Anda di halaman 1dari 53

PENANGANAN PELAYANAN KELUHAN

DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEPUASAN


PELANGGAN
(Studi pada PLN-APJ Kota Malang)

PROPOSAL PENELITIAN

WIWIT KRISNA DWI ATMAJA


NIM. 0310313101

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
KONSENTRASI PEMERINTAHAN DAERAH
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah setengah abad lebih PT PLN (Persero) mengelola bisnis
ketenagalistrikan di Indonesia. Sebagai sebuah perusahaan besar di Indonesia
yang punya pengalaman dalam pelayanan publik hampir sama dengan usia negara
ini, sudah seharusnya mutu pelayanan PLN juga berkualitas. Sebagai perusahaan
pengelola bisnis ketenagalistrikan di Indonesia, keberadaan PLN tidak bisa
dipisahkan dari pelanggan. Pelanggan adalah urat nadi perusahaan, oleh karena itu
pelayanan yang baik kepada pelanggan adalah modal yang kuat untuk hidupnya
perusahaan. Ingatlah bahwa PLN ada karena memiliki pelanggan.

Tabel 1
Jumlah Pelanggan PLN, Daya Terpasang, dan Listrik Terjual
Menurut Golongan Tahun 2004-2005
Golongan Jumlah Pelanggan Daya Terpasang (KVA) Pemakaian (KWH)
No
Tarip 2004 2005 2004 2005 2004 2005
1. Rumah 200.532 621.019 2.139.557 447.855 263.084.827 617.460.769
Tangga
Household
2. Publik 4.576 16.864 303.283 54.503 53.699.250 104.556.426
General
3. Bisnis 13.619 24.297 637.682 90.860 85.535.610 158.815.3992
Business
4. Industri 737 1.331 543.949 128.331 85.770.083 334.343.263
Industry
Jumlah 219.464 663.511 3.624.471 721.549  488.089.770 1.215.176.450
Sumber : PLN Kota Malang, 2005

Dari data diatas menunjukkan dari tahun 2004 ke tahun 2005 pelanggan
PLN mengalami peningkatan yang besar. Akan tetapi peningkatan ini belumlah
tentu karena kepuasan pelanggan akan pelayanan yang diberikan oleh PLN, dan
sangat mungkin peningkatan ini dikarenakan akan kebutuhan akan energi listrik
yang dirasakan sangat penting, karena status PLN sebagai perusahaan monopoli di
bidang ketenagalistrikan tersebut.
Peningkatan jumlah pelanggan ini tidak cuma memperlihatkan angka yang
memberi gambaran pada besaran pendapatan PLN namun angka pelanggan tadi
hendaknya lebih dirasa sebagai tuntutan manajerial PLN, agar lembaga ini tak
lepas dari kepercayaan pelanggannya. Dan semuanya sangat ditentukan oleh sikap
kerja, mental serta sistem yang terpadu dan saling mendukung. Tentu bukan hal
yang mudah untuk menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan pelanggan,
oleh karena itu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pelanggan akan mutu
layanan, PLN harus bekerja keras selalu memperbaiki kualitas pelayanan.
Ciri-ciri sebuah usaha yang dibentuk oleh kesungguhan organisasinya
untuk menyediakan pelayanan yang prima, akan membangun kesetiaan pada
pelanggan. Pelayanan pelanggan merupakan salah satu unsur penentu dalam hal
mewujudkan perusahaan dalam hal ini PLN yang maju tumbuh dan berkembang.
Mutu Pelayanan Pelanggan menentukan penghasilan perusahaan, hal ini
dikarenakan pelayanan yang baik dan sesuai dengan keadaanya dapat
menumbuhkah dan mempertahankan kepercayaan pelanggan, sehingga volume
pelanggan akan terus bertambah. Seiring dengan pertambahan volume palanggan
itu berarti pertambahan dalam segi pemasukan keuangan dari pembayaran
rekening listrik pelanggan.
Pelayanan pelanggan yang baik dapat menumbuhkan kecintaan dan
perhatian serta kesetiaan pelanggan kepada PLN. Dengan kecintaan dan perhatian
serta rasa memiliki itu merupakan modal yang sangat kuat bagi perusahaan untuk
tetap eksis menjalankan usaha bisnisnya ditengah perekonomian kita yang
semakin sulit sekarang ini. Jika kualitas pelayanan terus menerus mengecewakan
dan PLN tidak merasakan hal tersebut bukan mustahil kekecewaan itu dapat
merusak citra perusahaan dan membuat image kurang bagus bagi PLN yang bisa
menjadi bomerang bagi kelangsungan usaha bisnis PLN. Demi tetap langgengnya
perusahaan dalam hal ini PLN, maka kepuasan pelanggan haruslah menjadi
perhatian yang lebih dan utama.
Kotler dalam Tjiptono (1996:148) mengemukakan salah satu metode yang
dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu Sistem Keluhan dan
Saran, bahwa setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (consumer
oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pelanggannya untuk
menyampaikan pesan, pendapat dan keluhan mereka. Oleh karena itu semakin
baik kualitas pelayanan penanganan keluhan semakin tinggi pula tingkat kepuasan
konsumen.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat
judul : “ Penanganan Pelayanan Keluhan Dalam Rangka Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan (Studi pada PLN-APJ Kota Malang)”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan penanganan keluhan yang dilakukan oleh
PT PLN-APJ Kota Malang?
2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penanganan
keluhan yang dilakukan oleh PT PLN-APJ Kota Malang?
3. Atribut pelayanan apa yang masih harus dibenahi karena kurang
memuaskan pelanggan dan atribut mana yang perlu dipertahankan
kualitasnya?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan penanganan
keluhan yang dilakukan PT PLN-APJ Kota Malang kepada
pelanggannya.
2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan faktor-faktor yang mendukung
dan menghambat penanganan keluhan yang dilakukan oleh PT PLN-
APJ Kota Malang.
3. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan atribut pelayanan mana yang
harus dibenahi dan harus dipertahankan kualitasnya.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
a. Sebagai sarana mengembangkan pengetahuan khususnya teori
pelayanan, teori kepuasan dan mengoptimalkan teori yang
diperoleh di bangku kuliah dengan praktek yang sesungguhnya
b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi di
Universitas Brawijaya.
2. Bagi PLN-APJ Kota Malang
Sebagai sumbangan pemikiran, informasi dan bahan
pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang terbaik
dalam upayanya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah khususnya
yang berasal dari pajak daerah.
3. Bagi Pihak Lain
Memberikan informasi dan pengetahuan khususnya mengenai
pajak daerah, sekaligus sebagai referensi bagi penulis lain di masa
mendatang yang berminat dalam bidang yang sama guna
menyempurnakan penelitian ini.

E. Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan, menguraikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kontribusi penelitian tentang Penanganan Pelayanan
Keluhan Dalam Rangka Meningkatkan Kepuasan Pelanggan.
BAB II Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian. Teori yang dibahas diantaranya adalah pelayanan,
kualitas jasa/pelayanan, konsumen/pelanggan, dan kualitas
pelayanan keluhan.
BAB III Metode Penelitian, menguraikan tentang metode penelitian yang
meliputi jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis
data.
BAB IV Hasil dan Pembahasan, merupakan bab yang menguraikan seluruh
hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi.
Ditambah dengan pembahasan data yang merupakan
penganalisaan data yang telah disajikan.
BAB V Penutup, merupakan bab akhir dalam penulisan ini yang memuat
kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan akan disajikan
ringkasan yang di dapat dalam kegiatan penelitian, sedangkan
saran berisi masukan-masukan sebagai bahan pertimbangan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pemerintah
Pada istilah pemerintah (Government) lebih berkaitan dengan lembaga
yang mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola
administrasi pemerintah. Contohnya, di tingkat desa pemerintah (Government)
merujuk pada kepala desa beserta perangkat desa. Sedangkan Sedarmayanti
(2004:2) menjelaskan bahwa pmerintah (Government) dalam bahasa inggris
diartikan sebagai: “Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya”.
Hubungan antara Government dengan Governance dapat diibaratkan hubungan
antara rumput dengan padi.jika kita hanya menanam rumput, maka padi tidak
akan tumbuh.Tapi jika kita menanam padi maka rumput akan tumbuh dengan
sendirinya. Jika kita hanaya akan menciptakan pemerintah (Government) yang
baik maka tata pemerintahan (Governance) yang baik tidak akan tumbuh,tapi jika
kita menciptakan tata pemerintahan (Governance) yang baik, maka (Government)
yang baik akan juga akan tercipta.
B. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan
barang dan jasa yang di perlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor
dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta
disamping itu, BUMN juga mempunyai Peran strategis sebagai pelaksana
pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut
membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salahsatu
sumber penerimaan negara yag signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak ,
deviden dan hasil privatisasi.
Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan
keberadaannya dalam perkembangannya ekonomi dunia yang semakin terbuka
dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan
profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya.
Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan yang baik.
BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat
sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.
1. Pengertian BUMN
Berdasarkan UU RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau dapat disebut UU BUMN. Berkaitan dengan pengertian
BUMN ini termuat dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) yaitu: “Badan
Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.
Lahirnya gagasan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didasari
oleh teori ekonomi yang memandang diperlukannya suatu pemecahan tertentu
apabila dalam kegiatan ekonomi terjadi kegagalan pasar (market failure) yang
disebabkan oleh monopoli alamiah, factor eksternalitas, adanya barang publik
(publik goods) yang menjauhkan ekonomi dari pencapaian daya yang efektif, dan
dalam hal ini BUMN mempunyai peran yang penting dalam perekonomian
Indonesia.
Badan Usaha Milik negara (BUMN) sejak awal di dasarkan pada
pemikiran para Founding Father yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 dan
BUMN sebagai perusahaan yang di kuasakan untuk mengelola kekayaan yang
berasal dari rakyat yang harus berorientasi pada kepentigan rakyat banyak dan
yang terpenting harus di gunakan sebagai alat pemerintah yang efektif untuk
menunjang keberhasilan pembangunan nasional, dapat menyumbangkan
pendapatan kepada negaradan mampu memperbesar kesempatan kerja , dengan
kata lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mampu memberikan manfaat
kapada masyarakat , baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perusahaan negara merupakan institusi ekonomi dari suatu negara yang
tidak masuk kedalam hierarki formil badan-badan pemerintahan . sebagai institusi
otonom dalam bidang ekonomi ,tentunya yang menjadi sponsor utama adalah
pemerintah. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan
keputusan menteri Keuangan RI No 740/mk.00/1989 tentang meningkatkan
efisiensi dan produktifitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berdasarkan
modal usahanya, Badan Usaha Milik Negara(BUMN) terdiri dari:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan patungan antara
pemerintah dengan Pemerintah Daerah
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakanpatungan antara
pemerintah dengan Badan Usaha Milik Negara(BUMN yang lain
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan badan-badan usaha
patungan dengan swasta,Nasional/asing dimana negara memiliki saham
mayoritas minimal 51% (Ibrahim, 1997:225)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidaklah murni pemerintah 100% dan
tidaklah murni bisnis 100%, tapi seberapa besar presentase masing-masing elemen
tergantung pada jenis tipe Badan Usaha Milik Negara (BUMN)-nya. Apabila
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk perjan maka unsur pemerintah
lebih besar daripada unsur bisnis, sedangkan untuk persero unsur bisnisnya lebih
dominan dari unsur pemerintah , perum bias dikatakan fifty-fifty.
Ada beberapa arahan yang di tetapkan dalam Undang –Undang no 19
tahun 2003 tentang tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
antara lain:
a. Mengembangkan perekonomian Nasional dan penerimaan negara.
b. Mampu berjalan baik dan memupuk keuntungan
c. Bermanfaat dalam memenuhi hajat hidup orangbanyak.
d. Melaksanakan kehidupan usahayang belum dilaksnakan oleh swasta dan
koperasi serta bersifat melengkapi terutama dalam menyediakan kebutuhan
masyarakat luas.
e. Aktif dalam memberikan bimbingan kepada unit usaha ekonomi lemah dan
koperasi
f. Aktif menunjang pemerataan.
2. Peranan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Di negara sedang berkembang pertimbangan dari pembentukan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) adalah untuk pembangunan industri, dimana pada
umumnya produk sumberdaya manusia masih rendah, angkatan kerjanya belum
terlatih. Pendangan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nantinya dapat
dipakai menjadi alat distribusi pendapatan, dengan menciptakan kesempatan
kerja.
Secara harfiah peranan negara yang muncul dalam berbagai bentuk yaitu
sebagai stabilisator sistem ekonomi, alokasi dan distribusi sumber-sumber daya
termasuk produksi dan konsumsi. Dan masing-masing negara mempunyai kadar
perbedaan tertentu dalam keterlibatannya dibidang ekonomi, tetapi kebanyakan
negara maju menerapkan pola keterpaduan peran-peran tersebut (mixed economy)
untuk mencapai bentuk dan system ekonomi yang optimal (Pandji,1995:11).
Menteri Keuangan mengemukakan bahwa Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) diharapkan berperan terutama dibidang:
a. Sebagai sumber penerimaan negara dalam bentuk berbagai pajak serta balas
jasa kepada pemilik
b. Untuk memproduksi berbagai barang dan jasa kebutuhan masyarakat sesuai
dengan rencana-rencana pembangunan, misalnya: listrik, jasa telekomunikasi
dan perhubungan serta perumahan rakyat
c. Sebagai sumber pendapatan devisa negara, misalnya perusahaan-perusahaan
perkebunan dan pertambangan
d. Pembukaan lapangan kerja, terutama sektor yang padat karya, misalnya
perusahaan perkebunan dan industri
e. Usaha-usaha untuk membantu golongan ekonomi lemah dan koperasi
f. Pengembangan wilayah diluar jawa dengan berbagai proyek dibidang
perkebunan dan industry
g. Hal-hal lain misalnya alih teknologi.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan alat pemerintah yang
digunakan untuk menunjang keberhasilan pembangunan, karena peranan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) agent of development diharapkan dapat menuntut
masyarakat mensukseskan pembangunan. Ada beberapa sebab mengapa Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) lebih berperan sebagai wahana pembangunan dari
pada sebagai perusahaan:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah alat vital yang efektif untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Pemerintah selaku pemilik Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) berwenang untuk memberikan penugasan
apapun juga kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b. Dalam melaksanakan pembangunan seringkali dirasakan perlu untuk
melaksanakan proyek-proyek tertentu yang tidak terdapat dalam rencana
pembangunan yang ditetapkan semula (Pandji,1995:6).
Proyek –proyek ini diserahkan pelaksanaannya kepada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang sudah ada atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
khusus didirikan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
Fungsi dan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinegara kita agak
unik, dilain pihak dituntut sebagai badan usaha pengemban kebijaksanaan dan
program-program pemerintah atau yang kita kenal sebagai agen pembangunan. Di
lain pihak harus tetap berfungsi sebagai usaha komersil biasa dan mampu berjalan
dan beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip usaha yang sehat.
3. Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Guna keberhasilan dalam membangun dan mensejahterakan,
meningkatkan kehidupan rakyat, maka akan sangat tergantung pada bentuk dan
karakteristik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menurut Undang-undang
No. 17 Tahun 1967 yang dikukuhkan dengan Undang-undang Tahun 1969 tentang
Bentuk-bentuk Perusahaan Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat
dibedakan menjadi:
a. Perjan atau Perusahaan Jawatan (Departemental Agency)
Perusahaan negara bergerak dibidang publik service dalam arti
menjalankan pengabdian pelayanan kepada masyarakat yang disusun sebagai
bagian dari departemen atau direktoran jenderal atau direktorat pemerintah daerah
yang tunduk kepada hukum publik. Bentuk ini memiliki pengawasan penuh dari
pemerintah dan modal keseluruhannya dari Pemerintah, sehingga operasi otonom
yang dimiliki terbatas bahkan cenderung melemah.
Menurut Hanson dalam (Tjokroamidjojo,1994) menyatakan bahwa
perusahaan negara dengan bentuk jawatan atau department enterprice atau
deparment management memiliki kelemahan yaitu pemerintah mempunyai
kecenderungan untuk mengurangi inisiatif dan fleksibilitas perusahaan. Hal ini
dapat dipahami karena adanya bentuk pengawasan dari pemerintah. Biasanya
keuangan Perusahaan Jawatan didapatkan dari penyediaan anggaran dari hasil-
hasilnya sebagian atau seluruhnya kembali masuk dalam anggaran negara.
Apabila terlalu banyak perusahaan negara yang menganut bentuk ini, sedangkan
seharusnya mendapatkan keuntungan yang bergerak dibidang produksi industri
akan sering mengalami hambatan karena adanya pengawasan yang berlebihan dari
Pemerintah. Adapun ciri-ciri pokoknya adalah:
 Makna usaha adalah Publik Service, artinya pengabdianserta pelayanan
kepada masyarakat
 Disusun sebagai suatu bagian dari Departemen/Direktorat
Jenderal/Pemerintah Daerah
 Tidak dipimpin oleh suatu Direksi tetapi oleh seorang Kepala
 Mempunyai dan memperoleh segala fasilitas negara
 Pegawainya pada pokoknya adalah pegawai negeri
 Pengawasan dilakukan baik secara hirarki maupun secara fungsional seperti
bagian-bagian lain dari suau departemen/Pemerintah Daerah.
b. Perum atau Perusahaan Umum (Publik Corporation)
Perusahaan negara yang menjalankan usaha untuk kepentingan umum
(kepentingan produksi, distribusi dan konsumsi secara keseluruhan) dan untuk
memupuk keuntungan dan biasanya bergerak dibidang jasa vital (publik utilities).
Adapun ciri-ciri pokoknya (yang terlampir dalam Inpres No. 17 Tahun
1967) adalah:
 Melayani kepentingan umum atau menyelenggarakan kemanfaatan umum
berupa barang dan jasa (produksi, distribusi, dan konsumsi) yang bermutu
sekaligus memupuk keuntungan yang mengacu pada efisiensi, efektifitas dan
ekonomis
 Berstatus Badan Hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang
 Mempunyai nama dan kekayaan tersendiri serta kebebasan bergerak seperti
perusahaan swasta untuk mengadakan perjanjian, kontrak dan hubungan
dengan perusahaan lain
 Dapat dituntut dan menuntut serta hubungan hukumnya diatur dalam hukum
keperdataan
 Tidak ada penyertaan modal swasta atau asing
 Dipimpin oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah
 Kebijakan manajemen ada pada direksi, namun kebijakan keuangan harus
mendapat persetujuan dari materi yang membawahi
 Pegawai berstatus pegawai negara yang diatur sendiri
 Laporan tahunan (neraca laba/rugi, neraca kekayaan) disampaikan kepada
pemerintah
 Organisasi, tugas, wewenang, tanggungjawab dan pengawasan diatur sesuai
dengan Undang-undang perbentukannya (Ibrahim,1997:122-123).
c. Persero atau Perusahaan Perseroan (Publik/state Company)
Perusahaan negara yang menjalankan usaha untuk memupuk keuntungan.
Keuntungan tidak selalu diartikan pula adanya pelayanan dan pembinaan
organisasi yang baik, efektif dan ekonomis serta memperoleh surplus dan laba.
Adapun ciri-ciri pokoknya berdasarkan Inpres No. 17 Tahun 1967, adalah:
 Makna usahanya untuk memupuk keuntungan, pelayanan dan pembinaan
organisasi yang baik, efektif, efisien dan ekonomis menggunakan Cost-
accounting efektifitas manajemen dan pelayanan umum yang baik,
memuaskan dan memperoleh laba
 Status adalah badan hukum perdata yang berbentuk Perseroan Terbatas
 Hubungan usaha diatur menurut hukum perdata
 Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dan kekayaan
negara yang dipisahkan, dimungkinkan adanya joint atau mixed enterprise
dengan swasta (nasional dan atau asing) dan adanya penjualan saham
perusahaan milik swasta
 Tidak memiliki fasilitas negara
 Dipimpin oleh seorang direksi dan status pegawai sebagai pegawai
perusahaan biasa
 Peranan pemerintah adalah sebagai pemegang saham intenditas
medezeggencar terhadap perusahaan tergantung besarnya jumlah saham
(modal) yang dimiliki berdasarkan perjanjian dengan pemerintah dengan
pemilik lainnya (Ibrahim,1997:122-123)
Perseroan terbatas terbagi menjadi 2 bentuk, yakni:
1) Perseroan Terbatas Biasa
Perusahaan ini didirikan dengan tiada maksud untuk menjual sahamnya
kepada masyarakat luas (bursa), tidak untuk menghimpun modal (asosiasi
modal dan sahamnya terbatas dimiliki oleh kalangan tertentu). Perseroan ini
menunjukkan bahwa tidak setiap orang turut serta didalam menanamkan
modalnya, karena belum memenuhi persyaratan untuk menjual sahamnya
dipasar modal dan atau tidak bermaksud menjual saham dipasar modal.
2) Perseroan Terbatas Terbuka
Perusahaan ini di dirikan dengan maksud untuk menjual sahamnya kepada
masyarakat luas melalui bursa (usaha ini di sebut go publik)dalam rangka
sebagian cara memupuk modal untuk investasi usaha Perseroan Terbatas.
Untuk membedakan dengan perseroan terbatas biasa maka di belakang nama
perusahaan diberi tanda Tbk (terbuka)(Prasetya, 1995:188)
Persero yang dapat menjual sahamnya kepada masyarakat luas harus
sekurang-kurangnya memenuhi kriteria yang terlampir dalam PP No. 32 Tahun
2005) sebagai berikut
- Industri/sektor usahanya kompetitif; atau
- Industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.

C. Perusahaan Listrik Negara


1. Pengertian Perusahaan Listrik Negara
Industri energi ketenagalistrikan memegang peranan penting dalam
struktur perekonomian di Indonesia, dimana segala bidang industri dan rumah
tangga membutuhkan adanya tenaga listrik. Sesuai dengan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat (2) bahwa “Cabang-cabang yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara”, maka PLN sebagai satu-satunya perusahaan listrik di Indonesia dikuasai
oleh negara dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tujuan dan tugas pokok Perusahaan Listrik Negara (PLN), yaitu:
1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada
kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan
Sesuai Undang-undang No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan
berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, berikut adalah rangkaian kegiatan usaha
Perusahaan Listrik Negara (PLN):
1. Menjalankan usaha penyediaan tenaga listrik yang mencakup:
 Pembangkitan tenaga listrik.
 Penyaluran tenaga listrik.
 Distribusi tenaga listrik.
 Perencanaan dan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik.
 Pengembangan penyediaan tenaga listrik.
 Penjualan Tenaga Listrik kepada konsumen.
2. Menjalankan usaha penunjang tenaga listrik yang mencakup:
 Konsultasi ketenagalistrikan.
 Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan.
 Pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan
tenagalistrik.
3. Kegiatan-kegiatan lainnya mencakup:
 Kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
energi lainnya untuk kepentingan tenaga listrik.
 Pemberian jasa operasi dan pengaturan (dispatcher) pada
pembangkitan, transmisi, distribusi serta retail tenaga listrik.
 Kegiatan perindustrian perangkat keras dan lunak di bidang
ketenagalistrikan dan peralatan lain terkait dengan tenaga listrik.
 Kerja sama dengan pihak lain atau badan penyelenggara bidang
ketenagalistrikan baik dari dalam maupun luar negeri di bidang
pembangunan, operasional, telekomunikasi dan informasi terkait
dengan ketenagalistrikan.
 Usaha jasa ketenagalistrikan.
2. Badan Hukum Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Perusahaan Listrik Negara (PLN) termasuk dalam kategori Perseroan
Terbatas (PT) dimana dalam hal ini Perseroan Terbatas (PT) dalam menjalankan
Usahanya agar tercipta suatu efisiensi dan efektifitas maka Perseroan Terbatas
juga di pengaruhi oleh paradigma pemerintahan yang mengatur perusahaan yang
biasa disebut Good Governance. Suatu paradigma pemerintahan yang dapat
dijadikan suatu pedoman Perseroan terbatas (PT) dalam menjalankan usahanya.
Dengan adanya keputusan PUTL No. 01/PRT/1973 yang diperbarui
dengan Peraturan pemerintah No. 17 tahun 1990 Perusahaan Listrik Nasional
berubahan menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara. Sedangkan dalam rangka
peningkatan efisiensi dan efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik maka PLN
dialihkan bentuknya menjadi Perseroan Terbatas karena telah memenuhi syarat
menjadi perusahaan perseroan sekaligus kuasa usaha ketenagalistrikan. Ketentuan
itu didasari oleh:
1. UU No. 09 Tahun 1969
2. UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
3. UU No. 23 tahun 1994 tentang pengalihan bentuk PLN menjadi PT. PLN
Perusahaan listrik negara adalah PT.PLN (PERSERO) yang didirikan dengan
akte notaris Sutjipto, SH No. 169 yang telah disyahkan oleh Menteri
Kehakiman No. C2-11.519 HT.01.01. tahun 1994 yang diumumkan dalam
Berita Negara No. 673/94

D. Pelayanan Publik
1. Pengertian pelayanan
Di dalam perusahaan khususnya yang bergerak pada bidang jasa,
pelayanan sangat penting dan menjadi prioritas utama yang harus
dipertimbangkan didalam melakukan kegiatan pemasaran, karena didalam
kenyataannya konsumen akan merasa terpuaskan apabila mendapatkan pelayanan
yang baik dan melebihi dari harapan yang diinginkan.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian pelayanan , menurut Tjiptono
(2000a:6), pelayanan (services) merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang
di tawarkan untuk di jual. Sedangkan Payne (2000:220) memberikan pengertian
pelayannan sebagai berikut
“jasa adalah kegiatan yang dapat di identifikasikan secara tersendiri yang
pada hakikatnya bersifat tidak teraba (intangibles), yang merupakan
pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau
jasa yang lain,untuk menghasilkan jasa mungkin perlu atau mungkin juga
tidak diperlukan penggunaan benda nyata (tangibles), akan tetapi
penggunaan bendaitu perlu namun tidak terdapat memindahan hak milik
atas benda tersebut (pemilikan permanen)”

Sementara itu Payne (2000:8) merumuskan bahwa:


Jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur
ketidakberwujudan (intangibility) yang berhubungan dengannya, yang melibatkan
beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan property dalam kepemilikannya,
dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan kondisi mungkin saja
terjadi dan produksi jasa bisa saja berhubungan atau bisa pula tidak berkaitan
dengan produksi fisik.

Menurut Kotler (2002:57) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai


berikut : “Semua aktifitas untuk mempermudah pelanggan menghubungi pihak
yang tepat dalam perusahaan, serta mendapatkan layanan, jawaban, dan
penyelesaian masalah dengan cepat dan memuaskan”
Menurut Heskett, Sasser & Schlesinger dalam Tjiptono (2005:258) bahwa
“Kualitas jasa juga meningkatkan kemampuan organisasi untuk mempertahankan
pelanggan yang selanjutnya profitabilitas melalui efisiensi biaya, peningkatan
penjualan, premium harga, dan komunikasi gethok tular positif”. Lain halnya
dengan Wycof dalam Tjiptono (2005:260) berpendapat bahwa “kualitas jasa
merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian
atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”.
Pelayanan atau kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
dan kainginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan.
Kualitas pelayanan adalah ketepatan penyampaian pelayanan yang
diberikan serta pemenuhan keinginan atau harapan pelanggan terhadap tingkat
keunggulan jasa.
Dari beberapa pendapat diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pelayanan
merupakan aktifitas atau produk tidak berwujud yang ditawarkan oleh suatu pihak
ke pihak lain (konsumen) untuk mempermudah segala sesuatu yang dibutuhkan
konsumen sampai konsumen tersebut merasa terlayani dan terpuaskan, serta di
gunakan untuk memenuhi kebutuhan pada suatu transaksi dan tidak menyebabkan
perpindahan hak milik suatu produk .
2. Pengertian Pelayanan Publik
Pada hakikatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupakan tugas atau fungsi dari aparatur pemerintahan
itu sendiri. Menurut Thoha (1991:42) pelayanan publik sebagai usaha yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau instansi tertentu untuk
memberikan bantuan atau kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai
tujuan tertentu.
Menurut Suryono (2001:50) secara ideal persyaratan teori yang
menyangkut pelayanan publik, antara lain:
a. Harus mampu menyatukan sesuatu yang berarti dan
bermakna yang dapat pada situasi kehidupan yang nyata dalam masyarakat.
b. Harus mampu menyajikan sesuatu perspektif ke depan.
c. Harus dapat mendorong lahirnya cara-cara atau metode
baru dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
d. Teori administrasi yang ada harus merupakan dasar untuk
mengembangkan teori administrasi lainnya, khususnya pelayanan publik.
e. Harus dapat membantu pemakainya untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena yang dihadapi.
f. Bersifat multi disipliner dan multi dimensional
(komprehensif).
Pelayanan publik seperti yang dikemukakan oleh Joko Widodo (2001:269)
diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang ditetapkan.
Pendapat yang lain yang di kemukakan dalam Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dimaksud dengan
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut adalah instansi pemerintah. Instansi
pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja atau satuan organisasi
kementrian, departemen, lembaga pemerintah non departemen. Kesekretariatan
lembaga tertinggi dan tinggi Negara dan instansi pemerintahan lainnya baik pusat
maupun daerah termasuk badan usaha milik negara, badan hukum milik negara,
dan badan usaha milik daerah.
Dari beberapa pendapat diatas, pelayanan publik merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang atau instansi dalam
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang di
tetapkan untuk mencapai tujuan tertentu .Masyarakat sebagai pihak yang ingin
memperoleh pelayanan tentunya mendambakan pelayanan yang baik dan
memuaskan.Menurut pendapat Moenir (1998:47) pelayanan publik yang secara
umum didambakan adalah:
1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan
pelayanan yang cepat;
2. Memperoleh pelayanan yang wajar tanpa gerutuan, sindiran atau
kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik
untuk alas an dinas atau untuk kesejahteraan;
3. Mendapatkan perlakuaan yang sama dalam pelayanan terhadap
kepentingan yang sama;
4. Pelayanan yang jujur dan terus terang.

Dalam pelayanan publik terdapat asas-asas yang terkandung didalamnya,


seperti yang diungkapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik yaitu:
1. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.

Menurut Tjiptono (2000a:15) untuk mengetahui pelayanan sebagai


sebagai bagian yang tak terpisahkan dari administrasi dan manajemen perlu lebih
dahulu mengetahui karakteristik pelayanan itu sendiri antara lain:
a. Intangibility
jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba atau di dengar sebelum di beli,bila
konsumen/pelanggan membeli jasa maka dia hanya bisa menggunakan,
memanfaatkan atau menyewa jasa tersebut,oleh karena itu perusahaan jasa
menghadapi tantangan untuk memberikan bukti bukti fisik dan perbandingan
pada penawaran abstraknya.
b. Inseparibility
Hasil (outcome) dari jasa dipengaruhi oleh penyedia jasa dan pelanggan. Oleh
karena itu, efektifitas individu yang menyampaikan jasa (contact personnel)
merupakan unsur penting.
c. Variability
Jasa mempunyai banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada
siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Oleh karena itu hasil
(output) dari jasa tidak dapat distandarisasikan.
d. Perishability
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
3. Paradigma Dalam Pelayanan Publik
Perspektif administrasi publik terus mengalami perubahan seiring dengan
meningkatnya persoalan yang dihadapi. Perubahan dalam perspektif administrasi
publik ini tentunya mengalami perkembangan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Ada tiga perspektif dalam administrasi public (Denhardt & Denhardt,
2003) yaitu 1) perspektif old public administration, 2) new public management
dan 2) new public service.
Perspektif yang pertama adalah old public administration, perspektif ini
merupakan perspektif klasik yang dikembangkan setelah tulisan Woodrow Wilson
tahun 1887 yang berjudul “The Study Of Administration”. Gagasan utama
perspektif ini ada dua, yaitu 1) gagasan pemisahan politik dan administrasi,
dimana administrasi publik tidak secara aktif terlibat dalam pembuatan kebijakan
dengan tugas utama implementasi kebijakan dan penyediaan layanan publik, 2)
efisiensi dalam melaksanakan tugas yang dapat dicapai melalui struktur organisasi
terpadu. Dapat disimpulkan bahwa dengan melihat dua gagasan tersebut makan
dapat dilihat bahwa organisasi publik menjalankan tugasnya cenderung seperti
sistem tertutup dimana keterlibatan warga negara pemerintahan dibatasi.
Perspektif kedua adalah new public management/ new public
administration, perspektif ini berusaha menggunakan pendekatan sektor privat
dan pendekatan bisnis pada sektor publik dimana menekankan pada penggunaan
mekanisme dan terminology pasar. Manajer publik diharapkan “mengarahkan
bukan mengayuh” dalam artian bahwa pelayanan publik tidaklah dijalankan
sendiri tetapi sedapat mungkin didorong untuk dijalankan oleh pihak lain melalui
mekanisme pasar. Pemerintahan dalam hal ini lebih bersifat sebagai pengendali
(steerling) daripada sebagai penyedia layanan (rowing). Adapun prinsip utama
adalah pengembangan sistem manajemen pelayanan masyarakat dan kerjasama
dengan publik.
Ada sepuluh prinsip dari gerakan reinveinting government menurut David
Osborne dan Ted Gebler (2005), yaitu:
1. Pemerintah Katalis. Fokus pada pemberian pengerahan bukan produksi
pelayanan publik. Pemerintah sebaiknya lebih banyak berperan sebagai
pengendali daripada produsen pemberi jasa kepada masyarakat, karena biaya
yang dikeluarkan pada sektor publik tidak terlalu besar.
2. Pemerintah milik masyarakat. Memberi wewenang kepada masyarakat
daripada melayani. Pemerintah daerah sebaiknya memberikan wewenang
kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang
partisipatif.
3. Pemerintah yang kompetitif. Menyuntikkan semangat persaingan dalam
pemberian pelayanan publik untuk dapat meningkatkan efisiensi unit-unit
pelayanan pemerintah perlu membuat suasana yang kompetitif.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi. Mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil. Membiayai hasil bukan masukan.
Anggran setiap unit pelayanan dalam organisasi tidak lagi berorientasi pada
input tetapi pada output.
6. Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan. Memenuhi kebutuhan
masyarakat bukan birokrasi.
7. Pemerintah mampu memberikan pendapatan dan tidak sekadar
membelanjakan.
8. Pemerintah antisipatif. Berusaha mencegah daripada mengobati. Pemerintah
daerah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan
publik untuk memecahkan permasalahn publik.
9. Pemerintah Desentralisasi. Dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja.
10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar. Mengadakan perubahan
dengan mekanisme pasar, jika memungkinkan sebaiknya pemerintah
melakukan usaha kemitraan dengan pihak swasta.

Perspektif yang ketiga adalah Perspektif new public service,


kecenderungan arah pelayanan publik masa depan mengarah pada konteks
Perspektif new public service oleh Denhardt & Denhardt (2003) mengawali
pandangan dari pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting
dalam pemerintahan yang demokratis. Perspektif juga menghendaki peran
administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan
bertugas untuk melayani masyarakat.
Secara singkat Perspektif new public service, dapat diungkapkan adanya
tujuh prinsip yaitu:
1) Melayani warga negara dan bukan konsumen, pemerintah tidak semata-mata
merespon tuntutan pelanggan tetapi memusatkan diri kepada upaya
membangun hubungan saling percaya dan kerjasama yang kuat dengan
masyarakat.
2) Memenuhi kepentingan publik, pemerintah harus berperan dalam
membangun paham bersama dan secara kolektif mengenai kepentingan
publik.
3) Nilai kewargaan lebih dari nilai kewirausahaan, kepentingan publik akan
tercapai lebih baik oleh pemerintah dan warga yang terikat dalam komitmen
untuk memberikan kontribusi yang terbaik daripada manajemen wirausaha
yang bertindak seolah-olah organisasi dan uang publik adalah miliknya.
4) Berfikir strategis dan bertindak secara demokratis, kebijakan dan program
yang dibutuhkan oleh publik hanyalah bias dicapai secara efektif dan
bertanggungjawab melalui usaha bersama.
5) Memahami bahwa pertanggungjawabkan bukan hal yang sederhana,
pemerintah harus bertindak responsive daripada pasar dan bekerja
berdasarkan hukum. Konstitusi, nilai masyarakat, norma politik standar
professional dan kepentingan warga.
6) Melayani lebih baik daripada mengarahkan, pemerintah berupaya untuk
membantu warga dan menemukan kepentingan bersama daripada berusaha
mengendalikan atau mengarahkan masyarakat.
7) Menilai orang bukan hanya produktivitasnya, organisasi publik dan seluruh
jaringannya dalam berpartisipasi mencapai kepentingan publik mungkin akan
berhasil dalam jangka panjang apabila ada kolaborasi dan saling menghargai.
Perspektif ini membawa perubahan dalam administrasi publik yang
menyangkut perubahan secara mendasar yaitu menyangkut cara pandang
masyarakat dalam proses pemerintahan, perubahan dalam memandang
kepentingan masyarakat, perubahan bagaimana administrator menjalankan tugas
memenuhi kepentingan publik dimana pelayanan publik merupakan tugas utama
bagi pemerintah sekaligus sebagai fasilitator dalam perumusan kebijakan publik
dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
4. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik
Dilihat dari aspek internal organisasi, dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan publik digunakan beberapa prinsip dalam penyediaan pelayanan.
Prinsip-prinsip pokok tersebut adalah:
1. Prinsip Aksebilitas, yaitu bahwa pada hakekatnya setiap jenis pelayanan
harus dapat dijangkau oleh setiap pengguna pelayanan. Tempat, jarak dan
sistem pelayanan harus sedapat mungkin dekat dan mudah dijangkau oleh
pengguna layanan.
2. Prinsip Kontinuitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan terus menerus
tersedia bagi masyarakat dengan kepastian dan keselarasan ketentuan baik
bagi proses pelayanan tersebut.
3. Prinsip Teknikalitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan proses
pelayanannya harus ditangani oleh tenaga yang benar-benar memahami
secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan dan
kemantapan system, prosedur dan instrument pelayanan.
4. Prinsip Akuntabilitas, yaitu bahwa proses produk dan mutu pelayanan
yang telah diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya mempunyai
tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
tahun 2003, yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam
memberikan pelayanan yaitu sebagai berikut:
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan
Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik.
3. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik.
4. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
5. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik diselesaikan dalam kurun waktu yang
ditentukan.
6. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
7. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa ama dan
kepastian hukum.
8. Tanggungjawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/dalam pelaksanaan pelayanan publik.
9. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
10. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta pelayana yang memadai mudah dijangkau oleh
masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika.
11. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parker, toilet,
tempat ibadah dan lain-lain.

Lebih lanjut prinsip-prinsip pelayan publik juga diungkapan oleh Lembaga


Administrasi Negara (2003:186) yaitu:
1. Menetapkan standar pelayanan
2. Terbuka terhadap kritik dan saranmaupun keluhan dan menyediakan
seluruh informasi yang di perlukan dalam pelayanan.
3. Memperlakukan seluruh masyarakat sebagai pelanggan secara adil.
4. Mempermudah akses kepada seluruh masyarakat pelanggan
5. Membenarkan suatu hal dalam proses pelayanan ketika hal tersebut
menyimpang.
6. Menggunakan sumber-sumber yang kanan di gunakan untuk melayani
masyarakat pelanggan secara efektif dan efisien

Menurut Effendi dandalam Joko Widodo (2001:270),memberikan pelayanan


publik harus lebih professional efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka,
tepat waktu, responsive, dan adaptif dan sekaligus dapat membangun kualitas
manusia dalam arti meningkatkan kapasistas individu dan masyarakat untuk
secara aktif menentukan masa depanya sendiri.
Untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan publik yang di berikan
maka perlu adanya kriteria yang menunjukkan apakah ssuatu pelanyanan publik
yang di berikan dapat di katakana baik atau buruk.
Zethami dalam Joko Widodo (2003:275) mengemukakan tolak ukur kualitas
pelayanan publik dilihat dari sepuluh dimensi meliputi:
1. Tangible,terdiri atas kualitas fisik ,peralatan ,personil dan
komunikasi
2. Reshable, terdiri dari pkemampuan unit dalam menciptakan
pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan
tepat.
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung
jawab terhadap mutu layanan yang di berikan
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan
ketrampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5. Courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap, terhadap,
keinginan konsumen serta mau melakukan kontrak atau hubungan
pribadi.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik
kepercayaan masyarakat.
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus di jamin bebas dari
bahaya dan resiko
8. Access, terdapat kemudahan dalam mengadakan kontak dan
pendekatan.
9. Comunication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan
suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk
selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk
mengetahui kebutuhan pelanggan.

5. Penyelenggaraan Pelayanan Publik


Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakanya, pelayanan publik dapat
di bedakan menjadi dua yaitu:
a. Pelayanan publik yang di selenggarakan oleh organisasi publik
b. Pelayanan publik yang di selenggarakan oleh organisasi privat. Pelayanan
publik oleh organisasi prifat dibedakan lagi menjadi :
1) Yang bersifat primer
2) Yang bersifat sekunder.
Perbedaaan antara kedua jenis pelayanan publik tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Pelayanan publik yang di selenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer.
Ini adalah semua penyediaan barang / jasa publik yang di selenggarakan
pemerintahyang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya
penyelenggara dan pengguna / klien mau tak mau harus
memanfaatkannya,misalnya adalah pelayanan kantor imigrasi, pelayanan
penjara, dan pelayanan Perijinan.
b. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat
sekunder. Ini adalah bentuk penyediaan barang / jasa publik yang di
selenggarakan pemerintah tetapi didalamnya pengguna / klientidak harus
menggunakannya karena ada beberapa penyelenggarapelayanan,missal
program asuransi tenaga kerja, program pendidikan dan pelayanan yang di
berikan oleh BUMN
Ada lima karakteristik yang dapat di pakai untuk membedakan ketiga jenis
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:
a. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai
dengan tuntutanperubahan yang diminta oleh pengguna.
b. Posisi tawar pengguna / klien. Semakin tingggi posisi tawar pengguna
/ klien maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk
meminta pelayanan yang lebih baik.
c. Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara
pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna / klien.
d. Lokus control. Karaktristik ini menjelaskan siapa yang memegang
kontrol atas transaksi,apakah pengguna ataukah penyelenggara
layanan.
e. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan penggguna atau
penyelenggaraan layanan yang lebih dominan.
5. Klasifikasi Pelayanan
Lovelock dalam tjiptono (2000b:130) berpendapat bahwa klasifikasi jasa
dapat dilakukan berdasarkan 7 (tujuh) kriteria yaitu:
a. Segmen pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
konsumen akhir (contoh : taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa
kepada konsumen organisasional (contoh : jasa konsultasi hokum dan jasa
akuntansi dan perpajakan).
b. Tingkat keberwujudan (intangibility)
Berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen.
Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Rented goods service
Konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan
tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Contoh: sewa mobil, apartemen, dll.
2. Owned goods service
Produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau
ditingkatkan kinerjanya atau dirawat oleh perusahaan jasa.
Comtoh: reparasi mobil, perawatan tanaman, laundry, dll.
3. Non goods service
Berupa jasa personal yang bersifat intangible (tidak berbentuk produk
fisik) ditawarkan kepada para pelanggan.
Contoh: sopir, dosen, pemandu wisata, dll.
c. Keterampilan penyedia jasa
Terdiri atas jasa professional (contoh: dokter, arsitek,dll) dan jasa non
professional (contoh: penjaga malam).
d. Tujuan organisasi
Terdiri atas jasa komersial/profit (contoh: penerbangan, bank, dokter
umum) dan jasa non profit (contoh: sekolah, perpustakaan, panti asuhan).
e. Regulasi
Terdiri atas regulated service (contoh: pialang, perbankan) dan non
regulated service (contoh: makelar, katering).
f. Tingkat intensitas karyawan
Terdiri dari:
1. Equipment based service (contoh: ATM)
2. Vending machines (contoh: binatu)
3. People based service (contoh: pelatih sepakbola, satpam)
g. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Terdiri dari:
1. High contact service, keterampilan personal karyawan harus
diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina
hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak.
Contoh: bank, universitas, pegadaian.
2. Low contact service, diperlukan keahlian teknis karyawan yang paling
penting. Contoh: bioskop.
6. Tujuan Pelayanan
Peranan pelayanan sangat diharapkan dalam konsep pemasaran karena
pelayanan memiliki peranan yang penting dalam perkembangan perusahaan. Oleh
karena itu, pelayanan secara operasional perlu diberikan dengan bentuk pelayanan
sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen/pelanggan dan
mendorong mereka untuk selalu melaksanakan pembelian ulang setelah
merasakan produk atau jasa perusahaan. Selain itu dengan membuat kesan baik
pada konsumen secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan bagi
perusahaan. Sehingga bukan hanya pelanggan yang sudah lama saja yang dapat
dipertahankan, tapi juga pelanggan baru yang sebelumnya belum pernah membeli
produk dan jasa perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan
pelayanan adalah :
a. Mendorong/menarik konsumen untuk melakukan pembelian terhadap
produk perusahaan.
b. Memberikan kesan dan pesan yang optimal kepada pelanggan.
c. Mecapai tingkat kepuasan pelanggan yang maksimal.

E. Kualitas Jasa/Pelayanan
1. Pengertian Kualitas Jasa
Banyak pakar yang mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut
pandangnya masing-masing, tetapi tidak ada definisi kualitas yang diterima secara
universal. Hal ini dikarenakan kata-kata kualitas mengandung definisi dan makna.
Beberapa contoh definisi yang kerap kita jumpai antara lain:
a. Kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan.
b. Kecocokan untuk pemakaian.
c. Perbaikan/penyempurnaan berkelanjutan.
d. Bebas dari kerusakan atau cacat.
e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat
f. Melakukan segala sesuatu sejak awal.
g. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan (Tjiptono,2000:2)
Terdapat elemen yang sama dalam definisi-definisi kualitas yang ada.
Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas
mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkuang. Kualitas merupakan
kondisi yang selalu berubah. Apa yang dianggap sudah berkualitas saat ini
mungkin dianggap kurang berkualitas di masa mendatang.
Berdasarkan elemen tersebut Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono 2000:4)
membuat definisi mengenai kualitas, yaitu “merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan, yang
memenuhi atau melebihi harapan”. Meskipun tidak ada definisi yang sempurna
mengenai kualitas setiap perusahaan jasa harus mendefinisikan kualitas
berdasarkan tujuan, harapan, budaya dan pelanggannya masing-masing.
Sedangkan kualitas jasa, menurut Wycoff (dalam Tjiptono:2000) adalah
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas total suatu jasa terdiri
dari 3 (tiga) komponen utama:
1. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Technical quality terperinci
menjadi:
a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya harga.
b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan
setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya, ketepatan waktu,
kecepatan pelayanan, dan kerapihan hasil.
c. Redence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan
meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya kualitas operasi
jantung.
2. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
3. Corporate image, yaitu profile, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus
suatu perusahaan.

Parasuraman (dalam Tjiptono,1996:60) menyatakan bahwa ada dua


factor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan
perceived service yang selanjutnya oleh Tjiptono (1996:60) dijelaskan:
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa diterima lebih
rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas yang dipersepsikan buruk.

2. Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL)


Para pakar pamasaran (seperti Parasuramam, Zeithami, dan Berry) telah
melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil
mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa, meliputi
(Tjiptono,1996:69) :
a. Realibility, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja
(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).
b. Responsiveness, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agan dapat memberikan
jasa baru.
c. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan
jasa baru.
d. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
e. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan
yang dimiliki para contact personnel.
f. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam
bahas yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan
keluhan pelanggan.
g. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya yang menyangkut nama
perusahaan, reputasi, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi
dengan pelanggan.
h. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan yang
meliputi, keamanan secara fisik, keamanan financial, dan kerahasiaan.
i. Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami
kebutuhan pelanggan.
j. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan,dsb.

Menurut Lamb, Hair, Mc Daniel (2001:485) ada lima dimensi pokok


mengenai kualitas pelayanan, yaitu:
a. Berwujud (tangibles)
Bukti fisik dari jasa. Bagian nyata dari jasa meliputi fasilitas fisik,
perkakas, dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan jasa seperti
doctor atau sebuah ATM, dan penampilan pegawai.
b. Keandalan (reliatability)
Kemampuan menyelenggarakan jasa dengan dapat diandalkan, akurat, dan
konsisten. Keterandalan memberikan pelayanan yang tepat pada saat
pertama kali. Komponen ini dianggap sebagai salah satu yang terpenting
dari konsumen.
c. Cepat tanggap (responsiveness)
Kemampuan untuk memeberikan pelayanan yang segera. Contoh dari
cepat tanggap termasuk di dalamnya menelepon konsumen dengan cepat,
menyajikan makanan siang yang cepat bagi yang tergesa-gesa,
mengirimkan slip transaksi segera.
d. Kepastian (assurance)
Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan untuk menjaga
kepercayaan. Karyawan yang berkeahlian yang memperlakukan konsumen
dengan hormat serta membuat mereka merasa bahwa mereka dapat
mempercayai kepastian seperti ditunjukkan perusahaan.
e. Empati (empathy)
Memperhatikan, memperhatikan konsumen secara individual. Perusahaan
yang pegawainya mengenal konsumennya, memanggil mereka dengan
nama, dan belajar memahami tuntutan tertentu konsumen memberikan
empati. Dalam survey kepuasan konsumen terhadap eksekutif senior
menunjukkan bahwa MCI Communications adalah perusahaan pilihan
teratas dalam pengangkutan jarak jauh karena memberikan perhatian yang
penuh kepada pelanggan dengan melakukan pemeriksaan rutin terhadap
mereka.
3. Model Kesenjangan (Gap Model) Kualitas Jasa
Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari
pemberi jasa terhadap konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan
konsumen. Namun karena berbagai faktor, jasa sering disampaikan dengan cara
yang berbeda dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen. Menurut Lamb,
Hair, Mc Daniel (2001:486):
“satu model dari kualitas jasa dikenal sebagai model kesenjangan (gap
model) yang mengenali ada lima kesenjangan yang dapat menyebabkan masalah
dalam menyajikan jasa dan mempengaruhi penilaian konsumen atau kualitas jasa.

Model kesenjangan ini terdiri dari :


a. Kesenjangan 1: kesenjangan antara keinginan konsumen dengan dugaan
manajemen tentang apa yang diinginkan konsumen. Kesenjangan ini
sebagai hasil dari kurangnya pemahaman atau salah menafsirkan
kebutuhan, keinginan konsumen. Perusahaan yang sedikit atau bahkan
tidak melakukan penelitian atas tingkat kepuasan konsumen kemungkinan
akan mengalami kesenjangan ini. Langkah pengting untuk mengatasi
kesenjangan 1 ini adalah dengan tetap berhubungan dengan apa yang
diinginkan konsumen melalui penelitian kebutuhan dan kepuasan
kebutuhan dan kepuasan konsumen.
b. Kesenjangan 2: kesenjangan antara dugaan manajemen tentang keinginan
konsumen dengan spesifikasi kualitas yang dikembangkan manajemen
untuk menyediakan jasa tersebut. Pada dasarnya, kesenjangan ini sebagai
hasil ketidakmampuan manajemen menerjemahkan keinginan konsumen
ke dalam sistem pengiriman yang ada pada perusahaan.
c. Kesenjangan 3: kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan pelayanan
yang diberikan. Jika kesenjangan 1 dan 2 diatas dapat diatasi, kemudian
kesenjangan 3 diakibatkan ketidakmampuan manajemen dan karyawan
untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Rendahnya tingkat
pelatihan dan rendahnya tingkat motivasi karyawan dapat mengakibatkan
kesenjangan ini. Manajemen perlu memastikan bahwa karyawan memiliki
keahlian dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan pekerjaan
mereka. Teknik lain untuk membantu memecahkan kesenjangan 3 adalah
dengan memberikan pelatihan kepada karyawan sehingga mereka
memahami apa yang diharapkan manajemen dan mendorong kerja tim.
d. Kesenjangan 4: kesenjangan antara apa yang disediakan perusahaan
dengan apa yang dikatakan pada konsumen tersedia. Jelas hal ini
merupakan permasalahan dalam hal komunikasi. Ini mungkin termasuk
janji kampanye iklan yang tidak tepat dan memperdaya, menjanjikan
melebihi kemampuan perusahaan untuk menghantarkan atau melakukan
“apapun yang dapat dilakukan” untuk memperoleh bisnis. Untuk
mengatasinya perusahaan harus dapat menciptakan harapan pada
konsumen secara realistis melalui kejujuran, ketepatan komunikasi tentang
apa yang dapat perusahaan berikan.
e. Kesenjangan 5: kesenjangan antara jasa yang diterima oleh konsumen dan
jasa yang konsumen inginkan. Kesenjangan ini dapat berakibat negatif
ataupun positif.

Gambar 1
Model Kualitas Jasa (Gap Model)

konsumen

Komunikasi dari Kebutuhan Pengalaman yang


mulut kemulut personal lalu

Jasa yang di
harapkan

Jasa yang
dirasakan

pemasar Penyampaian Komunikasi


jasa external

Penjabaran
spesifikasi

Manajemen
persepsi

Sumber: Parasuramam, et al dalam Tjiptono (1996:82)

F. Konsumen / Pelanggan
1. Pengertian konsumen / pelanggan
Konsumen / pelanggan adalah seseorang atau sekelompok orang yang
membeli atau sekelompok orang yang membeli suatu produk untuk dipakai
sendiri, jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali
(jawa;kulakan),maka dia disebut pengecer atau distributor.pada masa sekarang ini
bukan suatu rahasia lagi bahwa konsumen adalah raja sebenarnya , oleh karena itu
sebagai produsen yang memiliki holistic marketing sudah seharusnya
memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen.
Perilaku konsumen merupakan bagian dari kegiatan manusia sehingga bila
membicarakan perilaku konsumen berarti membicarakan kegiatan manusia ,oleh
karena itu perusahaan sangat perlu mempelajari perilaku konsumen karena
perilaku konsumen dalam pembelian barang dan jasa sangat berlainan.
Menurut (Setiadi,2004) perilaku konsumen adalah tindakan langsung
terlibat dlam mendapatkan ,mengkonsumsi,dan menghabiskan produk atau
jasa,termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyetujui tindakan
ini,sedang menurut American Marketing Association adalah sebagai
berikut,,perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan
kognisi,perilaku dan lingkungannya,dimana manusia melakukan kegiatan
pertukaran hidup mereka.
2. Perilaku Konsumen / pelanggan
Mowen Minor (2002:6) mendefinisikan perilaku konsumen adalah
“sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta
ide-ide”.
Menurut Hawkins, Best & Coney dalam Fandy Tjiptono (2005:40)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut:
“perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau
organisasi dan proses-proses yang dilakukan dalam memilih, menentukan,
mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan pemakaian produk, jasa,
pengalaman, ide untuk memuaskan kebutuhan, serta dampak proses-proses
tersebut terhadap konsumen dan masyarakat”.

Menurut (Setiadi,2004) perilaku konsumen adalah tindakan yangf


langsung terlibat dalam mendapatkan ,mengkonsumsi ,dan menghabiskan produk
atau jasa ,termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyetujui tindakan
ini ,sedangkan menurut The American Marketing Association adalah sebagai
berikut perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara Afeksi dan kognisi
,perilaku lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran hidup mereka
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa perilaku
konsumen adalah sejumlah tindakan nyata individu (konsumen) yang dipengaruhi
oleh faktor kejiwaan (psikologi) dan faktor luar lainnya yang mengarahkan
mereka untuk memilih dan mempergunakan barang-barang yang diinginkan.
3. Model Perilaku Konsumen / pelanggan
Proses keputusan konsumen bisa diklasifikasikan secara garis besar ke
dalam tiga tahap utama, yakni prapembelian, konsumsi dan evaluasi purnabeli
yang terdapat pada bagan dibawah ini:
Tahap prapembelian mencakup semua aktifitas konsumen yang terjadi
sebelum terjadinya transaksi pembelian dan pemakaian jasa. Tahap ini meliputi
tiga proses yakni identifikasi kebutuhan, pencarian informasi dan evaluasi
alternative. Tahap konsumsi merupakan tahap proses keputusan konsumen,
dimana konsumen membeli dan menggunakan produk atau jasa. Sedangkan tahap
evaluasi purnabeli merupakan tahap proses pembuatan konsumen sewaktu
konsumen menentukan apakah ia telah membuat keputusan pembelian yang tepat.
4. Kepuasan Pelanggan
Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, pada
akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh pelanggan mengenai
kepuasan yang dirasakan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana
seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja barang/jasa yang diterima
dan yang diharapkan.
Menurut Kotler (2002:42) “kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap
kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya”
Selanjutnya, A Parasuraman, Valarei A, Zeithaml, dan Leonard L. Berry
dalam Alma (2003:32) menyatakan :
“satisfaction in the consumer’s fulfillment response. It is a judgement that
a product or service feature, or the product or service itself, provides a
pleasurable level of consumption related fulfillment”.

Jadi, “kepuasan adalah respon konsumen yang sudah terpenuhi


keinginannya. Ada perkiraan terhadap features barang dan jasa, yang telah
memberikan tingkat kesenangan tertentu dan konsumen betul-betul puas”.
Dari definisi diatas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya pelanggan
menilai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu produk dengan
membandingkan kinerja yang pelanggan alami dengan suatu tingkat harapan
sebagai acuan yang telah konsumen ciptakan atau telah terdapat dalam pikiran
konsumen. Situasi ketidakpuasan terjadi setelah konsumen menggunakan produk
atau mengalami jasa yang dibeli dan merasakan bahwa kinerja produk ternyata
tidak memenuhi harapan pelanggan.

Gambar 2
Konsep Kepuasan Pelanggan

Tujuan
perusahaan Kebutuhan dan keinginan
pelanggan

produk
Harapan pelanggan
terhadap produk

Nilai produk
bagi pelangan

Tingkat kepuasan
pelanggan

Sumber: Fandy Tjiptono (1996a:147)

Kotler dalam Tjiptono (1996:148) mengemukakan beberapa metode yang


dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan :
a. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (consumer oriented)
perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pelanggannya untuk
menyampaikan pesan, pendapat dan keluhan mereka. Media yang bisa
digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis
(yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), menyediakan
kartu komentar (yang bisa diisi langsung ataupun via pos pada
perusahaan), menyediakan saluran telepon khusus (consumer hot lines)
dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat
memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan,
sehingga memungkinkannya untuk memberikan respon secara cepat dan
tanggap terhadap setiap masalah yang timbul.
b. Survey Kepuasan Pelanggan
Umumnya banyak penelitian tentang kepuasan pelanggan dilakukan
dengan menggunakan metode survey baik melalui pos, telepon, kuesioner,
maupun wawancara pribadi. Melalui survey, perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus
juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap para pelanggannya.
c. Ghost Shopping
Metode ini dilaksanakan dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli
potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut
menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam
pembelian produk-produk tersebut. Selain itu ghost shopper juga dapat
mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingnya menjawab
pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
d. Lost Consumer Analysis
Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para
pelanggannya yang telah berhenti atau beralih pemasok. Yang diharapkan
adalah memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi
tersebut akan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil
kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan.

Dengan adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan berbagai manfaat,


diantaranya (Tjiptono,1994:9)
a. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis.
b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
d. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
e. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan.
f. Laba yang diperoleh meningkat.

e. Keluhan Pelanggan
Keluhan pelanggan merupakan tindakan atau reaksi yang didorong oleh
rasa ketidakpuasan pelanggan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan (Tjiptono, 2000b:39). Pelanggan merasa tidak puas karena
harapannya tidak terpenuhi. Melalui analisis pelanggan yang tidak puas,
perusahaan mendapat peluang untuk melakukan perbaikan kinerja dan bahkan
bias mengubah pelanggan yang semula tidak puas menjadi pelanggan yang puas
bahkan loyal.
Keluhan/komplain merupakan perasaan seseorang karena merasa tidak
puas dengan sesuatu yang seharusnya diterimanya. Jika terjadi ketidak puasa, ada
beberapa kemungkinan tindakan yang bisa dilakukan pelanggan (Tjiptono,
Business News, April 1996) antara lain:
a. Tidak melakukan apa-apa
Pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis
tidak akan membeli lagi atau menggunakan jasa perusahaan yang
bersangkutan lagi.
b. Menyampaikan keluhan
Ada beberapa factor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang
tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu :
1) Derajat kepentingan konsumen konsumsi yang dilakukan.
Hal ini menyangkut derajat pentingnya jasa yang dikonsumsi dan
harganya bagi konsumen, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi
jasa, serta social visibility. Apabila derajat kepentingan,biaya,dan waktu
yang dibutuhkan (dalam mengkonsumsi jasa) relatif tinggi, maka kuat
kecenderungannya bahwa pelanggan akan melakukan komplain.
2) Tingkat ketidakpuasan pelanggan
Semakin tidak puas pelanggan ,maka semakin besar kemungkinannya
untuk melakukan komplain
3) Manfaat yang diperoleh
Apabila manfaat yang di peroleh dari penyampaian keluhan besar ,maka
semakin besar pula kemungkinan pelanggan melakukan komplain,
Manfaat yang di peroleh meliputi:
a) Manfaat emosional, yaitu kesempatan untuk menuntut hak,
menumpahkan kekesalan dan kemarahan, serta menerima
permintaan maaf.
b) Manfaat fungsional, yaitu pengembalian uang,penggantian jasa
yang dibeli atau reparasi.
c) Manfaat bagi orang lain,yaitu membantu pelanggan lain agar
terhindar dari ketidakpuasan akibat pelayanan buruk .
d) Penyempurnaan produk, yaitu perusahaan jasa kemungkinan akan
meningkatkan atau memperbaiki penawarannya
4) Pengetahuan dan pengalaman
meliputi jumlah pembelian (pemakaian jasa) sebelumnya, pemahaman
akan jasa, persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen dan
pengalaman dari komplain sebelumnya.
5) Sikap Pelanggan terhadap keluhan.
Pelanggan yang bersikap positif terhadap penyampaian keluhan
biasanya menyampaikan keluhannya karena yakin akan manfaat positif
yang akan diterimanya.
6) Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi.
Faktor ini menyangkut waktu yang dibutuhkan, gangguan terhadap
aktivitas rutin yang dijalankan, dan biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan komplain. Apabila tingkat kesulitannya tinggi, maka
pelanggan cenderung tidak akan melakukan komplain.
7) Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.
Bila pelanggan merasa bahwa peluang keberhasilannya dalam
melakukan komplain sangat kecil, maka ia cenderung tidak akan
melakukannya. Hal sebaliknya terjadi apabila dirasakan peluangnya
besar.
Gambar 3
Alternatif Reaksi Pelanggan Bila Terjadi Ketidakpuasan

Terjadi ketidak puasan

Mengambil tindakan Tidak mengambil tindakan

Melakukan private Melakukan direct Melakukan publik


action action action

Berhenti Memperingatkan Menempuh komplain ke


membeli rekan/keluarga jalur hukum instansi
produk/jasa mengenai produk untuk pemerintah/
dari tersebut mendapatkan swasta
perusahaan ganti rugi
tersebut

komplain ke produsen Menuntut ganti rugi ke


produsen

Sumber: Singh, J yang dikutip oleh Tjiptono dan Syakhroza dalam Usahawan, Juni 1999.

Keluhan yang disampaikan berkenaan dengan adanya ketidakpuasan dapat


dikelompokkan menjadi tiga kategori (Tjiptono,2000b:42), yaitu:
1. Voice Response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung
dan/atau meminta ganti rugi.
2. Private Response
Tindakan yang dilakukan adalah memperingatkan atau memberitahu teman,
atau kerabat mengenai pengalaman dengan produk atau perusahaah yang
bersangkutan.
3. Third Party Response
Tindakan yang dilakukan meliputi usahan meminta ganti rugi secara hukum,
mengadu lewat media massa, atau mendatangi lembaga konsumen.
Dalam kaitannya dengan complain, Denham yang dikutip oleh Sykhroza
mengidentifikasi tiga tipe pelanggan yang mengajukan complain:
1. Active Complainers, yaitu yang memahami haknya, asertif, percaya diri, dan
tahu persis cara menyampaikan complain. Bila expectasi mereka akan
pelayanan dan nilai (value) tidak terpenuhi, mereka akan menyampaikan
complain kepada perusahaan yang bersangkutan. Tipe pelanggan semacam
ini sangat berharga bagi perusahaan, karena mereka cenderung langsung
menginformasikan dan mencari solusi atas setiap complain mereka rasakan.
Dengan demikian, perusahaan masih berpeluang untuk melakukan
perbaikan dan memuaskan mereka.
2. Inactive Complainers, yaitu mereka yang lebih suka menyampaikan keluhan
kepada orang lain (terutama, keluarga, rekan kerja) daripada langsung
kepada perusahaan.
3. Hyperactive Complainers, yaitu mereka yang selalu complain terhadap
apapun. Tipe ini bisa disebut pula “cronic complainers” yang kadangkala
berlaku kasar dan agresif. Mereka ini hampir tidak mungkin dipuaskan
karena tujuan komplainnya lebih dilatarbelakangi keinginan untuk mencari
untung.

f. Proses Manajemen Keluhan


1) Fungsi masukan (input fuction)
Fungsi masukan bertujuan untuk menggali ketidakpusaan pelanggan
(Hansen,1994). Fungsi masukan meliputi sub fungsi:
 Pengaturan dan ketersediaan sarana keluhan
 Dorongan keluhan
 Pengumpulan data keluhan untuk disampaikan kepada petugas atau
departemen yang bertanggung jawab
Tujuan dari fungsi masukan adalah untuk mempengaruhi pelanggan agar
memeberikan informasi kepada perusahaan tentang ketidak puasannya sebab
perusahaan hanya bisa menindaklanjuti jika perusahaan mengetahui
ketidakpuasan pelanggan tersebut.
Selain itu saluran ini dapat memberikan kesan bahwa keluhan pelanggan
ditangani secara serius (Raab, 1997) beberapa jenis saluran keluhan yang dapat
disediakan yaitu:
 Secara lisan
Keuntungannya adalah pelanggan dapat menyampaikannya secara langsung
dan mungkin saja dapat di pecahkan secara cepat (Schwendt dan funk, 1998).
Kerugiannya ialah terkadang memerlukan banyak waktu dan usaha bagi
pelanggan untuk menemukan petugas berwenang untuk menangani keluhan
tersebut (Hoffmann, 1991).
 Melalui telepon(layanan bebas pulsa )
Hal yang utama untuk meningkatkan kecenderungan mengeluh melalui
telepon maka perusahaan perlu menyediakan layanan bebas pulsa sehingga
tagihan telepon tidak di bebankan pada pelanggan tetapi pada
perusahaan ,menurut hasil laporan terbaru,”komunikasi lesan lebih baik
dalam menyampaikan rasa empati dan pengenalan jiwa pelanggan yang
marah di bandingkan komunikasi tertulis” (Tax dan brown, 1998: 78). Selain
itu ,pelanggan mungkin lebih senang untuk mengeluh melalui telepon
daripada berinteraksi secara langsung (Hoffman ,1991; tax dan brown
1998)karena metode tersebut cepat ,menyenangkan dan murah (kendala
psikologis rendah) untuk mengeluh.
 Secara tertulis
Keuntungan dari saluran ini adalah pelanggan dapat menghindari interaksi
langsung dengan perusahaan terutama bagi pelanggan yang merasa takut
takut ketika berdialog secara langsung dengan wakil perusahaan (Hoffmann,
1991). Kerugiannya ialah hal tersebut memerlukan banyak waktu dan usaha
untuk menulis surat keluhan ,disamping itu juga ,mengakibatkan biaya-biaya
(surat pos) untuk pengiriman keluhan tersebut . Pada akhirnya, hal itu kana
memerlukan banyak waktu sebelum pelanggan menerima jawaban
perusahaan (Hoffmann, 1991).konsekwensinya,jawaban cepat dan surat
bersifat pribadi sangat rumit dalam saluran ini (Schwendt dan funk, 1998)
 Media elektronik(e-mail, internet, komunitas khusus dalam web, Faximile)
Dorongan keluhan meliputi semua ukuran untuk menginformasikan
kepada pelanggan tentang keberadaan sarana keluhan dan untuk mempengaruhi
pelanggan agar menggunakan sarana keluhan tersebut untuk mengurangi
banyaknya keluhan yang tidak tersampaikan. Secara umum, berkomunikasi
melalui sarana keluhan membuat pelanggan lebih mudah untuk mengeluh dengan
penuh kesadaran terhadap berbagai kemungkinan keluhan yang terjadi.
Khususnya, dorongan keluhan dapat meningkatkan kecenderungan pelanggan
untuk mengeluh (mengubah sikap pelanggan untuk mengeluh) dengan
mengurangi biaya-biaya keluhan yang dikeluarkan oleh pelanggan dan
mempengaruhi kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan (Riemer,1986).
Semua ukuran dorongan keluhan bertujuan untuk mencapai suatu jumlah
keluhan yang tinggi yang merupakan perbandingan antara keluhan pelanggan
dengan ketidakpuasan pelanggan, untuk mengubah proporsi ketidakpuasan
pelanggan menjadi keluhan sehingga konsekuensi negated dari reaksi lain
terhadap ketidakpuasan dapat dihindari (Riemer,1986). Instrument pemasaran
yang dapat digunakan dalam komunikasi sarana keluhan (Stauss dan Seidel 1998;
Riemer 1986; Heller 1996; Wegmann 2001) yaitu:
 Kartu Komentar
 Iklan pada bulletin penjualan atau media lain (televise)
 Catatan khusus pada produk atau bagian dari informasi produk
 Catatan khusus pada bukti transaksi
 Pendekatan personal secara aktif oleh perusahaan (telepon).
Jika seorang pelanggan yang tidak puas menggunakan sarana keluhan
yang ditawarkan maka perusahaan harus mengumpulkan data keluhan sebagai
langkah berikutnya. Hal ini agar departemen terkait (customer care centre) atau
petugas yang menangani keluhan pertama kali dapat menangani keluhan yang ada
secara mandiri atau diserahkan kepada departemen lain yang bertanggungjawab
dalam menangani keluhan tersebut (Stauss dn Seidel, 1998).
Tujuan utama dari interaksi awal adalah untuk mengumpulkan data
keluhan secara cepat, lengkap dan sistematis (Stauss, 1999a). Reaksi cepat dari
pelanggan yang menghubungi petugas atau departemen terkait yang berinteraksi
pertama kali dengan pelanggan yang mengeluh mempunyai peran yang penting
dalam mengurangi atau sebagai potensi dalam meningkatkan ketidakpuasan
pelanggan. Oleh karena itu, petugas atau departemen yang berwenang harus
diberitahu tentang semua saluran keluhan yang ada, kebijakan dan standar dalam
mengambil kesempatan untuk mengembalikan kepuasan dengan segera (Wimmer
dan Roleff, 2001).
2) Fungsi Pemecahan Masalah (Case Solving Function)
Tugas utama dari fungsi pemecahan masalah adalah menangani keluhan
dengan merancang proses internal, mendeskripsikan tanggungjawab, pengaturan
batas waktu dan menerapkan mekanisme untuk memastikan terpenuhinya batas
waktu (Stauss, 1999a). aktivitas dari fungsi pemecahan masalah dapat
diselesaikan dena cara memperoleh tanggapan dari pelanggan pada waktu yang
akan datang. (Dietze, 1997).
Tujuannya adalah untuk mengembalikan kepuasan pelanggan sehingga
pelanggan tidak menunggu. Selain itu, dengan menhubungi pelanggan yang
mengeluh, departemen atau Customer Contact Employee (CCE) bias mencoba
untuk memecahkan masalah, mengganti kerugian pelanggan atas biaya-biaya yang
telah dikeluarkan atu untuk mempengaruhi solusi masalah yang diharapkan oleh
pelanggan (Hansen, 1990). Fungsi pemecahan masalah terdiri dari (Hansen, 1990)
yaitu:
 Penanganan Keluhan
 Reaksi Perusahaan
 Tanggapan Keluhan
Metode penanganan keluhan yang menyenangkan adalah ketika masalah
dapat dipecahkan pada pertemuan yang pertama sehingga langkah-langkah lebih
lanjut tidak perlu dan masalah dapat diselesaikan dengan segera. Dalam banyak
kesempatan, bagaimanapun, masalah tidak bias dipecahkan dengan segera
berkaitan dengan ketidaktersediaan informasi. Pada situasi tersebut, beberapa
karyawan yang lain juga harus menyelesaikan aktivitas tertentu. Untuk itu,
karyaawan perlu diorganisir secara tepat dan disertai dengan tugas dan
tanggungjawab yang jelas.
Dalam merancang proses manajemen keluhan maka format reaksi harus
sudah ditentukan. Pertama, perusahaan harus memutuskan jika menerima keluhan
yang dinyatakan tanpa verifikasi lebih lanjut. Penerimaan semua keluhan tanpa
verifikasi lebih lanjut memberikan banyak keuntungan selama verifikasi tidak
disertai klaim (Hansen, 1994). Keputusan tersebut tergantung pada tujuan
perusahaan dan pertimbangan atas biaya atau manfaat yang diperoleh serta dapat
dibedakan untuk berbagai kelompok pelanggan (Hansen, 1990). Mengenai format
reaksi dalam memecahkan masalah, terdapat beberapa alternative sebagaimana
tampak pada tabel berikut:
Tabel 2
Format Reaksi

Keuangan Pengurangan harga, potongan, pengembalian uang,


ganti rugi, pembayaran kerusakan
Solusi masalah terukur Penggantian, mengganti kerusakan dengan cepat
Penawaran tak terukur Permintaan maaf, pemberian informasi
(Stauss dn Seidel, 1998)

Keputusan mengenai format reaksi tertentu tergantung pada tujuan perusahaan,


pertimbangan biaya atau manfaat yang diperoleh dan pengelompokan masalah.
Beberapa format reaksi tertentu adalah tidak mungkin. Usaha jasa seperti
konsultan tidak bias di gantikan tau diperbaiki.pada kasus lain verivikasi atau
solusi maslah terlalu lama dan mahal sehingga format reaksi cepat seperti
pengembalian uang seringkali terjadi (Stauss dan Seidel, 1998).
Disamping itu,adalah mungkin untuk membedakan antara permasalahan
standar dan khusus, yang menghendaki adanya ganti rugi yang baik
(Reimer,1986). Sistem format penanganan keluhan menunjukkan kea rah
penggolongan berikut:
Tabel 3
Klasifikasi reaksi
Reaksi standar Reaksi individu
Karakteristik Untuk frekuensi terjadinya Untuk permasalahan kompleks
permasalahan skala kecil dan skala besar
Keuntungan Biaya penanganan rendah Derajat tingkat kepuasan
keluhan yang tinggi
Kerugian Derajad tingkat kepuasan Biaya besar berkaitan denga
keluhan rendah penanganan keluhan individual
(Riemer 1986;Hansen 1994;Hansen dan Jeschke 1995;Bruhn 1999)
Proses penanganana keluhan secara individual maupun standar dari hasil
keluhan, keuntungan kedua format reaksi tersebut bias di gunakan (Jeschke,
1995). Oleh karena itu perusahaan harus menciptakan standar kinerja seperti
“jumlah keluhan yang dipecahkan selama interaksi pertama”. suatu standar tinggi
(70%-90%) memerlukan Customer Contact Employee (CCE) dengan ketrampilan
yang cukup dan bertanggung jawab dalam menangani keluhan yang mandiri
(Mierzwa, 2002). Selain itu, perushaan dapat menentukan bahwa 90% dari semua
keluhan harus ditangani secara maksimal selama tujuh hari kerja,munculnya
keluhan baru di sebabkan oleh penanganan keluhan (Mierzwa, 2002).
Komponen penting dalam penanganan keluhan adalah “hak” komunikasi
antara Customer Contact Employee (CCE)dengan pengeluh untuk mengurangi
potensi konflik (Bruckner,1997). Selain itu ,perusahaan perlu mendokumentasikan
informasi pengeluh selama berlangsungnya keseluruhan proses untuk mencegah
ketidakpuasan lebih lanjut( Stauss dan Seidel, 1998). Fokus utama dari fungsi
penanganan keluhan bukan hanya memecahkan masalah secara optimal tetapi juga
untuk mengembalikan kepuasan keluhan (Stauss, 1999b). Oleh karena itu,
Customer Contact Employee (CCE) harus berhadapan dengan pengeluh secara
tepat sebagaimana pengeluh mendasarkan evaluasi penanganan keluhannya pada
tiga aspek yaitu hasil, prosedur dan interaksi (Godwin dan Ross 1990;Tax dan
Brown 1998).
Sub fungsi tanggapan keluhan bertindak sebagai suatu kelanjutan setalah
menyelesaikan proses manajemen keluhan yang utama. Setelah periode waktu
tertentu, perusahaan perlu mendapatkan hubungan dengan pengeluh untuk
memastikan bahwa masalah telah dipecahkan dengan teliti (Schober
1997;Mierzwa 2002). Oleh karena itu Customer Contact Employee (CCE) perlu
maelakukan survei (lisan, lesan,via telepon) mengajukan beberapa pertanyaan
dalam rangka mengumpulkan data dan penanganan keluhan serta penggunaan
informasi keluhan tersebut ( Stauss dan Seidel, 1998). Untuk menguji secara hati-
hati tentang efisiensi dari sistem manajemen keluhan secara langsung. Hal ini
dikarenakan sistem tanggapan yang efisien dapat membantu arah perkembangan
hubungan yang baik adntara pelanggan dengan perusahaan ,untuk mendesain dan
menerapkan upaya peningkatan proses(meyer,1994) dan untuk mengendalikan
dan menguatkan kepuasan keluhan (Schober, 1997). Jika pelanggan tidak puas
dengan upaya perusahaan dalam menangani keluahan maka keluahan akan
disampaikan kepada perusahaan lain.
g. Kualitas Pelayanan Keluhan
Berdasarkan definisi kualitas pelayanan menurut Wycof(dalam
tjiptono,2000a:59) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang di harapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan ,serta definisi kebutuhan pelanggan
menurut Tjiptono (2000b:39) yang menyatakan bahwa keluhan pelanggan
merupakan tindakan atau reaksi yang di dorong oleh rasa ketidakpuasan
pelanggan terhadap produk atau jasa yang di tawarkan oleh perusahaan ,maka
dapat di simpulkan bahwa kualitas pelayanan keluhan merupakan tingkat
keunggulan dari aktivitas yang di tawarkan oleh perusahaan kepada pelanggan
dengan tujuan untuk mengatasi /menangani tindakan atau reaksi ketidakpuasan
pelanggan terhadap produk jasa yang di tawarkan oleh perusahaan
Untuk menangani keluhan pelanggan, diperlukan proses penanganan
keluhan yang efektif yang dapat dimulai dari identifikasi dan penentuan sumber
masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh (komplain).
Langkah ini merupakan langkah yang vital karena menentukan efektifitas
langkah-langkah selanjutnya. Sumber masalah perlu diatasi, ditindaklanjuti, dan
diupayakan agar di masa mendatang tidak timbul masalah yang sama. Dalam
langkah ini ketanggapan petugas, kecepatan dan ketepatan dalam penanganan
merupakan hal yang mendasar. Ketidakpuasan bisan diselesaikan dengan baik.
Kondisi ini dapat menyebabkan pelanggan berprasangka buruk terhadap citra
perusahaan. Untuk melakukan proses penanganan keluhan secara efektif dapat
dilihat pada Gambar 4.
Dalam melakukan penanganan keluhan, terdapat empat aspek penting
yang harus diperhatikan (Schanaars, dalam Fandy:2000). Keempat aspek tersebut
yaitu:
1. Empati terhadap pelanggan yang marah
Dalam menghadapi pelanggan yang marah, maka perusahaan yang harus
meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhannya. Dengan demikian
permasalahan menjadi jelas sehingga pemecahan yang optimal dapat
diupayakan bersama.
2. Kecepatan dalam penanganan keluhan
Bila keluhan dapat ditangani dengan cepat, maka ada kemungkinan
pelanggan tersebut akan menjadi puas dan akan melakukan pembelian
ulang.
3. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan keluhan
Perusahaan harus memperhatikan kewajaran dalam hal biaya dan kinerja
sehingga pelanggan dan perusahaan sama-sama diuntungkan.
4. Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan
Perusahaan harus menjamin adanya kemudahan bagi pelanggan untuk
menyampaikan saran dan, kritik, dan keluhannya.
Gambar 4
Proses Pelayanan Penanganan Keluhan

keluhan

Menanggapi Menyerahkan
Menjelaskan bagaimana Kepada departemen atau
cara menangani keluhan tsb organisasi yang tepat

Meneliti Tidak bisa


BAB III
diatasi

Mengatasi Menginformasikan
Memerintahkan usaha Pelanggan yang
perbaikan mengeluh

Menyelesaikan
Catatan keluhan, sifat
tindakan keluhan yang
dilakukan,dll

Mengkompilasi
Analisis terhadap keluhan

Menyebarkan
Kepada Manajemen, gugus Sistem Informasi
kendali mutu,dll Manajemen

Mengembangkan
Cara-cara untuk Proses Pembuatan
menggabungkan data Kebijakan

Sumber Fandy Tjiptono (1996:168)


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian dapat digunakan bermacam-macam metode
tergantung dengan sifat dan masalah yang akan diteliti. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian deskriptif menurut moleong (2002:6) didefinisikan sebagai ”
Penelitian yang berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan
sebagaimana adanya, waktu penelitian dibatasi hanya pada pengungkapan fakta-
fakta dan tidak menggunakan hipotesa”
Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2004:3)
mendefinisikan ”metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati”. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
tentang status suatu gejolak sosial yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan. Penelitian ini dilakukan dan diarahkan untuk
menjelaskan atau mengkaji tentang bagaimana bentuk penanganan pelayanan
keluhan dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan pada PLN-APJ Kota
Malang.

B. Fokus Penelitian
Perumusan fokus dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2002:69)
adalah bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan fokus itu masih tetap
dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian. Adapun yang menjadi
fokus penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan penanganan keluhan yang dilakukan oleh PT
PLN-APJ Kota Malang:
a. Fungsi Masukan
1) Penyediaan Sarana Keluhan
2) Dorongan keluhan
3) Pengumpulan data keluhan
b. Fungsi Pemecahan Masalah
1) Penanganan Keluhan
2) Reaksi Perusahaan
3) Tanggapan Keluhan
2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penanganan
keluhan yang dilakukan oleh PT PLN-APJ Kota Malang:
a. Faktor Internal
b. Faktor Eksternal
3. Atribut pelayanan apa yang masih harus dibenahi karena kurang memuaskan
pelanggan dan atribut mana yang perlu dipertahankan kualitasnya

C. Lokasi dan Situs Penelitian


Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan relevan mengenai
permasalahan yang dikaji maka lokasi penelitian yang digunakan dalam penulisan
ini dilakukukan di Kantor PLN-APJ Kota Malang sebagai perusahaan yang
mengelola listrik di Kota Malang.
Situs penelitian adalah saat berlangsungnya atau tempat terjadinya proses
pengamatan objek yang diteliti. Situs dari penelitian ini adalah selama waktu jam
kerja perusahaan yang terkait.

D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek darimana data
diperoleh,dimana dalam penulisan skripsi ini menggunakan sumber data :
1. Data Primer
Yaitu studi yang dilakukan dengan cara mengkaji obyek secara langsung
untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan pada lokasi yang
telah ditentukan (field study) yang kemudian dilakukan penggalian data-data
yang diperlukan melalui wawancara secara langsung kepada responden.
Dalam hal ini data primer dapat berupa keterangan-keterangan yang diambil
dengan melakukan wawancara yairu dengan responden berkaitan dengan tata
cara pengawasan dan penarikan pajak reklame.
2. Data Sekunder
Yaitu studi mengenai suatu masalah yang berhubungan dengan obyek
pembahasan, data atau informasi secara tidak langsung, melainkan diperoleh
dari studi pustaka (literatute research) dalam hal ini diperoleh dengan
mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku atau literatur, peraturan
perundang-undangan serta penggalian data melalui internet.

E. Metode Pengumpulan Data


Metode ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
1. Observasi
Suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara
langsung terhadap objek yang sedang diteliti di lokasi penelitian mengenai
aktivitas maupun kondisi yang terjadi pada objek penelitian untuk
memperoleh data yang sebenarnya.
2. Metode Wawancara (Interview Method), yaitu pengumpulan data
dengan wawancara yang dilakukan secara langsung dengan para responden
untuk mencari informasi terkait dengan permasalahan yang menjadi tujuan
dilakukannya kegiatan ini. Dalam hal ini penulis menggunakan Interview
Bebas Terpimpin (controlled interview) , yaitu kombinasi antara interview
bebas dan intervew terpimpin. Dalam melaksanakan interview ini
pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang
hal-hal yang akan ditanyakan.
3. Metode Dokumentasi (Documentation ) , yaitu penulis menggali
data dari peraturan perundang-undangan perpajakan dan dokumen-dokumen
yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Mojokerto terkait dengan
permasalahan kegiatan yangdilakukan.

F. Instrumen Penelitian
Merupakan alat bantu yang digunakan untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan penelitian ini. Sesuai dengan teknik pengumpulan yang
digunakan maka instrumen penelitian yang digunakan adalah:
1. Pedoman dokumentasi
Instrumen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan dokumentasi, diantaranya
separangkat alat tulis menulis, alat perekam dan lain-lain.
2. Pedoman wawancara atau interview guide
Serangkaian daftar pertanyaan yang dianggap perlu yang digunakan untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan sehingga terfokus pada
permasalahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
3. Pedoman observasi
Serangkaian pengamatan baik langsung maupun tidak langsung yang ada
pada lapangan untuk dicatat / ditulis sebagai suatau bahan bagi penulis yang
kemudian dianalisis.

G. Analisis Data
Menurut Moleong (2002, h.3) yang dimaksud dengan metode analisis data
adalah suatu proses untuk mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam
suatu pola, kategori dan satuan uraian datar.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan analisis deskriptif. Wisadirana (2005, h.101) mengatakan bahwa
metode kualitatif dengan analisis deskriptif tidak menggunakan perhitungan
statistik (non uji statistik) dan terbatas hanya pada perhitungan persentase saja.
Selanjutnya menggunakan pemikiran logis untuk menggambarkan, menjelaskan
dan menguraikan secara mendalam dan sistematis tentang keadaan yang
sebenarnya, kemudian ditarik suatu kesimpulan sehingga dapat diperoleh suatu
penjelasan masalah yang memuaskan.
Tahapan atau proses analisa data secara umum dikemukakan oleh
Moleong (2002, h.190) sebagai berikut:
”Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia di
berbagai sumber yaitu dari hasil wawancara, pengamatan yang sudah di
tuliskan dalam catatan laporan dan dari dokumentasi telah dibaca dan
dipelajari dan ditelaah, langkah selanjutnya mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan membuat rangkuman inti kemudian menyusunnya ke
dalam satuan-satuan, satuan-satuan tersebut kemudian dikategorikan dengan
membuat koding atau pengkodean, langkah berikutnya mengadakan
penarikan keabsahan data. Setelah tahap tersebut selesai baru tahap
penafsiran data atau interpretasi data”
Berdasarkan pendapat tersebut maka tahapan atau langkah-langkah dalam
menganalisa data penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengedit data, yaitu memeriksa data yang telah
terkumpul kemudian dilaksanakan pengeditan agar mudah ditelaah
sehingga siap untuk diproses lebih lanjut.
2. Mengklasifikasi data, yaitu data yang telah
terkumpul diseleksi dan di kelompokkan sesuai dengan datanya masing-
masing.
3. Pengelompokan dan penyajian data, yaitu setelah
data terkumpul selanjutnya diolah dengan cara tabulasi dalam bentuk tabel
dan uraian.
4. Kemudian dilakukan analisis dan interpretasi data,
serta berupaya memberikan jalan pemecahan dan berusaha untuk menarik
suatu kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai