Siti Hardiyanty ¹
Email : Sitihardiyanty67@gmail.com
Abstrak
Manusia merupakan makhluk pencipta dan pengembang kebudayaan karena memiliki akal
budi. Kebudayaan tercipta sebagai hasil dari interaksi manusia dengan alam. Sebagai pencipta
kebudayaan, maka manusia adalah makhluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang
berbudaya senantiasa menggunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan. Ini karena
yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil. Dengan
berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya.
Manusia tidak dapat terpisahkan dari kebudayaan. Manusia menghimpun diri menjadi satuan
sosial-budaya, menjadi masyarakat. Manusia melahirkan, menciptakan, menumbuhkan, dan
mengembangkan kebudayaan. Tidak ada manusia tanpa kebudayaan, dan tidak ada kebudayaan
tanpa manusia.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa antara nilai etika budaya dengan nilai
estetika budaya harus berjalan beriringan atau mempunyai kedudukan yang sama, tetapi dalam
konteks kegunaan suatu nilai terdapat urutan yang harus dipenuhi berdasarkan prioritas seperti
nilai yang tergolong primer dan sekunder. Meskipun keduanya masih dalam satu golongan , hal
ini dapat di andaikan dengan subclass priority(prioritas sub golongan ).
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk pencipta dan pengembang kebudayaan karena memiliki akal
budi. Kebudayaan tercipta sebagai hasil dari interaksi manusia dengan alam. Sebagai pencipta
kebudayaan, maka manusia adalah makhluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang
berbudaya senantiasa menggunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan. Ini karena
yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil. Dengan
berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya.
Manusia tidak dapat terpisahkan dari kebudayaan. Manusia menghimpun diri menjadi satuan
sosial-budaya, menjadi masyarakat. Manusia melahirkan, menciptakan, menumbuhkan, dan
mengembangkan kebudayaan. Tidak ada manusia tanpa kebudayaan, dan tidak ada kebudayaan
tanpa manusia.
METODE
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran,
keadilan, dan bertanggung jawab. Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal
budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi
kesempurnaan hidupnya dengan menciptakan kebudayaan. Di samping itu, manusia mampu
menciptakan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan sesuatu yang
ada untuk kepentingan hidup manusia.Tetapi, banyak juga manusia yang tidak memiliki etika
dan estetika dalam berbudaya serta tidak memanusiakan manusia. Melalui makalah ini, kami
akan membahas mengenai etika dan estetika berbudaya, memanusiakan manusia dan
problematika kebudayaan.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa antara nilai etika budaya dengan nilai
estetika budaya harus berjalan beriringan atau mempunyai kedudukan yang sama, tetapi dalam
konteks kegunaan suatu nilai terdapat urutan yang harus dipenuhi berdasarkan prioritas seperti
nilai yang tergolong primer dan sekunder. Meskipun keduanya masih dalam satu golongan , hal
ini dapat di andaikan dengan subclass priority(prioritas sub golongan ). Dari pemaparan tersebut
dapat diambil latar belakang lain mengenai urgensi prioritas kegunaan nilai etika dan estetika
budaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA
Secara historis perkembangan zaman boleh saja mengalami perubahan yang dahsyatmun,
peran kesenian tidak akan pernah berubah dalam tatanan kehidupan manusia. Sebab, melalui
media kesenian, makna harkat menjadi citra manusia berbudaya semakin jelas dan nyata.
Bagi manusia Indonesia telanjur memiliki meterai sebagai bangsa yang berbudaya.
Semua itu dikarenakan kekayaan dari keragaman kesenian daerah dari Sabang sampai Merauke
yang tidak banyak dimiliki bangsa lain. Namun, dalam sekejap, pandangan terhadap bangsa kita
menjadi ”aneh” di mata dunia. Apalagi dengan mencuatnya berbagai peristiwa kerusuhan, dan
terjadinya pelanggaran HAM yang menonjol makin memojokkan nilai-nilai kemanusiaan dalam
potret kepribadian bangsa.
Padahal, secara substansial bangsa kita dikenal sangat ramah, sopan, santun dan sangat
menghargai perbedaan sebagai aset kekayaan dalam dinamika hidup keseharian. Transparansi
potret perilaku ini adalah cermin yang tak bisa disangkal. Bahkan, relung kehidupan terhadap
nilai-nilai etika, moral dan budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan. Namun, kenyataannya
kini semuanya telah tercerabut dan ”nyaris” terlupakan.
Barangkali ada benarnya, dalam potret kehidupan bangsa yang amburadul ini, kita masih
memiliki wadah BKKNI (Badan Koordinasi Kebudayaan Nasional Indonesia) yang mengubah
haluan dalam transformasi sosial, menjadi BKKI (Badan Kerja sama Kesenian Indonesia) pada
Februari lalu. Barangkali dengan baju dan bendera baru ini, H. Soeparmo yang terpilih sebagai
”bidannya” dapat membawa reformasi struktural dan sekaligus dapat memobilisasi aktivitas
kesenian sebagaimana kebutuhan bangsa kita. Sebab, salah satu tugas dalam peran berkesenian
A. Kesimpulan
Budaya pastinya memiliki nilai, dalam hal ini etika. Etika pada umumnya membahas pandangan
atau nilai yang bersifat tata-krama. Kesopanan, gotong-royong, cara, dan lainnya yang masih
berhubungan dengan fisik, juga bersifat realistis, dan secara kasat mata terlihat. Budaya yang
mengandung nilai etika ini memang sengaja dilestarikan sebab, mungkin telah diprediksikan
sebelumnya, nilai “kemanusiaan” yang wajar akan lumpuh dimasa mendatang, seperti halnya
pergeseran nilai yang telah terjadi saat ini.
Estetika, atau pandangan nilai indah yang berasal dari objek (manusia) kepada subjek (budaya)
yang ada. Estetika tidak berbeda jauh dari etika. Namun dalam hal estetika, nilai berasal dari
pemberi nilai baik melalui mata, hati maupun pikirannya, bukan nilai yang berasal dari ‘paksaan’
orang lain.
Pandangan nilai yang tidak bisa dipaksakan inilah yang ingin dijadikan sebuah pandangan atas
berbagai macam bentuk budaya yang ada di dunia. Yang mana yang cocok dengan dirinya, yang
mana baik dipandang dalam lingkungannya, yang mana berguna agar dapat dijadikan contoh
dengan tetap menjaga keberlangsungan budaya selama dunia ini masih tercipta.
Baik etika maupun estetika adalah unsur yang harus ada dalam pelestariannya. Terwujudnya
budaya yang tanpa dasar etika dan estetika patutlah dipertanyakan seperti mengapa budaya
tersebut harus muncul dan apa manfaat budaya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Untari, D. T., & Satria, B. (2014). Strategi Pengembangan Pemasaran Laksa Tangerang Sebagai
Salah Satu Produk Wisata Kuliner Di Tangerang. Jurnal Manajemen, 10(2), 49– 64.