi, 2009). Modifikasi tahap pembu- penambahan bumbu bawang putih dan jahe lebih
atan tempe dilakukan sebelum proses peragian banyak disukai oleh panelis karena menghasilkan
yaitu penambahan bumbu yang sebelumnya telah aroma dan rasa khas dari bawang putih dan jahe.
dihaluskan pada kedelai. Sementara itu tekstur dan warna yang dihasilkan
Pengujian mutu hedonik ini menggunakan tidak berbeda nyata dengan tempe tanpa penam-
25 orang panelis agak terlatih yaitu mahasiswa bahan bumbu sebagai pembanding. Proses peng-
Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jambi. Pa- olahan tempe yang digoreng tidak menyebabkan
hilangnya rasa khas bawang putih dan jahe se- beda dibandingkan tempe tanpa penambahan
hingga masih dapat dikenali dan disukai oleh bumbu. Rata-rata kandungan zat gizi protein
panelis. lebih tinggi dibandingkan kandungan lemak dan
Urutan penambahan bumbu yang lebih di- karbohidrat baik yang terdapat pada tempe tanpa
sukai oleh panelis adalah tempe berbumbu ba- bumbu maupun tempe yang diberi penambahan
wang putih, jahe, tempe tanpa bumbu, cabai dan bawang putih dan jahe. Berdasarkan SNI No
kunyit. Dengan demikian, peneliti mengambil 3144 tahun 2009, kadar protein tempe minimal
dua urutan penambahan bumbu tertinggi untuk 15% b/b (Astawan et al., 2017), sedangkan ber-
dilanjutkan analisis kandungan zat gizi dan tempe dasarkan hasil uji proksimat, diketahui bahwa
tanpa bumbu sebagai kontrol berupa analisis kandungan gizi protein yang terdapat pada ketiga
proksimat, analisis kandungan asam amino dan jenis tempe yang dihasilkan berada di atas 16%,
asam lemak. Hal ini sesuai dengan tujuan pe- yaitu tertinggi terdapat pada tempe yang diberi
nelitian tahap kedua yaitu untuk mengetahui penambahan jahe (23,59%), tempe yang diberi
mutu hedonik terbaik pada tempe yang diberi penambahan bawang putih (23,42%), dan tempe
penambahan bumbu dan dilanjutkan dengan ta- tanpa penambahan bumbu (23,15%).
hapan ketiga berupa pengujian kandungan zat Tingginya kandungan gizi protein pada
gizi berdasarkan hasil uji mutu hedonik terbaik. tempe menjadikan tempe sebagai bahan pangan
nabati yang kaya akan protein. Berdasarkan hasil
Kandungan Zat Gizi penelitian yang dilakukan oleh Mursyid (2013),
Analisis Proksimat diketahui bahwa selain kandungan protein yang
Tempe merupakan produk olahan kedelai tergolong tinggi, daya cerna protein tempe juga
yang terbentuk melalui proses fermentasi kapang sangat baik dibandingkan sumber protein nabati
Rhizopus sp. Selama proses fermentasi berlang- lainnya. Tempe yang diolah menjadi tepung
sung, terdapat banyak perubahan yang terjadi tempe memiliki nilai daya cerna protein sekitar
diantaranya perubahan fisik, biokimia dan mikro- 80,27%, yang artinya sebanyak 80,27% protein
biologi. Perubahan-perubahan tersebut berdam- yang terdapat pada tepung tempe dapat diserap
pak sangat baik dan menguntungkan jika dikon- dan digunakan oleh tubuh untuk berbagai macam
sumsi oleh manusia (Astawan, 2008; Muchtadi, proses metabolisme di dalam tubuh. Astawan et
2010). Proses fermentasi menyebabkan kedelai al. (2017) menjelaskan bahwa ketersediaan (bioa-
memiliki keunggulan dibandingkan kedelai seba- vailabilitas) zat gizi pada tempe lebih tinggi
gai bahan dasarnya. Hasil rata-rata analisis kom- dibandingkan kedelai karena ukuran protein atau
posisi proksimat tempe baik tanpa penambahan senyawa hidrolisat protein pada tempe yang lebih
bumbu maupun yang ditambah dengan berbagai sederhana dan kelarutannya pun lebih tinggi
bumbu dapat dilihat pada Tabel 2. sehingga memudahkan tubuh untuk menyerap
atau menggunakannya.
Tabel 2. Rata-rata kandungan zat gizi tempe berbum- Tempe segar memiliki kadar air yang cukup
bu dan tidak berbumbu tinggi. Menurut SNI No 3144 tahun 2009, kadar
Tempe Tempe- air maksimal pada tempe segar adalah 65%
Kandungan Tempe-
Tanpa Bawang (Astawan et al., 2017). Sementara itu berda-
Zat Gizi Jahe
Bumbu Putih sarkan Tabel 2, kandungan air pada ketiga jenis
Kadar lemak 4,84 5,02 3,98 tempe adalah 62,98% tempe tanpa bumbu, 63,9%
(%)
tempe bawang putih, dan 64,07% tempe jahe.
Kadar 23,15 23,42 23,59
protein (%) Mikroba pembusuk pada umumnya mudah tum-
Kadar 8,09 7,16 7,78 buh pada media yang memiliki kadar air tinggi,
karbohidrat sehingga tempe masuk ke dalam bahan pangan
(%) yang mudah rusak (perishable). Umur simpan
Kadar air 62,98 63,9 64,07 tempe umumnya hanya berkisar 1-2 hari pada
(%) suhu kamar dan dapat dipertahankan hingga
Kadar abu 0,94 0,5 0,58 enam hari jika disimpan pada suhu rendah.
(%) Selain kandungan zat gizi makro, tempe juga
mengandung zat gizi mikro seperti mineral.
Berdasarkan Tabel 2, secara umum, kan- Mineral merupakan senyawa kimia secara alami
dungan zat gizi yang terukur dengan menggu- berbentuk inorganik. Pengukuran zat gizi mikro
nakan metode analisis proksimat tidak jauh ber- berupa mineral secara umum dapat diketahui dari
Sartika (2008) menjelaskan bahwa asam dungan asam amino dan kandungan asam lemak
lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated bebas. Berdasarkan pengujian dengan mengguna-
Fatty Acid/ MUFA) adalah asam lemak dengan kan metode proksimat, kandungan zat gizi yang
satu ikatan rangkap pada rantai atom karbon. terdapat pada tempe berbumbu tidak jauh berbe-
Tergolong dalam asam lemak rantai panjang dan da dibandingkan tempe tanpa bumbu.
banyak terdapat pada minyak kedelai, minyak
kacang tanah, minyak zaitun, minyak biji kapas, UCAPAN TERIMA KASIH
dan kanola. Lemak tak jenuh tinggal sangat baik
untuk menggantikan asam lemak jenuh karena Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
berpengaruh baik pada kadar kolesterol darah. LPPM Universitas Jambi atas bantuan penelitian
Asam lemak tak jenuh tunggal (misalnya asam dengan perjanjian Dana DIPA – PNBP LPPM
oleat) lebih efektif dalam menurunkan kadar ko- Universitas Jambi Tahun Anggaran 2017. Nomor
lesterol darah dibandingkan asam lemak tak je- DIPA-SP DIPA-042.01.2.400950/2017 Tanggal
nuh jamak (PUFA). 07 Desember 2016 dengan Surat Perjanjian
PUFA (asam lemak arakhidonat, linolenat Penugasan Nomor : 254/UN21.17/PP/2017
dan linoleat) memiliki peran penting dalam fung- Tanggal 31 Mei 2017.
si imun, transpor dan metabolisme lemak, serta
mempertahankan fungsi dan integritas membran Daftar Pustaka
sel. Asam lemak omega-3 dapat membersihkan
plasma dari lipoprotein kilomikron dan kemung- Adawiyah, D. R., & Waysima. (2009). Buku Ajar
kinan juga dari VLDL (Very Low Density Lipo- Evaluasi Sensori Produk Pangan (1st ed.).
Bogor: IBP Press.
protein), serta menurunkan produksi trigliserida
dan apolipoprotein β (beta) di dalam hati. Asam
AOAC. (1995). Official Method of Analysis of the
lemak omega-3 berperan penting untuk mem- Association of Official Analytical of Chemist
fungsikan otak dan retina secara baik, mencegah (16th ed.). Arlington: Association of Official
artritis dan penyakit jantung koroner. Lemak Analytical Chemists.
dianjurkan untuk dikonsumsi tidak lebih dari
30% energi total, dimana asam lemak tak jenuh AOAC. (1999). Official Method of Analysis of the
tunggal (MUFA), asam lemak tak jenuh jamak Association of Official Analytical of Chemist
(PUFA) dan asam lemak jenuh (SFA) masing- (16th ed.). Arlington: Association of Official
masing berjumlah 10%. Analytical Chemists.
Hoffman, J. R., & Falvo, M. J. (2004). Protein - Nout, M. J. R., & Kiers, J. L. (2005). Tempe
Which is best? Journal of Sports Science and fermentation, innovation and functionality:
Medicine, 3(3), 118–130. update into the third millenium. Journal of
Applied Microbiology, 98(4), 789–805.
Karmini, M., Sutopo, D., & Hermana. (1996). https://doi.org/10.1111/j.1365-2672.2004.02471
Aktivitas enzim hidrolitik kapang Rhizopus sp .x
pada proses fermentasi tempe. Penelitian Gizi
Dan Makanan, 19, 93–102. Rahayu, W. P. (2000). Aktivitas antimikroba bumbu
masakan tradisional olahan industri terhadap
Kitadokoro, K., Kamitani, S., Miyazawa, M., bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi
Hanajima-Ozawa, M., Fukui, A., Miyake, M., & Dan Industri Pangan, 11(2), 42–48.
Horiguchi, Y. (2007). Crystal structures reveal a
thiol protease-like catalytic triad in the C- Sartika, R. A. D. (2008). Pengaruh asam lemak jenuh,
terminal region of Pasteurella multocida toxin. tidak jenuh dan asam lemak trans terhadap
Proceedings of the National Academy of kesehatan. Kesehatan Masyarakat Nasional,
Sciences, 104(12), 5139–5144. https://doi.org/ 2(4), 154–160. https://doi.org/10.21109/kesmas
10.1073/pnas.0608197104 .v2i4.258
Kurihara, K. (2009). Glutamate: from discovery as a Setyaningsih, D., Apriyantono, A., & Sari, M. P.
food flavor to role as a basic taste (umami). The (2010). Analisis Sensori untuk Industri Pangan
American Journal of Clinical Nutrition, 90(3), dan Agro. Bogor: IBP Press.
719S–722S. https://doi.org/10.3945/ajcn.2009.
27462D Setyanto, A., Atmomarsono, U., & Muryani, R.
(2012). Pengaruh penggunaan tepung jahe
Kusnandar, F. (2010). Kimia Pangan Komponen emprit (Zingiber officinale var Amarum) dalam
Makro. Jakarta: Dian Rakyat. ransum terhadap laju pakan dan kecernaan
pakan ayam kampung umur 12 minggu. Animal
Lindemann, B., Ogiwara, Y., & Ninomiya, Y. (2002). Agriculture Journal, 1(1), 711–720.
The discovery of umami. Chemical Senses,
27(9), 843–844. https://doi.org/10.1093/chemse/ Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif,
27.9.843 Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Mashayekhi, K., Chiane, S. M., Mianabadi, M., Zhou, J. (2009). Immobilization of alliinase and its
Ghaderifar, F., & Mousavizadeh, S. J. (2016). application: Flow- injection enzymatic analysis
Change in carbohydrate and enzymes from for alliin. African Journal of Biotechnology,
harvest to sprouting in garlic. Food Science & 8(7), 1337–1342.