Disusun Oleh :
Miftah Nur Fahreza
(202104009)
B. Dasar Teori
Karena peningkatan penggunaan obat herbal di seluruh dunia dan produk herbal
membuat pasar global digunakan secara global, keamanan dan kualitas tanaman obat dan
produk herbal jadi menjadi perhatian utama bagi otoritas kesehatan, farmasi dan masyarakat
(Pathik, et al., 2011).
Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan teknologi
juga dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan
dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat bahan alam tersebut (Anam,
2013).
Perlu dikembangkan metode standardisasi sediaan obat tradisional, salah satunya adalah
dengan penetapan kadar salah satu kandungan senyawa aktif dalam sediaan obat tradisional
(Cahyanta, 2016).
Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan golongan fenolik alam yang
terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan, sehingga dapat dipastikan terdapat flavonoid
pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Flavonoid merupakan salah satu golongan senyawa
yang terbukti dapat digunakan sebagai antioksidan, antikanker, dan antidepresan (Azizah, et
al, 2014).
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terbentuk melalui jalur
sikimat. Senyawa ini diproduksi dari unit sinnamoil-CoA dengan perpanjangan rantai
menggunakan 3 malonil-CoA. Enzim khalkon synthase mengabungkan senyawa ini menjadi
khalkon. Khalkon adalah prekursor turunan. flavonoid pada banyak tanaman (Dewick,
2002).
Uji parameter spesifik kadar total golongan kandungan kimia bertujuan untuk memberikan
informasi kadar kandungan golongan kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam
kaitannya dengan efek farmakologis (Depkes RI, 2000).
Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif
jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Neldawati, 2013).
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau
etanol. Spektrum khas flavonoid terdiri atas dua maksimal pada rentang 230-295 nm (pita
II) dan 300-560 nm (pita I) (Neldawati, 2013).
Di dalam isolasi senyawa, kromatografi sangat penting dan fundamental untuk
identifikasi, deteksi pemisahan, deteksi optimasi fase gerak, deteksi kemurnian, dll. KLT
akan memvisualkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan sehingga bisa
diketahui sifat-sifatnya terutama polaritas (Saifudin, 2014).
KLT menggunakan fase stasioner berupa lapisan tipis suatu adsorben, misalnya gel
silika dilapiskan pada pelat dan fase mobilnya adalah berupa campuran pelarut. Sampel
diaplikasikan pada pelat kemudian pelat diberdirikan dengan ujung bawah dengan pelarut.
Ketika pelarut naik akibat aksi kapiler pada adsorben, komponen sampel terbawa dengan
kecepatan yang berbeda, dapat dilihat sebagai deretan titik-titik setelah pelatnya dikeringkan
atau diwarnai atau dilihat di bawah cahaya UV (Sumawinata, 2002).
Uji parameter spesifik pola kromatografi bertujuan untuk memberikan gambaran
awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (Depkes RI, 2000).
D. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Standar Kuersetin
Ditimbang 25 mg kersetin kemudian dilarutkan dalam etanol pa hingga 25 ml
(Konsentrasi larutan 1000 ppm)
Ditambah etanol p.a hingga tanda batas dan didapatkan konsentrasi sumpel
10, 20, 30, 40, 50 ppm
Dimasukkan dalam labu ukur 3 ml ditambahkan dengan 0,1 AC13 10% dan
0,1 ml dan aquadest sampai tanda batas
Didiamkan selama waktu operating time dan diukur pada panjang gelombang
maksimum 415 nm
Sampel diinkubasi selama 10 menit pada watu kamar dam dukur pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum 415
E. Perhitungan
1. Perhitungan Pengenceran Kurva Baku (50, 70, 80, 90, 100)
Pengenceran menjadi 100pp
mM1.V1 = M2.V2
1000.V1 = 100.V2
1000.V1 = 100.5
V1 = 500
1000
V1= 0,5 ml
Pengenceran menjadi 90pp
m M1.V1 = M2.V2
100.V1 = 90.V2
100.V1 = 90.5
V1
V1= 4,5
ml
Pengenceran menjadi 80pp
m M1.V1 = M2.V2
100.V1 = 80.V2
V1 =
100
V1= 4 ml
Pengenceran menjadi 70
ppm M1.V1 = M2.V2
100.V1 = 70.V2
V1 =
100
V1= 3,5 ml
Pengenceran menjadi 50
ppm M1.V1 = M2.V2
100.V1 = 50.V2
V1 =
100
V1= 2,5 ml
F1 = . 100%
F1 = 7,398 %
F. PEMBAHASAN
Flavonoid hampir terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk buah, akar,
daun, dan kulit luar batang. Flavonoid merupakan senyawa alam yang berpotensi
sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yang berperan pada timbulnya
penyakit degeneratif melalui mekanisme perusakan sistem imunitas tubuh, oksidasi lipid
dan protein (Rais, I.R 2015, h. 103).
Salah satu sumber flavonoid adalah temulawak yang sering dijadikan sebagai
bahan baku utama dalam pembuatan obat tradisional baik dalam skala industri maupun
rumahan. Halim dkk. (2012) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang temulawak
mengandung kamfer, ar-kurkumen, α-cedren, β-elemenon, dan xanthorrhizol, serta
terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin. Menurut Ali Rosidi dkk., (2014) meneliti
kandungan antioksidan dari temulawak dengan nilai IC50 sebesar 87,01 ppm aktifitas
antioksidannya tergolong aktif sehingga berpotensi sebagai antioksidan alami yang baik.
Pada praktikum kali ini dilakukan spektrofotometri kolorimetri ekstrak rimpang
temulawak. Uji kolorimetri dilakukan untuk mengetahui kadar flavonoid total ekstrak
sebagai quersetin. Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu ekstrak rimpang
temulawak. Menurut literatur (Hayani,2006), rimpang temulawak mengandung quersetin
sebagai identitas kimianya. Dengan begitu dapat diperkirakan bahwa sampel ekstrak
rimpang temulawak yang digunakan juga mengandung quersetin sehingga dapat
ditentukan kadarnya.
Hal pertama yang dilakukan yaitu membuat larutan uji ekstrak. Larutan uji ini
berfungsi sebagai sampel yang akan diamati. Digunakan etanol sebagai pelarut karena
berdasarkan literatur dan pembuktian praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan pada
praktikum sebelumnya, menunjukkan bahwa kandungan zat aktif pada simplisia rimpang
temulawak lebih tertarik dengan pelarut etanol dibandingkan dengan pelarut air. Sebelum
dilakukan uji kolorimetri pada ekstrak rimpang temulawak, dibuat terlebih dahulu baku
quersetin untuk membuat kurva baku. Tujuan dibuatnya kurva baku yaitu karena kurva
baku akan dijadikan sebagai pembanding terhadap ekstrak yang akan diuji. Alasan
digunakan quersetin sebagai baku pembanding yaitu karena quersetin merupakan
flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada atom C-4 dan juga gugus
hidroksil pada atom C-3 dan C-5 yang bertetangga.
Dalam pembuatan kurva baku harus memenuhi syarat validasi. Salah satu syarat
validasi yaitu adanya regresi linier. Regresi linier ini berguna untuk mengetahui
pegaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam membuat kurva
baku, yang pertama dilakukan yaitu membuat larutan stok quersetin 1000 ppm sebanyak
100 mL. Lalu dari larutan stok tersebut dilakukan pengenceran sehingga didapat quersetin
dengan konsentrasi 50 ppm, 70 ppm, 80 ppm, 90 ppm dan 100 ppm. Masing-masing
pengenceran dibuat dalam volume 3 mL. Alasan dilakukan pengenceran yaitu untuk
mendapatkan larutan baku quersetin dalam berbagai variasi konsentrasi sehingga dapat
dibuat kurva baku yang memiliki regresi linier. Pengenceran juga dilakukan agar sampel
tidak terlalu pekat sehingga dapat diidentifikasi di spektrofotometer. Lalu jumlah volume
pengenceran yang dibuat tidak terlalu banyak, hanya 3 mL. Hal tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan pengamatan yang akan dilakukan agar tidak ada bahan yang terbuang
sehingga tidak boros dan dapat lebih hemat
Setelah itu ke dalam beberapa gelas beaker dimasukkan 0,5 quersetin dengan
berbagai konsentrasi pada masing-masing gelas beaker, lalu ditambahkan 0,1 mL AlCl3,
0,1 mL kalium asetat, 1 mL etanol 95% dan 2,8 mL aquades. Jika sudah campuran
larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang lalu barulah diamati di
spektrofotometri UVVis. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai
absorbansi sebagai sumbu Y dan nilai konsentrasi baku quersetin sebagai sumbu X.
Alasan ditambahkannya AlCl3 yaitu agar terbentuk kompleks berwarna biru antara AlCl3
dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang
bertetangga dari golongan flavon dan flavonon sehingga akan dapat diserap pada
spektrofotometri UV-Visibel. Sedangkan penambahan kalium asetat berfungsi untuk
mendeteksi adanya gugus 7-hidroksil pada quersetin. Sebelum diamati di
spektrofotometri UV-Vis sampel diinkubasi terlebih dahulu agar reaksi dapat berjalan
sempurna sehingga memberikan intensitas warna yang maksimal, dengan begitu cahaya
yang diserap akan maksimal juga. Penambahan aquades hanya dimaksudkan sebagai
penggenap agar didapat konsentrasi yang diinginkan.
Y = 0.0032x +
0.3697 R² =
0.1069.
Setelah dibuat kurva baku selanjutnya barulah dilakukan uji penentuan kadar
flavonoid total ekstrak sebagai quersetin dengan cara menimbang 15 mg ekstrak lalu
ditambahkan 10 mL etanol 95%. Jika sudah campuran larutan diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang lalu barulah diamati di spektrofotometri UV-Vis.
Menurut Farmakope Herbal Indonesia, kadar flavonoid total pada ekstrak rimpang
temulawak tidak kurang dari 1,40% dihitung sebagai quersetin. Dengan begitu, ekstrak
rimpang temulawak yang digunakan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Artinya
ekstrak tersebut dapat digunakan untuk dibuat suatu sediaan obat jadi.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar
flovonoid total dari ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yaitu 7,398%
mgQE/g ekstrak.
H. LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Syariful, M. Yusran, Alfred T., Nurlina I., Ahmad K., Ramadanil, M. Sulaiman Z.
2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco).
Online Journal of Natural Science. Vol. 2 (3) : 1-8.
Azizah, Dyah Nur, Endang K., Fahrauk F. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl 3
pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah
Farmasi. Vol. 2 (2) : 45-49.
Cahyanta, Agung Nur. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Pare Metode
Kompleks Kolori dengan Pengukuran Absorbansi secara Spektrofotometri. Jurnal
Ilmiah Farmasi. Vol. 5 (1) : 58-61.
Rais, I. R., 2015. Isolasi dan penentuan kadar flavonoid ekstrak etanolik herba sambiloto
(andrographis paniculata (burm. F.) Ness). Pharmaciana, pp 100:106.
Rompas, R.A., Hosea J. Edy dan A. Yudistira. 2012. Isolasi dan identifikasi flavonoid
dalam Daun Lamun (Syringodium isoetifolium). Pharmacon. Vol. 1(2) : 59-63
DepKes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : DepKes RI.