Anda di halaman 1dari 6

Bul. Teknol. dun Zndustri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th.

2000 Hasil Penelitian

EVALUASI NILAI GIZI PRODUK EKSTRUSI


DARI PRODUK SAMPING PENGGILINGAN PAD1
CAMPURAN MENIR DAN BEKATUL
[NUTRITION EVALUATION OF EXTRUSION PRODUCTS MADE
FROM RICE MILLING BYPRODUCTS
(BROKEN RICE AND RICE BRAN)]

Rizal Syarief ', Joko Hermanianto ' ,dan Erni Ernawati '
' Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta-IPB
' Alumni Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta-IPB
ABSTRACT
By products of of rice milling, especially broken rice and rice bran, are not commonly used as food product. The purpose of this
research was to develop and analyzed the nutrition content of new extruded product made of mixed broken rice and rice bran. The
hedonic values were analyzed to choose the best formulation. Nutrition component was analyzed by i n vitro and in vivo method.
Increasing the concentration of rice bran resulted i n increase of the percentage of ash ( 1.29%-3.47%), fat (1.12%-3.11%), crude fiber
(0.58%-2.09%),some of essential amino acid,FCE(I 7.18%-27.28%)and decrease of protein digesbility.

PENDAHULUAN METODOLOGI PENELITIAN


Penanganan hasil samping penggilingan padi A. Bahan dan Peralatan
khususnya menir dan bekatul belum banyak
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian
dilakukan terutama sebagai produk pangan. BPS ini adalah menir,bekatul dan jagung. Sedangkan
(1985) serta Damardjati dan Oka (1989) melaporkan bahan-bahan yang digunakan yaitu bahan-bahan
bahwa dalam penggilingan padi dihasilkan produk
kimia untuk keperluan analisis kimia maupun
utama berupa beras sebesar 60-66%,hasil samping pembuatan mineral untuk keperluan ransum tikus.
berupa bekatul 8-12% dan menir sebesar 5-8%. Bahan-bahan ransum tikus seperti maizena, minyak
Produksi padi sawah di Indonesia Tahun 1996 adalah jagung, air, selulosa dan vitamin Bekamin-10. Enzim-
48,19 juta ton (BPS, 1997). Dari data tersebut, enzim tripsin, kimotripsin dan peptidase (SIGMA,
perkiraan ketersediaan bekatul sekitar 3.85-5.78 juta Amerika) untuk analisis daya cerna in vitro.
ton dan menir sekitar 2.41-3.85juta ton. Peralatan yang digunakan adalah ekstruder ulir
Menir adalah beras patah yang ukurannya ganda merk Wenger TX-57, alat-alat analisis kimia
lebih kecil dari 0.2 bagian beras utuh atau butir beras dan alat-alat untuk pemeliharaan tikus.
patah yang 1010s ayakan 1.7 rnm (Kadarisman, 1986).
Sedangkan bekatul adalah bagian luar dari butir A. Metode
beras setelah sekam dihilangkan,yang dipisahkan Pada penelitian pendahuluan dilakukan
dalam proses penyosohan beras pecah kulit. analisis proksimat terhadap bahan baku menir,
Ekstrusi adalah suatu satuan proses yang bekatul dan jagung. Analisis proksimat meliputi
memaksa bahan mengalir pada suatu ruangan yang kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,
sempit dan kemudian melalui bukaan yang sempit kadar serat kasar dan kadar karbohidrat (by
sehingga bahan mengalami beberapa satuan proses difference). Pada penelitian pendahuluan ini, juga
sekaligus meliputi proses pencampuran, pengadukan, dilakukan percobaan pembuatan produk dengan 10
pemasakan, pengadonan, pembentukan, pengem- formulasi campuran antara menir, bekatul dan
bangan atau pengeringan (Dziezak, 1989). jagung. Formulasi yang terbaik dipilih untuk
Berdasarkan tipe alatnya, ekstruder dapat dianalisis mutu proteinnya pada penelitian utama.
dibedakan dalam 3 jenis yaitu ekstruder piston, Penentuan formulasi terbaik. adalah berdasarkan uji
ekstruder roller dan ekstruder ulir. Ekstruder tipe hedonik. Kesepuluh formulasi tersebut adalah sebagai
ulir adalah suatu alat yang terdiri dari ulir yang berikut :
berputar dalam suatu bare1 yang cukup sempit.
Ekstruder ulir tunggal yaitu ekstruder yang
hanya terdiri dari satu ulir saja. Sedangkan ekstruder
ulir ganda atau ulir kembar terdiri dari dua ulir yang
sama panjang dan terletak berdampingan dalam satu
barel.
Haail Penelitian Bul. Teknol. dun Zndustri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th. 2000

Tabel 1. Daftar Formulasi Produksi Ektrusi organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis
1 1 1 dengan menggunakan uji kesukaan (hedomk). Skala
hedonik yang digunakan adalah 1 (sangat tidak suka),
2 (tidak suka), 3 (agak suka), 4 (netral), 5 (agak
suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka).
Peningkatan penggunaan bekatul ternyata
menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap warna
produk ekstrusi karena produk ekstrusi semakin
coklat. Penambahan jagung dapat meningkatkan nilai
kesukaan terhadap warna karena produk ekstrusi
lebih cerah. Nilai kesukaan terhadap tekstur
menurun dengan meningkatnya penggunaan bekatul.
Penurunan nilai kesukaan terhadap tekstur
berkaitan dengan menurunnya tingkat kerenyahan
produk yaitu produk cenderung mengeras. Peningka-
Penelitian utama dilakukan dengan meng- tan bekatul dapat meningkat-kan kadar lemak dan
analisis 4 formulasi terbaik, yang meliputi analisis protein dari produk ekstrusi tersebut. Menwut
komponen nutrisi, kandungan asam amino, mutu Noguchi et al., (1981) tingginya kandungan lemak
protein baik secara in vitro (daya cerna maupun in pada bekatul dapat meningkatkan kekerasan produk
vivo (NPR,FCEdan DC). ekstrusi karena terbentuknya matriks interaksi
antara protein dengan lemak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan kandungan bekatul pada for-
mulasi menir : bekatul menurunkan nilai kesukaan
k Penelitian Pendahuluan terhadap rasa karena produk ekstrusi semakin terasa
1.Analisisproksimat bahan baku pahit. Luh (1980) menyatakan bahwa bekatul
Hasil analisis terhadap menir, bekatul dan mengandung saponin yang dapat menyebabkan rasa
jagung yang digunakan dalam penelitian ini dapat pahit.
cldihat pada Tabel 2. Bekatul memiliki kadar abu, Pemakaian bekatul pada formulasi A3 sampai
protein, lemak dan serat kasar yang relatif lebih A8 menurunkan nilai kesukaan terhadap aroma,
tinggi dibandingkan menir dan jagung. Kadar abu dan yaitu berkisar antara 4.13 sampai 2.23. Peningkatan
protein menir lebih tinggi daripada jagung. bekatul menyebabkan adanya bau tengik pada produk
ekstrusi tersebut. Penambahan jagung menyebabkan
2. Uji organoleptik peningkatan nilai kesukaan terhadap aroma.
Hasil pengujian produk ekstrusi terhadap sifat
organoleptik dari berbagai formulasi menir, bekatul
dan jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Uji
Tabel 2. Analisis proksimat menir, bekatul dan jagung
Parameter JafCunt3 Menir Bekatul
Kadar air (%) 12.46 13.28 . 13.15
Kadar abu (%) 0.50 0.93 11.62
Kadar protein (%) 7.85 8.67 14.14
Kadar lemak (%) 2.28 1.14 15.46
Kadar serat kasar (%) 2.38 2.30 10.34
Kadar karbohidrat (%) by difference 74.53 73.68 35.29
Tabel 3. Uji organoleptik
Bul. Teknol. dun Industri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th. 2000 Hasil Penelitian

3. Pemilihan formulasi produk ekstrusi Peningkatan ini disebabkan karena bahan baku
Berdasarkan hasil uji organoleptik maka bekatul mempunyai kadar abu lebih besar daripada
dipilih 4 formulasi terbaik yang dianalisis lebih lanjut menir. Kadar abu yang dihasilkan berkisar antara
mutu proteinnya. Nilai organoleptik yang dipertim- 1.29%sampai 3.47%.
bangkan yaitu produk tersebut dapat diterima Kadar lemak produk ekstrusi yang dihasilkan
(antara netral dan agak suka) pada beberapa berkisar antara 1.12% sampai 3.11%. Kadar lemak
parameter yang diamati (warm, tekstur, rasa dan produk ektrusi meningkat dengan semakin banyak-
aroma). Keempat formulasi tersebut yaitu formulasi nya bekatul yang digunakan. Hal ini disebabkan kadar
A3, A4, A5 dan A9. lemak bekatul relatif lebih tinggi dibandingkan menir
maupun jagung.
A. Penelitiad Utama Kadar s e r a t kasar produk ektrusi yang
1. Analisis nutrisi produk ekstrusi. dihasilkan berkisar antara 0.58% sampai 2.09%.
Hasil selengkapnya analisis komponen nutrisi Peningkatan penggunaan bekatul sangat berpengaruh
terhadap kadar air, abu, protein, lemak dan serat terhadap kadar serat kasar produk ekstrusi yang
kasar dari formulasi A3,A4,A5 dan A9 dapat dilihat dihasilkan.
~ a d Tabel
a 4. Analisis asam amino
Kadar air produk ekstusi yang dihasilkan Hasil analisis asam amino menggunakan
berkisar antara 5.26% sampai 6.30%. Sedangkan HPLC terhadap formulasi 3,4,5 dan 9 dapat dilihat
kadar protein berkisar 10.66% sampai 11.52%. pada Tabel 5. Peningkatan bekatul pada formulasi
Peningkatan bekatul tidak menyebabkan peningka- menir : bekatul meningkatkan beberapa kandungan
tan kadar air maupun protein produk ekstrusi, ha1 ini asam amino esensial seperti tirosin, metionin, sistin,
karena kadar air dan protein dari bekatul dapat isoleusin dan sebagian besar asam amino non
dikatakan jauh berbeda dengan kandungan menir. esensial.
Semakin banyak bekatul yang digunakan maka
kadar abu produk ekstrusi semakin meningkat.
Tabel 4. Analisis Komponen Nutrisi

" Ulangan
2. Analisis a s a m amino
Tabel 5. Kom~osisiasam amino
Asam amino (gI100g) A3 A4 A5 A9
Asam asparat 9.09 13.05 6.75 11.25
-
Asam glutamat
-
7.15 8.51 11.13 25.80
Serin 8.51 10.83 14.93 1.50
Gilsin 2.56
Histidin 3.77 5.51 6.94 7.59
Arginin 4.93 6.19 8.84 9.35
Treonin 9.25
Alanin 2.71 3.19 5.42
Prolin 3.09 4.06 6.47
Tirosin 5.51 8.32 9.32 2.82
Vlain 2.82
Metionin 4.35 5.80 13.22 1.97
Sistin 6.77 8.32 23.30 8.10
Isoleusin 2.80 3.09 8.94 2.96
Leusin
Lisin 4.45
-) tidak terdeteksi
Hasil Penelitian Bul. Teknol. d a n Zndustri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th. 2000

DC (Daya Cerna) in vitro Nilai NPR yang dihasilkan berkisar antara


Hasil analisis daya cerna protein produk 3.19- 3.7 (Gambar 2). Peningkatan penggunaan
ekstrusi secara in uitro berkisar antara 80.12% bekatul pada formulasi ternyata tidak berpengaruh
sampai dengan 87.36% (Gambar 1). terhadap nilai NPR-nya kasein tidak berbeda dengan
Seluruh produk ekstrusi pada penelitian ini NPR formulasi A3, A4.A5 dan A9. Hal ini juga
tergolong memiliki daya cerna protein yang baik. menunjukkan bahwa mutu protein keempat formulasi
Sedioetama (1991) menyatakan bahwa protein yang diuji sama dengan mutu protein kasein dilihat
tergolong baik bila daya cernanya sama atau lebih dari nilai NPR-nya.
besar dari 80%.

76,00 78,W

u m a n I .~~anoanI
80.00 82.00 84,W
DAYA CERNAW

Gambar 1.Daya cerna in uitro produk ekstrusi


06.00 06.00 90.00

Ulanpan I .
Ulanpan 2
NPR

Gambar 2. Histrogram hubungan formulasi menir,


Daya cerna protein formulasi menir: bekatul bekatul dan jagung terhadap nilai NPR
menurun dengan semakin meningkatnya jumlah
bekatul dalam formulasi. Hal ini karena terjadinya
peningkatan jumlah zat-zat antinutrisi seperti tripsin 4. FCE (Food Conversion Effeciency)
inhibitor yang banyak terdapat dalam bekatul. Juliano FCE merupakan persentase dari pertambahan
(1985) menyatakan bahwa bekatul mengandung zat berat badan dengan jumlah ransum (gram) yang
anti gizi seperti fitin, tripsin inhibitor yang dikonsumsi selama hari percobaan. Nilai FCE yang
kandungannya dalam bekatul beras lebih tinggi semakin tinggi menunjukkan mutu protein yang
dibandingkan bekatul jagung, kedelai dan gandum. semakin baik, karena untuk pertambahan berat
Adanya tripsin inhibitor menurunkan kemampuan badan yang cukup besar hanya memerlukan sejumlah
suatu protein untuk dapat dicerna. Tripsin inhi- kecil ransum yang perlu dikonsumsinya
bitor akan membentuk suatu ikatan kompleks
(interaksi protein-protein) dengan enzim tripsin Nilai FCE yang dihasilkan pada penelitian ini
sehingga menghambat aktivitas proteolitik dari enzim (Gambar 3) bervariasi dari 17.18% sampai 27.28%.
tersebut. Hal ini berarti setiap konsumsi 100 gr ransum
Proses ekstrusi pada suhu antara 13g°C menghasilkan pertambahan berat badan yang
sampai 150°C dapat merusak tripsin inhibitor sebesar berkisar antara 17.18 gram-27.28 gram. Nilai FCE
68.2% sampai 82.8% (Harper et a]., 1985). Sedangkan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya
proses ekstrusi pada penelitian ini dilakukan pada kandungan bekatul pada formulasi menir : bekatul.
selang suhu a n t a r a 121-143OC, sehingga ada Hal ini berarti mutu protein produk ekstrusi yang
kemungkinan masih terdapat tripsin inhibitor pada dihasilkan semakin baik dengan meningkatnya
produk ekstrusi yang dihasilkan. bekatul. Peningkatan kandungan bekatul pada
Peningkatan kandungan serat kasar pada formulasi menir : bekatul menunjukkan kecende-
bekatul juga dapat menurunkan daya cerna protein. rungan peningkatan berat badan yang relatif lebih
Hal ini hsebabkan serat kasar akan menutupi sisi besar dibandingkan jumlah ransum (gram) yang
aktif interaksi antara enzim-enzim proteolitik dengan dikonsumsinya.
protein. Pemberian konsumsi jenis protein dari
3. NPR (Net Protein Ratio) formulasi menir : bekatul maupun menir : bekatul:
Perhitungan NPR dilakukan dengan cara jagung ternyata sangat berpengaruh terhadap nilai
mengurangi pertambahan berat badan tikus dengan FCE produk ekstrusi yang dihasilkan. Nilai FCE
ransum tanpa protein dan selanjutnya dibandingkan formulasi A5 tidak berbeda dengan FCE kasein. Hal
dengan konsumsi protein. ini berarti mutu protein formulasi A5 tidak berbeda
dengan kasein.
Bul. Teknol. dun Zndustri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th. 2000 Hasil Penelitian

KESIMPULAN DAN SARAN


KASEIN
A. Kesimpulan
3
M:B=w:lO Peningkatan bekatul menyebabkan penurunan
nilai kesukaan terhadap warna, rasa, aroma dan
tekstur. Berdasarkan hasil uji organoleptik maka
terpilih empat formulasi terbaik yang kemudian
dianalisis mutu proteinnya baik secara in vitro
7 1 5.00 105.W00 15.00
FCE
20.00 25.00 30.00
maupun in vivo, yaitu terpilih formulasi A3,A4,A5
dan A9.
Peningkatan pemberian bekatul pada formulasi
menir: bekatul ternyata meningkatkan kadar abu
Gambar 3. Histogram hubungan formulasi menir, (1.29-3.47%), kadar lemak (1.12-3.11%) dan kadar
bekatul dan jagung terhadap nilai FCE serat kasar (0.58-209%).
Pemberian bekatul pada formulasi menir:
bekatul meningkatkan beberapa kandungan asam
DC (Daya Cerna) in vivo amino essensial seperti tirosin, metionin, sistin dan
isoleusin maupun asam amino non esensialnya.
Hasil analisis mutu protein secara in vivo
adalah peningkatan FCE (17.18-27.28%). Sedangkan
daya cerna protein secara in vitro (87.36-80.12%)
maupun in vivo (92.81-83.46%) cenderung menurun
dengan peningkatan bekatul. Hal ini berkaitan
dengan adanya kandungan tripsin inhibitor maupun
6 16 20 3b 40 50 60 70 80 90
serat kasar yang dapat menghambat pencernaan
Daya Cema (%)
protein.
.1 Senea 1 Senes 2 1
B. Saran
Untuk dapat lebih mengetahui nilai gizi dari
Gambar 4. Histogram hubungan formulasi menir,
keempat formulasi tersebut maka dapat dengan
bekatul dan jagung terhadap nilai daya
melakukan analisis skor kimia maupun kandungan
cerna in vivo
serat makanannya (dietary fiber), analisis secara
lebih a k u r a t perlu d i l a k u k a n s e t e l a h produk
mengalami proses coating.
Hasil perhitungan daya cerna secara in vivo
berkisar antara 83.46% sampai 92.81% (Gambar 4).
Daya cerna protein menurun dengan semakin DAFTARPUSTAKA
meningkatnya kandungan bekatul dalam formulasi.
Biro P u s a t Statistik, 1985. Studi Konversi dan
Penurunan daya cerna protein ini karena adanya
Penyusutan Padi, Kasus di Cianjur. Kerjasama
peningkatan zat-zat anti nutrisi seperti tripsin
BPS dan IPB.
inhibitor, yang menghambat aktifitas proteolitik
enzim-enzim pencernaan. Biro P u s a t Statistik, 1997. Statistik Tanaman Padi,
BPS, Jakarta.
Daya cerna protein secara in vivo
menghasilkan nilia y a n g relatif lebih tinggi Darmadjati,D.S. d a n M. Oka. 1989. Evaluation of
dibandingkan dengan perhitungan daya cerna protein Rice Quality Characteristic Prefered by
secara in vitro. Hal ini diduga karena kondisi Indonesian Urban Consumers. Prac.of The
pencernaan secara in vivo lebih mendekati kondisi Twelfth ASEAN Seminar on Grain Postharvest
sebenarnya yang terjadi pada proses pencernaan di Research and Development Priorites for The
dalam tubuh. Lebih lengkapnya enzim-enzim protease Nineties. Surabaya 29-31 Agustus 1989.
yang berperan menyebabkan nilai daya cerna protein Dziezak,J.D. 1989. Single and Twin Screw Extruders
secara in vivo lebih tinggi dibandingkan in vitro. in Food Processing. J. Food Tech. 43 (4) : 164 -
Enzim-enzim protease sclain tripsin, kimotripsin 174.
maupun peptidase (multi enzim yang digunakan pada
metode in vitro) terdapat juga pepsin, karboksi- F a r d i a z , D., A. A p r i y a n t o n o , S. Y a s n i , S.
peptidase, aminopeptidase dan dipeptidase. B u d i y a n t o d a n N.L. P u s p i t a s a r i . 1986.
Penuntun Praktikum Analisa Pangan. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB,
Bogor.
Hasil Penelitian Bul. Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th. 2000

Harper d a n Jansen. 1985. Low Cost Extrussion Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi
Cooking. Di dalam Food Reviews International. Protein. Program Studi Ilmu Pangan Program
Teranishi, R. (ed). Production Processing Pasca Sarjana IPB. Bogor
Acceptance Nutrition and Health. Vol. 1 Noguchi, A., W. Kugiyama, Z. H a q u e d a n K.
Number 1. S a i t o , 1981. Physical d a n Chemical
Julian0,B.O. 1985. Polysaccharides, Protein and Characteristics of Extruded Rice Flour Fortified
Lipids of Rice. Di dalam B.O. Juliano (ed) Rice : With Soybean Protein Isolate, J. Food Sci. 471:
Chemistry and Technology. The Houston 240-245
American Assosiation of Cereal Chemist Inc., Sedioetama, A.D. 1991 Ilmu Gizi : Untuk profesi
St. Paul, Minnesota,USA dan mahasiswa. PT Dian Rakyat, Jakarta
K a d a r i s m a n , K . 1 9 8 6 . P e n g a r u h Kelembaban S o m a a t m a d j a , D.AT 1981. Pemanfaatan Limbah
Ruangan dan Kadar Air Awal Gabah Varietas Industri Pertanian. Di dalam Laporan Seminar
Cisadane Selama Penyimpanan Terhadap Akademik Pemanfaatan Limbah I n d u s t r i
perubahan Kadar Air. Rendemen Beras Giling, P e r t a n i a n di Bogor. Imalosita, F a k u l t a s
Beras Kepala, Beras Patah dan Menir. Skripsi Teknologi Pertanian, IPB, Bogor
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT.
Luh,S. 1980. Rice Production and Utilition Fifth Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Edition. The Avi Publ. Co Wesport, Connecticut

Anda mungkin juga menyukai