Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA

PASIEN DENGAN SAKIT FISIK DAN GANGGUAN JIWA

Disusun Oleh :

Tingkat 1A Kelompok 7

1. Ibram Rizqon M 222303101004


2. Maulana Daffa E.P 222303101008
3. Indahwati Ajiningwulan 222303101011
4. Kartika Tri Andhini 222303101024
5. Azzahra Meistika 222303101031
6. Amanda Novita 222303101091

KEMENTRIAN PEMDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEPERAWATAN

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG

2022
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Pengertian komunikasi terapeutik...........................................................................6
2.2 Pengertian gangguan jiwa........................................................................................8
2.3 Tujuan komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa......................................9
2.4 Model komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa.......................................9
2.5 Bagaimana penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien
gangguan jiwa..............................................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................17
3.2 Saran......................................................................................................................18
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Dengan Sakit Fisik Dan Gangguan
Jiwa” tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas ….. pada mata
kuliah komunikasi. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang komunikasi terapeutik pada pasien
dengan sakit fisik dan gangguan jiwa

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bu….


Selaku…. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurn. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan penulis terima demi kesempurnaan makalh ini.

Lumajang , …. Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam membangun suatu hubungan, komunikasi merupakan faktor
utama dalam membangun rasa saling percaya. Banyak masalah yang
mempengaruhi orang dan dapat juga diselesaikan melalui komunikasi,
tetapi banyak masalah kecil dalam kehidupan manusia menjadi masalah
besar melalui komunikasi. Oleh sebab itu, komunikasi merupakan kunci
utama dalam melakukan proses interaksi antar manusia. Di dalam dunia
kesehatan, khususnya dalam profesi keperawatan sendiri, komunikasi
ditunjukkan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkatan
kesehatan yang optimal (Mustika,2009)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan
titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien.
Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhkan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi
pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu pasien dan pasien
menerima bantuan (Indrawati,2003).
Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan
panca indra). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi
penderita dan keluargany (Stuart & Sundeen,1998). Gangguan jiwa dapat
mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, agama, ras, maupun status
sosial dan ekonomi.
Komunikasi yang dapat digunakan untuk merawat pasien
gangguan jiwa adalah komunikasi terapeutik, komunikasi merupakan hal
yang terpenting dalam upaya pengobatan dan penyembuhan pasien, yang
bertujuan untuk mengubah perilaku klien agar mencapai derajat kesehatan
yang optimal.
Gangguan mental halusinasi semakin meningkat dan pada masa
akan dating akan menjadi masalah dan tantangan bagi tenaga kesehatan itu
sendiri, seperti profesi keperawatan. Oleh karena itu tenaga kesehatan
harus mempunyai kemampuan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada pasien gangguan jiwa yang butuh akan
perhatian dan pengertian tentang apa yang sedang mereka butuhkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian komunikasi terapeutik?
2. Pengertian gangguan jiwa?
3. Tujuan komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa?
4. Model komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa?
5. Bagaimana penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada
pasien gangguan jiwa?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik
2. Untuk mengetahui pengertian gangguan jiwa
3. Untuk mengetahui tujuan komunikasi terapeutik pada pasien gangguan
jiwa
4. Untuk mengetahui model komunikasi terapeutik pada pasien gangguan
jiwa
5. Untuk mengetahui bagiamana penerapan strategi pelaksaanaan komunikasi
terapeutik pada pasien gangguan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian komunikasi terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan,
disengaja dan merupakan tindakan professional. Komunikasi terapeutik
bertujuan membantu klien mencapai hubungan baik perawat dan klien
dan membantu klien memahami tujuan dari tindakan perawatan yang
dilakukan (Potter & Perry,2005)
Komunikasi terapeutik Suryani(2005:4) mengemukakan
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau
dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat
membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, mempunyai tujuan, serta kegiatanyya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi interpersonal (antar pribadi) yang professional mengarah
pada tujuan kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien
Faktor faktor yang memengaruhi proses komunikasi dan
berdampak pada hasil interaksi terapi pasien di dalam keterampilan
komunikasi meliputi: (1) budaya; (2) nilai (kepercayan dan peraturan
kehidupan masyarakat); (3) keadaan emosional (perasaan yang
memengaruhi pola komunikasi); (4) orientasi spiritual; (5) pengalaman
internal (misalnya dampak biologis dan psikologis pada bagaimana
seseorang menginterprestasikan situasi kehidupan); (6) kejadian-
kejadian di luar individu; (7) sosialisasi keluarga mengenai komunikasi;
(8) bentuk hubungan; (9) konteks hubungan saat ini; (10) isi pesan
(misalnya topik topik yang menimbulkan kepekaan dan berdampak
secara emosional).
Dalam membina hubungan teraputik (berinteraksi) perawat
mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang
harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Taufik &
Juliane 2011): (1) Fase Prainteraksi; Prainteraksi merupakan masa
persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Fase
ini meliputi : a) Evaluasi diri; b) Penetapan tahapan hubungan/interaksi;
c) Rencana interaksi. (2) Fase Perkenalan atau Orientasi merupakan
kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu klien. Meliputi:
memberi salam, memperkenalkan diri perawat, menyepakati
pertemuan/kontrak (berbunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait
dengan kebersediaan klien untuk bercakap-cakap), menghadapi kontak,
memulai percakapan dan menyepakati masalah klien; (3) Fase Kerja;
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat
dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan
keperawatan antara lain; (a) Meningkatkan pengertian dan pengenalan
klien akan dirinya, perilakunya, perasaannya, pikiranya. Tujuan ini
sering disebut tujuan kognitif; (b) Mengembangkan, mempertahankan
dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri menyelasikan
masalah yang dihadapi. Tujuan ini disebut tujuan afektif dan psikomot;
(c) Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan; (d) Melaksanakan
pendidikan kesehatan: (e) Melaksanakan kolaborasif. Melaksanakan
observasi dan monitoring; (4) Fase Terminasi; Terminasi merupakan
akhir dari setiap pertemuan perawat dan klien. Terminasi dibagi
menjadi dua, yaitu; (a) Terminasi sementara; Terminasi sementara
adalah akhir dari setiap pertemuan peraw dank lien. Pada terminasi
sementara, perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang
telah ditentukan. (b) Terminasi akhir; Terminasi akhir terjadi jika klien
akan pulang dari rumah sakit atau perawat selesai praktik di rumah
sakit(Taufik,2011:45-52)

2.2 Pengertian gangguan jiwa


Gangguan jiwa atau mental illness adalah suatu sindrom perilaku
individu yang berkaitan dengan suatu gejala penderitaan dan pelemahan
didalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologi perilaku maupun biologi. Dimana akibat gangguan tersebut
dapat menyebabkan timbulnya hendaya terkait persepsinya terkait
kehidupan sehingga memengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan
juga masyarakat. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang sama
halnya dengan gangguan jasmaniah lainnya, namu gangguan jiwa
bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti cemas, takut
hingga tingkat berat berupa gangguan jiwa berat. Berdasarkan UU RI
No. 18 tahun 2014, Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana
sesorang mengalami gangguan dalam hal pikiran, perilaku, dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.
Penyebab gangguan jiwa bermacam macam. Gangguan jiwa ada
yang bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak
memuaskan, misalnya diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-
mena, cinta tak terbalas, kehilangan sesorang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang
disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin,2002). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti
bebas dari gangguan. Seseorang bias dikatakan jiwanya sehat jika dia
bias dan mampu menangani masalah secara sehat serta berperilaku
normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertjuan dan kegiatanyaa berpusat untuk kesembuhan
pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara
untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian
informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
mempengaruhi orang lain (Stuart & Sundeen,1995)

2.3 Tujuan komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa


Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri (Indrawati,
2003: 48). Tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam
Damaiyanti (2008: 11) sebagai berikut :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi bebas
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang ektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya
sendiri.

2.4 Model komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa


1) Menerapkan komunikasi dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan fisik (gangguan system tubuh) yang berdampak
pada gangguan kebutuhan dasar manusia
a. Menerapkan komunikasi pada tahap pengkajian klien dengan
gangguan kebutuhan dasar manusia
(oksigen/nutrisi/eliminasi/pemberian pengobatan)
b. Menerapkan komunikasi pada tahap diagnosis keperawatan
klien dengan gangguan kebutuhan
(oksigen/nutrisi/eliminasi/pemberian pengobatan)
c. Menerapkan komunikasi pada tahap perencanaan klien
dengan gangguan kebutuhan
(oksigen/nutrisi/eliminasi/pemberian pengobatan)
d. Menerapkan komunikasi pada tahap implementasi klien
dengan gangguan kebutuhan
(oksigen/nutrisi/eliminasi/pemberian pengobatan)
e. Menerapkan komunikasi pada tahap evaluasi klien dengan
gangguan kebutuhan (oksigen/nutrisi/eliminasi/pemberian
pengobatan)
2) Menerapkan komunikasi dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa
a. Menerapkan komunikasi pada tahap pengkajian klien dengan
gangguan kejiwaan (kecemasan)
b. Menerapkan komunikasi pada tahap diagnosis keperawatan
klien dengan gangguan kejiwaan (kecemasan)
c. Menerapkan komunikasi pada tahap perencanaan klien
dengan gangguan kejiwaan (kecemasan)
d. Menerapkan komunikasi pada tahap implementasi klien
dengan gangguan kejiwaan (kecemasan)
e. Menerapkan komunikasi pada tahap evaluasi klien dengan
gangguan kejiwaan (kecemasan)

2.5 Bagaimana penerapan strategi pelaksanaan komunikasi


terapeutik pada pasien gangguan jiwa
Strategi Pelaksanaan pada pasien gangguan jiwa

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a) Data Subjektif
1. Klien mengungkapkan keinginan untuk mati
2. Klien mengungkapkan keinginan untuk bunuh diri
b) Data Objektif
1. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
2. Adanya luka sayatan
3. Kegagalan dalam masalah percintaan
2. Diagnisa Keperawatan
Risiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
b. Pasien dapat melakukan kegiatan sehari hari
4. Tindakan Keperawatan
Memberikan manajemen koping
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Fase Perkenalan
a) Salam terapeutik
Ibu: “ Selamat pagi sus, saya ibu dari Mas Ibram.”
Sus: “ Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?”
Ibu: “ Iya sus, anak saya sudah pernah didiagnosa ODGJ,
biasanya anak saya tidak seperti ini, bagaimana ya?”
Sus: “ Baik bu, saya selaku perawat disini, akan berkomunikasi
dengan anak ibu, mohon izin ya bu?”
Ibu: “ Iya sus, silahkan.”
b) Perkenalan diri perawat pada pasien
Sus: “ Perkenalkan mas, nama saya Daffa Ega mas bias panggil
saya Mas Daffa . Kalau boleh tau masnya namanya siapa
ya?”
Ibram: “ Saya Ibram Rizqon”
Sus: “Mas, lebih sering dipanggil siapa?”
Ibram: “ Panggil saya Ibram.”
Sus : “ Saya panggil mas, apakah boleh?”
Ibram :“ Terserah, suka suka mas aja.”
c) Menyepakti pertemuan
Sus: “ Baik mas, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
sebentar mungkin hanya butuh waktu 15 menit.”
Ibram:“ Iya.”
Sus :“Kita berbincang-bincang disini atau diluar mas?”
Ibram : “Di sini aja.”
d) Melengkapi identitas
Sus: “ Baik Mas Ibram, saya perawat disini yang bertugas di
ruangan ini dari pukul 07.00 hingga jam 14.00 nanti.”
Ibram: “Hm.”
e) Menjelaskan peran perawat dan pasien
Sus: “ Saya disini berperan merawat Mas Ibram untuk
memberikan solusi agar masalah yang dialami bias
teratasi.”
Ibram: “Emangnya kamu siapa, kok ikut campur masalah saya.
Urus aja masalahmu sendiri.”
Sus: “ Maaf Mas Ibram, bukan bermaksud seperti itu, kami
disini hanya menyelesaikan tugas kami dalam membantu
meringankan apa yang dialami pasien seperti Mas Ibram
ini.”
Ibram: “ Tetap saja, bukan urusanmu.”
f) Menjelaskan tanggung jawab perawat dan pasien
Sus: “Apakah Mas Ibram ingin terus terusan seperti ini, apa
tidak ingin melakukan aktifitas seperti biasanya?”
Ibram: “ Ya pengen.”
Sus: “ Nah, maka sebab itu semua tindakan yang kami lakukan
menjadi tanggung jawab, dan kami harap Mas Ibram untuk
sembuh, dan Mas Ibram dapat melakukan aktifitas seperti
biasanya dan mas bias meredam emosi mas.”
Ibram: “Iya.”
g) Harapan perawat dan pasien
Sus: “ Mas Ibram, saya ulangi lagi ya, apa yang menjadi harapan
Mas Ibram menjadi harapan kami juga. Maka dari itu,
semua keluhan yang dialami bias mas ceritakan kepada
saya.”
Ibram: “Baik.”
h) Kerahasiaan
Sus: “ Mas Ibram ga perlu khawatir semua keluhan yang mas
ceritakan, kami akan mencari jalan keluarnya dan saya
tidak akan memberitahukan keluhan yang dialami kepada
siapapun.”
Ibram: “Yang bener?”
Sus: “Iya Mas, kami akan menjaga rahasia semua keluhan mas.”
i) Pengkajian keluhan utama
Sus: “ Baik Mas Ibram, kalau boleh tau nih apa yang mas
rasakan saat ini?”
Ibram: “ Saya ingin cepat mati, saya mikir saya tidak ada gunanya
disini.”
Sus: “ Apa yang membuat Mas Ibram ingin mati mas?”
Ibram: “ Saya kehilangan semuanya.”
Sus: “ Apa yang hilang dari hidup mas?”
Ibram: “ Saya ingin kerja lagi dan pacar saya kembali.”
Sus: “ memangnya apa yang terjadi dengan pekerjaan mas dan
kisah cinta Mas Ibram?”
Ibram: “ Hilang, seperti ditelan lautan.”
Sus: “ Berarti dulu Mas Ibram sudh bekerja?”
Ibram: “ Ya, saya di phk, dan saya tidak bisa membayar hutang
dan tidak bisa memberi ibu dan adik saya uang. Sejak saya
di phk pacar saya meninggalkan saya.
Sus: “ Baik mas, saya mengerti emang umur, rejeki, dan jodoh
itu tidak ada yang tahu mas. Semua telah diatur, apa mas
percaya dengan hal itu?”
Ibram: “ Ya.”
Sus: “ Nah, Mas Ibram paham, berarti Mas Ibram tidak perlu
berusaha menyayat tanga Mas Ibram sendiri, mas tidak
peril untuk merasa capek terus menerus. Sebab yang Mas
Ibram lakukan tidak bisa menyelesaikan masalah yang
dialami, malah membuat badan Mas Ibram sakit, betul
bukan?”
Ibram: “Betul juga.”
Sus: “ Mas Ibram sayang kan sama keluarga Mas Ibram? ibunya
mas juga mengantarkan mas ke sini.”
Ibram : “Ya sayang lah.”
Sus: “Nah kalau Mas Ibram sayang sama keluarga mas, mas
tidak boleh melukai badan mas sendiri. Mas Ibram harus
semangat terus, minta kepada Tuhan dan berserah diri, mas
harus yakin dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan
dan bisa membayar hutang.”
Ibram: “ Iya, tapi saya ingin membayar hutang saya.”
Sus: “ Maka dari itu Mas Ibram sembuh terlebih dahulu, kalau
boleh tau nih hobi Mas Ibram apa ya?”
Ibram: “ Saya dulu suka main basket, sepak bola sama makan
kerupuk.”
Sus: “ Wah Mas Ibram hebat, mas bisa melakukan hal itu kalau
mas sudah merasa lelah, mas bisa bermain basket atau main
bola sesuka mas.”
Ibram: “ emang harus gitu?”
Sus: “ Iya mas, biar pikiran Mas Ibram lebih tenang.”
Ibram: “Baiklah.”
Sus: “ Baik Mas Ibram, ini saya bersihkan dulu lukanya ya?”
Ibram: “Iya.”
Kontrak yang akan datang
Sus: “Baik Mas Ibram, berbincang-bincangnya sudah selesai
karena sudah 15 menit yang sudah kita sepakati tadi. Besok
kita bisa sharing sharing lagi bagaimana mas?”
Ibram: “ Hm, baiklah.”
Sus: “ Baik, mas ingin jam berapa?”
Ibram: “Terserah.”
Sus: “ Baik, Mas Ibram besok bisa kesini lagi pukul 09.00”
Ibram: “Boleh diantar ibu?”
Sus: “Silahkan mas.”
Validasi Kontrak
Sus: “ Baik mas, besok bertemu kembali pada pukul 09.00 di
tempat yang sama. Terimakasih Mas Ibram.”
Ibram: “ Iya.”

2. Fase Orientasi
Sus: “Selamat pagi Mas Ibram.”
Ibram: “Pagi”
Sus: “Bagaimana perasaan mas Ibram setelah kemarin sudah
berbincang bincang.”
Ibram: “ Baik.”
Sus: “Apa mas Ibram lebih tenang perasaanya?”
Ibram: “Lumayan.”
Sus: “Baik mas ibram, kemarin kita sudah merencanakan mau
melakukak bincang bincang lagi, apakah mas ibram masih
ingat jam berapa?”
Ibram: “Jam 09.00.”
3. Fase Kerja
Sus: “Baik, apakah mas ibram sudah sarapan?”
Ibram: “Sudah.”
Sus: Tadi ngapain aja mas?”
Ibram: “ Ya jalan jalan, main di taman belakang sama ngobrol.”
Sus: “ Wah, berarti sudah baikan dong.”
Ibram: “ Iya sih, tetapi kadang saya masih mikir nanti gimana ya
masa depan saya, kalau saya tidak bekerja bagaimana, terus
nanti saya makan apa?”
Sus: “Mas ibram terus berusaha ddan berdoa, tidak boleh pesimis.
Kan uddah ada yang mengatur rezeki kita. Kalau seingat
saya mas ibram bisa main basket kan, nah itu mas daffa
bisa menjadi pelatih basket atau menjual alat olahraga
basket?”
ibram: “Iya, emang kenapa?”
Sus: “Nah mas ibram bisa bekerja dari sana, dan mendapatkan
penghasilan”
Ibram: “ Kenapa tidak pernah kepikiran ya?”
Sus: “ Iya mas, apa ada yang perlu dibicarakan lagi mas?”
Ibram: “ Tida ada sus, cuman itu aja yang buat saya mikir
sehingga mau melakukan hal yang tidak baik.”
Sus: “ Mas kalau punya masalah jangan dipendam mas, mas bisa
sharing ke keluarga, sahabt atau teman mas.”
Ibram: “ Iya, sekarang saya menyesal atas perbuatan saya dulu.”
Sus: “ Nah gitu dong, sekarang mas harus berpikiran bahwa
semua masalah pasti bisa diselesaikan.”
4. Fase Terminasi
Sus: “ Baik Mas Ibram, masalah mas sudah terselesaikan dan
sudah sharing ke saya maka saya undur diri, terima kasih atas
kerja samanya. Apabila mas ibram perlu bantuan, mas bisa
panggil di ruang perawat. Dan cepat sembuh>”
ibram: “Iya sus, terimakasi.”
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi yang dilakukan oleh para perawat dalam menangani pasien gangguan
jiwa merupakan pengalaman komunikasi bagi perawat dalam menangani pasien
gangguan kejiwaan. Dengan demikian, dalam penanganan pasien yang diterapkan
yaitu dengan melakukan terapi pasien, memberikan arahan kepada pasien dalam
setiap kegiatannya, mengisoalasi pasien dan juga membina pasien dan juga.
Ketika menjalin komunikasi dengan pasien yang memiliki keterbatasan mental
tentunya mengalami kesulitan. Adanya hambatan yang terjadi saat melakukan
komunikasi dengan pasien dalam menangani pasien gangguan jiwa tidaklah
mudah, karena orangorang yang mamiliki masalah pada kejiwaan akan jauh
berbeda dan lebih sulit daripada menangani orang-orang sehat secara emosional
dan pikiran, apalagi pasien bisa sewaktu-waktu mengamuk dan mudah di berdaya
akal sehatnya oleh berbagai makhluk. Hal tersebut bisa saja terjadi tanpa kita
ketahui. Selain itu kesulitan untuk mendapatkan respon dari pasien gangguan
kejiwaan merupakan hambatan bagi pengasuh yang apabila tidak memiliki
kesabaran yang luar biasa. Dengan demikian, dalam menangani pasien gangguan
jiwa pengasuh harus memiliki kesabaran, ketulusan dan keikhlasan dan
memotivasi pasien sehingga pasien merasa nyaman, tenang, dan termotivasi untuk
segera pulih dari gangguan kejiwaannya.

3.2 Saran
Bagi perawat pasien gangguan kejiwaan, diharapkan bagi para perawat yang akan
menangani pasien gangguan jiwa, untuk memiliki kesabaran yang tinggi. Dan
memiliki kemampuan komunikasi yang handal baik verbal maupun nonverbal
sehingga dapat dengan mudah melakukan komunikasi yang bersifat membujuk
bagi pasien. Melakukan komunikasi yang memotivasi dan selalu memberikan
semangat kepada pasien. Dengan demikian, pasien merasa membutuhkan perawat
dalam proses penanganannya.
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, A. (2018). Psikosis pada Remaja (Usia Sekolah) Studi Kasus Penderita
Gangguan Kejiwaan Perspektif Konseling Keluarga. Al-Irsyad: Jurnal
Pendidikan Dan Konseling, 8(2), 108–124.

Hartono,Dudi (2016), Psikologi, Jakarta Selatan, Kemenkes

Dyah,Widodo(2022), Keperawatan Jiwa, Yayasan Kita Menulis

Anda mungkin juga menyukai