Anda di halaman 1dari 13

Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

KEBERLAKUAN PUTUSAN PROVISI ARBITRASE INTERNASIONAL


DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN
1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA (STUDI KASUS PENETAPAN PUTUSAN NOMOR 062
TAHUN 2008 (ARB062/08JL)

Zulfikar Judge
Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No.9, Jakarta Barat
Zulfikar10710@yahoo.com

Abstract
In Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute settlement there are still legal voids,
unclear articles or causing legal uncertainty and articles that are inconsistent with international or
universally applicable practice such as in relation to the International Arbitration Provisions Decision.
The problem that arises in such cases is how the validity of the International Arbitration Provisions
Decision in the perspective of positive law in Indonesia and how the Indonesian judicial attitude in
adjudicating the International Arbitration Award against the SIAC lawsuit. This research uses
normative approach method with qualitative descriptive data analysis method. The conclusion of this
study is that the Government and the House of Representatives should revise Law No. 30/1999 on
Arbitration and Alternative Dispute Settlement to accommodate what kind of provisional decisions are
being executed in Indonesia, as the advice of this research suggests that judges should pay more attention
to the New Convention York related to the application of the International Arbitration Decision in
Indonesia.

Keywords: arbitration, decision of international arbitration provisions, business dispute

Abstrak
Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
sengketa masih terdapat kekosongan hukum, pasal yang tidak jelas atau menimbulkan
ketidakpastian hukum dan pasal yang tidak sesuai dengan praktik internasional atau yang
berlaku secara universal misalnya terkait dengan Putusan Provisi Arbitrase Internasional.
Permasalahan yang timbul dalam kasus tersebut adalah bagaimanakah keberlakuan Putusan
Provisi Arbitrase Internasional dalam perspektif hukum positif di Indonesia dan bagaimanakah
sikap pengadilan Indonesia dalam mengadili Putusan Arbitrase Internasional terhadap gugatan
SIAC tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif dengan metode
analisis data deskriptif kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Pemerintah dan
Dewan Perwakilan harus merevisi undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa guna mengakomodir putusan provisi seperti apakah yang
dapaat di eksekusi di Indonesia, sebagai saran penelitian ini menyarankan hakim perlu
memberi perhatian lebih kepada Konvensi New York terkait permohonan pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional di Indonesia.

Kata kunci: arbitrase, putusan provisi arbitrase internasional, sengketa bisnis

Pendahuluan (alternative to litigation), maka seluruh mekanis-


Alternative Dispute Resolution (ADR) me penyelesaian sengketa diluar pengadilan,
sering diartikan sebagai alternative to litigation termasuk arbitrase merupakan bagian dari
namun seringkali juga diartikan sebagai Alternative Dispute Resolution. Apabila Alter-
alternative to adjudication. Pemilihan terhadap native Dispute Resolution diluar litigasi dan
salah satu dari dua pengertian tersebut arbitrase merupakan bagian dari Alternative
menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila Dispute Resolution, pengertian Alternative
pengertian pertama yang menjadi acuan Dispute Resolution sebagai alternative to

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 135


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

adjudication dapat meliputi mekanisme arbitrase dan majelis arbitrase sendirilah yang
penyelesaian sengketa yang bersifat konsensual menentukan, bukan pengadilan.
atau kooperatif seperti halnya negosiasi, Dalam Undang-undang Nomor 30
mediasi, dan konsiliasi (Margo, 2010). Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Alternative Dispute Resolution merupa- Penyelesaian sengketa masih terdapat ke-
kan alternatif penyelesaian sengketa yang kosongan hukum, pasal yang tidak jelas atau
dilakukan di luar pengadilan (ordinary court) menimbulkan ketidakpastian hukum dan pasal
dimana proses penyelesaian sengketanya yang tidak sesuai dengan praktik internasional
adalah negosiasi, mediasi dan arbitrase. atau yang berlaku secara universal misalnya
Negosiasi dan mediasi merupakan bagian dari terkait dengan Putusan Provisi Arbitrase
proses penyelesaian sengketa secara kompromi Internasional.
dengan tujuan pemecahan masalah bersama. Sehubungan dengan hal tersebut di
Sedangkan arbitrase adalah proses penyele- atas, maka, pengaturan tentang Putusan Provisi
saian sengketanya disebut metode kompromi Arbitrase Internasional perlu dimasukan dalam
negosiasi bersaing dan terdapat pihak ketiga Undang-undang arbitrase guna menghindari
yang putusannya bersifat final (Margo, 2010). pihak-pihak yang beritikad buruk untuk
Kemudian, muncul pertanyaan mengajukan perkara ke pengadilan meskipun
mengapa tidak melalui mekanisme pengadilan. para pihak sudah memilih arbitrase (party
Pertama, karena jika melalui pengadilan autonomy) melalui klausula arbitrase di dalam
adanya persepsi “home court advantage” yang perjanjian.
dapat diartikan bahwa pengadilan nasional Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
suatu Negara akan lebih berpihak kepada tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
entitas atau pelaku bisnis dari Negara tersebut. sengketa belum juga mengatur ketentuan
Kedua, bersifat terbuka untuk umum. Ketiga, mengenai putusan Provisi dan pelaksanaan
memakan banyak biaya karena banyaknya Putusan Provisi, baik yang bersifat domestik
upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak maupun internasional. Pasal 60 Undang-
yang bersengketa. Keempat, para pihak tidak undang Arbitrase mengatur bahwa putusan
dapat memilih hakim yang mereka kehendaki. arbitrase domestik yang dapat dilaksanakan
Sehingga seringkali hakim yang memeriksa adalah yang bersifat final dan berkekuatan
perkara tersebut tidak memiliki kompetensi, hukum tetap serta mengikat para pihak,
keahlian dan pemahaman yang cukup untuk didalam PERMA Nomor 1 Tahun 1990 Pasal 2
mengadili perkara yang disengketakan (Margo, juga mengatur tentang putusan arbitrase yang
2010). diputus diluar wilayah Indonesia dapat
Dalam arbitrase dikenal prinsip-prinsip dilaksanakaan apabila bersifat final dan
arbitrase yang telah diakui secara internasional berkekuatan hukum tetap. Namun, yang
prinsip tersebut ialah Pertama, Party Autonomy menjadi permasalahan adalah Putusan Provisi
yaitu para pihak dapat dengan bebas tidak bersifat final dan berkekuatan hukum
menentukan prosedur acara yang mereka tetap, meskipun mengikat para pihak. Hal ini
kehendaki dengan tetap tunduk pada per- karena Putusan Provisi masih dapat diubah
aturan memaksa dari Undang-undang atau dibatalkan oleh putusan akhir (final award).
Arbitrase dan peraturan institusi arbitrase yang Undang-undang Arbitrase belum
dipilih oleh para pihak. Kedua, separability mengatur mengenai pelaksanaan perintah
yaitu suatu klausula arbitrase berdiri sendiri (order) dari Emergency Arbitrator. Yang diatur
dan memiliki nyawa yang terpisah dari hanyalah putusan arbitrase yang bersifat final
perjanjian pokoknya. Oleh karna itu, batalnya and binding. Sedangkan hasil dari Emergency
perjanjian pokok tidak membatalkan klausula Arbitrator bukanlah putusan (award) melainkan
arbitrase. Ketiga, Kompetenz-kompetenz ialah perintah (order). Kekosongan hukum dalam
majelis arbitrase memiliki kewenangan untuk Undang-undang Arbitrase dalam hal ini
menentukan kompetensinya sendiri oleh menghilangkan upaya Emergency Arbitrator
karena itu, semua keberatan dari salah satu yang ingin mengakomodasikan kepentingan
pihak terkait yuridiksi diajukan kepada majelis pihak yang sifatnya mendesak. Oleh karena itu,
dapat dikatakan Undang-undang Arbitrase

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 136


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

sudah ketinggalan zaman dan harus mengejar Kasus Penetapan Putusan Nomor 062
perkembangan dan kebutuhan dunia bisnis Tahun 2008 (ARB062/08JL))?
sekarang yang memerlukan kecepatan dan Didasarkan pada permasalahan-permasalahan
kepastian hukum yang ada dimasyarakat saat yang ada, maka tujuan dari penulisan ini secara
ini. umum adalah sebagai suatu kajian mengenai
Penelitian ini menjadi penting putusan provisi arbitrase internasional.
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Adapun tujuan khusus dari penulisan ini
Pertama, Penyelesaian sengketa diluar adalah sebagai berikut:
pengadilan merupakan pilihan para pelaku a. Mengetahui bagaimanakah keberlakuan
bisnis dalam bidang perdagangan, apabila Putusan Provisi Arbitrase dalam perspektif
terdapat kekosongan hukum dengan tidak hukum positif di Indonesia.
diaturnya tentang Putusan Provisi Arbitrase b. Mengetahui bagaimanakah sikap
domestik maupun internasional bagaimana Pengadilan Indonesia dalam mengadili
penyelesaian sengketa yang mengandung Putusan Provisi Arbitrase Internasional
unsur tersebut dapat diselesaikan dengan baik, terhadap gugatan yang sedang di periksa
sedangkan Undang-undang Nomor 30 Tahun dalam pengadilan (Studi Kasus Penetapan
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Putusan Nomor 062 Tahun 2008
Penyelesaian sengketa belum mengatur tentang (ARB062/08JL).
Putusan Provisi tersebut yang telah berlaku Metode penelitian yang digunakan dalam
secara internasional atau yang berlaku secara penulisan ini adalah metode penelitian hukum
universal. normatif, yaitu penelitian hukum yang
Kedua, sebenarnya semua putusan mencakup penelitian terhadap prinsip-prinsip
Provisi baik itu di litigasi maupun di arbitrase hukum dan sistematika hukum, sejarah hukum,
hakikatnya sama yakni untuk memudahkan dan perbandingan hukum, dimana penelitian
kelanjutan pemeriksaan perkara yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka,
putusannya bersifat sementara dan bukan atau disebut juga dengan penelitian
putusan tetap. Seperti halnya terjadi gugatan ke kepustakaan (Mamudji, 2005).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh PT Oleh karena penulisan penelitian ini dilakukan
APM terkait permasalahan Join Venture antara dengan menggunakan metode penelusuran
PT APM dan PT DV, SIAC mengeluarkan kepustakaan serta wawancara untuk
Putusan Provisi Arbitrase Internasional No. 062 memahami permasalahan penelitian ini, maka
Tahun 2008 terkait Permasalahan Pendahulu penulis menggunakan analisa secara kualitatif.
Mengenai Kewenangan Mengadili, Putusan Selanjutnya apabila dilihat dari sudut bentuk
Provisi, Penghentian Gugatan dan penelitiannya, penelitian ini merupakan
Penggabungan Gugatan (Award on Preliminary penelitian preskriptif karena memberikan jalan
Issues of Juridiction, Interim Anti Suit Injunction keluar atau saran untuk mengatasi
and Joinder). Yang dimintakan pelaksanaannya permasalahan yang dibahas
di Indonesia. Namum Ketua pengadilan Negeri (Wignjosoebroto,1980).
Jakarta pusat menolak Putusan Provisi
Arbitrase Internasional itu karena Putusan Hasil dan Pembahasan
Provisi Arbitrase Internasional SIAC bukan Putusan Provisi Nasional
merupakan putusan akhir, bukan masuk Disebut juga putusan sementara
kedalam ruang lingkup hukum perdagangan (temporary award, interim award). Putusan
dan melanggar ketertiban umum.
sela terdapat dalam Pasal 185 ayat (1) H.I.R.
1. Bagaimanakah keberlakuan Putusan
Menurut pasal tersebut, hakim dapat
Provisi pada Arbitrase dalam perspektif
hukum positif Indonesia ?
menjatuhkan putusan yang bukan putusan
2. Bagaimanakah Sikap Pengadilan Indonesia akhir (eind vonnis), dijatuhkan pada saat
dalam mengadili Putusan Provisi Arbitrase proses pemeriksaan berlangsung. Namun,
Internasional terhadap gugatan yang putusan itu tidak berdiri sendiri, tetapi
sedang di periksa dalam pengadilan (Studi merupakan satu kesatuan dengan putusan
akhir dapat mengenai pokok perkara. Jadi,

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 137


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir kepada hakim supaya saksi tersebut
dapat mengambil putusan sela baik yang dipanggil secara resmi oleh juru sita.
berbentuk putusan preparatoir atau Apabila permintaan ini dikabulkan, hakim
interlocutoir. Putusan sela merupakan menerbitkan surat perintah untuk itu yang
dituangkan dalam bentuk putusan
perintah yang harus dilakukan para pihak
interlocutoir.
yang berperkara untuk memudahkan
e. Putusan interlocutoir dapat juga
hakim menyelesaikan pemeriksaan diterbitkan hakim hakim untuk
perkara, sebelum dia menjatuhkan putusan memerintahkan pemeriksaan pembukuan
akhir. Dalam teori dan praktir dikenal perusahaan yang terlibat dalam suatu
beberapa jenis putusan yang muncul dari sengketa oleh akuntan public yang
putusan sela. independen.

Putusan Preparatoir Putusan Insidentil


Salah satu bentuk spesifikasi yang Yakni putusan sela yang berkaitan
terkandung dalam putusan sela ialah putusan langsung dengan gugatan insidentil, misalnya
preparatoir. Putusan ini bertujuan yang berkaitan dengan penyitaan yang
mempersiapkan jalannya pemeriksaan. membebankan pemberian uang jaminan dari
pemohon sita, agar sita dilaksanakan. Pada
Putusan Interlocutoir umumnya dikenal dua putusan insidentil.
Putusan interlocutoir adalah putusan a. Putusan insidentil dalam gugatan
yang isinya memerintahkan pembuktian, isi intervensi. Pasal 279 Rv mengatur lembaga
putusan ini mempengaruhi putusan akhir. gugatan intervensi yakni, memberi hak
Putusan ini merupakan bentuk khusus putusan kepada pihak ketiga yang berkepentingan
sela yang dapat berisi bermacam-macam untuk menggabungkan diri dalam suatu
perintah sesuai dengan tujuan yang hendak perkara yang masih langsung proses
dicapai hakim, antara lain sebagai berikut: pemeriksaannya pada pengadilan tingkat
a. Putusan interlocutoir yang memerintahkan pertama.
pendengaran keterangan ahli, diatur dalam b. Putusan insidentil yang dikaitkan dengan
Pasal 154 H.I.R. Apabila hakim secara ex pelaksanaan sita jaminan (Conservatoir
officio maupun atas permintaan salah satu Beslag). Berdasar Pasal 722 Rv, hakim
pihak menganggap perlu mendengar dalam mengabulkan permohonan sita
pendapat ahli untuk menjelaskan hal yang jaminan yang diajukan penggugat, dapat
belum terang tentang masalah yang memerintahkan kepada tergugat agar
disengketakan, hal itu dituangkan dalam membayar uang jaminan meliputi kerugian
putusan sela yang disebut putusan dan bunga yang mungkin timbul akibat
interlocutoir. penyitaan, dengan ketentuan dan
b. Memerintahkan pemeriksaan setempat. ancaman, selama uang jaminan belum
Berdasarkan Pasal 153 H.I.R, jika hakim dibayar penggugat, penyitaan tidak
berpendapat atau atas permintaan salah dilaksanakan. Jika hakim bermaksud
satu pihak, perlu dilakukan pemeriksaan merupakan ketentuan Pasal 722 Rv
setempat maka pelaksanaannya tersebut, maka dituangkan dalam bentuk
dituangkan dalam putusan interlocutoir. putusan insidentil.
c. Memerintahkan pengucapan sumpah
penentu atau tambahan yang diatur dalam Putusan Provisi
Pasal 155 H.I.R. Putusan Provisi diatur dalam Pasal 180
d. Bisa juga memerintahkan memanggil saksi. H.I.R. Putusan ini bersifat sementara disebut
Berdasarkan Pasal 139 H.I.R, apabila juga interim award (temporary disposal) yang
penggugat atau tergugat tidak dapat berisi tindakan sementara menunggu sampai
menghadirkan saksi yang diperlukan, putusan akhir mengenai pokok perkara
pihak yang berkepentingan dapat meminta dijatuhkan. Putusan provisi tidak boleh
memutus mengenai materi pokok perkara,
Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 138
Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

hanya terbatas mengenai tindakan sementara lebih dahulu, meskipun pokok perkara belum
berupa larangan melanjutkan suatu kegiatan, diperiksa dan diputus.
misalnya larangan meneruskan pembangunan Pada prakteknya, praktisi hukum maupun
diatas tanah berperkara dengan ancaman hakim, tidak terlampau sungguh-sungguh
hukuman membayar uang paksa. Putusan membedakan antara putusan preparator,
provisi diambil dan dijatuhkan berdasar interlocutor, dan insidentil. Semua jenis itu
gugatan provisi, bisa diajukan berdiri sendiri dimasukkan dalam satu kelompok saja yang
dalam gugatan tersendiri atau berbarengan disebut dengan istilah umum, yakni putusan
dengan gugatan pokok, tetapi biasanya sela atau tussen vonnis. Hanya putusan provisi
diajukan bersama-sama sebagai salah satu saja yang dikhususkan penyebutannya,
kesatuan dengan gugatan pokok. Isi gugatan meskipun dimasukkan juga dalam kelompok
provisi berupa tuntutan agar sebelum perkara putusan sela (Harahap,2000).
pokok diperiksa, hakim lebih dahulu
menjatuhkan putusan sementara sebagai Putusan Provisi Internasional
tindakan-tindakan pendahuluan yang dapat Konvensi New York merupakan
menjamin kepentingan penggugat atau Konvensi tentang Pengakuan dan Pelaksanaan
kepentingan kedua belah pihak. Putusan Arbitrase Asing (Convention on the
Agar gugatan provisi memenuhi syarat Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral
formil, maka harus memuat dasar alasan Awards) yang dibentuk di New York pada
permintaan yang menjelaskan urgensi dan tanggal 10 Juni 1958. Konvensi ini merupakan
relevansinya, mengemukakan dengan jelas Konvensi arbitrase utama ketiga setelah United
tindakan sementara apa yang harus Nations on United Nations Commission on
diputuskan. Apabila penggugat mengajukan International Trade Law (UNCITRAL) Model Law
gugatan provisi, pemeriksaan perkara harus dan The Convention on the Settlement of
tunduk pada tata tertib berikut; Investment Disputes between States and Nationals
a. Mendahulukan pemeriksaan gugatan of Other States of 1965 (Konvensi Washington)
provisi. Dengan adanya gugatan provisi, yang dirumuskan oleh Bank Dunia pada
hakim menunda pemeriksaan pokok tanggal 18 Maret 1965 untuk Rekonstruksi dan
perkara, hakim harus memeriksa lebih Pembangunan Bank Dunia.
dahulu gugatan provisi. Konvensi New York ini dibentuk untuk
b. Sistem pemeriksaan gugatan provisi mengatur tentang Pengakuan dan Pelaksanaan
menggunakan prosedur singkat. Oleh Putusan Arbitrase Asing yang diputuskan oleh
karena gugatan provisi menghendaki badan arbitrase internasional yang berada di
segera diberikan putusan, pada prinsipnya luar negara anggota Konvensi ini. Dalam kata
harus diperiksa dan diputus pada hari itu lain, Konvensi ini menganut paham doctrine of
juga. Namun, Pasal 285 Rv memberi comity dan asas reciprocity yang mengatur suatu
kemungkinan untuk menunda atau penyerahan jurisdiksi kepada badan arbitrase
mengundurkan pemeriksaan dengan internasional yang terletak dalam teritori
syarat apabila hal ini tidak menimbulkan Negara anggota lainnya dalam Konvensi ini
kerugian yang besar atau kerugian yang sehubungan dengan hal penyelesaian sengketa
tak dapat diperbaiki. yang ditimbulkan dari sebuah hubungan
c. Hakim menjatuhkan putusan provisi. hukum baik secara kontraktual atau tidak
Menurut Pasal 286 Rv, putusan provisi namun dianggap bersifat niaga (commercial)
yang dijatuhkan tidak boleh menimbulkan dibawah hukum nasional Negara anggota yang
kerugian terhadap perkara pokok. dilakukan oleh para pihak yang melakukan
Akibat langsung yang melekat pada putusan perjanjian baik secara person maupun legal
provisi sebagaimana yang diatur dalam pasal entity.
180 H.I.R adalah bahwa pada putusan provisi Pada dasarnya, peraturan yang
melekat sifat putusan serta merta atau uit mengatur pelaksanaan putusan arbitrase harus
voerbaar bij voorraad, dengan demikian putusan mengakomodir 2 (dua) kepentingan kebijakan
provisi tersebut dapat dilaksanakan serta merta yang saling berlawanan, pertama, peraturan
tersebut harus dapat membatasi pemeriksaan

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 139


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

ulang dari Pengadilan Nasional terhadap interim award tersebut kepada hukum intern
perkara dan putusan yang dijatuhkan oleh masing-masing Negara. (Soebagio,1995)
arbiter tersebut dengan maksud untuk Yang dimaksud dengan tindakan
memberikan efek pelaksanaan kepada sementara atau “interim measure” dalam proses
pemilihan arbiter oleh para pihak. Kedua, pemeriksaan arbitrase adalah suatu “perintah
membatasi kepentingan Pengadilan Nasional yang dikeluarkan oleh majelis arbitrase.”
dengan tidak memberikan efek pelaksanaan Perintah atau tindakan itu perlu dilakukan
dengan membenarkan kesalahan arbiter serta untuk menjamin dan memelihara hak dan
dalam melaksanakan peraturan apapun kepentingan salah satu pihak (Nugroho, 2002).
berdasarkan jurisdiksi yang diamanatkan. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
Konvensi New York merupakan juga memberikan sarana hukum atas
Konvensi yang terkenal secara luas permohonan salah satu pihak kepada
sehubungan dengan arbitrase internasional, arbiter/majelis arbitrase untuk dapat
hingga saat ini telah diikuti oleh 145 Negara mengambil putusan provisional atau putusan
yang berpartisipasi dalam pengakuan dan sela lainnya dalam mengatur ketertiban
pelaksanaan putusan arbitrase internasional jalannya pemeriksaan sengketa, termasuk
dalam hukum nasional mereka dengan antara lain:
meratifikasi Konvensi tersebut. Hal ini a. Penetapan sita jaminan;
dikarenakan Konvensi New York menyediakan b. Memerintahkan penitipan barang kepada
suatu uniformitas pengaturan (standar) dalam pihak ketiga; atau
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase c. Menjual barang yang rusak;
asing, karena tujuan akhir dari Konvensi New d. Menghentikan suatu tindakan untuk
York adalah mempromosian pelaksanaan menghindari kerugian lebih besar.
perjanjian arbitrase dan memfasilitasi transaksi Pelaksanaan interim award diperlukan
bisnis internasional secara keseluruhan, serta agar jangan sampai pihak yang dimenangkan
memberi suatu jaminan pengakuan dan dalam Putusan Arbitrase Internasional menjadi
pelaksanaan putusan arbitrase asing dalam pihak yang “kalah”. Jangan sampai pada saat
teritori suatu negara. pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
Pembentukan Konvensi New York tersebut dimintakan ternyata pihak yang
berfungsi untuk mendorong kerjasama antara dikalahkan sudah tidak memiliki apa-apa lagi.
Negara-Negara pembuat kontrak dan Akibatnya yang “kalah” ialah pihak yang
menyeragamkan kebiasaan NegaraNegara dimenangkan. Yang patut disayangkan,
tersebut dalam melaksanakan putusan arbitrase undang-undang Arbitrase juga tidak mengatur
asing serta dianggap sebagai suatu traktat secara khusus bagaimana suatu interim award
internasional yang paling penting sehubungan harus dilaksanakan dalam hal arbitrase
dengan arbitrase komersial internasional, diselenggarakan secara Internasional.
karena Konvensi ini menawarkan kepastian Pasal 32 Undang-undang Nomor 30
dan efisiensi dalam pelaksanaan putusan- Tahun 1999 memang memberi wewenang
putusan arbitrase internasional (Ismail,2007). kepada arbitrase untuk melaksanakan tindakan
Hal ini dapat dilihat dari adanya 16 Pasal yang sementara (interim measure). Namun pasal 32
diatur oleh Konvensi New York sehubungan tersebut tidak mengatur sistem koneksitas
dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan antara arbitrase dengan pengadilan dalam
arbitrase asing. pelaksanaan tindakan sementara. Meskipun
Mengenai pelaksanaan interim award undang-undang memberikan kewenangan
(dalam hal adanya upaya sementara/interim kepada arbitrase. Sebenarnya perlu diatur
relief/interim measures yang diajukan salah satu sistem koneksitas antara pengadilan dan
pihak dalam arbitrase internasional). Konvensi arbitrase dalam melaksanakan tindakan
New York memang tidak mengaturnya. Tetapi sementara, yang membahas tentang “court
kebanyakan para ahli berpendapat bahwa powers exercisable in support of arbitral
Konvensi New York tidak melarang upaya proceedings,” yaitu peran pengadilan untuk
sementara. Namun agaknya Konvensi New mendukung proses arbitrase.
York menyerahkan pengaturan pelaksanaan

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 140


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

Sebagai wawasan dalam peradilan Indonesia. Perbedaannya, terletak pada faktor


Negara-negara di Anglo Saxon terkenal apa pengajuan maupun mengenai saat peng-
yang dinamakan Mareva atau Anton Filler ambilan putusan. Dalam praktik peradilan,
Injuncition. Mareva atau Anton Filler Injuncition tindakan atau putusan provisi, baru dapat
ini merupakan perintah untuk menyita selama diperiksa dan diputus apabila hal itu diajukan
perkara berlangsung seperti sita jaminan yang penggugat bersamaan dengan gugatan pokok.
dikenal didalam hukum acara kita menurut Sama halnya jika yang meminta pihak tergugat,
Pasal 227 HIR. Sitaan sementara atau Mareva hal ini harus diajukan bersamaan pada saat
ini untuk menghindari harta benda dari pihak mengajukan gugatan rekonpensi.
yang digugat dialihkan keluar negeri selama Sebaliknya, pada pasal 47 ICSID, tidak
perkaranya berlangsung. Untuk menghindar- diatur provisional measures harus diajukan harus
kan hal ini dinyatakan bahwa sitaan yang diajukan bersamaan dengan pengajuan
diminta oleh pihak pemohon ini dapat gugatan pokok. Malahan, tanpa ada pengajuan
dilakukan. permintaan dari salah satu pihak, majelis
Dalam perkara Anton Filler, bahwa arbitrase dapat mengambil provisional measures
pengacara dari pihak pemohon diberi kuasa berdasarkan pada kewenangan sendiri. Hal ini
oleh pengadilan untuk masuk ke dalam pabrik dapat dibaca dalam kalimat berbunyi : “the
atau kantor perusahaan pihak termohon Tribunal may, if it considers that circustances to
dengan tujuan dapat mencatat dan melihat require, recommend any provisional measures which
dokumen-dokumen serta melarang dialihkan- should be taken to preserve the respective rights of
nya atau dihilangkannya dokumen-dokumen. either party.” Jadi, tindakan provisional measures
Dalam perkara ini dokumen mengenai bisa diprakarsai oleh majelis arbitrase sendiri,
komputer, rahasia komputer yang selamaa ini sepanjang yang digunakan sebagai landasan
dinyatakan harus diserahkan kepada pengacara apabila dinilai ada keadaan-keadaan yang
dari pihak termohon. Jadi, apa yang diuraikan membutuhkan perlindungan bagi kepentingan
di atas ini melebihi apa yang dibolehkan salah satu pihak agar terhindar dari kerugian.
melalui hukum acara, dalam HIR atau RBg Mengenai jangkauan ruang lingkup provisional
yang kita kenal dalam perkara di hadapan measures Pasal 47 ICSID tidak diperici satu
pengadilan Negeri. persatu. Ruang lingkupnya dirumuskan secara
Dalam rangka Konvensi ICSID kita umum dalam kalimat “to preserve the respective
melihat arbitrase dapat meminta bantuan rights of either party,” yang dapat diartikan,
pengadilan jika dianggap perlu untuk untuk menjamin hak masing-masing pihak.
mengambil provisional ini. Salah satu Apa yang termasuk ke dalam jangkauan
kelemahan yang dirasakan dalam praktik hak-hak para pihak dalam suatu sengketa
arbitrase yaitu bahwa tindakan provisional dihubungkan dengan tindakan sementara,
biasanya sukar diambil atau diperintahkan oleh sangat tergantung pada jenis sengketa itu
majelis arbitrase sendiri tanpa adanya bantuan sendiri. Misalnya dalam menyangkut perjanjian
dari badan peradilan. Maklumlah, badan objek barang. Tindakan pendahuluan yang
arbitrase hanya orang-orang partikelir; mereka perlu diambil guna menghindari kerugian bagi
statusnya hanya sebagai “hakim partikelir.” salah satu pihak yaitu dengan jalan
Maka hanya badan peradilan yang mempunyai memerintahkan meletakkan sita jaminan
alat-alat yang bisa melaksanakan sitaan-siataan (conservatoir beslag) atas barang yang menjadi
jaminan untuk kepentingan para pihak selama objek sengketa, agar kelak pihak penggugat
perkara diperiksa. tidak mengalami kerugian atas gugatan yang
Tindakan sementara atau interim diajukan bisa juga berupa tindakan provisi
measure menurut ICSID di atur dalam Pasal 47, untuk menjual barang objek sengketa apabila
yang disebut dengan istilah provisional measures. diperkirakan barang itu akan rusak selama
Provisional measures yang diatur dalam pasal 47 proses pemeriksaan berlangsung. Maka untuk
ICSID ini, hampir sama dengan gugatan provisi menjamin hak dan kepentingan para pihak,
yang diatur dalam pasal 180 HIR. Dengan majelis arbitrase dapat memerintahkan
demikian, mirip dengan putusan provisi yang penjualan atas barang tersebut.
dipraktikkan dalam kehidupan peradilan

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 141


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

Perbedaan lain dalam praktik peradilan, Dengan penggabungan tersebut menjadi istilah
putusan provisi diambil dan dijatuhkan dalam “interim measures of protection”, para pihak dan
bentuk putusan sela, yaitu pada proses awal, majelis arbitrase yang terlihat dalam proses
jika dalam gugatan kompensi atau rekompensi pemeriksaan sengketa, sejak dari semula sudah
diajukan provisi. Pemriksaan dan penjatuhan menyadari fungsi dan keberadaan lembaga
putusan untuk itu harus didahulukan sebelum tersebut hanya seemata-mata tindakan
proses pemeriksaan pokok perkara dimulai, sementara yang bertujuan untuk memberi
artinya sebelum permintaan provisi perlindungan.
diselesaikan secara tuntas, pemeriksaan pokok
perkara belum boleh dimulai. Setelah Kasus Posisi
permintaan provisi diputus, tahap proses Pada tanggal 11 Maret 2005 dilakukan
pemeriksaan pokok perkara baru dimulai. penandatanganan Subscription and Shareholders
Sebaliknya, menurut ketentuan pasal 47 ICSID, Agreement (selanjutnya disebut SSA) dengan
pengambilan rekomendasi provisional measures para pihak sebagai berikut :
dapat dilakukan pada setiap saat selama proses a. Astro Multimedia Corporation N.V.
pemeriksaan berlangsung. b. Astro Multimedia N.V.
Pengaturan ruang lingkup tindakan c. Astro Overseas Limited.
provisi yang dirumuskan dalam pasal 47 d. PT Ayunda Prima Mitra (selanjutnya
ICSID, secara umum sama dengan perumusan disebut PT APM).
yang diatur dalam pasal 180 HIR. Oleh karena e. PT Broadband Multimedia Tbk (sekarang
itu, dalam praktik peradilan, gugatan dan adalah PT First Media Tbk), dan
putusan provisi bisa menjangkau berbagai hal f. PT Direct Vision (selanjutnya disebut PT
dan keadaan yang dianggap sangat penting DV).
untuk menjamin kepentingan pihak pemohon Astro Multimedia Corporation N.V. dan
jika dikaitkan dengan pokok perkara. Bisa Astro Multimedia N.V. secara bersama-sama
berupa penyitaan, penghentian perbuatan, disebut sebagai pemegang saham Astro.
seperti memerintahkan pemberhentian Pemegang saham Astro adalah perusahaan
pembangunan, penjualan barang objek perkara yang dimiliki secara langsung ataupun tidak
yang mudah rusak, dan sebagainya. langsung oleh Astro All Asia Networks Plc Ltd.
Prinsipnya, semua hal yang dianggap penting Astro All Asia Networks Plc Ltd adalah
untuk menjamin kepentingan hak salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
pihak, asal hal itu tidak mengenai pokok penyediaan jasa televise berlangganan (dengan
perkara, dapat diajukan sebagai permintaan merk dagang Astro), penyiaran radio, produksi
provisi atau gugat provisi. acara televise dan distribusi jasa melalui pihak-
Kalau pasal 32 ayat (1) Undang-undang pihak terkait. Astro All Asia Networks Plc Ltd
Nomor 30 Tahun 1999 menggunakan istilah melalui afiliasinya, menyediakan bantuan bagi
keputusan provisional atau putusan sela, Pasal operator Indonesia. PT APM adalah anak
47 ICSID memaknai sebut “provisional perusahaan dari Across Asia Limited, yang
measures”, pasal 26 UNCITRAL Arbitration Rule bergerak di bidang penyediaan jasa jaringan
menyebut interim measures dengan “interim multimedia, telivisi berlangganan (dengan
measures of protection” atau tindakan merek dagang Kabelvision), penyiaran radio,
perlindungan sementara. Antara tindakan produksi acara televisi dan internet nirkabel.
sementara dan perlindungan dikaitkan secara Across Asia Limited adalah anggota Lippo
langsung sebagai suatu kesatuan. Sehingga Group.
setiap interim measures harus memiliki daya Astro Nusantara adalah stasiun televisi
perisai sebagai pemberian perlindungan bagi satelit berlangganan di Indonesia yang dimulai
salah satu pihak. Suatu interim measures yang beroprasi sejak 28 Februari 2006 hingga 19
tidak memiliki bobot sebagai tindakan Oktober 2008. Stasiun televisi satelit Astro
perlindungan terhadap hak dan kepentingan Nusantara dioperasikan oleh PT DV. PT DV
salah satu pihak yang bersengketa dianggap memperoleh pasokan siaran dari Astro All Asia
sebagai tindakan sewenang-wenang, atau Networks Plc Ltd, operator televisi satelit
tindakan yang melampaui batas kewenangan. berlangganan Astro di Malaysia dan Brunei. PT

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 142


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

DV berhak menggunakan nama Astro melalui (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan
suatu perjanjian lisensi penggunaan merk minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang
dagang (Trademark License Agreement). saham.”
Kepemilika saham pada PT DV terdiri Dengan berlakunnya Peraturan
dari empat puluh Sembilan persen saham yang Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 Tentang
dimiliki PT APM dan lima puluh satu persen Lembaga Penyiaran Swasta, maka semua
yang dimiliki oleh Silver Concord Holding operator, termasuk yang telah memiliki ijin
Limited (Badan hukum British Virgin Island). seperti PT DV, wajib menyesuaikan ijin
Kepemilikan saham pada PT APM, sembilan penyelenggaraan penyiaran berdasarkan
puluh sembilan persen dimiliki oleh PT First dengan batas waktu lima tahun sejak
Media Tbk. PT APM dan Silver Concord dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor
Holding Limited adalah perusahaan milik 50 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran
Lippo Group. Swasta. Oleh sebab itu, PT APM dan Pihak
Astro Multimedia Corporation N.V. dan Astro kemudian membicarakan lebih lanjut
Astro Multimedia N.V. mengadakan SSA rencana restrukturisasi PT DV agar dapat
dengan PT APM bahwa dalam waktu dua memenuhi ketentuan peraturan pemerintah.
tahun sejak SSA ditandatangani, Astro All Asia Badan Koordinasi Penanaman Modal
Networks Plc Ltd akan turut serta menjadi kemudian memberi ijin, bahwa hingga tahun
pemegang saham di PT DV dengan cara 2010 Pemegang Saham Astro diperbolehkan
mengambil alih kepemilikan salah Silver memiliki hingga lima puluh persen saham.
Concord Holding Limited. SSA mengatur Melalui serangkaian empat perjanjian
bahwa kepemilikan saham pada PT DV adalah amandemen, tanggal pemenuhan syarat
empat puluh Sembilan persen PT APM dan tangguh telah diperpanjang hingga 14 Juli 2006
Astro All Asia Networks Plc Ltd mengakuisisi dan tanggal penandatanganan SSA
lima puluh satu persen saham. Berdasarkan diperpanjang hingga paling lambat tanggal 31
SSA, pemegang saham Astro melakukan Juli 2006. Para pihak melanjutkan perundingan
penyetoran modal sebesar tiga puluh sembilan hingga Juli 2006, namun pihak PT APM
juta dolar Amerika ditambah dukungan teknis kemudian menghentikan perundingan.
sebesar seratus tiga puluh enam juta dolar Perundingan dilanjutkan kembali pada Mei
amerika ke PT DV. 2007. Hingga Mei 2007, perkiraan biaya yang
Pada tanggal 16 November 2005, telah dikeluarkan Pihak Astro adalah US$ 107,6
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan juta dalam bentuk pendanaan awal dan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 Tentang penyediaan jasa. Hingga Agustus 2007, masih
Lembaga Penyiaran Swasta sebagai peraturan belum ada kata sepakat antara Para Pihak
pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 32 sehingga Para Pihak mulai memikirkan pilihan
Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Pasal 25 dan untuk mengakhiri SSA.
pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Pihak Astro menyatakan tidak akan
Tahun 2005 mengatur bahwa modal yang melanjutkan pemberian dukungan berupa dana
berasal dari modal asing baik melalui investasi maupun jasa pada PT DV. Pada bulan Juli dan
langsung pada lembaga penyiaran swasta yang Agustus 2008 Pihak Astro menerbitkan dan
berbentuk PT tertutup ataupun melalui pasar mengirimkan tagihan pada PT DV atas dana
modal pada lembaga penyiaran swasta yang yang telah diberikan. Di lain pihak, PT APM
berbentuk PT terbuka dibatasai hanya sebesar bersikeras bahwa pihak Astro berkewajiban
dua puluh persen dari total saham. Pasal 25 melanjutkan pemberian dana dan jasa pada PT
ayat (1) dan pasal 26 ayat (1) Peraturan DV. Tidak ditemukannya penyelesaian
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 mengatur permasalahan menyebabkan Para Pihak untuk
lebih jauh dari pasal 17 ayat (2) Undang- menempuh jalur hukum.
undang Nomor 32 Tahun 2002 berbunyi,
“Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan
penambahan dan pengembangan dalam rangka
pemenuhan modal yang berasal dari modal
asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20%

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 143


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

Pemberlakuan Putusan Provisi pada Pasal 60 Undang-undang Nomor 30


Arbitrase dalam Perspektif hukum positif Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan alternative
Indonesia Penyelesaian sengketa menyaratkan putusan
Menurut Ketentuan Herzien Inlandsch arbitrase bersifat final dan mempunyai
Reglement (H.I.R), pada dasarnya putusan serta kekuatan hukum tetap yang mengikat para
merta dalam hukum acara perdata di Indonesia pihak.
tidak dapat dilaksanakan kecuali dalam
keadaan khusus, larangan tersebut terdapat Peraturan Mahmakah Agung Nomor 1
pada Pasal 180 ayat (1) H.I.R yang menjelaskan Tahun 1990 Tentang Tata Cara
syarat-syarat yang harus dipenuhi hakim dapat Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
menjatuhkan putusan serta merta, adalah Tidak berbeda dengan Undang-Undang
gugatan didasarkan atas suatu hak yang Nomor 30 Tahun 1990 Tentang Arbitrase dan
berbentuk akta otentik, gugatan didasarkan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyaratkan
atas akta dibawah tangan dan putusan serta bahwa Putusan Arbitrase Asing yang dapat
merta yang didasari pada putusan pengadilan dilaksanakan di Indonesia harus bersifat final
yang mempunyai kekuatan hukum hukum dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
tetap.
Sikap Pengadilan Indonesia Dalam
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Mengadili Putusan Provisi Arbitrase
Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta Internasional Terhadap Gugatan Yang
(Uitvoerbaar Bi Voorraad) Dan Provisinil Sedang Diperiksa di Pengadilan
Dalam Surat Edaran Tersebut ada tida Ruang Lingkup Sengketa di Bidang
point penting yang diatur yakni Pertama, hakim Perdagangan
harus betul-betul dan sungguh-sungguh dalam Pasal 66 huruf (b) Undang-undang
mempertimbangkan dan memperhatikan serta nomor 30 Tahun 1999 berbunyi “Pengakuan
melihat syarat-syarat yang harus dipenuhi dan pelaksanaan atas putusan arbitrase asing
sebelum mengabulkan putusan serta merta. hanya terbatas pada putusan-putusan yang
Kedua, tentang keadaan tertentu dapat menurut hukum Indonesia termasuk dalam
dijatuhkan putusan serta merta. Keadaan ruang lingkup hukum perdagangan.” Melihat
tertentu yang dimaksud adalah gugatan hutang penjelasan Pasal 66 huruf (b) Undang-undang
piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak Nomor 30 Tahun 1999, bahwa yang dimaksud
dibantah. Ketiga, tentang adanya pemberian dengan ruang lingkup hukum perdagangan
jaminan yang nilainya sama dengan nilai adalah “kegiatan-kegiatan antara lain di bidang
barang/obyek eksekusi, sehingga tidak perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman
menimbulkan kerugian pihak lain di kemudian modal, industri, dan hak kekayaan intelektual.”
hari apabila pengadilan yang lebih tinggi Putusan Provisi Arbitrase Internasional
membatalkannya. SIAC adalah putusan yang bermula dari
sengketa PT APM dan Astro dalam mendirikan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 perusahaan patungan di Indonesia (PT DV).
Tahun 2001 Tentang Putusan Serta Merta Berdasarkan hukum Indonesia, pendirian
(Uitvoerbaar Bi Voorraad) dan Provisinil perusahaan patungan merupakan bentuk
SEMA ini selain penegasan kembali penanaman modal secara langsung di
mengenai jaminan dalam SEMA terdahulu. Indonesia. Bila melihat dari lingkup sengketa,
SEMA ini menyatakan bahwa tidak boleh ada maka berdasar hukum Indonesia, sengketa
putusan serta merta tanpa ada jaminan yang antara PT APM dan Astro termasuk ruang
sama nilainya dengan nilai barang. lingkup hukum perdagangan. Namun bila
melihat pada isi/materi Putusan Provisi
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase Internasional SIAC yang
Tentang Arbitrase dan Alternatif memerintahkan PT APM untuk menghentikan
Penyelesaian Sengketa proses peradilan di Indonesia, sudah masuk
ranah hukum perdata.

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 144


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

Peraturan hukum acara perdata berhubungan Pengadilan Indonesia tidak mematuhi perintah
erat soal susunan dan kekuasaan pengadilan Majelis Arbitrase SIAC yang menentukan apa
suatu negara. Hakim dalam melakukan yang harus dilakukan terhadap suatu gugatan
peradilan, juga dalam hal hukum acara perdata yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri
internasional, hanya dan harus tunduk padaa Jakarta Selatan.
hukum acara perdata yang ditetapkan oleh
negaranya. Ketika suatu gugatan perdata telah Ketertiban Umum sebagai Dasar
didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri Penolakan Permohonan Pelaksanaan
Indonesia, maka sejak saat itu hukum acara Putusan Provisi Arbitrase Internasional
perdata Indonesia mulai bergerak. Hukum SIAC
Acara Perdata Indonesia berlaku terhadap Sampai saat ini, masih belum ada
setiap proses peradilan perdata di Indonesia. batasan yang pasti mengenai ruang lingkup
Pengadilan dalam menjalankan kekuasaannya ketertiban umum dalam Hukum Perdata
tidak dapat diperintah oleh pihak manapun. Internasional. Hal ini dikarenakan pengertian
Majelis Arbitrase menyatakan bahwa ketertiban umum yang berubah seiring dengan
Putusan Provisi Arbitrase Internasional SIAC perubahan faktor tempat dan waktu. Jika faktor
bukan ditunjukan pada pengadilan Indonesia, tempat dan waktu ini berubah, maka berubah
tapi pada PT APM yang berada pada yuridiksi pulalah konsep ketertiban umum, selain itu
SIAC, oleh karenanya penetapan ini tidak akan perlu memperhatikan faktor intensitas
menimbulkan intervensi terhadap peradilan peristiwa bersangkutan dalam hubungannya
Indonesia. Mengenai hal ini, Penulis memiliki dengan keadaan dalam negeri.
pandangan yang berbeda. Walaupun Bila mengacu pada Pasal 23 A.B.,
ditunjukan pada PT APM, perintah tersebut ketertiban umum dipakai sebagai batas
secara tidak langsung mengintervensi seseorang boleh mengadakan pilihan hukum.
wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Hal ini terlihat pada Pasal 1320 KUH Perdata
dalam menentukan yuridiksi. Berdasarkan jo. 1337 KUH Perdata, bahwa salah satu syarat
Hukum Acara Perdata Indonesia, pengadilan sah perjanjian adalah bahwa perjanjian yang
membutuhkan peran aktif dari para pihak dibuat tidak boleh bertentangan dengan
dalam setiap perkara. Ketidakhadiran salah ketertiban umum. Berdasarkan Perma No. 1
satu pihak akan menyebabkan berhentinya Tahun 1990, Pasal 4 ayat (2) eksequatur tidak
proses persidangan. Oleh sebab itu Putusan akan diberikan apabila “putusan arbitrase asing
Provisi Arbitrase Internasional SIAC itu nyata-nyata bertentangan dengan sendi-
sesungguhnya mempengaruhi proses peradilan sendi asasi dari seluruh sistem hukum dan
dan dapat di persamakan dengan perintah masyarakat di Indonesia (ketertiban umum).”
langsung pada pengadilan di Indonesia untuk Mahkamah Agung dalam Putusan
menjalankan Putusan Provisi Arbitrase Mahkamah Agung No. 01 K/Pdt.Sus/2010
Internasional SIAC tersebut. berpendapat bahwa perintah dalam Putusan
Indonesia dan Singapura memang Provisi Arbitrase Internasional SIAC
memiliki perjanjian multilateral mengenai merupakan pelanggaran terhadap yuridiksi
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase pengadilan Indonesia, melanggar kedaulatan
asing, tapi pengadilan Indonesia tidak wajib Indonesia, bertentangan dengan ketertiban
untuk selalu memberikan eksequatur terhadap umum Indonesia. Putusan Provisi Arbitrase
putusan arbitrase Singapura. Putusan Provisi Internasional SIAC yang memerintahkan PT
Arbitrase Internasional SIAC yang melarang PT APM menghentikan gugatan, secara tidak
APM untuk menempuh jalur hukum di langsung mengganggu proses hukum acara di
Indonesia tidak diragukan lagi merupakan Indonesia. Hal ini merupakan bentuk
tindakan yang sangat agresif dan dinilai pelanggaran terhadap kedaulatan mengadili
sebagai intervensi terhadap kedaulatan negara pengadilan Indonesia yang berada dalam ranah
Indonesia dalam menentukan perkara yang hukum internasional.
dapat di proses. Yuridiksi adalah sesuatu yang
dinyatakan, bukan sesuatu yang dapat
diperintahkan. Oleh karenanya, tepat bila

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 145


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

Putusan Provisi Arbitrase Internasional Daftar Pustaka


Bukan Merupakan Putusan Akhir Abdurrasyid, Priyatna. (2002). Arbitrase &
Mengenai Pokok Perkara. Penyelesaian Sengketa – Suatu Pangantar,
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Jakarta: Fakahati Aneska.
Agung Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, Putusan Adolf, Huala. (1991). Arbitrase Komersial
Provisi Arbitrase Internasional SIAC bukanlah Internasional. Jakarta PT. Raja Grafindo
termasuk dalam putusan yang bersifat final Persada. 1991.
dan mengikat para pihak. Oleh sebab itu tidak
dapat di eksekusi di Indonesia. Amalia, Prita. (2017). “Penerapan Asas Ketertiban
Umum dan Pembatasannya dalam
Kesimpulan Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
Berdasarkan pemaparan dan analisis Arbitrase Asing di Indonesia Berdasarkan
yang telah penulis lakukan, maka penulis Konvensi New York 1958”.
memiliki beberapa kesimpulan sebagai jawaban http://www.scribd.com/doc/45320248/
atas pokok-pokok permasalahan yaitu sebagai Penerapan-Asas-Ketertiban-Umum.
berikut: Diunduh 6 Januari.
Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase
Internasional dalam perspektif hukum positif Basarah, Mochamad. (2017). “Pelaksanaan Asas
Ketertiban Umum di Pnegadilan Nasional
Indonesia tidak dapat dieksekusi di Indonesia
terhadap Putusan Badan Arbitrase Asing
dikarenakan bertentangan dengan Pasal 60
(Luar Negeri)”. Jurnal Wawasan Hukum Vol.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
22 No. 01 Februari 2010.
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/
Sengketa dan Peraturan Mahkamah Agung
221105666.pdf. Diunduh 5 Januari 2017.
Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu
Sikap Pengadilan Indonesia dalam
Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
mengadili Putusan Provisi Arbitrase
Internasional terhadap gugatan yang sedang di
Erwina, Liza. (2016). “Penemuan Hukum oleh
periksa dalam pengadilan (Studi Kasus
Hakim (Rech Vinding)”.
Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2009
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12
(ARB062/08JL)) sebagai berikut :
3456789/1505/1/Pidana-Liza2.pdf.
1. Putusan Provisi Arbitrase Internasional
Diunduh 17 Desember 2016.
SIAC bukan merupakan putusan final dan
mengikat menurut ketentuan Undang-
Gautama, Sudargo. (1998). Hukum Perdata
undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Internasional Indonesia: Jilid II Bagian 3
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Buku ke-4. Bandung: Alumni.
sengketa dan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara
Harahap, M. Yahya. (2006). Hukum Acara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.
2. Putusan Provisi Arbitrase Internasional
SIAC bukan substansi hukum perdagangan.
Hartono, C.F.G. Sunaryati. (1995). Pokok-Pokok
3. Putusan Provisi Arbitrase Internasional ini
Hukum Perdata Internasional. Bandung:
melanggar ketertiban umum.
Binacipta.

Hawi, Tarsi. (2016). M. H., “Putusan Provisi Pada


Pengadilan Agama”,
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL
/PUTUSAN%20PROVISI%20PA%20PA.p
df, diunduh 5 Januari 2016.

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 146


Keberlakuan Putusan Provisi Arbitrase Internasional di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Penetapan Putusan Nomor 062 Tahun 2008 (Arb062/08jl)

Hikmah, Mutiara. (2010). “Pelaksanaan Putusan Metrokusumo, Sudikno. (1998). Hukum Acara
Arbitrase Internasional Berdasarkan Undang- Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty.
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Muhammad, Abdulkadir. (1993). Pengantar
Sengketa.” Disertasi Doktor Universitas Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT
Pelita Harapan. Jakarta. Citra Aditya Bakti.

http://poetra-arbitrase.blogspot.com/, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tentang Tata


“Peranan Arbitrase Dalam Menyelesaikan Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Sengketa Bisnis”, Diakses 12 November Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1990.
2016. PERMA Nomor 1 Tahun 1999.

http://www.negarahukum.com/hukum/putu Rajagukguk, Erman. (2000). Arbitrase Dalam


san-sela.html,“Putusan Sela”, Diakses Putusan Pengadilan, Chandra Pratama.
pada tanggal 26 April 2016.
Soebagjo, O, Felix, ed. (1995). Arbitrase Di
Indonesia, Undang-Undang Arbitrase dan Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Ghalia.
Alternatif Penyelesaian Sengketa. UU No. 30
Tahun 1999. LN No. 138 Tahun 1999. TLN Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2006).
No. 3872. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Indonesia, Undang-Undang Penyiaran. UU No.
32 Tahun 2002. LN No. 139 Tahun 2002. Widjaja, Gunawan. (2001). Alternatif
TLN No. 4252. Penyelesaian Sengketa. Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada.
Ismail, Maqdir. (2007). Pengantar Praktek
Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura Wignjosoebroto, Soetandyo. (1980). Penelitian:
dan Australia, Jakarta: Fakultas Hukum Suatu Uraian Tentang Metode dan Proses
Universitas Al-Azhar Indonesia. Penalaran. Surabaya: Fakultas Pasca
Sarjana Universitas Airlangga.
Leihitu, Izaac S. dan Fatimah Achmad. (1985).
Intisari Hukum Acara Perdata. Jakarta: www.hukumonline.com/berita/baca/hol13441
Ghalia Indonesia. /penetapan-sementara-pengadilan-niaga-
untuk-pelanggaran-hki, “Penetapan
Longdong, Tuegeh, Louise Tineke. (1998). “Asas Sementara Pengadilan Niaga Untuk
Ketertibab Umum dan Konvensi New York Pelanggaran HKI”, Diakses 16 Desember
1958”, Bandung: Citra Aditya Bakti. 2016

Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahkamah


Agung Nomor 3 Tahun 2000 tentang
Permasalahan Putusan Serta Merta (Uit
Voerbaar Bij Voorraad) dan Provisionil.
SEMA Nomor 3 Tahun 2000.

Mamudji, Sri et.al. (2005). Metode Penelitian dan


Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Margono, Suyud. (2010). Penyelesaian Sengketa


Bisnis Alternative Dispute Resolution
(ADR), Bogor: Ghalia Indonesia.

Lex Jurnalica Volume 14 Nomor 3, Desember 2017 147

Anda mungkin juga menyukai