Anda di halaman 1dari 97

i

UNIVERSITAS INDONESIA

TESIS

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN RETENSI PERAWAT
DI RUMAH SAKIT AGUNG, JAKARTA TAHUN 2003

OLEH :

ACE SUDRAJAT
NPM: 730001401Y

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2003
ii

UNIVERSITAS INDONESIA

TESIS

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN RETENSI PERAWAT
DI RUMAH SAKIT AGUNG, JAKARTA TAHUN 2003

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

OLEH :

ACE SUDRAJAT
NPM: 730001401Y

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2003
iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan penelitian dengan judul:

Faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung

tahun 2003

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing serta telah diperkenankan untuk

dipertahankan dalam ujian tesis.

Jakarta, Pebruari 2003

Pembimbing I Pembimbing II

( DR. Ratna Sitorus, SKp., M.App.Sc. ) ( Dian Ayubi, SKM., MQIH )


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rachmatNya penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian untuk tesis, dengan judul: “Faktor-faktor yang

berhubungan dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung tahun 2003” pada

Program Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia.

Penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan serta arahan dari berbagai pihak dalam

penyusunan proposal sampai dengan penyelesaian laporan penelitian ini. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada yang terhormat:

1. Ibu Dra. Elly Nurachmah, D.N.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia, yang telah membimbing dan mengarahkan dalam pelaksanaan

perkuliahan di Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia.

2. Ibu DR. Ratna Sitorus, SKp., M.App.Sc., selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus sebagai pembimbing I, yang

dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam

penyusunan proposal dan penyusunan laporan penelitian ini.

3. Bapak Dian Ayubi, SKM., MQIH., selaku Dosen di Program Pascasarjana Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan sekaligus sebagai pembimbing II, yang

telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan

proposal dan penyusunan laporan penelitian ini.


v

4. Seluruh dosen FIK-UI, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama

mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

5. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Pimpinan proyek Gudosin Dinas Kesehatan

DKI Jakarta, yang telah memberikan bantuan dana selama pelaksanaan pendidikan di

PMIK FIK Universitas Indonesia.

6. Direktur, Kepala Jurusan/Ka. Prodi Keperawatan Kimia 17 dan rekan-rekan dosen di

Prodi Kep. Kimia 17 Poltekkes Jakarta III, yang telah memberikan kesempatan dan

menugaskan melanjutkan pendidikan di PMIK FIK-UI dan juga bantuan moril maupun

materil.

7. Ketua Yayasan Kamal dan Direktur Rumah Sakit Agung, yang telah memberikan izin

dan kesempatan untuk melakukan penelitian terhadap para perawat yang bertugas di

Rumah Sakit Agung.

8. Kepala personalia, kepala pelayanan medik, kepala bidang keperawatan dan rekan-

rekan Perawat Rumah Sakit Agung, yang telah memberikan bantuan fasilitas dalam

kelancaran penelitian ini.

9. Rekan-rekan seperjuangan angkatan V di PMIK FIK-UI yang telah membantu dan

menjalin kerjasama selama proses pendidikan berlangsung.

Secara khusus rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan

kepada Bapak/Ibu dan Bapak/Ibu Mertua, Istri tercinta Dedeh Gusmiati dan ananda

tersayang Febby Rizqy Sudrajat. Pengorbanan materil dan morilnya, mendorong dan

memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.


vi

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari

segi isi maupun bahasanya, sehingga saran dan masukan dari semua pihak sangat

diharapkan untuk kesempurnaan laporan penelitian ini. Akhir kata semoga laporan

penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Semoga amal dan budi baik Bapak dan Ibu pembimbing yang telah diberikan kepada

penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penyusun,
vii

UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN

Tesis, Pebruari 2003.


Ace Sudrajat

Faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung, Jakarta
tahun 2003.
xiv + 84 hal + 12 tabel + 3 gambar + 2 lampiran.

ABSTRAK
Retensi perawat merupakan salah satu ukuran keberhasilan rumah sakit khususnya bagian
manajemen sumber daya manusia dan bidang keperawatan dalam mengelola dan
mempertahankan perawat. Perawat akan nyaman dan produktif dalam bekerja apabila
terpenuhi berbagai kebutuhan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan kebutuhan
fisik dan psikologis dapat tergantung pada beberapa faktor antara lain faktor demografi
perawat, bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi
interpersonal dan imbalan jasa. Dengan terpenuhinya beberapa faktor tersebut maka
perawat akan merasa puas dan pada akhirnya nyaman dalam bekerja, loyal terhadap
pimpinan rumah sakit, dan hidupnya merasa bagian dari rumah sakit dimana perawat
bekerja. Peneliti tertarik melakukan penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan
retensi perawat di Rumah Sakit Agung karena hasil residensi penulis mendapati turnover
perawat cukup tinggi (26.9-40.5) pada tahun 2001.

Rumah Sakit Agung sebagai tempat penelitian memiliki kapasitas tempat tidur 63 dewasa
dan 9 bayi, dengan jumlah 88 perawat, dan 77 perawat diantaranya adalah menjadi
responden dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif
dengan pendekatan cross sectional untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan retensi perawat. Sebagai variabel independen adalah faktor demografi, bobot
pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa.
Variabel dependennya adalah retensi perawat.

Penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat yang hasilnya
menunjukkan : tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel demografi, bobot
pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir dan komunikasi dengan retensi perawat; ada
hubungan yang bermakna antara kondisi bekerja dan imbalan jasa dengan retensi perawat.
Hasil analisis regressi logistik dengan metode backward menghasilkan subvariabel
pendidikan dan variabel kondisi bekerja sangat kuat berhubungan dengan retensi perawat.
Hasil uji interaksi kedua variabel didapatkan variabel kondisi bekerja yang paling
berhubungan dengan p-value 0.002.

Penelitian ini merupakan masukan bahwa faktor-faktor yang sangat berhubungan perlu
dipertahankan dan ditingkatkan. Kemudian yang tidak berhubungan perlu dilakukan kajian
kembali agar terhadap program-program yang telah direncanakan apakah telah relevan
dengan keinginan para karyawan atau belum. Dengan demikian retensi perawat dapat
ditingkatkan dan sekaligus mengurangi turnover perawat.

Daftar pustaka 43 (1986 – 2002).


viii

MAGISTER PROGRAME
LEADERSHIP AND NURSING MANAGEMENT
NURSING FACULTY

Thesis, February
Ace Sudrajat

Factors related to between nurses retention in the Hospital Agung in 2003.


xiv + 84 pages + 12 tables + 3 pictures + 2 appendices

ABSTRACT

The nurses retention is the one of hospital success especially for maintaining and
managing nurses in Human Resources management and Nursing division. The nurses will
be comfortable and productive in their work if all their physic and psichological need are
meet. This condition depends on the many factors include : nurses demographic, kind of
work, leadership, career management, work condition, interpersonal communication and
salary. When all their need are meet, the nurses will be satisfied and by the end will be
comfortable and loyal to the leader of Hospital. Reseacher interested to reseach the
relationship between all the factors with the nurses retention in Agung Hospital because
the nurses turnover was high in 2001.

Agung Hospital as the reseach site has 63 bed adult and 9 bed for baby and 88 nurses, 77
nurses were as the responden of this reseach. This research was a corelatif descriptive
research with cross sectional approach. Independent variables were demographie factor,
kind of work, leadership, career management, work condition, communication and salary.
A dependent variable was the nurses retention.

This research used univariat, bivariat and multivariat analysis. The result find that no
relationship between demography, kind of work, leadership career management and
communication with nurses retention. It also, find that there are a statistcally association
beetween work condition and salary with nursess retention. With the logistic regression
analysis with backward method find that education subvariable and work condition have a
very strong relationship with nurses retention. The result from the interaction test of two
variables analysis showed that work condition was the strongest factor related to the nurses
retention with p-value 0.002.

This result is an input for hospital that the positive factor should be maintain and improve,
and negative factor need to reasses in order to make a plan the relevan program. So the
retention can improve and reduce turnover.
ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ace Sudrajat

Tempat tanggal lahir : Sumedang, 6 September 1963.

Asal Instansi : Poltekkes Jakarta III, Prodi Kimia 17

Jl. Kimia 17 Jakarta Pusat.

Alamat tempat tinggal : Jl. Cempaka III/25 Blok F11 Rt. 004/014 Perum

Bekasi Jaya Indah - Duren Jaya Bekasi Timur.

Riwayat Pendidikan :

1. SD Sukaratu Darmaraja-Sumedang, lulus tahun 1976.

2. SMPNU Darmaraja Sumedang, lulus tahun 1979/1980.

3. SMA II Perguruan Rakyat Jakarta Timur, tahun lulus 1982/1983.

4. Akademi Perawatan Depkes. Jakarta, lulus tahun 1985/1986.

5. Fakultas Ilmu Keperawatan, lulus 1995/1996.

6. Semester IV Program Magister Ilmu Keperawatan kekhususan Kepemimpinan dan

Manajemen Keperawatan FIK-UI Jakarta.

Riwayat Pekerjaan :

1. Desember 1986 sampai Desember 2000 staf akademik di Akademi Keperawatan

Depkes RI Jakarta.

2. Januari 2001 sampai sekarang menjadi staf akademik Prodi Kimia 17 Poltekkes

Jakarta III.
x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ……..…………………………………………… iii


PANITIA SIDANG UJIAN TESIS …………………………………………… iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………………. viii
ABSTRACT ………………………………………………………………….. x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………... xi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL ……….…………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR ..………………………………………………………. xv
BAB I : PENDAHULUAN …….…………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah …...………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah …………………………………………… 8
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 8
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 11
A. Manajemen Sumber Daya Manusia ……………..…..………. 11
B. Fungsi Pemeliharaan Sumber Daya Manusia ……………….... 18
C. Faktor-faktor Pendukung Retensi Perawat …………………… 20
BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL. ………………………………………………….. 36
A. Kerangka Teori ..………………………………………………. 36
B. Kerangka Konsep ……………………………………………… 37
C. Hipotesis ………………………………………………………. 38
D. Definisi Operasional …………………………………………… 39
BAB IV : METODA PENELITIAN ………………………………………….. 41
A. Desain Penelitian ………………………………………………. 41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………... 41
C. Etika Penelitian ………………………………………………… 41
D. Populasi dan Sampel …………………………………………… 42
E. Pengumpulan Data …………………………………………….. 42
F. Alat Pengumpul Data ………………………………………….. 43
G. Pengolahan dan Analisa Data ………………………………….. 44
BAB V : HASIL PENELITIAN …………………………………………….. 46
A. Gambaran Umum Rumah Sakit Agung ……………………….. 46
B. Hasil Penelitian ………………………………………………… 53
BAB VI : PEMBAHASAN …………………………………………………. 63
A. Keterbatasan Penelitian ………………………………………. 63
B. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………….. 64
BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 81
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 81
B. Saran …………………………………………………………... 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Definisi operasional penelitian ………………………..……………… 39

Tabel 5.1 : Distribusi tenaga kesehatan di RS Agung berdasarkan jenis tenaga


Tahun 2003 ………………………………………………………….. 51

Tabel 5.2 : Indikator keberhasilan pelayanan rawat inap RS Agung berdasarkan


Tahun ……………………………………………………………….. 52

Tabel 5.3. : Distribusi responden menurut bariabel demografidi RS Agung ……. 53

Tabel 5.4 : Deskripsi responden menurut variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan


Manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi, dan imbalan jasa di
RS. Agung Januari 2003 …………………………………………….. 54

Tabel 5.5 : Distribusi responden menurut variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan


Manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi, dan imbalan jasa di
RS. Agung Januari 2003 …………………………………………….. 55

Tabel 5.6 : Distribusi responden menurut retensi perawat RS. Agung tahun 2003 56

Tabel 5.7 : Hubungan variabel demografi responden dengan retensi perawat di


RS. Agung Januari 2003 ..……………………………………………. 57

Tabel 5.8 : Hubungan variabel bobot pekerjaan , kepemimpinan, Manajemen


karir, kondisi bekerja, komunikasi, dan imbalan jasa dengan retensi
perawat di RS Agung Januari 2003 ...……………………………….. 58

Tabel 5.9 : Hasil analisis multivariat regresi logistik antara pendidikan, lama
Bekerja, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa dengan retensi
perawat dengan metode enter ………………………………………… 60

Tabel 5.10 : Hasil analisis multivariat regresi logistik antara pendidikan, lama
Bekerja, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa dengan retensi
perawat dengan metode backward …………………………………… 61

Tabel 5.11 : Hasil uji interaksi antara pendidikan dan kondisi bekerja terhadap
Retensi perawat di RS Agung Januari 2003. ………………………… 62
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Model karakteristik pekerjaan yang memberi motivasi. ……………. 25

Gambar 3.1 : Kerangka teori retensi penelitian .…………………………………… 37

Gambar 3.2 : Kerangka konsep penelitian .………..……………………………… 38


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan yang didapat

melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (UU RI no. 23, 1992 dalam

Depkes, 1992). Tenaga kesehatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI. no. 32,

1996 tentang tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber daya manusia bidang

kesehatan yang dengan ilmunya masing-masing bidang profesi akan mendukung

tercapainya tujuan pembangunan bidang kesehatan. Dinyatakan pula dalam

peraturan pemerintah RI. tersebut dalam bab II pasal 2 ayat 2, bahwa

tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga

kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik

dan tenaga ketehnikkan medis (PP RI no. 32 1996, dalam Depkes, 1996).

Berdasarkan uraian di atas, maka perawat merupakan salah satu jenis tenaga

kesehatan yang diperlukan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Mengingat perawat merupakan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang

memberi layanan asuhan keperawatan, maka perlu strategi manajemen sumber daya

manusia secara profesional bagi tenaga perawat agar dalam melaksanakan

tugasnya dapat lebih efektif dan efisien.


2

Manajemen sumber daya manusia merupakan seni untuk merencanakan,

mengarahkan, mengawasi kegiatan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi

(Amstrong, 1994). Sementara Simamora (1995) menjelaskan bahwa manajemen

sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian,

pemberian balas jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau

kelompok kerja. Dalam manajemen sumber daya manusia terdapat tiga tujuan yang

saling berinteraksi yaitu tujuan individu, tujuan masyarakat dan tujuan organisasi

dimana individu tersebut bekerja. Manajemen sumber daya manusia di rumah sakit

bertujuan untuk menyediakan personil rumah sakit yang efektif dan produktif yang

dapat memberikan pelayanan berkualitas, sehingga dapat memberikan kepuasan

kepada pengguna jasa rumah sakit. Sumber daya manusia sebagai asset organisasi,

dimana manusia sebagai personil organisasi dipandang sebagai sumber daya utama

dalam mencapai tujuan organisasi. Optimalisasi aset sumber daya yang dimiliki akan

berdampak pada keluaran organisasi (Ilyas, 1999).

Salah satu fungsi yang penting pada manajemen sumber daya manusia adalah fungsi

pemeliharaan disamping fungsi lainnya yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,

kedisiplinan dan pemberhentian. Fungsi pemeliharaan adalah bagaimana menciptakan

kondisi kerja agar karyawan tetap komitmen pada organisasi hingga pensiun. Dengan

adanya fungsi pemeliharaan dalam manajemen sumber daya manusia, secara langsung

atau tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan, kenyamanan dalam bekerja dan

akan meningkatkan retensi (tidak keluar/bertahan) karyawan disuatu perusahaan

(Hasibuan, 2000). Retensi karyawan khususnya tenaga perawat bertujuan untuk (1)

stabilitas kuantitas dan kualitas tenaga perawat, (2) mempertahankan kualitas produksi
3

atau kualitas asuhan keperawatan, (3) mengurangi pengeluaran dana dan (4) menjaga

moral tenaga perawat yang ada (Gillies, 1994). Keuntungan yang akan diperoleh

dengan retensi perawat yang bekerja di rumah sakit adalah tidak terjadi kehilangan

tenaga berkualitas (expert) yang diperlukan dalam pengembangan pelayanan

keperawatan, kualitas asuhan keperawatan dapat dipertahankan adekuat, mengurangi

pengeluaran dana untuk pesangon dan biaya perekrutan seleksi/orientasi, serta

mempertahankan moral tenaga perawat (Gillies, 1994).

Summer (2000) menyatakan agar terjadi retensi perawat di rumah sakit diperlukan

adanya perjanjian dengan pihak rumah sakit tentang imbalan jasa yang akan

dibayarkan, diberi kesempatan mendapat pendidikan yang lebih tinggi atau sertifikasi

kekhususan yang akan diperoleh selama menjadi karyawan. Menurut Mobley (1986)

untuk mempertahankan karyawan agar merasa nyaman dalam bekerja dan produktif

maka diperlukan: seleksi tenaga yang ketat, orientasi yang cukup, penjenjangan karir

yang jelas, pengaturan jadwal kerja yang fleksibel, pemberian otonomi yang jelas,

deskripsi tugas jelas sampai dengan pemberian imbalan jasa yang kompetitif.

Data tentang retensi perawat dapat disimpulkan dari data jumlah perawat yang keluar

disuatu rumah sakit atau institusi lain yang mendayagunakan perawat. Berikut ini

beberapa data tentang perawat yang keluar dari suatu rumah sakit atau institusi.

Penelitian Sebolt (1978) dalam Gillies (1994) jumlah perawat yang keluar adalah 35%

hingga 60% pertahun. Sedangkan Duldt (1981) dalam Gillies (1994) sekitar 70%.

Keadaan demikian disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan institusi dengan

kebutuhan perawat. Kebutuhan institusi adalah bagaimana mendayagunakan perawat

sehingga produktif dan efektif dalam penggunaan dana, kemudian dapat membayar
4

utang-utang institusi dengan cepat. Sedangkan kebutuhan perawat antara lain

terpenuhinya rasa aman diri, pengembangan keterampilan diri, sosialisasi, kepuasan

kerja, kepuasan imbalan jasa, peningkatan aktualisasi diri dan perencanaan karir

yang jelas serta kualitas asuhan keperawatan yang adekuat (Gillies, 1994).

Penelitian Brannon, Zinn, Mor dan Davis (2002) terhadap assisten perawat komuniti

yang keluar dari tempat pekerjaannya, didapatkan data yaitu terendah di bawah 6,6%,

sedang 7–63% dan tertinggi 64–300%. Keadaan demikian dikarenakan faktor

pekerjaan (kepemimpinan, integrasi dan banyaknya pekerjaan), faktor organisasi

(sumber-sumber klinik, sumber-sumber administrasi), dan faktor lingkungan

(pengangguran, income perkapita dan fasilitas keperawatan yang tidak memadai).

Sedangkan penelitian Swansburg & Swansburg (1999) perawat yang keluar dari

rumah sakit sebesar 20–70% pertahun. Penyebabnya antara lain : stress kerja, kurang

diberi otonomi, ketidakpuasan kerja, kesehatan lingkungan kurang baik (faktor sosial,

ekonomi dan politik).

Di Queensland Australia, perawat yang keluar tahun 1999 teridentifikasi dari 21

pelayanan kesehatan daerah, sebesar 20 - 86%. Keadaan demikian lebih disebabkan

oleh usia perawat 50% berusia diatas 40 tahun (Hegney, 2002). Di Rumah Sakit

Anak Los Angeles jumlah perawat yang keluar antara 35-60%. Penyebabnya adalah

stress kerja tinggi dan pihak manajemen tidak mampu membantu serta menangani

tenaga perawat yang mengalami stress. Tingginya perawat yang keluar di Rumah Sakit

Anak Los Angeles mengakibatkan kerugian keuangan sebesar 49.000 dollar pertahun

dan terancamnya hubungan rumah sakit dengan klien/keluarga klien (Breecroft,

2001).
5

Hasil penelitian Shader, Broome, Bromme, West, dan Nash (2001) dalam “Factors

influencing satisfation and anticipated turnover for nurses in an academic medical

center” didapatkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah tenaga perawat yang

keluar dengan stress kerja, cohesion, jadwal kerja, kepuasan kerja, dan kelebihan jam

kerja. Sedangkan menurut laporan Scanlon (2001) jumlah perawat yang keluar dari

suatu rumah sakit di beberapa negara bagian Amerika Serikat secara nasional sebesar

15%, dan di nursing home 51%. Keadaan ini disebabkan oleh populasi usia perawat

52% antara 40–49 tahun, ketidakpuasaan saat menjadi perawat, kompensasi rendah,

stress kerja, dan kondisi kerja yang buruk.

Menurut Biro Urusan Dalam Negeri (Bureau of National Affairs) Amerika, jumlah

perawat yang keluar dari rumah sakit atau institusi lainnya pada tahun 1978 rata-

rata 2,3% perbulan (27,6% pertahun), tahun 1979 rata-rata 2.2% perbulan (26,4%

pertahun) dan tahun 1980 rata-rata 2.0% perbulan (24% pertahun) (Mobley, 1986).

Penyebab keluarnya perawat secara umum antara lain: ketidakpuasan kerja

(gaji tidak adil dan rendah, shift kerja yang kaku, kondisi kerja tidak baik,

supervisi secara tehnis maupun pribadi tidak memadai, konfliks dengan rekan

kerja, keselamatan kerja kurang, manfaat pekerjaan tidak dirasakan, kurang

pendayagunaan keterampilan dan kemampuan karyawan, tidak ada kesempatan

berkarir ke arah yang lebih baik, kebijakan dan peraturan intern), kondisi kehidupan

(perumahan, transportasi, pengasuhan anak, sarana perawatan kesehatan, kegiatan-

kegiatan santai, lingkungan fisik, lingkungan sosial dan peluang pendidikan),

pribadi (istri/suami dipindahkan, akan menikah, sakit/kematian dalam keluarga,

tertimpa sakit, cedera dan hamil), alternatif kerja lain (meneruskan sekolah, wajib
6

militer, pegawai negeri, memulai usaha sendiri, pekerjaan serupa ditempat lain,

pensiun dipercepat, pindah sukarela ke cabang perusahaan), diprakarsai oleh

perusahaan (pemberhentian, pelanggaran peraturan/ kebijakan, masa percobaan yang

tidak memuaskan, ketidakhadiran dalam pekerjaan dan penurunan pangkat), lain-lain

(cuti, pensiun dan meninggal dunia).

Dampak negatif dan positif dari keluarnya perawat dapat terjadi terhadap

organisasi dan individu (perawat) yang ditinggalkan (Mobley, 1986). Dampak negatif

terhadap organisasi adalah penambahan biaya perekrutan, biaya pelatihan, biaya

pengunduran diri, rusaknya struktur sosial dan komunikasi, hilangnya produktifitas

selama pencarian dan pelatihan pengganti, hilangnya tenaga berprestasi,

hilangnya kepuasan dari yang ditinggalkan. Dampak negatif terhadap individu

yang ditinggalkan adalah rusaknya pola sosial dan kemasyarakatan, hilangnya

teman sejawat, berkurangnya kepuasan kerja, bertambahnya beban kerja,

berkurangnya keterpaduan dan berkurangya solidaritas. Sedangkan dampak

positif dari keluarnya perawat terhadap organisasi adalah peniadaan bagi mereka

yang kurang berprestasi, masuknya pengetahuan/tehnologi baru, merangsang

perubahan-perubahan dalam kebijakan, bertambahnya kesempatan bagi mobilitas

intern, bertambahnya keluwesan struktural, kesempatan-kesempatan penurunan biaya,

berkurangnya konfliks yang berurat dan berakar. Dampak positif terhadap individu

yang ditinggalkan adalah bertambahnya peluang mobilitas, rangsangan untuk saling

menumbuhkan semangat kerja, bertambahnya kepuasan kerja, bertambahnya

keterpaduan dan bertambahnya solidaritas.


7

Selanjutnya angka kejadian perawat yang keluar dari rumah sakit di Indonesia,

khususnya di rumah sakit Metropolitan Jakarta antara lain: Rumah Sakit UKI perawat

yang keluar rata-rata 2-3% pertahun (Ka. Bidang Keperawatan RS. UKI Jakarta,

2002), Rumah Sakit Thamrin Internasional Salemba tahun 2000 sebesar 21% dan

tahun 2001 meningkat menjadi 29% (Syafdewiyanti, 2002), Rumah Sakit MMC 24–

30% pertahun (Bagian SDM RSMMC, 2002), dan Rumah Sakit Agung 26,9-40,5%

pertahun pada tahun 2001 (Waka. Personalia RS. Agung, 2002).

Menurut Gillies (1994) keluarnya perawat dari suatu rumah sakit dikatakan normal

berkisar 5–10 % dan apabila lebih dari 10% dikatakan tinggi (Gillies, 1986).

Sedangkan pengalaman Capko (2001), keluarnya perawat dari institusi rumah sakit

masih dikatakan normal apabila berkisar dibawah 15% dalam lima tahun berturut-

turut, dan jika lebih dari 20% maka dikatakan tinggi. Rumah Sakit Agung adalah

salah satu rumah sakit yang mempunyai jumlah perawat yang keluar tinggi (26,9-

40,5%), oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui “faktor-faktor yang

berhubungan dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung”.

B. Perumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah banyaknya perawat Rumah Sakit

Agung yang keluar (26,9-40,5% pada tahun 2001), sedangkan faktor-faktor yang

berhubungan dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung belum diketahui.

Pertanyaan penelitiannya adalah faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan

retensi perawat di Rumah Sakit Agung?


8

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi perawat di Rumah

Sakit Agung.

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasinya karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan,

masa kerja, status perkawinan dan jabatan) perawat Rumah Sakit Agung.

b. Teridentifikasinya gambaran bobot kerja perawat Rumah Sakit Agung.

c. Teridentifikasinya gambaran kepemimpinan perawat Rumah Sakit Agung.

d. Teridentifikasinya gambaran manajemen karir perawat Rumah Sakit Agung.

e. Teridentifikasinya gambaran kondisi bekerja perawat Rumah Sakit Agung.

f. Teridentifikasinya gambaran komunikasi perawat Rumah Sakit Agung.

g. Teridentifikasinya gambaran imbalan jasa perawat Rumah Sakit Agung.

h. Teridentifikasinya gambaran retensi perawat atau ingin keluar dari Rumah

Sakit Agung.

i. Teridentifikasinya hubungan karakteristik demografi (usia, jenis kelamin,

pendidikan, masa kerja, status perkawinan dan jabatan) perawat dengan retensi

perawat di Rumah Sakit Agung.

j. Teridentifikasinya hubungan bobot pekerjaan dengan retensi perawat di Rumah

Sakit Agung.

k. Teridentifikasinya hubungan kepemimpinan perawat dengan retensi perawat di

Rumah Sakit Agung.

l. Teridentifikasinya hubungan manajemen karir dengan retensi perawat di Rumah

Sakit Agung.
9

m. Teridentifikasinya hubungan kondisi bekerja dengan retensi perawat di Rumah

Sakit Agung.

n. Teridentifikasinya hubungan komunikasi dengan retensi perawat di Rumah Sakit

Agung.

o. Teridentifikasinya hubungan kepuasan imbalan jasa dengan retensi perawat di

Rumah Sakit Agung.

p. Teridentifikasinya faktor yang paling berhubungan dengan retensi perawat di

rumah sakit Agung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi rumah sakit

Dapat digunakan sebagai masukan atau bahan pertimbangan bagi pimpinan atau

manajer keperawatan untuk dijadikan acuan konseptual dalam manajemen sumber

daya manusia yang berhubungan dengan upaya retensi perawat di Rumah Sakit

Agung.

2. Manfaat keilmuan

a. Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya kepemimpinan dan manajemen keperawatan yang berhubungan

dengan upaya-upaya retensi perawat di rumah sakit.

b. Sebagai referensi di perpustakaan yang dapat digunakan oleh peneliti yang

mempunyai peminatan di bidang manajemen sumber daya manusia yang

berkaitan dengan upaya-upaya retensi perawat di rumah sakit.

3. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberi pengalaman belajar yang berharga dalam menerapkan

pengetahuan yang telah didapat selama studi dan peningkatan keterampilan dalam
10

penelitian manajemen keperawatan. Selanjutnya secara khusus mengembangkan

wawasan diri tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi perawat

dirumah sakit.
11
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Sumber Daya Manusia

1. Definisi manajemen sumber daya manusia

Manajemen merupakan suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang

lain (Gillies, 1989). Manajemen diartikan sebagai upaya pengorganisasian dan

pengintegrasian seluruh sumber daya yang ada melalui proses perencanaan,

organisasi, pengarahan dan pengawasan dalam mencapai tujuan (Robbin, 1997).

Manajemen merupakan koordinasi dan integrasi sumber-sumber secara langsung

dalam perencanaan, organisasi, koordinasi dan kontrol terhadap tujuan dan sasaran

insitusi (Huber, 2000). Jadi manajemen merupakan proses menyelesaikan pekerjaan

melalui upaya pengorganisasian dan pengintegrasian seluruh sumber daya secara

langsung dalam perencanaan, koordinasi, pengarahan dan pengawasan untuk

mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

Manajemen sumber daya manusia merupakan seni untuk merencanakan,

mengarahkan, mengawasi kegiatan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi

(Amstrong, 1994). Simamora (1995), mengatakan bahwa manajemen sumber

daya manusia merupakan pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian

balas jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok

kerja. Ilyas (2002), mengemukakan bahwa sumber daya manusia merupakan

mahluk yang unik dan mempunyai karakteristik yang multi kompleks antara

lain: (1) SDM sebagai komponen kritis, tingkat manfaat sumber daya lainnya

tergantung kepada bagaimana kita memanfaatkan SDM itu sendiri; (2) SDM
13

itu tidak instant, kebutuhan akan SDM yang handal dan berkualitas tidak

bisa diperoleh dengan seketika, kita perlu melakukan perencanaan, (3) SDM

tidak dapat di stock, kita tidak dapat menyimpan tenaga kesehatan yang kita

butuhkan sekarang untuk kebutuhan dimasa yang akan datang dan (4) SDM

subjeck yang absolut, SDM bisa usang, dimana pengetahuan dan keterampilannya

tidak berkembang sehingga ketinggalan jaman. Jadi manajemen sumber daya

manusia adalah seni dalam merencanakan, mengarahkan, mengawasi,

mendayagunakan, menilai, memberikan balas jasa dan mengembangkannya guna

mencapai tujuan organisasi. Karena SDM tidak seperti barang yang dapat distok

maka perlu perencanaan yang baik.

2. Tujuan manajemen sumber daya manusia

Tercapainya tujuan organisasi, baik tujuan ekonomis, sosial atau politik tergantung

kepada kemampuan para manajer dalam organisasi tersebut (Sarwoto, 1991).

Dalam manajemen sumber daya manusia terdapat tiga tujuan yang saling

berinteraksi yaitu tujuan individu, tujuan masyarakat dan tujuan dari

organisasi dimana individu tersebut bekerja. Manajemen sumber daya manusia

di rumah sakit bertujuan untuk menyediakan personil rumah sakit yang efektif dan

produktif yang dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, sehingga dapat

memberikan kepuasan kepada pengguna jasa rumah sakit (Ilyas, 1999).

Keberhasilan mencapai tujuan dan sasaran rumah sakit serta kemampuan

menghadapi tantangan internal maupun eksternal rumah sakit sangat

ditentukan oleh manajer rumah sakit dalam mengelola sumber daya yang dimiliki.

Untuk mengelola sumber daya manusia tersebut diperlukan manajer yang


14

efektif antara lain dapat memimpin kelompok, dapat merencanakan pekerjaan

kelompok saat ini dan masa yang akan datang, memberi instruksi kepada anggota

staff agar tetap bekerja, memonitor kerja anggota staf, memberi imbalan dan pujian,

mengembangkan setiap anggota staff, dan berada diantara administrasi dan

anggota staf (Tappen, 1995).

Ilyas (1999), mengemukakan bahwa sumber daya manusia secara konseptual harus

dipandang sebagai aktor organisasi yang mempunyai beberapa dimensi antara lain:

- Sumber daya manusia sebagai asset organisasi, dimana manusia dipandang

sebagai sumber daya utama dalam mencapai tujuan organisasi. Optimalisasi aset

sumber daya yang dimiliki akan berdampak pada keluaran organisasi.

- Sumber daya manusia sebagai biaya, diartikan bahwa organisasi mengeluarkan

biaya yang besar, khusus untuk organisasi kesehatan, dana untuk mengelola

tenaga kesehatan mencapai 60 – 70% dari total biaya kesehatan dan 60%nya

digunakan untuk belanja karyawan. Pembiayaan sumber daya manusia meliputi

rekruitmen, seleksi, pendidikan dan latihan, pengembangan,

kompensasi/gaji/insentif yang semuanya akan mempengaruhi “cash flow”

organisasi.

- Sumber daya manusia sebagai “revenue center” organisasi, yaitu melalui

peningkatan kualitas, kuantitas dan nilai tambah produk/jasa rumah sakit yang

ditentukan oleh karyawan rumah sakit sehingga dapat meningkatkan keuntungan

keuangan bagi rumah sakit.

- Sumber daya manusia sebagai komponen kritis organisasi, yang berarti bahwa

tingkat manfaat sumber daya yang lain tergantung dari tingkat manfaat
15

karyawan. Ketepatan dalam memilih karyawan untuk mengelola sumber daya

lainya merupakan kunci sukses organisasi untuk tumbuh dan berkembang.

3. Fungsi manajemen sumber daya manusia

Fungsi manajemen sumber daya manusia adalah rekruitment dan seleksi,

penempatan, pengembangan, peningkatan kesehatan, kompensasi, penilaian,

promosi, pensiun, dan pemberhentian (Mangkuprawira, 2002).

David (1986), mengemukakan fungsi manajemen sumber daya manusia ada empat

jenis yaitu:

- Fungsi akuisisi, dimulai dari perencanaan yang berkaitan dengan syarat-syarat

ketenagaan yang diperlukan. Hal ini termasuk perkiraan penawaran dan

permintaan tenaga kerja. Akuisisi mencakup kegiatan rekruitment, seleksi dan

sosialisasi karyawan.

- Fungsi pengembangan, dapat ditinjau dari tiga sisi yaitu: (1) Pelatihan karyawan,

yang menekankan pada pengembangan keahlian/ keterampilan dan perubahan

sikap diantara para karyawan, (2) Pengembangan manajemen, yang perhatian

utamanya pada penambahan pengetahuan dan peningkatan kemampuan

konseptual eksekutif, (3) Pengembangan karier, sebagai usaha kontinyu untuk

mempertemukan kebutuhan jangka panjang individu dan organisasi.

- Fungsi motivasi, yaitu adanya penyatuan bahwa setiap individu adalah unik dan

setiap tehnik motivasi haruslah mencerminkan kebutuhan setiap individu. Di

dalam fungsi motivasi ditinjau adanya pengasingan diri, kenyamanan pekerja,

penilaian kinerja, pemberian penghargaan dan hukum, pemberian

kompensasi/insentif dan penanganan problem karyawan.


16

- Fungsi pemeliharaan, menciptakan kondisi kerja agar para karyawan tetap

komitmen pada organisasi.

Hasibuan (2000), mengemukakan fungsi manajemen sumber daya manusia

meliputi 11 komponen yaitu :

- Perencanaan, merupakan perencanaan tenaga kerja secara efektif agar sesuai

dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.

Perencanaan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian

meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan,

pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan

pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu

tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

- Pengorganisasian, merupakan kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan

dengan menetapkan pembagian kerja, delegasi wewenang, integrasi dan

koordinasi dalam struktur organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk

mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya

tujuan secara efektif.

- Pengarahan (directing), merupakan kegiatan mengarahkan semua karyawan,

agar mau bekerjasama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu

tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan

pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya

dengan baik.

- Pengendalian (controlling), merupakan kegiatan pengendalian semua karyawan

agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan

rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan


17

perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi

kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan

menjaga situasi lingkungan.

- Pengadaan (recruitment), merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan dan

orientasi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan

perusahaan. Pengadaan karyawan yang baik akan membantu terwujudnya

tujuan.

- Pengembangan (development), merupakan proses peningkatan keterampilan

tehnis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan

pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan

kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

- Kompensasi (compensation), merupakan pemberian balas jasa langsung atau

tidak langsung, dapat berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai

imbalan jasa yang telah diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah

adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan

dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah

minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.

- Pengintegrasian (integration), merupakan kegiatan untuk mempersatukan

kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar terciptanya kerjasama

yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan

dapat memenuhi kebutuhan dari hasil kerjanya. Pengintegrasian merupakan dua

kepentingan yang bertolak belakang.

- Pemeliharaan (maintenance), merupakan kegiatan untuk memelihara atau

meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap

mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan
18

program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan

serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.

- Kedisiplinan, merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang

terpenting dan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa disiplin yang baik sulit

mencapai terwujudnya tujuan secara maksimal. Kedisplinan adalah keinginan

dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma

sosial.

- Pemberhentian (separation), merupakan putusnya hubungan kerja seseorang dari

suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,

keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.

Dari uraian diatas, bahwa sumber daya manusia merupakan aset organisasi yang

bernilai tinggi sehingga perlu dikelola dan dipelihara secara efektif melalui fungsi

manajemen sumber daya manusia dalam organisasi sehingga diperoleh loyalitas,

produktifitas yang tinggi dan rasa nyaman dalam bekerja. Namun demikian dalam

manajemen sumber daya manusia ini tetap saja menghadapi masalah antara lain :

ketidakhadiran kerja tinggi, kurang disiplin, banyaknya perawat yang keluar,

ketidakpuasan kerja, hubungan antara atasan dan bawahan kurang harmonis,

imbalan jasa tidak adil dll.

B. Fungsi Pemeliharaan Sumber Daya Manusia

Retensi karyawan dapat dengan melalui fungsi pemeliharaan karyawan. Fungsi

pemeliharaan (maintenance) merupakan usaha mempertahankan dan atau

meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap karyawan agar mereka tetap loyal dan

bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2001).


19

Tujuan dari pemeliharaan karyawan adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja,

meningkatkan disiplin, menurunkan ketidakhadiran, meningkatkan loyalitas, retensi

karyawan, memberikan ketenangan dan keamanan karyawan, meningkatkan

kesehatan karyawan, meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarga,

memperbaiki kondisi fisik mental dan sikap, mengurangi konflik dan menciptakan

suasana yang harmonis serta mengefektifkan pengadaan karyawan (Hasibuan, 2001).

Hasibuan (2001), mengusulkan lima buah azas pemeliharaan karyawan yaitu:

- Azas manfaat dan efisiensi, pemeliharaan dilakukan harus efisien dan memberikan

manfaat yang optimal bagi perusahaan dan karyawan. Pemeliharaan ini hendaknya

dapat meningkatkan prestasi kerja, keamanan, kesehatan, dan loyalitas karyawan

dalam mencapai tujuan.

- Azas kebutuhan dan kepuasan, pemenuhan kebutuhan dan kepuasan harus menjadi

dasar program pemeliharaan karyawan. Hal ini sangat penting, karena dengan

tujuan keamanan, kesehatan dan sikap karyawan tercapai dengan baik, mereka

akan bekerja secara efektif dan efisien.

- Azas keadilan dan kelayakan, keadilan dan kelayakan akan menciptakan

ketenangan dan konsentrasi karyawan terhadap tugas-tugasnya sehingga

karyawan memiliki sifat disiplin, kerja sama yang baik dan semangat kerja yang

meningkat.

- Azas peraturan legal, peraturan-peraturan legal yang bersumber dari undang-

undang, Keppres dan keputusan menteri harus dijadikan azas program

pemeliharaan karyawan dengan tujuan menghindari konflik dan intervensi serikat

buruh dan pemerintah.


20

- Azas kemampuan perusahaan, kemampuan perusahaan menjadi pedoman atas azas

program pemeliharaan kesejahteraan karyawan.

Hasibuan (2001), mengemukakan metode-metode yang perlu dikembangkan dalam

pemeliharaan karyawan yaitu:

- Komunikasi, melalui komunikasi yang baik akan dapat menyelesaikan

masalah-masalah yang terjadi dalam perusahaan. Manajemen terbuka akan

mendukung terciptanya pemeliharaan keamanan, kesehatan dan loyalitas

karyawan baik.

- Insentif, merupakan daya penggerak yang dapat menimbulkan terciptanya

pemeliharaan karyawan. Melalui insentif, karyawan mendapat perhatian dan

pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya.

- Kesejahteraan karyawan, pemberian kesejahteraan akan menciptakan ketenangan,

semangat kerja, dedikasi, disiplin, sikap loyal terhadap perusahaan dan sekaligus

menurunkan angka kejadian keluar karyawan.

- Keselamatan dan kesehatan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja akan

menciptakan terwujudnya pemeliharaan karyawan yang baik.

- Hubungan industri Pancasila, hubungan antar karyawan, pengusaha dan pemerintah

harus didasarkan pada nilai-nilai yang merupakan manifestasi sila-sila Pancasila

dan UUD 45.

C. Faktor-faktor Pendukung Retensi Perawat

Summers (2000), berpendapat bahwa untuk meningkatkan retensi perawat di rumah

sakit diperlukan beberapa hal antara lain: seleksi calon perawat secara profesional,

disepakati mengenai imbalan jasa yang akan diterima, kelanjutan pendidikan yang
21

akan diperoleh, mengikutsertakan sertifikasi kekhususan, peningkatan komunikasi

dengan perawat, dan pemberian waktu yang fleksibel bagi setiap perawat. Sedangkan

Kingston (2002), berpendapat bahwa untuk mendukung retensi perawat di Rumah

Sakit George Washington diperlukan penambahan insentif, perubahan jadwal kerja

dari yang waktunya panjang menjadi lebih pendek, peningkatan promosi/karir dan

peningkatan infra struktur berupa kultur organisasi yang memberikan kepuasan dan

penghargaan atas peningkatan kerja perawat.

Hansen (2001), mengemukakan pendapatnya bahwa peningkatan retensi perawat

dapat dilakukan melalui peningkatan perbaikan ketidakpuasan kerja. Peningkatan

kepuasan kerja dapat dilakukan oleh supervisor melalui: mengadakan pendekatan

dengan anggota staf perawatan tentang jadwal rotasi kerja dan memberi

kesempatan untuk ekpress feeling tentang kesukarannya dalam bekerja, memberi

penghargaan atas prestasi kerjanya yang berupa tiket untuk berlibur atau tiket

pilihan lain, dan meningkatkan komunikasi yang efektif. Scanlon (2001),

berpendapat bahwa untuk meningkatkan retensi perawat maka diperlukan

peningkatan pelatihan, manajemen jadwal kerja yang baik, design pekerjaan yang

lebih baik, memberikan kesempatan karir ke posisi yang lebih tinggi, peningkatan

tanggung jawab dari pihak administrasi, kejelasan peran, dilibatkan dalam

pengambilan keputusan, peningkatan imbalan jasa (gaji), memberikan dukungan

terhadap lingkungan kerja perawat, keterampilan kerja dan dukungan sosial.

Cushway (2002), mengemukakan 10 jenis usaha untuk meretensi karyawan disuatu

perusahaan yaitu:

- Upah dan fasilitas, upah dan fasilitas harus adil karena ketidakpuasan dapat tumbuh

bila mereka merasa diperlakukan tidak sama dengan rekannya. Demikian juga
22

apabila organisasi tidak menggaji sebaik dengan apa yang ditawarkan

kompetitor/pesaing lain, maka lama-kelamaan akan kehilangan pegawai.

- Pengakuan dan prospeks, setiap ada kesempatan pimpinan harus memberikan

apresiasi atas pekerjaan yang telah diselesaikan karyawannya. Karyawan yang

efektif sedapat mungkin dipromosikan tetapi harus didukung oleh keterampilan

keahlian untuk pekerjaan berikutnya.

- Kondisi kerja, kondisi kerja yang buruk akan menyebabkan ketidakpuasan.

- Desain kerja, pekerjaan sebaiknya dirancang untuk memenuhi kebutuhan individu

dan harus memungkinkan adanya variasi minat dan kesempatan untuk belajar dan

tumbuh, jika tidak maka kekecewaan yang muncul dan memungkinkan karyawan

memilih keluar.

- Hubungan kerja, hubungan kerja yang buruk akan menyebabkan kekecewaan dan

mengakibatkan ketidakhadiran serta keluarnya karyawan.

- Kinerja, jika manusia merasa tidak cukup dan hatinya tidak berada dipekerjannya,

maka secara moral mereka akan menderita, maka dari itu mereka harus diberi

petunjuk yang jelas apa yang diharapkan dari mereka serta diberi kesempatan untuk

mengikuti pelatihan-pelatihan.

- Perjanjian, jika manusia tidak merasa bertanggungjawab terhadap organisasi, maka

mereka akan mencari kesibukan sendiri. Tugas pimpinanlah untuk menjelaskan

tujuan dari organisasi dan berusaha mendapat tanggungjawab mereka.

- Promosi dan seleksi yang buruk, mengangkat seorang karyawan yang tidak siap

untuk suatu pekerjaan akan menyebabkan tingginya keluarnya karyawan.

- Harapan, jika ada pengharapan akan ada kemajuan didalam organisasi atau

tersedianya imbalan, namun kemudian tidak terpenuhi, akan muncul ketidakpuasan

dan menambah keluarnya karyawan


23

- Supervisi dan manajemen yang efektif.

Mobley (1986), mengemukakan beberapa hal dalam usaha meretensi karyawan disuatu

perusahaan antara lain:

- Perekrutan, seleksi dan sosialisasi awal.

Perekrutan dan penyeleksian dilakukan dengan seksama baik secara tradisionil

maupun modern dan diharapkan mendapatkan calon karyawan yang baik. Setelah

diterima, maka masuk tahap orientasi dimana individu harus dapat menyesuaikan

diri sesuai dengan bakat dan kemampuan individu yang berkaitan dengan syarat-

syarat pekerjaan, nilai-nilai, harapan-harapan individu yang berkaitan dengan

norma-norma, kebijakan-kebijakan, sistem pengimbalan serta syarat-syarat

keorganisasian. Agar penyesuaian diri karyawan baru lebih efektif, maka perlu

memberikan orientasi terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dan lengkap bagi

calon karyawan, dengan harapan penyesuaian diri lebih baik, kepuasan dan

keterikatan karyawan terhadap perusahaan meningkat sehingga dapat meningkatkan

retensi karyawan Wanous (1980) dalam Mobley (1986)

- Bobot pekerjaan

Sejauh para karyawan menilai pekerjaan mereka sebagai sesuatu yang penuh arti,

mempunyai identitas, penting, mendapat umpan balik yang positif, maka jenis

pekerjaan yang mereka kerjakan akan dapat meningkatkan kepuasan terhadap

bobot pekerjaannya sehingga secara langsung akan meretensi karyawan.

Keberagaman jenis keterampilan yang dikuasai karyawan, jenis pekerjaan yang

dipegangnya menjadi kebanggaan pribadi dan menganggap bahwa jenis

pekerjaannya penting diperusahaannya maka orang tersebut secara psikologis


24

memiliki keberartian terhadap pekerjaannya. Otonomi yang dimiliki oleh karyawan

baik secara pelimpahan tugas dari atasan atau secara otomatis karena sifat

profesionalismenya maka akan menumbuhkan rasa tanggungjawab yang tinggi

terhadap hasil yang harus dicapai dalam pekerjaannya.

Evaluasi perkembangan hasil pekerjaan karyawan oleh atasan sangat diperlukan

dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan dan

diperlukan pula untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang akan

datang sehingga kualitas produknya terjamin. Jadi dengan rasa keberartian yang

tinggi terhadap jenis pekerjaannya, memiliki otonomi, rasa tanggungjawab yang

tinggi terhadap hasil pekerjaannya serta pesatnya perkembangan pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki karyawan maka secara otomatis dalam diri karyawan

akan tumbuh motivasi kerja yang tinggi, prestasi kerja yang tinggi, kepuasan

terhadap pekerjaan tinggi serta kemangkiran dan keluarnya karyawan menjadi

rendah. Keadaan demikian harus secara terus menerus diberlakukan dan

dipertahakan sehingga dari saat ke saat berkembang terus kearah yang lebih baik.

Gambar 2.1 dibawah ini dapat menggambarkan bagaimana penilaian karyawan

tentang bobot pekerjaan.

Hasil penelitian Price (1977) dalam Mobley (1986) menunjukkan bahwa ada

hubungan positif yang lemah tapi taat azas antara rutinitas pekerjaan dengan

keluarnya karyawan. Porter dan Steers (1973) dalam Mobley (1986) memperoleh

data yang mendukung bagi hubungan positif antara pengulangan tugas (rutinitas)

dengan keluarnya karyawan serta hubungan negatif antara otonomi, tanggung

jawab dengan keluarnya karyawan.


25

DIMENSI-DIMENSI KEADAAN PSIKO- INDIVIDU DAN HASIL-


PEKERJAAN INTI LOGIS YANG KRITIS HASIL PEKERJAANNYA

Keberagaman Motivasi kerja intern


Keterampilan Keberartian tinggi.
Identitas pekerjaan > Pekerjaan
Pentingnya pekerjaan yang dialami Prestasi kerja yang
Berkualitas tinggi
Otonomi Pengalaman akan tanggung >
Jawab atas hasil pekerjaan
Kepuasan yang besar
terhadap pekerjaan
Umpan balik Pengetahuan akan hasil
Kegiatan-kegiatan kerja Tingkat kemangkiran
yang sebenarnya dan pergantian karya-
wan yang rendah
Petumbuhan karyawan
memerlukan kekuatan.

Gambar 2.1. : Model karakteristik pekerjaan yang memberi motivasi.

Sumber : Mobley, W.H. (1986). Pergantian karyawan: sebab, akibat dan


pengendaliannya. Hal. 70.

- Kompensasi

Kompensasi merupakan seluruh pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung

atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang

diberikan kepada perusahaan. Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu

kompensasi langsung berupa gaji, upah, dan insentif; kompensasi tidak langsung

dapat berupa kesejahteraan (tunjangan hari raya, pakaian dinas, kafetaria, mushola,

olah raga dan darmawisata). Kebijakan kompensasi, baik besarnya, susunannya

maupun waktu pemberiannya dapat mendorong gairah kerja dan keinginan

karyawan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal sehingga membantu

terwujudnya sasaran perusahaan. Besarnya kompensasi harus ditetapkan


26

berdasarkan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, posisi

jabatan, konsistensi eksternal serta berpedoman pada keadilan dan pemerataan

pendapatan. Susunan kompensasi yang ditetapkan dengan baik akan memberikan

motivasi kerja bagi karyawan.

Perbedaan penentuan kompensasi antar perusahaan (rumah sakit), memiliki

hubungan kuat dengan keberadaan karyawan disuatu institusi perusahaan

tersebut. Meskipun hubungan ini sangat menentukan, namun demikian tidak

menunjukan sebagai ramalan keluarnya karyawan pada tingkat individual atau

kelompok. Untuk itu pimpinan perusahaan tersebut harus terus-menerus

memperkirakan daya saing dan perbaikan upah, demi kebaikan organisasi dipasar

tenaga kerja yang bersangkutan. Kalaupun perusahaan/rumah sakit tidak dapat

bersaing dalam hal upah dipasar tenaga kerja maka harus diberikan perhatian yang

lebih baik terhadap faktor lain, seperti bobot pekerjaan atau supervisi yang baik

sehingga dapat mempertahankan karyawan yang bersangkutan. Kegagalan dalam

memberikan imbalan jasa/kompensasi yang lebih besar bagi karyawan yang

berprestasi dapat memicu keluarnya karyawan dan bahkan bagi karyawan yang

sebenarnya harus dipertahankan oleh perusahaan keberadaannya Borman (1970),

Landy dan Farr (1980) dalam Mosbey (1986).

Arnknecht dan Early (1972) dalam Mobley (1986) mendapati bahwa faktor yang

terpenting kejadian keluarnya karyawan dikarenakan pemberian kompensasi yang

didapat relatif rendah. Blau (1973), Price (1977) dalam Mobley (1986) menemukan

hal yang sama antara tingkat kompensasi dengan laju keluarnya/bertahannya

karyawan. Sedangkan Lawler (1973) dalam Mobley (1986) mendapati bahwa


27

pengaruh tingkat kompensasi terhadap laju keluarnya karyawan mengalahkan

pemerataan administrasi dan prestasi kerja, dengan artian walaupun secara

administrasi pembagian pekerjaan merata dan prestasi kerja memuaskan, apabila

kompensasi yang didapat dirasakan tidak memadai maka karyawan tidak akan

bertahan bekerja di perusahaan tersebut.

- Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan,

agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan

organisasi. Seorang pimpinan harus memiliki sifat yang mampu dijadikan anutan

dalam berperilaku bawahannya, membangkitkan semangat berkreasi dan

membimbing bawahannya, serta mendorong bawahan sehingga sanggup

bertanggungjawab atas pekerjaannya. Dengan kata lain gaya kepemimpinan

pimpinan harus mampu mendorong gairah kerja, kepuasan kerja dan dapat

meningkatkan produksi bawahan sehingga tercapai tujuan organisasi.

Proses pencapaian nilai dan imbalan bagi karyawan, yang didasarkan atas

pekerjaannya dalam organisasi dapat tumbuh dari berbagai sumber. Salah satunya

adalah melalui supervisi langsung yang dapat menjadi fasilitator perolehan nilai

dan perolehan imbalan (Mobley, 1986). Untuk dapat melaksanakan hal tersebut

maka pimpinan/supervisor harus dapat menciptakan hubungan pribadi yang positif

dengan bawahannya dan menciptakan lingkungan yang menunjang sehingga

karyawan akan merasa terikat dengan pimpinananya dan mendukung terjadinya

retensi karyawan. Supervor berperan pula dalam sosialisasi awal pada karyawan

baru Graen (1976) dalam Mobley (1986). Selain itu, supervisor berperan pula

sebagai sumber informasi peran, harapan-harapan terhadap peran, umpan balik dan
28

tunjangan sosial bagi karyawan baru, membantu karyawan baru memperkecil

ketakutan ditempat kerja, mengajarkan cara-cara/norma-norma dan jaringan

komunikasi informal dan formal, menjelaskan dan merundingkan tujuan dan

imbalan yang diharapkan, membentuk perilaku baru sedikit demi sedikit sesuai

harapan peran profesi (Mobley, 1986).

Dansereau, Cashman dan Graen (1977) dalam Mobley mendapati bahwa keluwesan

pimpinan dalam mengganti-ganti pekerjaan karyawanya dan mempergunakan

kemampuannya untuk membantu para karyawannya untuk memecahkan persoalan-

persoalan kerja mereka mempunyai hubungan yang penting dengan

keluar/bertahannya karyawan.

- Manajemen karir

Karir merupakan semua pekerjaan yang dipegang seseorang selama masih bekerja.

Komponen karir terdiri atas alur karir, tujuan karir, perencanaan dan pengembangan

karir. Alur karir merupakan pola pekerjaan yang berurutan yang membentuk karir

seseorang. Tujuan karir adalah pernyataan tentang posisi masa depan dimana

seseorang berupaya mencapainya sebagai bagian dari karir hidupnya. Perencanaan

karir adalah proses dimana seseorang menyeleksi tujuan karir dan arus karir untuk

mencapai tujuan tersebut. Sedangkan pengembangan karir adalah perbaikan-

perbaikan personal yang dilakukan untuk mencapai rencana dan tujuan karirnya.

Lima faktor individu yang terkait dengan pengembangan karir yaitu individu

menghendaki keadilan dalam sistem promosi karirnya, individu menginginkan

atasanya memainkan peran penting dalam pengembangan karirnya, individu

menghendaki diberi kesempatan untuk meningkatkan karirnya, individu


29

membutuhkan informasi alur dalam peningkatan karirnya dan individu

membutuhkan peningkatan kepuasan dalam karirnya sehingga mencapai

puncaknya.

Mobley (1986) mengemukakan bahwa bertahannya/keluarnya karyawan

berhubungan dengan kepuasan yang sekarang dirasakan dan harapan-harapan

dimasa yang akan datang, serta penilaian pekerjaan-pekerjaan dan peran-peran

didalam dan diluar organisasi. Bagi karyawan yang menghargai pelatihan atau

penghalusan keterampilan dan kemampuan akan berusaha meningkatkan prestasi

mereka. Pelatihan dan pengembangan yang didukung oleh organisasi dapat

menambah kepuasan pada pekerjaan. Becker (1964) dalam Mobley (1986),

mengemukakan bahwa pelatihan yang khusus ditentukan oleh organisasi dapat

membantu mengurangi mobilitas karyawan yaitu dengan mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan yang khusus. Meskipun para karyawan puas dengan

pekerjaannya yang sekarang, namun dapat saja keluar, apabila tidak memiliki

harapan akan mendapat peran dimasa yang akan datang.

Schein (1978) dalam Mobley (1986), menyarankan agar proses perencanaan dan

pengembangan karir harus mengakui dimensi ganda sebagai berikut: (1) Sebagai

insan seutuhnya dan yang berubah-ubah. Orang harus mendapat perhatian yakni

perkembangan diri, perkembangan karir dan perkembangan keluarga serta interaksi

perkembangan-perkembangan ini sepanjang waktu. (2) Jalan dan rangkaian karir

serta interaksi kedua-duanya dalam jabatan dan dalam organisasi harus dianalisis

dan dimengerti. (3) Ikhtiar-ikhtiar pengembangan organisasi harus dikombinasikan

dengan program-program pengembangan karir secara eksplisit baik ke jenjang

struktural maupun fungsional. (4) Ciri dan iklim organisasi harus dianalisis dan
30

dimengerti dalam kaitannya dengan keberhasilan dan perkembangan karir. (5)

Perubahan-perubahan kemasyarakatan harus dimengerti dan tercermin dalam

proses-proses pengembangan karir.

Lebih tepat dikatakan bahwa organisasi harus memberikan kepada individu:

informasi tentang kemungkinan jalan karir, umpan balik perkiraan kemampuan

jalan karir, imbalan-imbalan bagi pengembangan diri serta kesempatan-kesempatan

dan program-program pengembangan. Porter dan Steers (1973) dalam Mobley

(1986) menemukan bahwa kurangnya kesempatan promosi menjadikan seseorang

untuk keluar dari suatu perusahaan yang utama.

- Jadwal kerja

Kelompok dengan kerja shift, baik tetap maupun tidak tetap yang bekerja sehari

penuh atau hari-hari tertentu saja, menyebabkan beberapa individu mencari

pekerjan-pekerjaan lain. Keadaan demikian, menuntut jam-jam kerja yang luwes

dan pilihan diluar delapan jam kerja, lima hari kerja seminggu, juga dapat berguna

bagi perekrutan dan usaha menahan karyawan. Sesungguhnya keluwesan dalam

jam kerja bagi karyawan sama sekali bukan kecendrungan yang bersifat nasional,

namun demikian sebagian besar organisasi menyatakan kepuasan terhadap jadwal

tersebut Nollen (1980) dalam Mobley (1986).

- Jaminan

Organisasi-organisasi yang peka terhadap fluktuasi kekaryawanan mungkin

mendapat kesulitan dalam mempertahankan karyawan-karyawan mereka karena

karyawan mudah keluar. Untuk itu perlu jaminan dari pada para serikat buruh untuk

tidak keluar, namun demikian perlu kompensasi dari adanya jaminan untuk tidak
31

keluar tersebut dapat berupa ; tunjangan-tunjangan tambahan, tunjangan kesehatan

keluarga dan tunjangan liburan keluarga.

- Kondisi tempat kerja

Keadan fisik lingkungan kerja tidak dapat diabaikan. Peraturan-peraturan, publikasi

dan kesadaran umum akan kondisi-kondisi keselamatan dan lingkungan yang

bertambah, bersamaan dengan sarana institusi yang makin tua membawa pada

hipotesis bahwa kondisi kerja akan menjadi faktor yang makin penting dalam usaha

mempertahankan karyawan. Lingkungan kerja yang secara fisik dan psikis aman

merupakan tujuan yang berharga dari sudut pandang keluarnya karyawan maupun

sudut pandang keorganisasian. Hasil survey Mangione (1973) menemukan bahwa

suatu hubungan penting antara kecukupan sumber, kepuasan dengan adanya hal-hal

yang menyenangkan dengan keluarnya karyawan.

- Pembentukan tim

Kelompok pekerja yang diperluas setiap karyawan akan berinteraksi, dan hal ini

akan menjadi sumber saling keterikatan pada organisasi. Secara tidak langsung

akan mengurangi terjadinya keinginan untuk keluar.

- Sentralisasi

Price (1977) mengambil kesimpulan bahwa organisasi yang sangat tersentralisasi

lebih banyak mengalami keluarnya karyawan. Hubungannya karena kurangnya

otonomi, kurangnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan, kurangnya waktu

dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan unit atau individu.

- Komunikasi

Komunikasi efektif dengan para karyawan disuatu perusahaan banyak dianjurkan

tetapi kurang dijalankan secara baik. Price (1977) dalam Mobley (1986),

mengemukakan bahwa komunikasi dalam organisasi yang dilakukan secara formal,


32

dan komunikasi yang berdasarkan atas tugas adalah salah satu faktor penentu

keluarnya karyawan. Mengembangkan umpan balik yang positif atas komunikasi

dalam tugas yang dijalankan secara langsung dan berulang-ulang merupakan

sasaran yang harus dicapai dengan baik. Upaya manajemen untuk meningkatkan

arus komunikasi baik formal maupun informal akan mempunyai pengaruh yang

positif bagi organisasi dalam upaya retensi karyawan.

- Rasa keterikatan terhadap organisasi

Kepercayaan individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi merupakan bagian

yang terbesar berpengaruh terhadap keterikatan organisasi Mowday (1979) dalam

Mobley (1986).

- Faktor demografi

Usia; para penelaah kepustakaan mengenai keluar/bertahannya karyawan,

mengemukakan bahwa adanya hubungan negatif yang taat azas antara usia dengan

masa jabatan yaitu karyawan yang lebih muda lebih besar kemungkinannya untuk

keluar Mobley (1979), Muchinsky dan Tuttle (1979), Porter dan Steers (1973),

Price (1977), dalam Mobley (1986). Karyawan yang lebih muda mungkin

mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan yang baru

dan memiliki tanggungjawab keluarga yang lebih sedikit, sehingga lebih bebas

dalam memobilitas pekerjaan. Mungkin juga mereka memiliki harapan-harapan

yang kurang tepat mengenai pekerjaan yang tidak terpenuhi pada pekerjaan-

pekerjaan mereka sebelumnya Porter dan Steers (1973) dalam Mobley (1986)

Jenis kelamin; hubungan antara jenis kelamin dan keinginan keluar atau bertahanya

dalam suatu pekerjaan tidak akan mendapati pola yang sederhana Mobley (1979),

Price (1979), dalam Mobley (1986).


33

Pendidikan; tidak ada tanda-tanda bahwa ada hubungan yang kuat antara

pendidikan dan keluarnya karyawan di institusi Mobley (1979); Price (1977),

dalam Mobley (1986). Keputusan yang membedakan keberadaan antara institusi

kesehatan dan kebutuhan karyawan sebagai seorang perawat, karena semua

program pendidikan dasar keperawatan (perawat tingkat assosiate, diploma dan

sarjana) mempersiapkan siswa pada sistem tugas perawatan klien secara

komprehensip, tetapi banyak institusi kesehatan menggunakan sistem tugas

sebagian-sebagian terhadap asuhan keperawatan klien (Schmalenberg and kramer,

1976). Siswa yang mendapat pendidikan dengan methode penugasan kasus secara

komprehenship dan penugasan perawatan klien secara terus-menerus, maka akan

terjadi frustasi ketika mereka berusaha tidak meninggalkan prinsip-prinsip

perawatan klien secara total menurut apa yang didapatkannya, untuk itu perlu

penyesuaian langsung terhadap pendekatan metode fungsional dan team.

Lebih tinggi pendidikan perawat cenderung lebih kritis dari profesi keperawatan

lebih rendah tingkat pendidikannya. Banyak kreativitas atau pembaharuan para

perawat muda dengan cepat berpengaruh terhadap kerja birokrat institusi kesehatan,

karena mereka berada diluar para pengambil keputusan, diluar pembuat tujuan,

diluar pengambil kebijakan. Struktur birokrasi baik di rumah sakit, klinik dan

tempat perawatan lama berpengaruh terhadap kreatifitas dalam mendefinisikan

akan tugas-tugas keperawatan yang disebut dengan pembatasan tanggungjawab

personal dan sedikit membatasi usulan pengembangan keterampilan. Orang yang

masuk keperawatan harus memiliki sifat “altruistik dan humanistik” karena


34

menghadapi frustasi terhadap kebutuhan waktu dalam jumlah besar dengan

pekerjaan yang tidak menarik dan tidak memerlukan kertas kerja.

Masa kerja; ada hubungan negatif antara panjangnya masa kerja dengan kejadian

pergantian karyawan. Keluarnya karyawan lebih banyak terdapat pada karyawan-

karyawan dengan masa kerja lebih singkat. U.S. Civil commission (1977)

mendapati bahwa setiap kelompok tertetu dari orang-orang yang bekerja,

duapertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka keluar pada akhir tiga tahun

pertama masa bakti, dan lebih dari setenganya pada akhir tahun pertama.

Dari uraian diatas, maka upaya-upaya mempertahankan karyawan perlu memperhatikan

faktor-faktor tertentu antara lain : (1) Perekrutan, seleksi dan orientasi karyawan secara

optimal, (2) Bobot pekerjaan karyawan harus baik, (3) Imbalan jasa yang optimal, (4)

Kepemimpinan atasan yang memberi dampak terhadap perkembangan karyawan baik

secara fisik maupun mental, (5) Manajemen karir yang jelas bagi setiap karyawan, (6)

Jadwal kerja yang fleksible sesuai kebutuhan karyawan, (7) Kondisi kerja yang

memberikan kenyamanan, (8) Komunikasi keatas, kebawah dan teman sejawat cukup

baik, (9) Pembentukan team yang solid, (10) Rasa keterikatan pada organisasi tinggi,

(11) Kinerja dan kepuasan kerja baik, (12) Keamanan, keselamatan karyawan, (13)

Adanya jaminan kesehatan bagi karyawan dan keluarga, (14) Adanya jaminan pensiun,

dan (15) Faktor demografi.


35

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,

HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

penggabungan dari teori Mobley (1986) dan Cushway (2002) tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan retensi perawat di rumah sakit. Retensi

merupakan kondisi dimana seorang perawat tetap mempertahankan posisi

kerjanya di rumah sakit tempatnya bekerja.

Adapun faktor-faktor pendukung terjadinya retensi perawat adalah (1) Karakteristik

demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, lama kerja dan

jabatan), (2) Perekrutan, seleksi dan orientasi, (3) Bobot pekerjaan, (4) Imbalan

jasa, (5) Kepemimpinan, (6) Manajemen karir, (7) Jadwal bekerja, (8) Kondisi bekerja,

(9) Komunikasi, (10) Pembentukan tim yang solid, (11) Rasa keterikatan terhadap

institusi, (12) Kinerja, (13) Keamanan dan keselamatan, (14) Jaminan

kesehatan, (15) Jaminan pensiun. Jika terjadi retensi maka keuntungan yang dapat

diperoleh oleh organisasi rumah sakit tersebut adalah biaya rekruitmen tidak

mengalami pembengkakan, kualitas asuhan keperawatan dapat dipertahankan baik,

moral karyawan tidak terganggu, hubungan komunikasi staf dan atasan lancar.

Secara skematik dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :


36

1. Karakteristik
demografi
2. Rekruitmen, seleksi
dan orientasi
3. Bobot pekerjaan
4. Imbalan jasa
5. Kepemimpinan 1. Pengeluaran
6. Manajemen karier dana rendah
7. Jadwal bekerja 2. Moral pegawai
8. Kondisi pekerjaan Retensi baik
9. Komunikasi perawat 3. Kualitas askep
10. Pembentukan tim yang baik
solid 4. Komunikasi
11. Rasa keterikatan baik
12. Kinerja
13. Keamanan dan
keselamatan kerja
14. Jaminan kesehatan
15. Jaminan pensiun Gambar 3.1.
Kerangka teori retensi perawat

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, maka peneliti menetapkan tujuh buah faktor

yang diduga mendukung retensi perawat dan faktor-faktor tersebut memungkinkan

untuk dimodifikasi. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik demografi, bobot

pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan

jasa. Faktor-faktor tersebut merupakan variabel independen, sedangkan variabel

dependennya adalah pernyataan keinginan retensi perawat. Secara skematis, kerangka

konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2. sebagai berikut:
37

Variabel Independen

1. Karakteristik demografi Var. Dependen


2. Bobot pekerjaan
3. Kepemimpinan
4. Manajemen karir Retensi
5. Kondisi bekerja Perawat
6. Komunikasi
7. Imbalan jasa

Gambar 3.2.
Kerangka konsep penelitian

C. Hipotesis

Dari kerangka konsep tersebut diatas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai

berikut :

1. Ada hubungan antara karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan,

status perkawinan, masa kerja dan jabatan) perawat dengan retensi perawat di

Rumah Sakit Agung.

2. Ada hubungan antara bobot pekerjaan dengan retensi perawat di Rumah Sakit

Agung.

3. Ada hubungan antara kepemimpinan dengan retensi perawat di Rumah Sakit

Agung.

4. Ada hubungan antara manajemen karir dengan retensi perawat di Rumah Sakit

Agung.

5. Ada hubungan antara kondisi bekerja dengan retensi perawat di Rumah Sakit

Agung.

6. Ada hubungan antara komunikasi dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung.

7. Ada hubungan antara imbalan jasa dengan retensi perawat di Rumah Sakit Agung.
38

D. Definisi Operasional

Adapun variabel yang akan diteliti dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 3.1 : Definisi operasional penelitian.

Skala
No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Hasil Ukur Ukur

1. Retensi Keinginan tetap Kuesioner 1. Tidak berniat tetap bekerja Ordinal


perawat bertahan/bekerja di 2. Berniat tetap bekerja
rumah sakit.

2. Karakteris- Usia, ulang tahun Kuesioner Berdasarkan median usia Ordinal


tik terakhir responden. Dikategorikan <26
Demografi tahun dan >26 tahun.

Jenis kelamin, kondisi 1 = Laki-laki Nominal


responden berdasarkan 2 = Perempuan
jenis kelamin

Pendidikan, pendidikan 1 = SPK/Bidan Ordinal


formal terakhir 2 = D III Kep/Keb.
responden

Status perkawinan, 1 = Masih lajang Ordinal


status pernikahan 2 = Kawin/janda/duda
responden pada saat
dilakukan penelitian.

Masa kerja, masa kerja Berdasarkan median lama bekerja Ordinal


responden di rumah responden. Di kategorikan <3
sakit yang bersangkutan tahun dan >3 tahun.

3. Bobot Persepsi responden Kuesioner Setiap item diukur dengan skor 1– Ordinal
pekerjaan terhadap bobot Terdiri dari 7 4, sehingga memiliki total skor 7–
pekerjaan pernyataan 28. Pernyataan nomor 1– 7. Dari
total nilai dibagi 28 dikalikan 100
dan kemudian dicari nilai median.
Dikategorikan <71.4 = rendah
dan >71.4 = tinggi.

4. Kepemim- Persepsi responden Kuesioner Setiap item diukur dengan skor 1– Ordinal
pinan terhadap kepemimpinan terdiri dari 10 4, sehingga memiliki total skor
yang dilakukan kepala pernyataan. 10–40. Pernyataan nomor 8 –17.
ruangan. Dari total nilai dibagi 40
dikalikan 100 dan kemudian
dicari nilai median.
Dikategorikan <70.0 = kurang
dan >70.0 = baik.
39

5. Manaje- Persepsi perawat Kuesioner Setiap item diukur dengan Ordinal


men karir tentang program terdiri dari 8 skor 1–4, sehingga memiliki
pengembangan karir pernyataan. total skor 8–32. Pernyataan
pribadi yang nomor 18–25. Dari total nilai
diprogramkan oleh dibagi 32 dikalikan 100 dan
rumah sakit kemudian dicari nilai median.
Dikategorikan <50.0 = kurang
dan >50.0 = baik.

6. Kondisi Persepsi responden Kuesioner Setiap item diukur dengan Ordinal


bekerja tentang kondisi fisik terdiri dari 6 skor 1–4, sehingga memiliki
rumah sakit. pernyataan. total skor 6–24. Pernyataan
nomor 26–31. Dari total nilai
dibagi 24 dikalikan 100 dan
kemudian dicari nilai median.
Dikategorikan <58.3 = kurang
dan >58.3 = baik.

7. Komuni- Persepsi responden Kuesioner Setiap item diukur dengan Ordinal


kasi tentang hubungan terdiri dari 8 skor 1–4, sehingga memiliki
komunikasi terhadap pernyataan. total skor 8–32. Pernyataan
teman sejawat, team nomor 32–39. Dari total nilai
kesehatan dan atasan/ dibagi 32 dikalikan 100 dan
bawahan. kemudian dicari nilai median.
Dikategorikan <68.8 = kurang
dan >68.8 = baik.

8. Imbalan Persepsi responden Kuesioner Setiap item diukur dengan Ordinal


jasa terhadap sistem terdiri dari skor 1–4, sehingga memiliki
penggajian di rumah 10 total skor 10–40. Pernyataan
sakit. pernyataan. nomor 40–49. Dari total nilai
dibagi 40 dikalikan 100 dan
kemudian dicari nilai median.
Dikategorikan <30.0 = tidak
puas dan >30.0 = puas.
40

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif karena bertujuan

untuk mendapatkan gambaran hubungan

variabel independen dengan dependen. Dalam hal ini faktor-faktor yang berhubungan

dengan retensi perawat di rumah sakit dengan keinginan retensi perawat di Rumah

Sakit Agung atau keinginan perawat keluar mencari alternatif pekerjaan lain.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini mengambil tempat di Rumah Sakit Agung dengan alamat di

Jalan Sultan Agung Nomor 67. Waktu penelitian dilaksanakan tanggal 3 s/d 7 Pebruari

2003.
41

C. Etika Penelitian

Responden yang terlibat dalam penelitian ini terlebih dulu diminta kesediaannya

secara sukarela, bersedia atau tidak menjadi responden. Kepada responden diberi

penjelasan tentang tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian serta harapan peneliti

terhadap kejujuran responden. Selain itu dijelaskan bahwa penelitian ini tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap responden serta dijamin kerahasian identitas

dan data yang diberikan baik dalam kumpulan, pengolahan maupun penyajian data.

Selanjutnya bagi responden yang setuju diminta untuk menandatangani surat

persetujuan penelitian yang telah disiapkan.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah personil perawat yang bekerja di Rumah Sakit

Agung. Jumlah populasi penelitian pada tahun 2003 sebanyak 88 Perawat.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Agung secara

keseluruhan (total populasi), namun 11 orang sedang mengalami cuti tahunan, cuti

melahirkan, sakit dan menolak menjadi responden). Sehingga hanya terkumpul 77

kuesioner dari 77 responden.

E. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Prosedur pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui pengisian kuesioner oleh responden

dengan atau tanpa pengawasan. Langkah pengumpulan datanya sebagai berikut:


42

a. Memohon izin kepada Direktur Rumah Sakit Agung, untuk mengadakan

penelitian terhadap kepala urusan (ruangan) dan perawat pelaksana.

b. Menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian dan cara mengisi atau

menjawab pertanyaannya.

c. Meminta responden menandatangani surat persetujuan menjadi subjek

penelitian.

d. Memberi kesempatan kepada responden mengisi kuesioner 1 s/d 2 jam.

e. Mengumpulkan kuesioner dan meneliti jawaban yang perlu ditindaklanjuti.

2. Jenis data

Data primer yang diperoleh langsung dari responden yang menjadi subjek

penelitian.

3. Uji coba instrumen

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diujicobakan kepada 30

orang Perawat Rumah Sakit M.H. Thamrin Internasional Salemba, dengan

pertimbangan rumah sakit ini memiliki karakteristik sama dengan Rumah Sakit

Agung (antara lain : RS MH. Thamrin Internasioal Salemba salah satu rumah sakit

di daerah DKI, memiliki turnover 21-29% pertahun, dan pemberian imbalan jasa

hampir sama dengan Rumah Sakit Agung). Hasil uji coba kuesioner pertama

(tanggal 24-25 Januari 2003) didapatkan nilai alpha 0.9041, 24 item pernyataan r-

hitung lebih rendah dari r-tabel (0.361) dan satu pertanyaan negatif. Hasil ujicoba

kuesioner kedua (tanggal 30-31 Januari 2003) didapatkan nilai alpha 0.9285, 10

item pernyataan r-hitung masih dibawah r-tabel (0.367). Kemudian dilakukan

perbaikan terhadap struktur bahasa.

4. Tenaga pengumpul data


43

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri ke Rumah Sakit Agung pada

tanggal 3-7 Pebruari 2003.

F. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner ini berhubungan

dengan faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi retensi perawat yang bekerja

di Rumah Sakit Agung. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : karakteristik

demografi, bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi pekerjaan,

komunikasi, dan imbalan jasa. Instrumen ini dibuat oleh peneliti dengan mengacu

kepada teori Mobley (1986) dan Hasibuan (2001) yang telah dipaparkan ditinjauan

kepustakaan. Adapun jawaban untuk karakteristik demografi berupa pilihan dan isian

singkat, jawaban pernyataan faktor-faktor lain secara keseluruhan dengan

menggunakan skala Likert 1-4, 1= tidak setuju (TS), 2 = kurang setuju (KS), 3 =

setuju (S), dan 4 = sangat setuju (SS). Selain menjawab pernyataan faktor-faktor

tersebut, juga disertakan pernyataan untuk keinginan tetap bekerja di rumah sakit

(retensi) atau keluar dari rumah sakit, pilihannya berupa ya dan tidak. Kemudian untuk

jawaban terakhir ini disertakan pilihan berupa alasan memilih ya atau tidak, tujuannya

adalah untuk memvalidasi relevansi jawaban responden pada variabell dependen

dengan variabel indevenden.

G. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer yaitu :

1. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan melalui tahap :

a. Editing
44

Editing dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian,

kejelasan dan kesesuaian jawaban responden, yang dilakukan langsung setelah

diisi oleh responden atau dilakukan klarifikasi terhadap kepala ruangan.

b. Coding

Kuesioner yang telah diisi responden diberi kode, membuat konversi jawaban

kedalam angka-angka sehingga memungkinkan untuk diolah dengan komputer.

c. Data entry

Data entry yaitu memasukan ke program komputer untuk analisa data.

d. Cleaning data

Data-data yang telah dimasukan ke program komputer dilakukan pembersihan

agar seluruh data yang sudah diperoleh terbebas dari kesalahan sebelum

dilakukan analisa data.

2. Analisa data

a. Analisa univariat

Analisa univariat digunakan untuk melakukan analisis terhadap distribusi

frekuensi jawaban responden. Dalam jawaban ini setiap kategori jawaban pada

variabel independen ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

selanjutnya dianalisa terhadap tampilan data tersebut.

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen

dengan dependen. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square untuk melihat

hubungan antar dua variabel yang datanya dalam bentuk kategorik dengan

tingkat kemaknaan p=0,05.

c. Analisa multivariat
45

Analisa multivariat yang akan digunakan adalah regresi logistik dengan maksud

untuk mengukur faktor yang paling berhubungan dengan retensi perawat.


46

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT AGUNG

1. Sejarah Singkat

Rumah Sakit Agung merupakan salah satu bidang usaha dibawah lingkungan

Yayasan Kamal yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum

di Wilayah Jakarta Selatan. Rumah Sakit Agung berdiri diawali dengan izin

Praktek Berkelompok Dokter Spesialis “Kamal” yang menyelenggarakan

pelayanan dokter spesialis dan klinik 24 jam dengan izin Kepala Kantor

Wilayah Depkes. DKI Jakarta no. 593/Kanwil/YKM-2/V/1987 tanggal 27 Mei

1987.

Selanjutnya Rumah Sakit Agung mendapat izin menjadi sebuah rumah sakit

dengan surat keputusan Menteri Kesehatan RI atas nama Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik pada tanggal 30 September 1991 nomor

0935/Yan.Med/RSKS/PA/IX/91 dan diperpanjang kembali sampai dengan 21 Mei

2002 dengan SK Menkes. RI atas nama Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

nomor 0204.3.5.2136 tanggal 21 Mei 1997. Kemudian Rumah Sakit Agung ini

mendapat pemberian izin penyelenggaraan perpanjangan II mulai berlaku

tanggal 21 Mei 2002 s/d 21 Mei 2007 dengan SK izin penyelenggaraan rumah

sakit : Kes YM.02.04.2.2.1171. pada tanggal 29 Oktober 2002.

2. Keadaan Umum

a. Lokasi :
47

Lokasi Rumah Sakit Agung beralamat di Jl. Sultan Agung nomor 67

Manggarai Jakarta Selatan. Berdiri diatas tanah seluas ± 1.248 m² dengan

luas lantai bangunan ± 2550 m² yang terdiri dari lima lantai.

b. Visi :

Menjadi rumah sakit terbaik didalam memberikan pelayanan kesehatan.

c. Misi :

1) Menyelenggarakan upaya kesehatan paripurna kepada masyarakat tanpa

membedakan bangsa, suku, keadaan sosial ekonomi, agama dan kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terjangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat sesuai peraturan yang berlaku dan fungsi sosial

rumah sakit.

3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik dan

subspesialistik, bermutu, profesional dan etis.

4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien dan

keluarganya dengan terus berusaha memperbaiki serta meningkatkan

fasilitas dan pelayanan dengan selalu melakukan peninjauan apakah

pelayanan maksimal sudah diberikan sesuai dengan kebutuhan dan

harapan pasien serta keluarganya.

d. Falsafah :

Rumah Sakit Agung menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan paripurna

yang bermutu, terpadu dan berkesinambungan dengan memperhatikan

kebutuhan sosial, spiritual dan hak penderita dengan dilandasi oleh nilai, norma

dan moral Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.


48

e. Moto :

Kepuasan anda haparan kami.

3. Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit Agung

a. Fungsi :

Menyelenggarakan pelayanan medis, menyelenggarakan pelayanan penunjang

medis, menyelenggarakan asuhan keperawatan, menyelenggarakan pelayanan

rehabilitasi medis, menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan,

menyelenggarakan administrasi rumah sakit menyelenggarakan kegiatan

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang

kesehatan.

b. Tujuan :

1) Tujuan utama

Terselenggaranya pelayanan kesehatan paripurna serta asuhan sosio-medis

yang bermutu, profesional dengan biaya yang terjangkau masyarakat dan

pengorganisasian yang efektif serta efisien sesuai dengan sumber daya yang

dimiliki.

2) Tujuan khusus

a) Dihasilkannya pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang bermutu,

sejalan dengan kemajuan IPTEK dan sesuai dengan harapan yang

diinginkan pasien.

b) Terlaksana dan terpeliharanya kaidah-kaidah kode etik profesi, sumpah

jabatan dan disiplin bertugas.

c) Mempertahankan dan memelihara lingkungan rumah sakit yang bersih,

nyaman dan aman, sesuai dengan sanitasi dan hygiene rumah sakit.
49

d) Mempertahankan dan menjaga kelangsungan stabilitas dan

pertumbuhan/perkembangan rumah sakit.

3) Tujuan keperawatan

a) Memberikan asuhan keperawatan yang paripurna, bermutu dengan kasih

sayang kepada semua orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

b) Memberikan asuhan keperawatan kepada klien dan keluarga secara

efektif dan efisien.

c) Meningkatkan pengembangan karier tenaga keperawatan

d) Berperan serta dan bekerjasama dengan tim kesehatan RS. Agung dan

masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.

4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Rumah Sakit Agung didasarkan pada Surat Keputusan Ketua

Yayasan Kamal no. 15/SK/YK/97. Kemudian struktur organisasi Rumah Sakit

Agung mengalami revisi tanggal 20 Januari 1999 dengan Surat Keputusan

no. 110/D/SK/X/99 dan kemudian mengalami perubahan kembali tanggal 22

Oktober 2001 serta telah mengalami perubahan struktur kembali pada tahun 2003

namun belum ada surat keputusannya (Wakil Ka. Personalia RS. Agung).

Adapun struktur organisasi Rumah Sakit Agung merupakan rumah sakit dibawah

Yayasan Kamal, dipimpin oleh seorang Direktur. Direktur dibantu oleh Direktur

Medis dan Direktur Administrasi & Keuangan. Direktur Medis dibantu oleh

Manager Apotik dan Manager Yanmed. Manager Yanmed dibantu oleh Kepala

Bidang Perawatan, Kepala Bidang Penunjang Medis dan Koordinator Dokter.

Kepala Bidang Perawatan dibantu oleh Kepala Urusan Poliklinik/UGD, Kepala


50

Urusan ICU, Kepala Urusan OK, Kepala Urusan Rawat Inap dan Kepala

Urusan Kebidanan.

5. Ketenagaan

Rumah Sakit Agung dalam melaksanakan pelayanan kesehatannya didukung oleh

sumber daya manusia dari berbagai tenaga kesehatan antara lain dokter, perawat,

paramedik, non kesehatan (tabel 5.1). Pengadaan tenaga keperawatan tergantung

pada kebutuhan, bila ada tenaga perawat yang keluar maka akan dilakukan

pemanggilan secara langsung terhadap perawat yang mengajukan permohonan dan

dilakukan test baik tulis, praktek maupun test kesehatan. Mengenai kebijakan

penggajian tenaga perawat didasarkan pada standar UMR DKI Jakarta (Waka

Personalia Rumah Sakit Agung).

Tabel 5.1. : Distribusi tenaga kesehatan di RS Agung berdasarkan jenis tenaga


tahun 2003.

Tetap (Orang) Tidak tetap


No Jenis Tenaga (Orang) Jumlah Prosentasi

1. Dokter
Dr spesialis 1 64 65 21,89%
Dr umum 6 - 6 2.02%
Dr gigi 1 - 1 0.34%

2. Perawat
D III kep. 46 - 46 15.49%
SPK 29 - 29 9.76%
D III keb 1 1 0.03%
Bidan 13 - 13 0.044%
Perawat gigi 2 - 2 0.67%

3. Paramedis
Analis kes. 5 - 5 1.68%
Penata rondgent 4 - 4 1.34%
Ahli Gizi 1 - 1 0.34%

4 Non kesehatan 124 - 124 41.75%


Tital 233 64 297 100%
51

6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Jenis pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Agung terdiri dari rawat jalan dan

rawat inap. Rawat jalan terdiri dari : UGD 24 jam, penyakit dalam, anak, bedah,

kebidanan dan penyakit kandungan, mata, THT, kulit dan kelamin, gigi dan mulut,

jantung, syaraf, paru, jiwa, umum, KB/laktasi, gizi dan fisioterapi. Rawat inap

memiliki kapasitas 63 tempat tidur dewasa/anak dan 9 tempat tidur bayi yang terdiri

dari : Super VIP 2 tempat tidur (2.8%), VIP 6 tempat tidur (8.3%), Kelas Utama A

3 tempat tidur (4.2%), Kelas Utama B 3 tempat tidur (4.2%), Kelas I 14 tempat

tidur (19.4%), Kelas II 12 tempat tidur (16.7%), Kelas III 21 tempat tidur (29.2%),

ICU 2 tempat tidur (2.8%) dan ruang Bayi 9 tempat tidur (12.5%).

7. Penampilan Kerja Rumah Sakit Agung

Tingkat keberhasilan RS. Agung dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat dapat dilihat dari BOR diatas 60%, LOS dibawah lima hari dll dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. : Indikator keberhasilan pelayanan rawat inap RS Agung berdasarkan


tahun.

No. Indikator 1998 1999 2000 2001 2002


1. Kapasitas - 72 72 72 72
2. LOS (hari) 4.5 4.8 4,3 4.1 4.2
3. BOR (%) 63.16% 68,18% 60,78% 65,12% 74.4%
4. TOI (hari) 4.7 6.9 6.1 6.3 2.1
5. BTO (orang) 4.73 3.8 4.2 4.3 4.7
Sumber : Yanmed RS Agung
.

8. Manajemen Keperawatan

Kedudukan dalam organisasi secara struktural bidang keperawatan di Rumah Sakit

Agung dibawah Pelayanan Medik. Manajer Keperawatan di Rumah Sakit Agung


52

disebut Kepala Bidang Perawatan yang membawahi : Ka. Urusan Poli/UGD, Ka.

Urusan ICU, Ka. Urusan OK, Ka. Urusan Rawat Inap, Ka. Urusan Kebidanan.

B. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisis univariat, bivariat dan multivariat.

Analisis univariat terdiri dari distribrusi variabel independen yaitu variable demografi

(usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, lama bekerja dan jabatan), bobot

pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan

imbalan jasa, dan variabel dependen yaitu distribusi retensi perawat. Analisis bivariat

terdiri dari hubungan masing-masing variabel independen dengan retensi perawat.

Analisis multivariat terdiri dari hanya variabel-variabel yang memenuhi syarat nilai p-

value Likelihood Ratio <0.25 dan p-value subtansi < 0.25.

1. Distribusi responden menurut variabel demografi

Distribusi responden menurut variabel demografi terdiri dari usia, jenis kelamin,

pendidikan, status perkawinan, lama bekerja dan jabatan yang dapat dilihat pada

table 5.3. :

Tabel 5.3.
Distribusi Responden Menurut Variabel Demografi
di Rumah Sakit Agung Januari 2003
( n = 77 )
No Karakteristik Frekuensi Persentase
1. Usia
< 26 tahun 29 37.7
> 26 tahun 48 62.3
2. Jenis kelamin
Laki-laki 11 14.3
Perempuan 66 85.7
3. Pendidikan
SPR/SPK/Bidan 35 45.5
D III keperawatan 42 54.5
4. Status perkawinana
Masih lajang 31 40.3
Menikah 46 59.7
5. Lama bekerja
< 3 tahun 36 46.8
> 3 tahun 41 53.2
6. Jabatan
Perawat pelaksana 71 92.2
Ka ruangan 6 7.8
53

Tabel 5.3. diatas memperlihatkan dimana persentase pendidikan (SPK & D

keperawatan) dan lama bekerja hampir seimbang. Pada usia, 62.2% berusia

diatas 26 tahun, jenis kelamin 85.7% perempuan, status perkawinan 59.7% telah

menikah dan pada jabatan 92.2% perawat pelaksana.

2. Distribusi responden menurut bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen

karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa.

Variabel independen selain data demografi yang diperkirakan mendukung retensi

perawat di Rumah Sakit Agung antara lain variabel bobot pekerjaan,

kepemimpinan, manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa.

Adapun deskripsi responden menurut ke enam variabel tersebut pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 5.4. dan distribusi responden dapat dilihat pada tabel 5.5. :

Tabel 5.4.
Deskripsi responden menurut variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan,
manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa
Di Rumah Sakit Agung Januari 2003
(n = 77)

No. Variabel Mean Median SD Min. Maks.

1. Bobot pekerjaan 69.7 71.4 9.3 50.0 92.9


2. Kepemimpinan 68.5 70.0 9.7 47.5 100.0
3. Manajemen karir 47.2 50.0 13.7 25.0 75.0
4. Kondisi bekerja 54.8 58.3 13.0 25.0 75.0
5. Komunikasi 68.8 68.8 9.4 37.5 93.75
6. Imbalan jasa 38.2 30.0 13.8 25.0 75.0

Deskripsi table 5.4. diatas menggambarkan bahwa persepsi penilaian perawat

terhadap bobot pekerjaan didapatkan nilai mean 69.7 dan median 71.4 sedangkan

persepsi penilaian responden terhadap imbalan jasa diperoleh nilai mean hanya 38.2
54

dan median 30.0. Selanjutnya nilai median dijadikan cut of point untuk distribusi

responden yaitu diatas atau sama dengan nilai median diberi kategori tinggi dan

dibawah nilai median diberi kategori rendah (variabel bobot pekerjaan), baik dan

kurang (variabel kepemimpinan, kondisi bekerja, manajemen karir, komunikasi),

puas dan tidak puas (imbalan jasa). Alasan median dijadikan cut of point adalah

karena nilai median tidak dipengaruhi nilai ekstrim rendah maupun ekstrim tinggi.

Adapun distribusi kategori variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen

karir, kondisi pekerjaan, komunikasi dan imbalan jasa sebagai berikut.

Table 5.5.
Distribusi responden menurut variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan,
manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa
Di Rumah Sakit Agung tahun 2003.
(n = 77)
Variabel Frekuensi Persentase
1. Bobot pekerjaan
Rendah 36 46.8
Tinggi 41 53.2
2. Kepemimpinan
Kurang 38 49.4
Baik 39 50.6
3. Manajemen karir
Kurang 37 48.1
Baik 40 51.9
4. Kondisi kerja
Kurang 35 45.5
Baik 42 54.5
5. Komunikasi
Kurang 24 31.2
Baik 47 68.8
6. Imbalan jasa
Tidak puas 30 39.0
Puas 47 61.0

Tabel 5.5. menjelaskan bahwa persentasi penilaian responden terhadap

kepemimpinan dan manajemen karir antara baik dan kurang hampir sama. Pada

variabel bobot pekerjaan yang menyatakan tinggi 53.2%. Pada kondisi pekerjaan

yang menyatakan baik 54.5%. Pada variabel komunikasi yang menyatakan baik

68.8% dan pada imbalan jasa yang menyatakan puas 61.0%.


55

Selanjutnya hasil distribusi frekuensi variable bobot pekerjaan, kepemimpinan,

manajemen karir, kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa yang telah

dikategorikan kedalam baik dan kurang dilakukan uji bivariat dan multivariate.

3. Distribusi responden menurut retensi perawat

Retensi perawat merupakan variabel dependen yang dikelompokan menjadi dua

kategori yaitu tidak berniat tetap bekerja dan berniat tetap bekerja. Distribusi

responden menurut retensi perawat dapat dilihat pada tabel 5.6. :

Tabel 5.6.
Distribusi Responden Menurut Retensi Perawat
di Rumah Sakit Agung Januari 2003
(n = 77)
Kategori Frekuensi Persentase

Tidak berniat tetap bekerja 38 49.4


Berniat tetap bekerja 39 50.6

Tabel 5.6. memperlihatkan persentasi retensi perawat di Rumah Sakit Agung

antara responden yang menyatakan tidak berniat tetap bekerja dengan berniat tetap

bekerja hampir sama.

4. Hubungan variabel demografi dengan retensi perawat

Analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen berdasarkan hipotesis diatas. Uji

hubungan yang digunakan adalah Kai Kuadrat (Chi Square) karena variabel

independen maupun dependen datanya terdiri dari data kategori. Salah satu bagian

dari variabel independen adalah variabel demografi yaitu usia, jenis kelamin,
56

pendidikan, status perkawinan, lama kerja dan jabatan. Adapun hubungan variable

demografi responden dengan retensi perawat dapat dilihat pada tabel 5.7. :

Tabel 5.7.
Hubungan variabel demografi responden dengan retensi perawat
di Rumah Sakit Agung Januari 2003
(n = 77)
Retensi Perawat
Tidak berniat Berniat tetap Total P- OR
Variabel tetap bekerja bekerja value 95%CI
n % n % n %
1. Usia
< 26 tahun 16 55.2 13 44.8 29 100 0.576 1.5
> 26 tahun 22 45.8 26 54.2 48 100 0.6-3.7
2. Jenis kelamin
Laki-laki 6 54.5 5 45.5 11 100 0.963 1.3
Perempuan 32 48.5 34 51.5 66 100 0.4-4.6
3. Pendidikan
SPR/SPK/Bidan 13 37.1 22 62.9 35 100 0.084 0.4
D III Kep./Keb. 25 59.5 17 40.5 42 100 0.2-1.0
4. Status perkawinan
Masih lajang 18 58.1 13 41.9 31 100 0.306 1.8
Menikah 20 43.5 26 56.5 46 100 0.7-4.5
5. Lama bekerja
< 3 tahun 21 58.3 15 41.7 36 100 0.212 1.9
> 3 tahun 17 41.5 24 58.5 41 100 0.8-4.9
6. Jabatan
Perawat pelaksana 35 49.3 36 50.7 71 100 0.974* 0.9
Ka. Ruangan 3 50.0 3 50.0 6 100 0.2-5.2
38 49.4 39 50.6 77 100
Df= 1, *P-value = Fisher’s exact tets

Hasil analisis hubungan antara variabel demografi dengan retensi perawat pada

setiap karakteristik demografi tidak didapatkan hubungan yang signifikan karena

nilai p-value pada seluruh karakteristik lebih besar dari nilai Alpha (0.05).

5. Hubungan variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir,

kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa dengan retensi perawat.


57

Selain variabel demografi yang termasuk variabel independen yang lain adalah

variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi bekerja,

komunikasi dan imbalan jasa. Selanjutnya dapat dilihat hubungan variabel-variabel

tersebut dengan retensi perawat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8.
Hubungan variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan, manajemen karir, kondisi
bekerja, komunikasi dan imbalan jasa dengan retensi perawat
di Rumah Sakit Agung Januari 2003
(n=77)
Retensi Perawat
Tidak berniat Berniat tetap Total OR
Variabel tetap bekerja bekerja P-value 95%CI
N % N % N %
1. Bobot pekerjaan
Rendah 22 61.1 14 38.9 36 100 0.88 2.5
Tinggi 16 39.0 25 61.0 41 100 1.0-6.2
2. Kepemimpinan
Kurang 19 50.0 19 50.0 38 100 1.0 1.1
Baik 19 48.7 20 51.3 39 100 0.4-2.6
3. Manajemen karir
Kurang 20 54.1 17 45.9 37 100 0.572 1.4
Baik 18 45.0 22 56.4 40 100 0.6-3.5
4. Kondisi pekerjaan
Kurang 24 68.6 11 31.4 35 100 0.004 4.4
Baik 14 33.3 28 66.7 42 100 1.7-11.4
5. Komunikasi
Kurang 16 66.7 8 33.3 24 100 0.072 2.8
Baik 22 41.5 31 58.5 53 100 1.0-7.7
6. Imbalan jasa
Tidak puas 21 70.0 9 30.0 30 100 0.008 4.1
Puas 17 36.2 30 63.8 47 100 1.5-10.9

Hasil analisis hubungan antara variabel bobot pekerjaan, kepemimpinan,

manajemen karir dan komunikasi dengan retensi perawat menunjukkan tidak ada

hubungan yang bermakna dengan p-value lebih besar dari alpha (0.05). Pada

variabel kondisi bekerja memperlihatkan ada hubungan yang signifikan dengan

nilai p-value 0.004 dengan nilai OR sebesar 4.4., artinya responden yang menilai

kondisi bekerja kurang, berpeluang 4.4 kali kemungkinan tidak berniat tetap

bekerja dari pada responden yang menilai kondisi bekerja baik. Pada variabel

imbalan jasa dengan retensi perawat menunjukkan ada hubungan yang signifikan
58

dengan p-value 0.008, kemudian nilai OR sebesar 4.1, artinya responden yang

menilai imbalan jasa tidak puas berpeluang 4.1 kali kemungkinan tidak berniat

tetap bekerja dari pada responden yang menilai imbalan jasa puas.

6. Analisis multivariat

Analisis multivariat dilakukan hanya pada beberapa variabel yang memenuhi

syarat, yaitu hasil uji Chi-square Likelihood Rationya memiliki nilai p-value <0.25

dan nilai p-value subtansi <0.25. Adapun variabel yang diikutsertakan pada tahap

uji multivariat adalah variabel pendidikan (p-value 0.084), lama bekerja (0.212),

kondisi bekerja (0.004), komunikasi (0.072) dan imbalan jasa (0.008).

Hasil analisis regressi logistik dengan metode enter tercantum dalam table 5.9.

seperti berikut.

Tabel 5.9.
Hasil analisis multivariat regressi logistik antara variabel pendidikan, lama bekerja,
kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa dengan retensi perawat dengan
metode enter.

Variabel B P Wald OR p-value 95% CI

Pendidikan 1.175 4.886 3.239 0.049 1.007-10.421

Lama bekerja -0.122 0.048 0.885 0.826 0.298-2.628

Kondisi bekerja -1.004 2.133 0.366 0.144 0.095-1.410

Komunikasi -0.654 0.999 0.520 0.318 0.144-1.874

Imbalan jasa -0.634 1.010 0.531 0.315 0.154-1826

Constant 0.456 0.794 1.578 0.373


-2 Log Likelihood =89.573 G = 17.159 p-value = 0.004
59

Dari hasil tersebut terlihat bahwa signifikansi –2 Log Likelihood kurang

dari 0.05 (p-value = 0.004). Tetapi secara signifikan p-wald semua variabel p-

valuenya lebih besar dari 0.05. kecuali lama bekerja (0.048). Dengan demikian

perlu dilakukan analisis regresi logistik dengan metode backward yang bertujuan

setiap tahap (step) akan membuang variabel yang mempunyai nilai p-wald paling

kecil dan p-value paling besar.

Adapun hasil analisis regresi logistik dengan metode backward tersebut dalam

tabel berikut.

Tabel 5.10.
Hasil analisis multivariat regressi logistik antara variabel pendidikan, lama bekerja,
kondisi bekerja, komunikasi dan imbalan jasa dengan retensi perawat dengan
metode backward.

Variabel B P Wald OR p-value 95% CI


Step1.
Pendidikan 1.175 4.886 3.239 0.049 1.007-10.421
Lama bekerja -0.122 0.048 0.885 0.826 0.298-2.628
Kondisi bekerja -1.004 2.133 0.366 0.144 0.095-1.410
Komunikasi -0.654 0.999 0.520 0.318 0.144-1.874
Imbalan jasa -0.634 1.010 0.531 0.315 0.154-1826
Constant 0.456 0.794 1.578 0.373
Step2
Pendidikan 1.224 4.870 3.401 0.027 1.147-10.085
Kondisi bekerja -1.023 2.249 0.360 0.134 0.095-1.369
Komunikasi -0.652 0.994 0.521 0.319 0.145-1.878
Imbalan jasa -0.638 1.027 0.528 0.311 0.154-1.816
Constant 0.385 0.942 1.470 0.332
Step3
Pendidikan 1.110 4.326 3.033 0.038 1.066-8.631
Kondisi bekerja -1.290 4.144 0.275 0.042 0.080-0.953
Imbalan jasa -0.655 1.085 0.520 0.298 0.153-1.781
Constant 0.360 0.827 1.433 0.363
Step4
Pendidikan 1.177 4.978 3.245 0.026 1.154-9125
Kondisi bekerja -1.666 9.974 0.189 0.002 0.067-0.532
Constant 0.249 0.379 1.283 0.511
-2 Log Likelihood =89.573 G = 17.159 p-value = 0.004
-2 Log Likelihood =89.621 G = 17.111 p-value = 0.002
-2 Log Likelihood =90.618 G = 16.114 p-value = 0.001
-2 Log Likelihood =91.694 G = 15.038 p-value = 0.001
60

Hasil diatas terlihat baik variabel pendidikan maupun kondisi bekerja mempunyai

p-value dibawah 0.05, yang berarti kedua variabel tersebutlah yang berhubungan

secara signifikan dengan retensi perawat.

Selanjutnya kedua variabel tersebut dilakukan uji interaksi, dapat dilihat pada table

15.11. :

Tabel 5.11.
Hasil uji interaksi antara pendidikan dan kondisi bekerja terhadap retensi perawat
di Rumah Sakit Agung Januari 2003

Variabel B P Wald OR p-value 95% CI

Pendidikan -1.177 4.978 0.308 0.026 0.110-0.867

Kondisi bekerja 1.666 9.974 5.289 0.002 1.881-14.871


Constant -0.728 0.510 0.483 0.475
-2 Log Likelihood =91.694 G = 15.038 p-value = 0.001

Setelah dilakukan uji interaksi didapatkan kedua variabel saling berinteraksi secara

signifikan dengan p-value 0.001. Pada variabel pendidikan nilai OR= 0.308, yang

berarti responden yang berpendidikan SPR/SPK/Bidan 0.3 kali (95% CI: 0.110-

0.867) berniat tetap bekerja dibandingkan dengan responden yang berpendidikan D

III Keperawatan setelah dikontrol dengan variabel kondisi bekerja. Pada variabel

kondisi pekerjaan memperoleh hasil OR= 5.289, yang berarti responden yang

mempersepsikan kondisi bekerja baik berpeluang 5.3 kali (CI: 1.881-14.871)

berniat tetap bekerja dibandingkan dengan responden yang mempersepsikan

kondisi bekerja kurang setelah dikontrol oleh subvariabel pendidikan.


61

BAB VI
PEMBAHASAN

Keterbatasan Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang penulis telah laksanakan adalah menggunakan deskriptif

korelatif dengan pendekatan cross sectional dimana variabel yang diteliti, baik variabel

independen maupun dependen dilakukan pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu

rancangan ini memiliki hubungan sebab akibat tidak dapat diketahui secara langsung,

akan tetapi hanya dapat menggambarkan suatu hubungan antara variabel independen

dan variabel dependen.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini mempergunakan kuesioner yang berisi pernyataan-

pernyataan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi perawat.

Terdapat beberapa kelemahan pada kuesioner ini karena pernyataan dari setiap

variabel jumlahnya tidak sama, belum bakunya kuesioner karena dibuat oleh

penulis, walaupun telah diujicobakan pada perawat RS. MH. Thamrin Internasional

Salemba sebanyak dua kali, namun tetap ada item r-hitungnya masih dibawah r-

tabel. Selanjutnya kelemahan lain adalah hanya mengukur persepsi responden

yang mungkin datanya sangat subjektif karena berbagai masalah responden, yang

antara lain takut diketahui oleh atasan, takut dikeluarkan atau rasa takut lainnya

sehingga pengisiannya asal saja atau cenderung baik, pengisiannya dilakukan secara

bersama-sama atau didiskusikan terlebih dulu dengan teman sejawat. Selain hal

tersebut dalam penelitian ini hanya mengukur persepsi klien secara fisik saja,

sedangkan secara psikologik tidak diteliti.


62

3. Sampel penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan di Rumah Sakit Agung saja sehingga hasil dari

penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk rumah sakit lain.

Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam melakukan kategori terhadap data yang diperoleh, setiap variabel dalam

penelitian ini mempergunakan nilai median, dengan alasan karena nilai median tidak

dipengaruhi oleh dua sisi yaitu nilai ekstrim rendah maupun nilai ekstrim tinggi.

Adapun pembahasannya sebagai berikut :

1. Hubungan karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, lama bekerja dan jabatan) dengan retensi perawat :

a. Usia

Hasil analisis univariat, 62,3% responden berusia diatas atau sama dengan

26 tahun dan 37.7% berusia dibawah 26 tahun. Lebih besarnya jumlah tenaga

perawat yang berusia diatas 26 tahun dapat berhubungan dengan masa kerja

perawat dimana 53.2% telah lebih dari 3 tahun, status perkawinana 59.7% telah

menikah. Selain hal tersebut umumnya tenaga keperawatan di Rumah Sakit

Agung masih usia produktif dimana usia maksimal yang menjadi responden

dalam penelitian ini adalah 45 tahun sebanyak 1.3%, selebihnya adalah berusia

antara 22-37 tahun. Mengingat usia tenaga perawat di RS. Agung adalah usia

produktif, maka pendayagunaan tenaga secara maksimal sangat

memungkinkan.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara usia responden dengan retensi perawat (p-value = 0.576). Namun


63

demikian data statistik memperlihatkan bahwa, 55,2% dari responden yang

berusia dibawah 26 tahun dan 45,8% dari responden yang berusia diatas 26

tahun menyatakan tidak berniat tetap bekerja. Data statistik ini sesuai dengan

hasil penelitian Mobley (1979), Porter dan Steers (1973), Price (1977) dalam

Mobley (1986) yang mendapati bahwa karyawan yang lebih muda usia lebih

besar kemungkinan untuk keluar dari pada karyawan yang lebih tua.

Faktor penyebab tidak berniat tetap bekerjanya responden yang lebih muda di

Rumah Sakit Agung, kemungkinan oleh karena harapan kesempatan bekerja di

tempat lain lebih banyak dengan imbalan jasa yang lebih tinggi, mungkin juga

mereka memiliki harapan-harapan yang lebih besar dari pekerjaan yang mereka

kerjakan tetapi tidak terpenuhi ditempat mereka bekerja sekarang, Porter dan

Steers (1973) dalam Mobley (1986). Harapan-harapan tersebut antara lain

dalam hal imbalan jasa yang masih rendah (standart UMR regional DKI), dan

menurut penilaian respondenpun rata-rata nilai imbalan jasa hanya menilai 38,2

(dalam nilai range 100). Selain hal tersebut, kemungkinan responden

memandang bahwa tenaga perawat yang masih muda dan kesempatan untuk

mencapai karir tidak mungkin karena telah terisi oleh orang yang lebih senior

dalam sturuktural dan dari segi fungsional kemungkinan tidak akan mendapati

imbalan jasa yang diharapkan karena belum jelas jenjang penggajian yang

ditetapkan rumah sakit.

b. Jenis kelamin

Hasil analisis univariat jenis kelamin, 85.7% responden adalah perempuan dan

14.3% responden laki-laki. Hal ini sesuai dengan sifat dari profesi keperawatan

yang lebih banyak didominasi oleh perempuan. Hasil analisis bivariat


64

menunjukkan, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

retensi perawat (p-value 0.576). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

Mobley (1986), yang mendapati bahwa keluar atau tetap bekerja antara

karyawan laki-laki dengan perempuan tidak akan mendapati pola yang khusus

atau yang sederhana, mungkin karena faktor-faktor lain.

Selanjutnya dapat dilihat pula dari perbandingan persentasi antara responden

laki-laki dengan perempuan perbedaannya sangat tipis, yaitu 54.4% dari

responden laki-laki dan 48.5% dari responden perempuan menyatakan tidak

berniat tetap bekerja. Walaupun sedikit perbedaannya, namun jika

dibandingkan jumlah responden laki-laki sangat sedikit (14.3%) dan responden

perempuan (85.7%) sehingga perlu penanganan khusus pada responden

perempuan karena jika terjadi banyak responden perempuan tidak berniat tetap

bekerja maka akan mengganggu pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap

klien.

Lebih besarnya responden laki-laki dari perempuan tidak berniat tetap bekerja

kemungkinan oleh faktor lain seperti kepuasan terhadap imbalan jasa (70,0%

dari responden yang mempersepsikan kurang dalam hal imbalan jasa

menyatakan tidak berniat tetap bekerja), beban tanggungjawab laki-laki lebih

besar dari perempuan dalam rumah tangga, kesesuaian jenis pekerjaan dengan

sifat laki-laki (61.1% responden yang mempersepsikan bobot pekerjaan kurang,

tidak berniat tetap bekerja) dan hasil hitung dari alasan tidak berniat tetap

bekerja memperlihatkan dikarenakan imbalan jasa 92.1%.

c. Pendidikan
65

Hasil analisis univariat, 54.5% responden berpendidikan D III Keperawatan

dan 45.4% berpendidikan SPK/Bidan. Hal ini sesuai dengan program

pemerintah yang mencanangkan setiap rumah sakit harus dapat meningkatkan

mutu layanan keperawatan melalui peningkatan pendidikan yang berkelanjutan

dan penyetaraan pendidikan keperawatan yang berpendidikan SPK menjadi D

III keperawatan secara bertahap baik rumah sakit negeri maupun swasta

(Depkes, 1996).

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan retensi perawat, hal ini dapat dilihat dari nilai p-value

sebesar 0.084 lebih besar dari nilai Alpha (0.05). Dengan demikian hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Mobley (1986) yang mendapati bahwa

tidak ada hubungan yang kuat antara pendidikan karyawan dengan keluar atau

berniat tetap bekerja. Walaupun tidak ada hubungan yang bermakna data

statistik memperlihatkan bahwa, 62.9% dari responden berpendidikan setingkat

SPR/SPK/Bidan dan 40.5% dari responden yang berpendidikan D III

Keperawatan menyatakan berniat tetap bekerja.

Berniat tetap bekerja bagi responden yang berpendidikan SPK/SPR/Bidan

kemungkinan karena peluang bekerja dirumah sakit lain sudah sangat sedikit

dan mungkin tidak mendapat kesempatan bekerja bila keluar dari rumah sakit

sekarang ini, atau kemungkinan karena 85.7% berjenis kelamin perempuan

yang sifat bekerjanya hanya untuk aktualisasi diri sedang untuk pemenuhan

ekonomi lebih banyak ditanggung oleh suami. Selain hal tersebut kemungkinan

pertimbangan faktor usia dimana sudah tidak muda lagi. Sedangkan bagi tenaga
66

perawat dengan latar belakang pendidikan terakhir D III keperawatan

cenderung tidak berniat tetap bekerja kemungkinan karena selain faktor

rendahnya imbalan jasa, muda usia, belum menikah dan juga kemungkinan

tidak didayagunakannya potensi atau tidak tersalurkannya potensi yang dimiliki

olehnya sehingga mencari lagi rumah sakit yang dapat menampung dan

menyalurkan potensinya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mobley (1986)

bahwa lebih tinggi pendidikan karyawan cenderung lebih kritis, kreatif dan

apabila tidak diperhatikan kebutuhan dan prinsip-prinsip profesinya maka akan

terjadi ketidakpuasan yang pada akhirnya akan terjadi pengunduran diri

(keluar).

Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pendidikan dengan retensi perawat (p-value = 0.026). Agar yang berniat

ingin berkarir di Rumah Sakit Agung lebih meningkat maka perlu perubahan

sistem pelayanan asuhan keperawatan dari petode penugasan fungsional ke

yang lebih profesional guna mengakomodir potensi tenaga perawat D III

keperawatan dengan membuka ruang percontohan MPKP (model praktek

keperawatan profesional) yang berkerjasama dengan pihak pendidikan

(Fakultas Ilmu Keperawatan, Akademi Keperawatan). Untuk berjalannya

MPKP ini maka perlu memenuhi persyaratan tenaga yaitu yang berpendidikan

SPK/SPR dapat ditingkatkan ke D III keperawatan atau yang berpendidikan D

III keperawatan ada yang dapat ditingkatkan ke S1 Keperawatan guna

memimpin layanan asuhan keperawatan.

d. Status perkawinan
67

Hasil analisis univariat status perkawinan, 59.7% responden telah menikah dan

403% responden masih lajang. Hasil univariat menunjukkan bahwa masih

banyak responden yang masih lajang, yang menurut hemat saya potensinya

cukup besar, energik dan apabila didayagunakan potensinya maka akan

menghasilkan qualitas asuhan keperawatan yang memadai, namun apabila tidak

didayagunakan dengan baik, kurang pembinaan dan penghargaan maka

potensial untuk keluar lebih banyak.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara status pernikahan dengan retensi perawat (p-value = 0.31). Namun data

statistik memperlihatkan, 58.1% dari responden masih lajang dan 43.5%. dari

responden yang telah menikah menyatakan tidak berniat tetap bekerja. Hasil

penelitian diatas sesuai dengan hasil penelitian Mobley (1986) yang

menyimpulkan bahwa karyawan yang masih muda dan lajang cenderung akan

lebih banyak keluar dari tempat kerjanya dari pada karyawan yang telah

berkeluarga, selain itu karyawan masih lajang mobilitasnya cenderung bebas

dan tanpa beban.

e. Lama bekerja

Hasil analisis univariat tentang lama bekerja, 53,2% responden telah bekerja 3

tahun atau lebih dan 46.8% baru bekerja kurang dari 3 tahun. Hal ini

menunjukan bahwa hampir setengahnya dari jumlah tenaga perawat di Rumah

Sakit Agung lama bekerjanya kurang dari 3 tahun yang berati masih baru.

Keadaan demikian karena ternover tenaga perawat cukup tinggi (26,9-40,5%)

pada tahun 2001.


68

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara lama bekerja dengan retensi perawat (p-value = 0.212). Namun data

statistik memperlihatkan, 58.5% dari responden yang telah bekerja 3 tahun atau

lebih dan 41.7% dari respondan lama bekerja kurang dari 3 tahun berniat tetap

bekerja. Hasil penelitian diatas sesuai dengan hasil penelitian Mobley (1986)

bahwa keluarnya karyawan lebih banyak terdapat pada karyawan-karyawan

dengan masa kerja lebih singkat. Kemudian hasil penelitian U.S. Civil

commission (1977) mendapati bahwa setiap kelompok tertentu dari orang-orang

yang bekerja, dua pertiga () sampai dengan tiga perempat () bagian dari

mereka keluar pada akhir tiga tahun pertama masa bakti, dan lebih dari

setengahnya pada akhir tahun pertama.

f. Jabatan

Hasil analisis univariat tentang jabatan perawat, 92.7% responden yang

perawat pelaksana dan 6.3% responden kepala ruangan. Hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jabatan dengan

retensi perawat (p-value = 1.0). Walaupun tidak ada hubungan yang bermakna

namun data statistik memperlihatkan, 50.7% dari responden perawat pelaksana

dan 50.0% responden dari perawat kepala ruangan berniat tetap bekerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Martin K. (2001) yang

mendapati bahwa karyawan yang memegang jabatan disuatu perusahaan

cenderung akan tidak berniat tetap bekerja bila tidak memiliki otonomi, tidak

mendapatkan fasilitas yang memadai, dan imbalan jasa tidak memuaskan.

Karena mereka ini merasa masih dibutuhkan di tempat lain dan memungkinkan

untuk mendapatkannya yang lebih dari yang sekarang, sehingga pimpinan


69

perawat yang memiliki integritas kemampuan manajemen yang baik akan

memilih rumah sakit yang dapat memberi imbalan jasa dan fasilitas pendukung

yang memadai. Sedangkan pada perawat pelaksana cenderung lebih banyak

yang berniat tetap bekerja dikarenakan berbagai faktor yaitu pendidikan lebih

banyak yang masih SPK/SPR, usia lebih banyak yang telah lebih dari 26 tahun,

dan para perawat pelaksana banyak yang telah menikah.

2. Hubungan bobot pekerjaan dengan retensi perawat.

Hasil analisis univariat variabel bobot pekerjaan, 53.2% responden menilai

tinggi dan 46.8% rendah. Data tersebut memperlihatkan bahwa tenaga perawat di

Rumah Sakit Agung 52.2% telah memandang bahwa bobot pekerjaan yang

dilakukan olehnya bernilai tinggi (berharga), dan hampir setengahnya masih

memandang bahwa bobot pekerjannya rendah (tak berharga). Nilai yang

diberikannya adalah >70.0 (nilai median) sebanyak 53.2%, yang berarti bahwa

memang cukup baik.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara bobot pekerjaan dengan retensi perawat dengan p-value 0.088.

Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Price (1977) dalam Mobley (1986)

yang mendapati bahwa ada hubungan positif yang lemah tapi taat azas antara

rutinitas pekerjaan dengan keluarnya karyawan. Porter dan Steers (1973) dalam

Mobley (1986) memperoleh data yang mendukung bagi hubungan positif antara

pengulangan tugas (rutinitas) dengan keluarnya karyawan serta hubungan negatif

antara otonomi, tanggung jawab dengan keluarnya karyawan.


70

Namun walaupun tidak bermakna, data statistik memperlihat 61.1% dari

responden yang menilai bobot pekerjaan rendah dan 39.0% dari responden yang

menilai tinggi menyatakan tidak berniat tetap bekerja. Hasil penelitian tersebut

sesuai dengan hasil penelitian Mobley (1986) bahwa sejauh para karyawan menilai

pekerjaan mereka sebagai sesuatu yang penuh arti, mempunyai identitas, penting,

mendapat umpan balik yang positif, maka jenis pekerjaan yang mereka kerjakan

akan dapat meningkatkan kepuasan terhadap bobot pekerjaannya sehingga secara

langsung akan meretensi karyawan. Selain itu keberagaman jenis keterampilan

yang dikuasai karyawan, jenis pekerjaan yang dipegangnya menjadi kebanggaan

pribadi dan menganggap bahwa jenis pekerjaannya penting diperusahaannya maka

orang tersebut secara psikologis memiliki keberartian terhadap pekerjaannya

(Mobley, 1986). Otonomi yang dimiliki oleh karyawan baik secara pelimpahan

tugas dari atasan atau secara otomatis karena sifat profesionalismenya maka akan

menumbuhkan rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap hasil yang harus dicapai

dalam pekerjaannya (Mobley, 1986).

Menurut penulis tidak berniat tetap bekerjanya responden dapat disebabkan oleh

berbagai faktor antara lain karena seluruh perawat di RS Agung masih

berpendidikan SPK dan D III sehingga belum memperlihatkan sifat

profesionalismenya. Dampak langsung terhadap kematangan berfikir dan moral

dalam bekerja masih kurang, masih diperlakukan sebagai tenaga buruh dan bukan

tenaga profesional. Selanjutnya berakibat pada penghargaan (standar gaji) yang

masih mengacu pada UMR DKI. Sehingga para perawat tersebut tidak berniat tetap

bekerja karena kemungkinan mencari institusi rumah sakit yang lebih menghargai
71

sifat profesionalisme perawat dan memberikan gaji yang mencukupi kehidupan diri

dan keluarganya.

3. Hubungan kepemimpinan dengan retensi perawat.

Hasil analisis univariat variabel kepemimpinan, 50.6% responden menilai

kepemimpinan atasan baik dan 49.4% menilai kurang. Jika melihat frekuensi yang

menilai kepemimpinan perawat masih setengahnya (50%) kurang, maka akan

berakibat tidak baik pada manajemen personalia diruangan, manajemen asuhan

keperawatan dan secara langsung terhadap kualitas asuhan keperawatan.

Hasil bivariat menunjukan bahwa, tidak ada hubungan yang bermakna

antara kepemimpinan perawat dengan retensi perawat dengan p-value=1.0.

Perbedaan proporsi memperlihatkan, 51.3% dari responden yang menilai

kepemimpinan atasan baik dan 50.0% dari responden yang menilai kepemimpinan

kurang berniat tetap bekerja. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil

penelitian Dansereau, Cashman dan Graen (1977) dalam Mobley (1986) yang

mendapati bahwa keluwesan pimpinan dalam mengganti-ganti pekerjaan

karyawanya dan mempergunakan kemampuannya untuk membantu para

karyawannya untuk memecahkan persoalan-persoalan kerja mereka mempunyai

hubungan yang penting dengan keluar/bertahannya karyawan.

4. Hubungan manajemen karir dengan retensi perawat

Hasil analisis univariat variabel manajemen karir, 51.9% responden

menilai manajemen karir baik dan 48.1% responden menilai kurang. Hasil analisis

bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara manajemen
72

karir dengan retensi perawat (p-value=0.572). Hasil ini bertentangan dengan hasil

penelitian Porter dan Steers (1973) dalam Mobley (1986) yang menemukan bahwa

kurangnya kesempatan promosi menjadikan seseorang untuk keluar dari suatu

perusahaan yang utama. Namun data statistik memperlihatkan 56.4% dari

responden yang menilai bobot pekerjaan baik dan 45.9% dari responden yang

menilai manajemen karir kurang menyatakan berniat tetap bekerja. Hasil penelitian

tersebut sesuai dengan saran Mobley (1986) bahwa organisasi harus memberikan

informasi tentang : kemungkinan jalan karir, umpan balik perkiraan kemampuan

jalan karir, imbalan-imbalan bagi pengembangan diri serta kesempatan-kesempatan

dan program-program pengembangan lainnya. Maka apabila tidak jelas tentang alur

karir yang akan dicapai oleh keryawan maka akan memicu keluarnya karyawan.

5. Hubungan kondisi pekerjaan dengan retensi perawat

Hasil analisis univariat variabel kondisi pekerjaan, 54.5% responden

menilai kondisi pekerjaan baik dan 55.5% kurang. Sebagai cut of point

pengkategorian variabel kondisi bekerja adalah nilai median sebesar 50.0 (lebih

besar dari nilai mean = 47.2). Nilai sebesar ini jika dilihat dari range nilai 1-100

maka, sebenarnya masih kurang. Untuk itu perlu perbaikan-perbaikan guna

meningkatkan pandangan responden terhadap kondisi bekerja.

Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara

kondisi bekerja dengan retensi perawat dengan nilai p-value (0.004), dengan nilai

OR = 4.4, yang berarti bahwa responden yang menilai kondisi pekerjaan baik

kemungkinan berniat tetap bekerja sebesar 4.4 kali dari pada responden yang

menilai kondisi bekerja kurang. Selanjutnya dapat dilihat pula bahwa hasil uji

regressi logistik dengan metode backward, kondisi bekerja termasuk salah satu
73

variabel yang signifikan berhubungan dengan retensi perawat dengan p-valui 0.002.

Kemudian hasil uji interaksi regressi logistik terhadap kondisi bekerja dan

pendidikan didapatkan bahwa variabel kondisi bekerjalah yang paling signifikan

berhubungan dengan retensi perawat dengan p-value = 0.002.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cushway (2002) bahwa

kondisi bekerja yang buruk akan menyebabkan ketidakpuasan, pekerjaan

sebaiknya dirancang untuk memenuhi kebutuhan individu dan harus

memungkinkan adanya variasi minat dan kesempatan untuk tumbuh dan

berkembang, jika tidak maka kekecewaan yang muncul dan memungkinkan

karyawan memilih keluar. Selain hal tersebut hubungan kerja, hubungan kerja

yang buruk akan menyebabkan kekecewaan dan mengakibatkan ketidakhadiran

serta keluarnya karyawan. Kemudian Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa

keselamatan dan kesehatan kerja akan menciptakan terwujudnya pemeliharaan

karyawan yang baik.

Data statistik menunjukan pula bahwa, 66.7% dari responden yang menilai

kondisi bekerja baik dan 31.4% dari responden yang menilai kondisi bekerja kurang

menyatakan berniat tetap bekerja. Yang berarti memang ada hubungan yang

signifikan antara kondisi bekerja dengan retensi perawat. Hasil hitung terhadap

jawaban responden pada pernyataan kondisi bekerja yang paling menonjol adalah

adanya waktu sosialisasi antar perawat 62.2%, dan lengkapnya dokumentasi

keperawatan 50.6%. Juga diperkuat dari hasil hitung terhadap alasan responden

memilih ya dari 39 responden yang menyatakan kondisi bekerja baik 66.7%.


74

Pendapat penulis bila kondisi pekerjaan termasuk keadaan fisik gedung tidak

menimbulkan kehawatiran kecelakaan secara fisik maupun mental, ruangan

dirasakan nyaman dan bersih, pemenuhan kebutuhan untuk pelaksanaan tindakan

keperawatan dengan mudah dan lengkap, keselamatan kerja diperhatikan,

pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap 6 bulan atau setahun sekali, jaminan

kesehatan penuh ditanggung oleh rumah sakit, dan adanya waktu untuk sosialisasi

antara pimpinan dengan bawahan maka responden akan berniat tetap bekerja lebih

banyak.

Untuk itulah kondisi bekerja dalam keadaan baik perlu dipertahankan dan

ditingkatkan secara terus-menerus dengan tujuan agar tenaga keperawatan lebih

dapat merasakan kepuasan, dapat meningkatkan produktifitas kerja dan merasakan

Rumah Sakit Agung merupakan bagian dari hidupnya.

6. Hubungan komunikasi dengan retensi perawat.

Hasil analisis univariat variabel komunikasi, 68.8% responden menilai

komunikasi baik dan 31.2% menilai kurang. Hasil analisis bivariat menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang yang bermakna antara komunikasi dengan retensi

perawat dengan p-value = 0.072. Hasil hitung beda proporsi memperlihatkan 66.7%

dari responden yang menilai komunikasi kurang dan 41.5% dari responden yang

menilai komunikasi baik menyatakan tidak berniat tetap bekerja. Hasil penelitian

tersebut sesuai dengan hasil penelitian Price (1977) dalam Mobley (1986), bahwa

komunikasi dalam organisasi yang dilakukan secara formal, dan komunikasi yang

berdasarkan atas tugas adalah salah satu faktor penentu keluarnya karyawan..

Upaya manajemen untuk meningkatkan arus komunikasi baik formal maupun

informal akan mempunyai pengaruh yang positif bagi organisasi dalam upaya
75

retensi karyawan. Kemudian pendapat Hasibuan (2002) bahwa melalui

komunikasi yang baik akan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi

dalam perusahaan. Manajemen terbuka akan mendukung terciptanya

pemeliharaan keamanan, kesehatan dan loyalitas karyawan baik.

Menurut penulis komunikasi yang terbuka yang dibina dengan baik antara atasan

dengan bawahan, teman sejawat atau tim kesehatan lain akan memberikan dampak

yang positif terhadap mental dan semangat kerja karyawan, sehingga memberikan

dampak terhadap kenyamanan bekerja dan niat tetap bekerja dengan sungguh-

sungguh.

7. Hubungan imbalan jasa dengan retensi perawat.

Hasil analisis univariat variabel imbalan jasa, 61.0% responden menilai

puas dan 39.0% responden menilai tidak puas. Walau proporsi responden yang

menilai puas terhadap imbalan jasa tinggi namun sebagai cut of pointnya dalam

pengkategorian variabel imbalan jasa ini sangat rendan yaitu dengan nilai median

sebesar 30.0 (lebih rendah dari nilai mean = 38.2). Nilai sebesar ini jika dilihat dari

range nilai 1-100 maka, sebenarnya nilai yang sangat buruk. Untuk itu perlu

perbaikan terhadap program penggajian tenaga perawatan guna meningkatkan

pandangan responden terhadap imbalan jasa.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara imbalan jasa dengan retensi perawat dengan p-value=0.008, dengan nilai

OR=4.1, yang berarti bahwa responden yang menilai imbalan jasa tidak puas,

menyatakan tidak berniat tetap bekerja sebesar 4.1 kali dari pada responden yang

menilai imbalan jasa puas atau sebaliknya responden yang menilai imbalan jasa
76

baik akan berniat tetap bekerja sebesar 4.1 kali dari responden yang menilai tidak

puas. Melihat beda proposi juga didapatkan, 70.0% dari responden yang menilai

imbalan jasa tidak puas dan 36.2% dari responden yang menilai imbalan jasa puas

tidak berniat tetap bekerja. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian

Borman (1970), Landy dan Farr (1980) dalam Mobley (1986) bahwa kegagalan

dalam memberikan imbalan jasa/kompensasi yang lebih besar bagi karyawan yang

berprestasi dapat memicu keluarnya karyawan dan bahkan bagi karyawan yang

sebenarnya harus dipertahankan oleh perusahaan keberadaannya. Hasibuan (2001)

berpendapat bahwa insentif merupakan daya penggerak yang dapat menimbulkan

terciptanya pemeliharaan karyawan. Melalui insentif, karyawan mendapat perhatian

dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya. Pemberian kesejahteraan akan

menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi, disiplin, sikap loyal terhadap

perusahaan dan sekaligus menurunkan angka kejadian keluar karyawan.

Menurut pengamatan penulis pada penelitian berlangsung maupun pada saat

residensi di Rumah Sakit Agung tahun 2002, imbalan jasa yang diberikan terhadap

tenaga perawat jauh dari harapan, sehingga banyak tenaga keperawatan yang

keluar. Hasil perhitungan terhadap persepsi tenaga perawat terhadap imbalan jasa

menghasilkan nilai mean 38.2. dan median 30.0. Hal ini menunjukan bahwa betapa

tidak puasnya tenaga keperawatan terhadap imbalan jasa yang diterima setiap

bulannya karena jika dibandingkan nilai mean dan median dari variabel yang lain

paling rendah. Hasil persentase jawaban responden terhadap pernyataan yang

diajukan dalam kuesioner didapatkan bahwa gaji bersih, uang transport, tunjangan

hari raya, penanggung jawab shift, uang jabatan, jasa keperawatan dan uang lembur

>60% menjawab tidak setuju (tidak puas) sedangkan yang menjawab sangat setuju
77

(sangat puas) 0.0% (tidak ada). Hal ini menunjukkan bahwa perlu perbaikan yang

mendasar terhadap kebijakan penggajian tenaga perawat sehingga kenyamanan

bekerja dan niat tetap bekerja dapat dicapai lebih tinggi sehingga otomatis

mengurangi turnover perawat.


78
79

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penelitian terhadap 77 responden perawat pelaksana dan kepala ruangan di Rumah

Sakit Agung menunjukkan gambaran karakteritik demografi sebagai berikut;

terbanyak 62.3% responden berusia diatas 26 tahun, 85.7% berjenis kelamin

perempuan, 54.5% berpendidikan D III keperawatan, 59.7% berstatus telah

menikah, 53.2% lama bekerjanya telah 3 tahun atau lebih, dan 92.2% menjabat

sebagai perawat pelaksana. Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan

yang bermakna antara karakterisktik demografi dengan retensi perawat dimana

seluruh subvariabel karakteristik demografi p-value >0.05. Walaupun secara

prosentase menunjukkan perbedaan prosentase yang cukup tinggi pada beberapa

karakteristik, namun hasil hitung menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna.

Mungkin berniat tetap bekerjanya responden dikarenakan oleh faktor-faktor diluar

karakteristik demografi.

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel bobot pekerjaan,

kepemimpinan, manajemen karir dan komunikasi dengan retensi perawat dengan

p-value seluruhnya diatas 0.05.

3. Ada hubungan yang bermakna antara kondisi pekerjaan dengan retensi perawat

dengan p-value = 0.004, dan nilai OR = 4.4, yang berarti responden yang menilai

kondisi pekerjaan baik 4.4 kali kemungkinan berniat tetap bekerja dari responden

yang menilai kurang.

4. Ada hubungan yang bermakna antara imbalan jasa dengan retensi perawat dengan

p-value = 0.008, dan nilai OR = 4.1, yang berarti responden yang menilai imbalan
80

jasa baik 4.1 kali kemungkinan berniat tetap bekerja dari responden yang menilai

kurang.

5. Hasil analisis multivariat memperlihatkan bahwa subvariabel pendidikan dan

variabel konsidi pekerjaan merupakan dua faktor yang secara signifikan bermakna

berpengaruh terhadap retensi perawat dengan p-value 0.001. Hasil analisis interaksi

regressi logistik memperlihatkan kondisi pekerjaan lebih bermakna (0.002) dari

pada pendidikan (0.026).

B. Saran

1. Pimpinan Rumah Sakit Agung

Perawat pelaksana dan kepala ruangan yang berniat tetap bekerja dan tidak berniat

tetap bekerja di Rumah Sakit Agung perbandingannya sangat tipis sekali (bedanya

hanya 0.6%), maka hendaknya menjadi perhatian pimpinan rumah sakit dengan

melakukan kajian ulang tentang program-program yang dapat meningkatkan retensi

perawat antara lain :

a. Peningkatan kondisi bekerja baik dari segi kenyamanan dan keamanan

ruangan, pemenuhan peralatan yang dibutuhkan guna pelaksanaan tindakan

keperawatan, peningkatan pemenuhan keamanan dan keselamatan dalam

bekerja maupun pemenuhan alat-alat yang menunjang keperawatan.

b. Meningkatkan sosialisasi antara pimpinan dengan perawat pelaksana melalui

pertemuan-pertemuan rutin dan meningkatkan supervisi.

c. Agar terjadi retensi tenaga perawat yang berpendidikan D III keperawatan,

sebaiknya sistem asuhan keperawatan dirubah dari penugasan fungsional ke

profesional dengan menerapkan model praktek keperawatan profesional


81

(MPKP) dengan konsultan/nara sumber dari pihak pendidikan baik tingkat S1

(FIK) atau dari Akademi Keperawatan.

d. Bagi tenaga perawat yang ingin berkarir di Rumah Sakit Agung dengan tingkat

pendidikan SPK/SPR/bidan sebaiknya dimotivasi dan diberi kesempatan untuk

mengikuti pendidikan ke jenjang D III sehingga dapat meningkatkan wawasan

dalam memberikan asuhan keperawatan.

e. Agar terjadi peningkatan kemampuan kekhususan profesionel perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan maka perlu diberi kesempatan mengikuti

kursus-kursus atau pelatihan dalam bidang keperawatan baik yang diadakan

intern atau melalui institusi lain.

f. Salah satu yang dapat meretensi perawat adalah imbalan jasa. Imbalan jasa akan

bermakna bila berdasarkan jenjang karir maka Rumah Sakit Agung sebaiknya

menyusun sistem penjenjangan karir yang dapat digunakan untuk sistem

penggajian.

2. Kepala Bidang Keperawatan

a. Menyusun sistem pengembangan karir fungsional perawat pelaksana RS.

Agung yang mencakup : bentuk jenjang karir dan promosi, sistem penghargaan

dan program-program pendidikan yang berkelanjutan..

b. Diusahakan terdapat waktu khusus untuk mengusahakan sosialisasi antara

personil keperawatan yang dipadukan dengan program-program bidang

keperawatan.

3. Institusi Pendidikan
82

Setiap institusi pendidikan sebaiknya membantu memfasilitasi terwujudnya ruang

model praktek keperawatan di rumah sakit yang digunakan sebagai lahan praktek

mahasiswa.

4. Peneliti di Bidang Keperawatan

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, hasil penelitian yang

belum bermakna dan kemungkinan topik-topik lain perlu dilanjutkan penelitiannya.

Adapun topik-topik yang disarankan untuk diteliti adalah :

a. Mengkaji lebih luas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi

perawat.

b. Mengkaji salah satu variabel yang belum bermakna yang berhubungan dengan

retensi perawat.

c. Mengkaji tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan turnover perawat

tinggi.

d. Karena penelitian ini sifatnya setempat dan dilakukan di rumah sakit swasta

dengan kapasitas tempat tidur hanya 72, maka kemungkinan dapat dilakukan

kembali di rumah sakit swasta lain atau rumah sakit negeri yang lebih besar

dengan jumlah responden cukup besar pula.


83

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, M. (1994). A handbook of human resource management. Terjemahan. (cetakan


kedua). Jakarta: P.T Alex Media Komputindo.

As,ad, M. (2001). Seri ilmu sumber daya manusia: Psikologi industri. (edisi ke empat).
Yogyakarta: Liberty.

Bahls, C. (2001). After years of ambivalence, alarms are sounding over the sorry state of
nation’s nursing home. An aging population demands better alternative. January,
2001. From : file:///A/WebMD-Lycos-article-end of the line.htm.

Beecroft, P.C., Kunzman, L., & Krozek, Ch. (2001, December). RN internship : Outcome
of a one-year pilot program. The Journal of Nursing Administration. 31(12), 575-
582.

Brannon, D., Zinn, J.S., Mor, V., and Davis, J. (2002). An exploration of Job,
Organizational, and Environmental Factors Associated With High and Low Nursing
Assistant Turnover. The Gerontological Society of America. 42(2), 159-168.

Brockopp, D.Y. & Hastings-Tolma, M.T. (1995). Dasar-dasar riset keperawatan.


(Terjemahan). Jakarta: EGC.

Capko, J. (2001) Identifying the causes of staff turnover. April, 2001 From: Family
practice management.

Cooper, C.E. and Parsons, R.J. (2002, March). The nursing shortage: Implications for
military nurses. The Journal of Nursing Administration. 32(3), 162-165.

Cusyway, B. (1994). Human resoursce management. Terjemahan. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

David, P. (1986). Employment and manpower surveys: A practitioners guide. Aldershot:


Gower Publishing.

Departemen Kesehatan. (1992). Undang-undang Republik Indonesia nomor: 23 tahun


1992 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan. (1996). Himpunan peraturan perundang-undangan bidang


kesehatan. Jakarta: PT. Mitra Info.

Foster. B., & Seeker, K.R. (1997). Pembinaan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Jakarta: Victory Jaya Abadi.

Garb, J. (2002). Memahami enelitian kedokteran. (Terjemahan). Jakarta: Hipokrates.

Gillies, D.A. (1994). Nursing Management: a system approach. (3th ed.) Philadelphia:
W.B. Saunders Company.
84

Hansen, B. (2001). Retention requires diagnosis, treatment of job dissatisfaction.


Retrieved November, 2001. From: wysiwyg://2/file:/A/NursesWeek Industry …s,
treament of job dissatisfaction.htm.

Hasibuan, M.S.P. (2001). Manajemen sumber daya manusia. (Edisi revisi) Jakarta: Bumi
Aksara.

Hastono, S.P. (2001). Manajemen dan analisa data penelitian kesehatan. Jakarta: Tidak
diterbitkan.

Hegney, D. at. all. (2002, March). Retaining rural & remote area nurses: The queensland,
Australia experience. The Journal of Nursing Administration. 32(3), 128-135.

Huber, D. (2000). Leadership and nursing care management. (Second edition).


Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Ilyas, Y. (1999). Kinerja. (Cet. 1). Depok: Badan Penerbit FKM UI.

Ilyas, Y. (2000). Perencanaan sumber daya manusia rumah sakit. (Cet. 1). Depok: Badan
Penerbit FKM UI.

Jerome, P.J. (2001) Mengatur perantian karyawan. (Terjemahan). Jakarta: PPM.

Kingston, M.B. (2002) Tracking the shortage: The nursing shortage, focus on retention.
King of Prussia: Merion Publication.

Mangkuprawira, S. (2002). Manajemen sumber daya manusia strategi. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2000). Leadership roles & management functions in
nursing: theory and application. (Third edition). Philadelphia: Lippincott.

Martin, K. (2001). The missing link : Management & employee retention. An Official
Publication of the National Healthcare Cost & Quality Association. 7/2, 1-5.
Retrieved June, 2001. From: http://www.cost-quality.com/restpast/v7i2a3.html.

Mobley, W.H. (1986). Pergantian karyawan: Sebab, akibat, & pengendaliannya.


Terjemahan. Jakarta: PT. Gramedia.

Morgan, D.G. at. all. (2002, March). Job strain among staff of rural nursing homes: A
comparison of nurses, aides, and activity wokrwes. The Journal of Nursing
Administration. 32(3), 152-160.

Richards, J. (2000). Physician order entry and nursing work redesign. Canadian journal of
nursing leadership. From: http//.acen-cjonl.org/13-2/pandora.html.

Robbins, S. (1997). Organizational behavior: Conceps, controversies, application.


(seventh edition). New Jersey USA: Prentice Hall.
85

Sarwoto (1991). Dasar-dasar organisasi dan manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Scanlon, W.J. (2001). Nursing workforce: Recruitment and retention of nurses and nurse
aides is a growing concern. May, 2001. From : United States General Accounting
Office.

Shader, K. at al. (2001, April). Factors influencing satisfaction and anticipated turnover for
nurses in an academic medical center. The Journal of Nursing Administration. 31(4),
210-216.

Siagian, S.P. (2002). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: P.T. Bumi Aksara.

Summers, M. (2000). Recruitment and retention of occupational health nurses. Retrieved


Desember, 2000. From: file:///A/recruitment & retention of oce helath nurses.htm.

Sudrajat, A. (2002). Laporan kegiatan residensi administrasi dan manajemen keperawatan


di Rumah Sakit Agung. Tidak diterbitkan: Universitas Indonesia.

Swansburg, R.C., & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and leadership for
nurses. Toronto: Jones and Bartlett Publishers

Tappen, R.M. (1995). Nursing leadership and management: Concepts and practice.
(Third edition). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Tyson, S., & Jackson, T. (2000). Perilaku organisasi. Terjemahan. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.

Umar, H. (2001). Riset sumber daya manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wayne, Pa. (2002). Healthcare staffing shortage survey reveals critical factors kenexa
survey demonstrates nurses question whether administration understands their
needs. September, 2002. From: wysiwyg://2/file:/A/nurses_com News for nursing
profesionals.htm.

Zoeckler, E. (2002). Loss of employee loyalty a big hidden cost of business. Retrieved
September, 2002. From: http://A/HeraldNet -Eric Zoeckler- Busness Columnist.htm.

Anda mungkin juga menyukai