Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Bina Mulia Hukum

Volume 2, Nomor 1, September 2017 P-ISSN: 2528-7273 E-ISSN: 2540-9034


DOI: 10.23920/jbmh.v2n1.4 Halaman Publikasi: http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jbmh/issue/archive

KLASIFIKASI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL


MENURUT HUKUM INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
Sashia Diandra Anindita*, Prita Amalia**

ABSTRAK
Pembentukan Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
merupakan angin segar bagi para pihak yang menggunakan arbitrase dalam menjamin kepastian
hukum dalam menyelenggarakan lembaga ini di Indonesia. UU Arbitrase dan APS mengatur putusan
arbitrase internasional dalam rangka mengakomodir arbitrase internasional. Permasalahan timbul
terhadap klasifikasi putusan arbitrase internasional karena rumusan definisi putusan arbitrase
internasional dalam UU Arbitrase dan APS. Definisi yang diatur berbeda dengan definisi Arbitrase
internasional dalam Hukum Internasional yakni United Nations Commission On Interational Trade
Law: Model Law on International Commercial Arbitration 1985 with Amendments as Adopted
in 2006 (UNCITRAL Model Law). Artikel ini akan membahas mengenai implikasi penerapan
klasifikasi menurut hukum Indonesia terhadap kewenangan pengadilan domestik terhadap kasus
yang memiliki unsur internasional. Menggunakan metode penilitian yuridis-normatif dalam
menganalisa kasus untuk menjawab permasalahan dalam artikel ini dengan menitikberatkan
pada data kepustakaan dan data primer yang berkaitan dengan hukum arbitrase internasional.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam penerapan klasifikasi Putusan Arbitrase
Internasional menurut UU Arbitrase dan APS, hukum internasional dan praktik-praktik negara
lain (Brunei Darussalam, Singapura dan Hong Kong). Penerapan klasifikasi Putusan Arbitrase
Internasional menurut UU Arbitrase dan APS berimplikasi terhadap kewenangan pengadilan
domestik dengan meluasnya kewenangan pengadilan domestik terhadap kasus arbitrase yang
memiliki unsur asing.
Kata kunci: arbitrase internasional, klasifikasi putusan arbitrase, UNCITRAL Model Law.

ABSTRACT
The establishment of the Indonesian Arbitration and Alternative Dispute Settlement (ADS) act
becomes a new hope for parties who seek legal certainity using arbitration. The act accomodates
international arbitration awards by putting the recognition for the awards into its scope of
application. The problem arises in regards with the classification of international arbitration.
The definition of international arbitration award under the act is different with international
arbitration definition under International Law, espescially wit definition from United Nations
Commission on Interational Trade Law: Model Law on International Commercial Arbitration
1985 with Amendments as Adopted in 2006 (UNCITRAL Model Law). This article will discuss the

*
The Energy, 17th Floor, Jl. Jend Sudirman Kav 52-53, Jakarta, email: sashiadiandra@yahoo.com
**
Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Jl. Dipatiukur No. 35 Bandung 40132, email: prita.amalia@unpad.ac.id
43 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 2, Nomor 1, September 2017

issue arises on how the implication of using Indonesian classification towards the authority of
domestic court in arbitration with foreign elements cases. The author used juridical-normative
and case-analysing approach to further examine the problems in this thesis by researching on
literary data and secondary data that are related to international commercial arbitration law. To
conclude, there is incompatibility between Indonesian classification of International Arbitration,
with intenational law and parctices of other countries (Brunei darussalam, Singapore and Hong
Kong). The implication of the classification in Indonesian Arbitration and ADS is that domestic court
jurisdiction expands to arbitration with foreign element cases.
Keywords: classification of arbitration award, international arbitration award, UNCITRAL Model
Law

PENDAHULUAN yakni Putusan Arbitrase Nasional dan Putusan


Indonesia mengeluarkan instrumen Arbitrase Internasional.
hukum berupa Undang-Undang No.30 Keberadaan UU No. 30 Tahun yang
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif mengatur putusan arbitrase internasional pada
Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan mulanya memang memberikan angin segar
APS). UU Arbitrase dan APS menjadi pondasi bagi pelaksanaan putusan arbitrase terutama
utama bagi pelaksanaan arbitrase dan alternatif para pelaku bisnis yang melakukan bisnis
penyelesaian sengketa setelah dalam waktu internasional, akan tetapi, setelah dicermati
yang lama Indonesia tidak memiliki instrumen terdapat perbedaan mengenai definisi putusan
hukum yang mengatur. arbitrase internasional dalam UU Arbitrase dan
UU Arbitrase dan APS mengatur banyak APS dengan definisi arbitrase internasional
hal mengenai pelaksanaan proses arbitrase yang dijabarkan dalam Hukum Internasional.1
mulai dari syarat arbitrase, pengangkatan Hukum Internasional yang dimaksud
arbiter dan hal satu hal yang penting adalah dalam tulisan ini adalah Hukum Internasional
mengenai putusan arbitrase. Putusan arbitrase yang mengatur mengenai arbitrase
dapat dikategorikan menjadi dua menurut internasional yaitu United Nations Commission
“kewarganegaraan”-nya yakni putusan On Interational Trade Law: Model Law on
arbitrase domestik dan putusan arbitrase asing International Commercial Arbitration 1985 with
(internasional). Amendments as Adopted in 2006 (UNCITRAL
Pemisahan kategori putusan arbitrase Model Law).
tersebut juga terjadi di Indonesia. Pada Bab UNCITRAL Model merupakan panduan
VI dalam UU Arbitrase dan APS mengatur bagi negara-negara dalam membuat undang-
mengenai Pelaksanaan Putusan Arbitrase undang mengenai arbitrase. Seperti yang telah
membagi jenis putusan ke dalam dua bagian dijelaskan sebelumnya bahwa UNCITRAL Model

M. Husseyn Umar, Pokok-pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia, 2010, <http://www.hukumonline.
1

com/berita/baca/lt4bbd785494fc7/pokokpokok-masalah-pelaksanaan-putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia-br-oleh-m-
husseyn-umar-> [24/02/2016].
Sashia Diandra Anindita, Prita Amalia 44
Klasifikasi Putusan Arbitrase Internasional Menurut Hukum Indonesia

Law merupakan panduan sehingga negara- dengan menekankan pada asas-asas hukum,
negara tidak terikat dengan ketentuan yang ada, kaidah-kaidah hukum serta mengaitkan dengan
namun, ketentuan yang ada di dalamnya dapat pelaksanaannya di masyarakat dalam bentuk
dikatakan telah diterima oleh berbagai negara beberapa kasus pembanding.
sehingga terbentuk harmonisasi hukum dagang Teknik pengumpulan data dengan
internasional. Begitu juga dengan batasan melakukan studi kepustakaan sebagai data
arbitrase yang dikatakan sebagai arbitrase sekunder berupa bahan hukum primer dan
internasional yang dijabarkan dalam Pasal 1 sekunder terkait dengan aturan hukum dan
angka 3 huruf a, b dan c UNCITRAL Model Law.2 kasus-kasus relevan mengenai arbitrase
Batasan yang disebutkan dalam UNCITRAL internasional di Indonesia dan arbitrase
Model Law cukup luas dengan melibatkan internasional berdasarkan hukum internasional,
perbedaan tempat bisnis para pihak, tempat selain itu juga membandingkan praktik
arbitrase dilaksanakan dan beberapa hal pelaksanaan putusan arbitrase internasional di
lainnya. Berbeda dengan UNCITRAL Model Indonesia dengan praktik negara lain.
Law, UU Arbitrase dan APS membatasi secara
tegas bahwa putusan arbitrase internasional PEMBAHASAN
merupakan putusan yang diputus di luar Klasifikasi Putusan Arbitrase Internasional dan
wilayah hukum Indonesia. Putusan Arbitrase Asing
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Pada awalnya banyak yang berpendapat
dalam tulisan ini akan dikaji mengenai penerapan bahwa arbitrase tidak dapat dihubungkan
klasifikasi putusan arbitrase internasional hanya pada satu negara saja dan memiliki
menurut Hukum Indonesia ditinjau dari nasionalitas. Akan tetapi pendapat tersebut
Hukum Internasional serta implikasi yang akan bertolak belakang dengan kenyataan yang
muncul dari penerapan klasifikasi putusan memperlihatkan banyak sekali peraturan
arbitrase internasional terhadap kewenangan perundang-undangan mengenai arbitrase yang
pengadilan. Sehingga terlihat perbandingan juga mengatur mengenai peraturan prosedural.
penerapan klasifikasi putusan arbitrase Hal tersebut membuat arbitrase dimiliki
internasional menurut Hukum Indonesia dan oleh sistem hukum tertentu yang peraturan
Hukum Internasional serta implikasi yang akan proseduralnya diberlakukan sehingga arbitrase
muncul dari penerapan klasifikasi putusan tersebut memiliki nasionalitas.
arbitrase internasional di Indonesia terhadap Hal ini juga diperkuat dengan adanya istilah
kewenangan pengadilan. putusan arbitrase asing yang digunakan oleh
peraturan perundang-undangan nasional dan
METODE PENELITIAN konvensi internasional. Sebagai contoh undang-
Artikel ini merupakan hasil dari penelitian undang arbitrase Swedia yang biasa disebut
yang menggunakan metode yuridis normatif Arbitration Act 1999 yang mendefinisikan

Pasal 1 United Nations Commission On Interational Trade Law: Model Law on International Commercial Arbitration 1985 with
2

Amendments as Adopted in 2006.


45 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 2, Nomor 1, September 2017

arbitrase asing adalah arbitrase yang diadakan subject matter of the arbitration agreement
di negara lain (asing), sedangkan untuk konvensi relates to more than one country.
internasional istilah putusan arbitrase asing Kondisi yang dijabarkan dalam UNCITRAL
digunakan oleh Konvensi Jenewa 1927 dengan Model Law terdiri dari perbedaan negara
judul Convention on the Enforcement of Foreign tempat usaha dari para pihak, tempat arbitrase
Arbitral Awards. Sejalan dengan hal tersebut atau kewjiban utama ataupun objek sengketa
Konvensi New York 1958 juga menggunakan paling dekat hubungannya berada di luar
istilah putusan arbitrase asing. Walaupun negara dari negara tempat usaha para pihak
dalam pembuatannya proposal yang diajukan dan para pihak menyatakan permasalahan
oleh ICC (International Chamber of Commerce) pihak dari perjanjian arbitrase melibatkan
adalah untuk mendefinisikan putusan lebih dari satu negara. Kondisi-kondisi tersebut
arbitrase internasional. Banyak para pihak merupakan unsur asing yang terdapat dalam
yang menyamakan antara putusan arbitrase suatu arbitrase. Menurut UNCITRAL Model
internasional dan putusan arbitrase asing. Law dalam menentukan arbitrase internasional
Menurut Hukum Internasional sendiri maka yang digunakan adalah faktor unsur asing.
putusan arbitrase internasional (international Hasil putusan dari arbitrase internasional akan
arbitration award) dan putusan arbitrase asing menghasilkan putusan arbitrase internasional.
(foreign arbitral award) berbeda karena faktor Artinya dalam mengklasifikasikan putusan
penentunya berbeda. UNCITRAL Model Law arbitrase internasional menurut UNCITRAL
memberikan batasan-batasan arbitrase dapat Model Law faktor yang digunakan adalah faktor
dikatakan sebagai arbitrase internasional. Pasal unsur asing, sedangkan putusan arbitrase
1 ayat (3) huruf a, b dan c UNCITRAL Model Law asing dijabarkan dalam Pasal 1 (1) Konvensi
menyatakan arbitrase dikatakan internasional New York 1958. Walaupun Pasal 1 (1) Konvensi
jika: New York 1958 menjelaskan tentang ruang
(a) the parties to an arbitration agreement lingkup berlakunya Konvensi NewYork 1958,
have, at the time of the conclusion of that akan tetapi pengertian tersebut merupakan
agreement, their places of business in pengertian putusan arbitrase asing karena
different States; or Konvensi New York 1958 dimaksudkan untuk
(b) One of the following places is situated mengatur pengakuan dan pelaksanaan
outside the State in which the parties have putusan arbitrase asing. Menurut Pasal 1 (1)
their places of business: Konvensi New York 1958, putusan arbitrase
i. the place of arbitration if determined asing adalah adalah “arbitral awards made
in, or pursuant to, the arbitration in the territory of a state other than the state
agreement; where the recognition and enforcement of
ii. any place where a substantial part such awards are sought”. Kalimat dalam
of the obligations of the commercial pasal tersebut menyatakan secara gamblang
relationship is to be performed or the bahwa setiap putusan yang dibuat di negara
place with which the subject-matter of selain negara di mana pengakuan atau
the dispute is most closely connected; or pelaksanaan dimintakan, i.e. adalah putusan
(c) the parties have expressly agreed that the arbitrase asing. Oleh karena itu, kebangsaan,
Sashia Diandra Anindita, Prita Amalia 46
Klasifikasi Putusan Arbitrase Internasional Menurut Hukum Indonesia

domisili atau tempat tinggal para pihak tidak Putusan Arbitrase Internasional Menurut
memiliki relevansi dalam menentukan apakah Hukum Indonesia
putusan arbitrase termasuk putusan arbitrase Pasal 1 angka 9 UU Arbitrase dan APS
asing.3 menyatakan bahwa arbitrase internasional
Travaux préparatoires Konvensi New York adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu
1958 menegaskan bahwa putusan arbitrase lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
asing merupakan putusan arbitrase yang dibuat di luar wilayah hukum Republik Indonesia,
di luar wilayah dimana putusan itu dimintakan atau putusan suatu lembaga arbitrase atau
pengakuan dan pelaksanaannya yang arbiter perorangan yang menurut ketentuan
merupakan perwujudan dari faktor teritorial.4 hukum Republik Indonesia dianggap sebagai
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa yang suatu putusan arbitrase internasional. Dari
dimaksud sebagai putusan arbitrase asing pengertian tersebut didapatkan 2 keadaan
menurut Konvensi New York 1958 merupakan untuk menganggap putusan arbitrase sebagai
putusan yang dibuat di negara asing (negara putusan arbitrase internasional menurut UU
lain). Lebih lanjut Travaux préparatoires Arbitrase dan APS yakni:
Konvensi New York 1958 menyatakan adanya a. Ketika putusan arbitrase dijatuhkan di luar
penambahan faktor putusan arbitrase yang wilayah hukum Republik Indonesia;
dianggap non-domestik dalam kalimat kedua b. Putusan arbitrase dianggap sebagai putusan
pasal 1 (1) Konvensi New York 1958 dikarenakan arbitrase internasional menurut hukum
adanya keberatan dari delegasi beberapa negara Republik Indonesia
terhadap sempitnya ruang lingkup Konvensi Pada kondisi pertama yang menjadi ciri
New York 1958.5 Konsekuensi dari penambahan putusan arbitrase internasional didasarkan pada
faktor ini dalam pasal tersebut adalah semakin faktor wilayah atau teritorial. Setiap putusan
luasnya ruang lingkup berlakunya Konvensi New arbitrase yang dijatuhkan di luar teritorial
York 1958, akan tetapi ini tidak memperluas wilayah Republik Indonesia, dikualifikasi sebagai
pengertian putusan arbitrase asing melainkan putusan arbitrase asing. Ditinjau dari segi
menambahkan kriteria baru dalam ruang pengertian hukum internasional, yang disebut
lingkup pelaksanaan Konvensi New York sebagai wilayah hukum suatu negara ialah
1958, sehingga menurut Hukum Internasional teritorial negara yang bersangkutan ditambah
putusan arbitrase asing dan putusan arbitrase dengan kawasan tempat terletaknya perwakilan
internasional berbeda karena kedua faktor diplomat yang ada di berbagai negara sahabat.
penentu klasifikasinya berbeda. Teritorial yang dimaksud dengan wilayah hukum
Republik Indonesia adalah apabila putusan

3
International Council for Commercial Arbitration (ICCA), ICCA’s Guide to the Interpretation of the 1958 New York Convention: A
Handbook For Judges ,Den Haag: ICCA, 2014, hlm. 23
4
G. Haight, Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards: Summary Analysis of Record of United Nations
Conference May/June 1958, New York: University of Michigan, 1958, hlm. 1-2. (delegasi yang tidak menyetujui rumusan tersebut
adalah delegasi dari Jerman, Perancis, Israel, Guatemala, Jepang, Norwegia, Polandia dan Uni Soviet); Albert Jan van den Berg, When
Is an Arbitral Award Nondomestic Under the New York Convention of 1958?, 6 Pace L. Rev. 25, 1985.
5
Ibid.
47 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 2, Nomor 1, September 2017

arbitrase dijatuhkan di kawasan lingkungan dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
tempat diplomatik Indonesia di luar negeri, sepanjang diberlakukan oleh undang-undang
maka putusan tersebut tidak termasuk putusan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
arbitrase internasional. kewenangan. Perma No. 1 tahun 1990 dalam
Ciri putusan arbitrase internasional hal ini diberlakukan atas pertimbangan
yang didasarkan pada faktor teritorial Keppres No. 34 Tahun 1981 yang merupakan
tidak menggantungkan syarat perbedaan peraturan perundang-undangan yang lebih
kewarganegaraan maupun perbedaan tinggi, sehingga dapatdiajdikan pertimbangan
tata hukum. Dalam hal ini faktor teritorial dalam menentukan kriteria putusan arbitrase
mengungguli faktor kewarganegaraan maupun internasional.
faktor tata hukum. Dengan demikian sangat Pasal 2 Perma No. 1 tahun 1990
mudah mengenal putusan arbitrase yang menyebutkan:
didasarkan pada faktor teritorial. Asalkan “Yang dimaksud dengan putusan Arbitrase
putusan arbitrase dijatuhkan di luar wilayah Asing adalah putusan yang dijatuhkan oleh
hukum Indonesia maka sudah pasti tergolong suatu Badan Arbitrase ataupun Arbiter
dan disebut sebagai putusan arbitrase Perorangan di luar wilayah hukum Republik
internasional. Indonesia, ataupun putusan suatu Badan
Berdasarkan pengertian putusan Arbitrase ataupun Arbiter perorangan
arbitrase internasional yang dicantumkan yang menurut ketentuan hukum tetap
dalam UU Arbitrase dan APS secara penafsiran sesuai Indonesia dianggap sebagai suatu
argumentum a contrario dapat dirumuskan putusan Arbitrase asing yang berkekuatan
bahwa putusan arbitrase nasional adalah hukum tetap sesuai dengan Keppres No.
putusan yang dijatuhkan di wilayah hukum 34 Tahun 1981 Lembaran Negara tahun
Republik Indonesia berdasarkan ketentuan 1981 No. 40 tanggal 5 Agustus 1981.”
hukum Republik Indonesia. Sepanjang putusan Rumusan yang dijabarkan dalam Perma
tersebut dibuat berdasarkan dan dilakukan di No. 1 tahun 1990 sama dengan yang dijabarkan
Indonesia, maka putusan arbitrase ini termasuk dalam UU Arbitrase dan APS. Akan tetapi, istilah
dalam putusan arbitrase nasional, sedangkan yang digunakan bukanlah Putusan Arbitrase
berkenaan dengan kondisi kedua, perlu merujuk Internasional melainkan Putusan Arbitrase
pada hukum Republik Indonesia lain yang Asing.
juga mengatur mengenai putusan arbitrase. Selain Perma No. 1 Tahun 1990, Indonesia
Hukum lain yang mengatur mengenai putusan juga telah meratifikasi Konvensi New York 1958
arbitrase adalah Perma No. 1 tahun 1990, melalui Keppres No. 34 Tahun 1981. Rumusan
penggunaan Perma No. 1 Tahun 1990 dalam yang digunakan pada Perma No. 1 Tahun 1990
menganalisis Putusan Arbitrase Internasional dan UU Arbitrase dan APS serupa dengan
sangat relevan karena berdasarkan Pasal 8 ayat rumusan ruang lingkup berlakunya Konvensi
(1) Undang-Undang No. 12 tahun 2011 Tentang New York 1958 yang disebutkan dalam Pasal 1
Pembentukan Peraturan Perundang - Undangan (1) Konvensi New York 1958. Seperti yang telah
keberadaan Peraturan Mahkamah Agung diakui dijelaskan sebelumnya bahwa ruang lingkup
sebagai jenis peraturan perundang-undangan yang dijabarkan dalam Konvensi New York
Sashia Diandra Anindita, Prita Amalia 48
Klasifikasi Putusan Arbitrase Internasional Menurut Hukum Indonesia

merupakan pengertian untuk putusan arbitrase Sentosa Kahuripan v. Hanampi Sejahtera PT.
asing. Melihat kedua instrumen hukum Republik Kurnia Sentosa Kahuripan merupakan suatu
Indonesia tersebut jelas terlihat bahwa hukum perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan
Indonesia memandang putusan arbitrase asing hukum Republik Indonesia dan memiliki tempat
dan putusan arbitrase internasional merupakan usaha di Indonesia. Sedangkan Hanampi
dua hal yang sama. Sejahtera Kahuripan PTE.LTD. merupakan
perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum
Penerapan Klasifikasi Putusan Arbitrase Singapura dan mempunyai tempat usaha di
Internasional menurut Hukum Indonesia dan Singapura.
Hukum Internasional Kedua putusan tersebut didaftarkan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan saat
telah dijabarkan mengenai Hukum Indonesia proses pendaftaran dan deponir Pengadilan
dalam menentukan klasifikasi putusan arbitrase Negeri Jakarta Pusat menetapkan bahwa
internasional adalah menggunakan faktor putusan arbitrase tersebut merupakan
teritorial tanpa memperhatikan faktor lain putusan arbitrase nasional. Pengadilan Negeri
seperti faktor unsur asing. penerapan dari mengambil sikap tersebut karena melihat
penggunaan faktor teritorial dapat terlihat bahwa putusan arbitrase ini dijatuhkan oleh
dalam kasus PT. Aero Systems Indonesia BANI yang dimana merupakan badan arbitrase
sebagai Pemohon melawan Hewlett Packard yang berkedudukan di Indonesia dan dijatuhkan
(Schweiz) GmBH sebagai Termohon (Kasus PT di Jakarta yang merupakan wilayah hukum
Aero Systems v. Hewlett Packard)6 dan kasus PT. Republik Indonesia.8
Kurnia Sentosa Kahuripan melawan Hanampi Bertolak belakang dengan hal tersebut
Sejahtera Kahuripan PTE.LTD. (kasus PT. Kurnia kasus di beberapa negara seperti Singapura dan
Sentosa Kahuripan v. Hanampi Sejahtera).7 Hong Kong menetapkan kasus yang memiliki
Para pihak dalam kedua kasus tersebut unsur asing berupa perbedaan negara para
mempunyai tempat usaha di negara yang pihak sebagai arbitrase internasional. Singapura
berbeda. Pada Kasus PT Aero Systems v. Hewlett dan Hong Kong merupakan negara yang telah
Packard, PT. Aero Systems Indonesia merupakan mengadopsi UNCITRAL Model Law ke dalam
perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum perundang-undangan nasionalnya. Singapura
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, mengadopsinya ke dalam International
sedangkan, Hewlett Packard (Schweiz) GmBH Arbitration Act (IAA),9 sedangkan Hong
merupakan perusahaan yang didirikan Kong mengadopsinya ke dalam Arbitration
berdasarkan hukum negara Swiss dan Ordinance.10
berkedudukan di Swiss. Pada kasus PT. Kurnia

Putusan BANI dalam Perkara No. 641/XII/ARB-BANI/2014, 27 Januari 2016


6

Putusan BANI dalam Perkara No. 628/XI/ARB-BANI/2014, 15 Februari 2016


7

8
Hasil wawancara dengan Bapak Agus Syarifudin, Ketua Permohonan di Sub Bag. Perdata PN Jakarta Pusat, 20 Juni 2016.
Lihat Pasal 3 Bagian II Chap 143A International Arbitration Act Singapore 2002
10
Lihat Section 4 Chap 609 Arbitration Ordinance 2014
49 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 2, Nomor 1, September 2017

Pengadilan Singapura menetapkan arbitrase.


arbitrase dalam kasus Mitsui v. PSA Corp.11 Klasifikasi putusan arbitrase internasional
sebagai arbitrase internasional karena karena yang menggunakan faktor teritorial
pelaksanaan kewajiban utama Mitsui berada sebagaimana yang tercantum dalam UU
di Jepang dan Mitsui memiliki tempat usaha di Arbitrase dan APS dinilai tidak cukup karena
luar Singapura yakni Jepang. Pengklasifikasian hal ini mempersempit ruang lingkup arbitrase
ini sesuai dengan Section 5 IAA yang telah internasional itu sendiri.14 Terlihat dalam
mengadopsi Pasal 1 ayat (3) UNCITRAL kasus PT Aero Systems v. Hewlett Packard
Model Law. Pengadilan Tinggi Hong Kong dan kasus PT. Kurnia Sentosa Kahuripan v.
juga mengamini bahwa unsur asing berupa Hanampi Sejahtera, unsur asing yang terdapat
perbedaan negara tempat usaha para dalam kedua kasus tersebut sama sekali tidak
pihak merupakan faktor unsur asing dalam dijadikan pertimbangan oleh pengadilan
menentukan arbitrase internasional dalam dalam mengklasifikasikan putusan arbitrase.
kasus Vibroflotation AG v. Express Builders.12 Pengadilan secara kaku menerapkan faktor
Kasus dari Hong Kong dan Singapura teritorial dalam mengklasifikasikan putusan
memiliki kondisi yang sama dengan kasus PT arbitrase, sepanjang putusan itu dijatuhkan
Aero Systems v. Hewlett Packard dan kasus PT. di Indonesia maka putusan tersebut adalah
Kurnia Sentosa Kahuripan v. Hanampi Sejahtera putusan arbitrase nasional atau domestik tanpa
akan tetapi kasus dari Hong Kong dan Singapura mempertimbangkan faktor lain.
ditetapkan sebagai arbitrase internasional
sedangkan kedua kasus dari Indonesia Implikasi dari Penerapan Klasifikasi Putusan
ditetapkan menjadi putusan arbitrase nasional. Arbitrase Internasional Terhadap Kewenangan
Perbedaan ini terjadi karena hukum dari Pengadilan
Singapura dan Hong Kong telah mengadopsi Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
UNCITRAL Model Law yang merupakan kasus putusan arbitrase yang memiliki unsur
instrumen hukum internasional sebagai acuan asing berupa perbedaan negara tempat usaha
undang-undang nasional yang memilki tujuan para pihak akan ditetapkan menjadi putusan
untuk menciptakan harmonisasi hukum arbitrase nasional sebagaimana yang terjadi
arbitrase internasional.13 UU Arbitrase dan APS dalam kasus PT Aero Systems v. Hewlett Packard
1999 yang tidak mengadopsi UNCITRAL Model dan kasus PT. Kurnia Sentosa Kahuripan v.
Law telah secara melenceng mendefinisikan Hanampi Sejahtera. Artinya terhadap putusan-
istilah putusan arbitrase internasional dan putusan tersebut berlakulah kewenangan
menciptakan perbedaan klasifikasi putusan pengadilan terhadap putusan arbitrase

11
Mitsui Engineering & Shipbuilding Co. Ltd v. PSA Corp Ltd and another (2003) 1SLR(R) 446 at 447.
12
Vibroflotation AG v. Express Builders Co. Ltd. (1994) HKCFI205.
13
Jose Angelo Estrella Faria, Legal Harmonization Through Model Law: The Experience of The United Nations Commission on
International Trade Law (UNCITRAL), <www.justice.gov.za/alraesa/conferences/2005sa/papers/s5_faria2.pdf>, [diakses pada
11/07/2016]; Mary E. McNerney and Carlos A. Espluglues, International Commercial Arbitration: the UNCITRAL Model Law, 9 BC.
Int’l & Comp.L. Rev. 47, 1986.
14
BANI Arbitration Center, Indonesia Arbitration: Quarterly Newsletter No. 12/2013, BANI Arbitartion Center, Jakarta: 2013, hlm. 13
Sashia Diandra Anindita, Prita Amalia 50
Klasifikasi Putusan Arbitrase Internasional Menurut Hukum Indonesia

nasional. Perlu digarisbawahi bahwa para Kasus PT Aero Systems v. Hewlett Packard
pihak, terutama dalam sengketa perdagangan dan kasus PT. Kurnia Sentosa Kahuripan v.
internasional, menyerahkan sengketanya ke Hanampi Sejahtera ditetapkan menjadi putusan
arbitrase karena menghindari kewenangan dari arbitrase nasional oleh pengadilan Negeri
pengadilan dan meminimalisir kewenangan Jakarta Pusat saat proses deponir tersebut.
pengadilan terhadap sengketanya.15 Penetapan putusan arbitrase dalam kasus PT
UU Arbitrase dan APS mengatur mengenai Aero Systems v. Hewlett Packard dan kasus
pelaksanaan putusan arbitrase internasional PT. Kurnia Sentosa Kahuripan v. Hanampi
dalam Bab VI. Pada Bab VI UU Arbitrase dan APS Sejahtera sebagai putusan arbitrase nasional
1999 ditur mengenai kewenangan pengadilan oleh pengadilan memberikan pengadilan
dalam pelaksanaan putusan arbitrase kewenangan sebagaimana yang tertera dalam
internasional dan nasional dan pembatalan Pasal 62 ayat (2) UU Arbitrase dan APS. Pasal
putusan arbitrase nasional. tersebut menyatakan bahwa Ketua Pengadilan
Negeri sebelum memberikan perintah
Kewenangan pengadilan terhadap pelaksanaan, memeriksa terlebih dahulu
putusan arbitrase nasional dan arbitrase apakah putusan arbitrase nasional jika terdapat
internasional diatur dalam Pasal 62 ayat (2) dan alasan-alasan, sebagai berikut :
Pasal 66 UU Arbitrase dan APS. Pelaksanaan 1. putusan dijatuhkan oleh arbiter atau
putusan arbitrase nasional harus dilaksanakan majelis arbiter yang tidak berwenang untuk
oleh para pihak secara sukarela. Jika para pihak memeriksa, mengadili dan memutus perkara
tidak bersedia memenuhi pelaksanaan putusan sengketa arbitrase yang bersangkutan
arbitrase nasional tersebut tidak secara 2. putusan dijatuhkan melebihi batas
sukarela, maka putusan arbitrase nasional kewenangan arbiter atau majelis arbitrase
tersebut dilaksanakan secara paksa. yang diberikan oleh para pihak yang
Putusan arbitrase nasional dapat bersengketa.
dilaksanakan apabila putusan tersebut a. Sengketa yang diputus bukan sengketa
dideponir. Deponir dilakukan dengan cara di bidang perdagangan yang menjadi
menyerahkan dan mendaftarkan lembar wewenang lembaga arbitrase untuk
asli atau salinan autentik putusan arbitrase menyelesaikannya.
nasional oleh arbiter atau kuasanya kepada b. Sengketa yang diputus bukan
panitera Pengadilan Negeri. Penyerahan dan mengenai hak vang menurut hukum
pendaftaran dimaksud dilakukan dengan dan peraturan perundang-undangan
pencatatan dan penandatanganan bersama- dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
sama pada bagian akhir atau kuasanya yang bersengketa.
menyerahkan. Selanjutnya, catatan tersebut c. Sengketa yang diputus ternyata
menjadi dan merupakan akta pendaftaran termasuk sengketa yang menurut
putusan arbitrase nasional. peraturan perundang-undangan tidak
dapat diadakan perdamaian.

Jian Zhou, Judicial Intervention In International Arbitration: A Comparative Study Of The Scope Of The New York Convention In U.S.
15

And Chinese Courts, 2006.


51 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 2, Nomor 1, September 2017

3. Putusan yang dijatuhkan ternyata Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui


bertentangan dengan kesusilaan dan serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum
ketertiban umum. Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-
Dari uraian di atas terlihat bahwa syarat sebagai berikut:
penolakan eksekusi oleh Pengadilan Negeri a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan
terhadap suatu putusan arbitrase hanya dapat oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu
dilakukan dengan alasan-alasan yang sangat negara yang dengan negara Indonesia
terbatas dan khusus. Karena itu, penolakan terikat pada perjanjian, baik secara bilateral
eksekusi tersebut oleh Pengadilan Negeri maupun multilateral, mengenai pengakuan
oleh hukum sendiri di harapkan tidak akan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase
menimbulkan distorsi terhadap sifat “final” Internasional;
dan “mengikat”nya suatu putusan arbitrase. b. Putusan Arbitrase Internasional
Perintah pelaksanaan eksekusi ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
Negeri tadi ditulis pada lembar pengesahan terbatas pada putusan yang menurut
dan salinan autentik putusan arbitrase nasional ketentuan hukum Indonesia termasuk
yang dikeluarkan. dalam ruang lingkup hukum perdagangan;
c. Putusan Arbitrase Internasional
Putusan arbitrase dalam kasus PT Aero sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya
Systems v. Hewlett Packard dan kasus PT. Kurnia dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas
Sentosa Kahuripan v. Hanampi Sejahtera telah pada putusan yang tidak bertentangan
melewati proses tersebut dan mendapatkan dengan ketertiban umum;
eksekuatur. Proses pemeriksaan dalam kedua d. Putusan Arbitrase Internasional dapat
kasus tersebut juga memeriksa mengenai dilaksanakan di Indonesia setelah
kewenangan dari majelis arbitrase dalam memperoleh eksekuatur dari Ketua
memutuskan perkara artinya Pengadilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
Negeri terhadap putusan kedua kasus tersebut e. Putusan Arbitrase Internasional
juga memeriksa keabsahan dari perjanjian sebagaimana dimaksud dalam huruf
arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak a yang menyangkut Negara Republik
para pihak. Bertolak belakang dengan hal Indonesia sebagai salah satu pihak dalam
tersebut jika putusan arbitrase dalam kedua sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah
kasus tersebut ditetapkan menjadi putusan memperoleh eksekuatur dari Mahkamah
arbitrase internasional maka pengadilan negeri Agung
tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan
keabsahan perjanjian arbitrase antara kedua bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang
belah pihak karena menurut pasal 68 ayat (1) untuk memeriksa keabsahan dari perjanjian
UU Arbitrase dan APS bersifat final and binding. arbitrase dalam putusan arbitrase internasional.
Kewenangan yang dimiliki oleh pengadilan Selain itu kewenangan yang juga berlaku
negeri terhadap putusan arbitrase internasional terhadap putusan arbitrase nasional adalah
hanya sebatas pada hal-hal yang dicantumkan keweanangan pengadilan untuk membatalkan
dalam Pasal 66 UU Arbitrase dan APS yang putusan.
berbunyi:
Sashia Diandra Anindita, Prita Amalia 52
Klasifikasi Putusan Arbitrase Internasional Menurut Hukum Indonesia

Bab VII UU Arbitrase dan APS membahas internasional dalam UU Arbitrase dan APS
mengenai pembatalan putusan arbitrase. terhadap kewenangan pengadilan adalah
Terkait upaya pembatalan putusan arbitrase semakin luasnya kewenangan pengadilan
diatur dalam Pasal 70 dan Pasal 72 UU Arbitrase domestik terhadap putusan arbitrase yang
dan APS. Ketentuan tersebut hanya berlaku memiliki unsur asing yang ditetapkan sebagai
untuk putusan arbitrase nasional sedangkan putusan arbitrase nasional berdasarkan UU
putusan arbitrase internasional tidak dapat Arbitrase dan APS dibandingkan dengan
dibatalkan oleh Pengadilan Negeri. Hal ini kewenangan pengadilan terhadap putusan
dipertegas dalam Pedoman Teknis Administrasi arbitrase internasional.
dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan
Perdata Khusus Mahkamah Agung Republik PENUTUP
Indonesia Tahun 2007 yang menyatakan bahwa Bahwa terdapat ketidaksesuaian dari
yang dapat dimohonkan pembatalan putusan penerapan klasifikasi putusan arbitrase
arbitrase adalah putusan arbirase nasional internasional antara Hukum Indonesia dengan
sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur Hukum Internasional karena faktor yang
dalam Pasal 70 dan Pasal 72 UU Arbitrase dan digunakan sebagai faktor penentu klasifikasi
APS. berbeda. Implikasinya terhadap kewenangan
Ketentuan Pasal 70 sampai Pasal 72 UU pengadilan adalah semakin meluasnya
Arbitrase dan APS tidak dapat dipergunakan kewenangan pengadilan dalam menangani
sebagai dasar hukum untuk membatalkan kasus yang memiliki unsur asing yang ditetapkan
putusan arbitrase internasional. Hal ini sebagai putusan arbitrase nasional.
disebabkan putusan arbitrase internasional Melalui artikel ini disarankan bahwa
yang dijatuhkan di wilayah hukum negara ketidaksesuaian dalam penerapan klasifikasi
lain berlaku hukum arbitrase negara yang putusan arbitrase internasional menurut UU
bersangkutan sehingga tidak dapat dinilai dan Arbitrase dan APS dan Hukum Internasional
dibatalkan berdasakan hukum Indonesia. dapat dihilangkan dengan cara Indonesia
Akibat pengaturan tersebut maka mengadopsi UNCITRAL Model Law terutama
terhadap putusan arbitrase dalam kasus PT Aero Pasal 1 ayat (3) huruf a, b dan c secara
Systems v. Hewlett Packard dan kasus PT. Kurnia menyeluruh ke dalam undang-undang yang
Sentosa Kahuripan v. Hanampi Sejahtera pihak mengatur arbitrase. Tindakan pengadopsian
yang kalah dapat memintakan pembatalan dapat dilakukan dengan dua cara yakni Indonesia
putusan arbitrase kepada Pengadilan Negeri membuat undang-undang baru untuk mengatur
Jakarta Pusat. Hal serupa juga dapat terjadi arbitrase internasional atau mengamandemen
terhadap putusan arbitrase yang memiliki unsur UU Arbitrase dan APS mengenai ketentuan
asing akan tetapi ditetapkan menjadi putusan putusan arbitrase internasional. Hal ini juga
arbitrase nasional. merupakan salah satu langkah untuk menjamin
Berdasarkan penjabaran dan analisis kepastian hukum dalam menyelenggarakan
di atas, dapat disimpulkan implikasi dari proses arbitrase internasional di Indonesia.
penerapan klasifikasi putusan arbitrase
53 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 2, Nomor 1, September 2017

DAFTAR PUSTAKA Mary E. McNerney and Carlos A. Espluglues.


Buku: International Commercial Arbitration:
Huala Adolf, Dasar-Dasar Prinsip & Filosofi the UNCITRAL Model Law. 9 BC. Int’l &
Arbitrase, Keni Media, Bandung: 2014. Comp.L. Rev. 47. 1986.

International Council for Commercial Arbitration Peraturan Perundang-undangan:


(ICCA). ICCA’s Guide to the Interpretation
of the 1958 New York Convention: A Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Handbook For Judges .Den Haag: ICCA. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
2014. Sengketa.

Jurnal: Sumber Lain:

Albert Jan van den Berg, When Is an Arbitral Mitsui Engineering & Shipbuilding Co. Ltd v. PSA
Award Nondomestic Under the New York Corp Ltd and another (2003) 1SLR(R) 446
Convention of 1958?. 6 Pace L. Rev. 25. at 447.
1985. Putusan BANI dalam Perkara No. 641/XII/ARB-
BANI Arbitration Center, Indonesia Arbitration: BANI/2014. 27 Januari 2016
Quarterly Newsletter No. 12/2013, BANI Putusan BANI dalam Perkara No. 628/XI/ARB-
Arbitartion Center, Jakarta: 2013. BANI/2014. 15 Februari 2016
Jian Zhou, Judicial Intervention In International Vibroflotation AG v. Express Builders Co. Ltd.
Arbitration : A Comparative Study Of The (1994) HKCFI205.
Scope Of The New York Convention In U.S. Wawancara dengan Bapak Agus Syarifudin,
And Chinese Courts, 2006. Ketua Bagian Permohonan di Sub Bag.
Jose Angelo Estrella Faria, Legal Harmonization Perdata PN Jakarta Pusat, 20 Juni 2016.
Through Model Law : The Experience
of The United Nations Commission on
International Trade Law (UNCITRAL).
< w w w. j u s t i c e . g o v. z a / a l r a e s a /
conferences/2005sa/papers/s5_faria2.
pdf>. [diakses pada 11/07/2016]
M. Husseyn Umar, Pokok-pokok Masalah
Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional di Indonesia. 2010 <http://
www.hukumonline.com/berita/baca/
lt4bbd785494fc7/pokokpokok-masalah-
pelaksanaan-putusan-arbitrase-
internasional-di-indonesia-br-oleh-
m-husseyn-umar-> [ diakses pada
24/02/2016].

Anda mungkin juga menyukai