Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN

PENOLAKAN RESUSITASI/DO NOT RESUSCITATE

RUMAH SAKIT ANNA


TAHUN 2022
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ANNA
NOMOR: /PERDlR/RS ANNA/I/2022
TENTANG
PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI/DO NOT RESUSCITATE
DIREKTUR RUMAH SAKIT ANNA
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
berfokus pada kepuasan pelanggaan di Ramah Sakit Anna
maka perlu dibuat Panduan Penolakan Resusitasi/Do Not
Resuscitate
b. Bahwa Rumah Sakit Anna menghormati hak-hak pasien;
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu
ditetapkan melalui Peraturan Direktur Rumah Sakit

Mengingat : 1. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun


2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang - undang Republik lndonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan.
3. Undang - undang Republik lndonesia Nomor 44 talnm
2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik lndonesia
Nomor 129/MENKES/SK/lI/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakít
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PERATURANDIREKTUR RUMAH SAKIT ANNA TENTANG
PANDUAN PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI/DO NOT
RESUSCITATE
KEDUA : Pcraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila di
keinudian hari terdapat kekeliruan didalamnya maka akan
dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Bekasi
Padatanggal 11 Januari 2022
Direktur,

dr.Adi Anggoro, MARS


DAFTAR ISI

BAB I DEFENISI.......................................................................................................................1
A.Pengertian.........................................................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II RUANGLINGKUP.......................................................................................................2
A.Ruang Lingkup.................................................................................................................2
B. Prinsip..............................................................................................................................2
BAB III KEBIJAKAN...............................................................................................................2
BAB IV TATALAKSANA.........................................................................................................3
BAB V DOKUMENTASI..........................................................................................................5
Lampira
n : Peraturan Direktur Rumah Sakit Anna
Tentang : Panduan Penolakan Resusitasi
Nomor : /PERDlR/RS ANNA/I/2022
BAB I Halaman : 1/5

DEFINISI

Resusitasi Jantung Paru ( RJP ) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam


memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar, tidak
bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.
Henti Jantung
A. Henti jantung adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
1. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless
electricalactivity ( PEA ).
2. Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera
mungkin ( < 3 menit setelah kejadian henti jantung ).
3. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, dan
pupil dilatasi maksimal; hal ini bukanlah kejadian henti jantung dan
tidak perlu dilakukan tindakan resusitasi.
B. Resusitasi Jantung Paru ( RJP )
Didefinisikan sebagai suatu sarana dalam memberikan bantuan hidup
dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau henti
jantung. RJP diindikasikan untuk : pasien yang tidak sadar, tidak bernapas,
dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi dan tidak
tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.
C. Tindakan Do Not Resuscitate( DNR )
Adalah suatu tindakan di mana jika pasien mengalami henti jantung
dan atau napas tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar
maupun lanjut.
1. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,
patensi jalan napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha
bantuan hidup dasar maupun lanjut.

1/16
2. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap
kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien
(misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada
pasien DNR.
3. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
BAB II
RUANG LINGKUP

Rumah sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang hak dan


tanggung jawab mereka yang berhubungan dengan penolakan atau tidak
melanjutkan pengobatan yang direncanakan.
Rumah sakit menghormati hak pasien dan keluarga dalam menolak tindakan
resusitasi atau pengobatan bantuan hidup dasar. Penolakan resusitasi dapat
diminta oleh pasien dewasa yang kompeten dalam mengambil keputusan.
Pasien yang tidak bisa membuat keputusan terhadap dirinya (belum cukup
umur, gangguan kesadaran mental dan fisik) diwakilkan kepada anggota keluarga
atau wali yang ditunjuk.
Petunjuk:
1. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya
Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien,
maka dalamkasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi
wajib melakukan tindakan resusitasi. Ketika memutuskan untuk menuliskan
perintah DNR, dokter tidak boleh mengesampingkan keinginan pasien
maupun walinya. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat
dimusnahkan).
2. Kriteria DNR
Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompetenmengambil
keputusan,telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien
yang dinyatakan tidakkompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga
terdekat,atau wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan. Pertimbangan
pasien/keluarga atau dokter dalam memutuskan DNR haruslah
memperhatikan aspek agama, norma dan budaya masyarakat. Ketika
menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh mengesampingkan keinginan
pasien maupun walinya. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini
dapat menjadi bahan diskusi perihal DNR dengan pasien/ walinya:

3/16
a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau
CPR hanya menunda proses kematian yang alami
b. Pasien tidak sadar secara permanen
c. Pasien berada pada kondisi terminal
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian
dibanding keuntungan jika resusitasi dilakukan
BAB III
KEBIJAKAN

1. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran
2. Undang - undang Republik lndonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
3. Undang - undang Republik lndonesia Nomor 44 talnm 2009 tentang Rumah
Sakit.
4. Permenkes No.1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit.

5/16
BAB IV
TATA LAKSANA

A. Prosedur Penolakan Tindakan Resusitasi (DNR)


1. Dokter/DPJP menjelaskan tentang kondisi pasien yang dalam keadaan
kritis kepada keluarga/wali pasien bahwa pasien memerlukan tindakan
yang lebih lanjut alam penanganan kondisi penyakit pasien.
2. Kemudian Dokter juga menjelaskan pentingnya resusitasi atau
pengobatan bantuan hidup dasar dan menjelaskan resiko yang terjadi
terhadap pasien jika tidak dilakukan tindakan RJP.
3. Dokter/DPJP memberi penjelasan hak sebagai keluarga untuk mengambil
keputusan sesuai pertimbangan norma & kepercayaan serta etika dan
hukum.
4. Jika pasien/keluarga pasien menolak untuk dilakukan tindakan
Resusitasi, maka pasien/keluarga/wali pasien yang ditunjuk wajib
mengisi formulir penolakan resusitasi.
5. Perawat mempersiapkan formulir penolakan tindakan resusitasi (DNR)
6. Dokter/DPJP menjelaskan formulir peraturan penolakan resusitasi sesuai
peraturan yang berlaku.
7. Dokter/DPJP meminta keluarga/wali pasien untuk menandatangani isi
formulir penolakan tindakan resusitasi (DNR) beserta saksidari keluarga.
8. Dokter/DPJP mengisi formulir yang sudah dijelaskan dan
menandatangani
9. Dokter/DPJP memberi formulir penolakan keluarga pasien kepada
perawat sebagai saksi dari keperawatan untuk di lengkapi dan
ditandatangani.
10. Perawat melengkapi formulir penolakan / penghentian resusitasi dan
menandatangani sebagai saksi dari keperawatan.
11. Perawat mendokumentasikan &mengarsipkan dalam Rekam Medik
pasien.
12. Perawat memasang pin ungu (DNR) pada gelang identitas pasien.
13. Jika formulir penolakan tindakan resusitasi (DNR) sudah ditandatangani.
Maka semua resiko yang terjadi ditanggung oleh keluarga pasien.
B. CakupanPerintah DNR
Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:
1. DiagnosisPenyakit
2. Alasan DNR
3. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
C. Kriteria yang berhak mengambil keputusan DNR
1. Pasien dewasa yang kompeten dalam mengambil keputusan
2. Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis
3. Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien
4. Pasangan hidup pasien
5. Anak pasien yang sudah dewasa
6. Orang tua pasien
7. Saudara kandung pasien yang sudah dewasa
D. Kondisi pasien yang diberikan DNR
Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan
atau informed consent untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu
memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien belum memutuskan/memilih
orang lain untuk mengambil keputusan tersebut. Contohnya, dalam keadaan:
1. Pasien dalam kondisi sakit terminal
2. Pasien yang tidak sadar secara permanen
3. CPR tidak akan berhasil (medical futility)
4. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk
E. Pedoman dalam mendiskusikan keputusan DNR dengan pasien antara lain
sebagai berikut :
1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif, tenang, privasi pasien terjaga.
2. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh
pasien dalam mendiskusikan hal ini.
3. Komunikasi dan tatap mata sebaiknya sejajar dengan tinggi / posisi

7/16
pasien.
4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang perawat untuk
mendampingi diskusi.
5. Perawat dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien,
memberi dukungan dan penguatan kepada pasien setelah dokter
meninggalkan ruangan.
6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan umum seperti
bagaimanakah pandangan pasien terhadap penyakit dan tatalaksana yang
dijalaninya.
7. Mengangkat topik utama:
a. Mulai dengan menyatakan: “Saya ingin berdiskusi dengan Anda.”
b. “Apa yang Anda ingin kami ( paramedis ) lakukan jika suatu waktu
Anda menjadi terlalu sakit untuk dapat berbicara dengan kami?”
c. Salah satu hal penting adalah mengenai pertanyaan tindakan resusitasi.
d. “Meskipun hal ini jarang terjadi, saya perlu untuk mempertimbangkan
mengenai tindakan apa yang harus kami lakukan jika jantung Anda
berhenti.”
e. “Beberapa orang memiliki pandangan yang kuat terhadap seberapa
banyak penanganan yang ingin mereka terima jika mereka menjadi
sangat sakit. Saya ingin tahu apakah Anda pernah memikirkan hal ini.”
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi:
a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah
diagnosis ditegakkan.
b. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognosis sudah
jelas dan saat pasien telah mengetahui dan menerima penyakitnya.
9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasinya
saat ini, sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi
jika dilakukan, serta harapan dan keinginan pasien. Pasien dan keluarganya
sering memiliki harapan / ekspektasi yang tidak realistis dari nilai
resusitasi.
10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang
dapat dimengerti oleh pasien.
11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dari respons dan pemahaman
setiap pasien.
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapat dari sudut pandang
dokter (paramedis) mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat
dengan menyatakan: “Pendapat saya mungkin berbeda dengan apa yang
Anda inginkan. Karena alasan itulah saya ingin berdiskusi dengan Anda.”
13. Cobalah untuk mengerti:
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, penanganan apa saja yang
dijalani pasien).
14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan ruang
lingkup pengaplikasian di rekam medis.
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian
dari perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan /
ditelantarkan dan merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan kematian.
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan
tetap diberikan, pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara
teratur, pengendalian nyeri, dan memberikan kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan / membedakan keputusan DNR dengan
keputusan mengenai manajemen pasien lainnya.
18. Petugas menghubungi tim kerohanian untuk bimbingan pasien yang
menghadapi fase ini.
19. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan
dokter, akan membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat
kecemasan / stress pasien juga

9/16
BAB V
DOKUMENTASI

1. SPO Penolakan resusitasi.


2. Form penolakan resusitasi.
3. Form Informasi dan Edukasi.

Ditetapkan di Bekasi,
Pada tanggal 11 Januari 2022
Direktur,

dr.Adi Anggoro, MARS.

Anda mungkin juga menyukai