Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Desa

Sebelum terbentuk menjadi sebuah desa, Desa Latugho awalnya masih

bermakna kampung watumela sistem pemerintahan kala itu dipimpin oleh seorang

kepala kampung dengan nama lain “KI WATUMELA” yang artinya kepala/

pimpinan Watumela. Pemilihan pertama kali tahun 1968, ketika itu nama

kampung diganti dengan nama desa dan kepala kampung menjadi kepala desa.

Kepala desa pertama di Desa Latugho yaitu La Ode Mukhsin, Memerintah

dari tahun 1968 sampai 1970, kemudian digantikan La Ode Buto sebaga kepala

desa pelaksana sementara selama tiga bulan. Pengganti La Ode Buto Lanjutnya

yaitu La Ode Sulihingga tahun 1972.

Pada tahun 1972 penduduk desa Latugho dipindahkan oleh Pemerintah

dari kampung lama ke kampung desa latugho sekarang. Di Desa Latugho yang

baru kemudian desa latugho sekarang. Di desa latugho yang baru kemudian desa

di pimpin oleh La Ode abdul Karim sebagai kepala desa ke empat. Beliau

memimpin desa latugho dari tahun 1972 sampai tahun 2003 atau sekitar 31 tahun,

setelah Laode Abdul Karim di gantikan La Ode Piiga dari tahun 2003 sampai

tahun 2010, Selanjutnya digantikan oleh La ode Baru Tahun 2010 sampai tahun

2017 selanjutnya setelah itu digantikan La Lami, S.P sebagai pelaksana dari tahun

2017 sampai 2020. Selanjutnya melalui proses panjang untuk menduduki jabatan
kepala desa defenitif maka pemerintah mengadakan pemilihan serentak pada

tanggal 15 November 2019 pada saat itu dimenangkan oleh Amirudin, S.Pd

dengan masa tugas 2020-2026.

Tabel 4. 1 Daftar Nama Kepala Desa Latugho

No. Periode Nama Kepala Desa Keterangan

1. 1968-1970 La Ode Mukhsin DEFENITIF

2. 1970-1970 La Ode Buto PLT

3. 1970-1972 La Ode Suli DEFENITIF

4. 1972-2003 La Ode Abdul Karim DEFENITIF

5. 2003-2010 La Ode Piiga DEFENITIF

6. 2010-2017 La Ode Baru DEFENITIF

7. 2017-2020 La Lami, SP. PLT

8. 2020-2026 Amiruddin, S.Pd. DEFENITIF

1. Letak Geografis

Secara Geografis Desa Latugho termasuk wilayah dataran rendah. Letak

desa Latugho berada dibagian ibu kota Kecamatan Lawa adapun batasan desa

tersebut adalah :

Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Barangka


Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Watumela

Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Sawerigadi

Sebelah Barat Berbatasan dengan Latompe dan Kelurahan Wamelai

Desa Latugho terletak di kecamatan Lawa. Jarak tempuh dari desa ke ibu

kota kecamatan 2 kilo meter, dari Desa ke Ibu Kota kabupaten 19 kilo Meter, dari

desa ke ibu kota provinsi, Perjalanan darat 120 kilo meter, Perjalanan laut 4 jam,

dengan total luas wilayah keseluruhan Desa Latugho adalah : 5,15 km

Keadaan Topografi Desa Latugho dilihat secara umum merupakan daerah

dataran rendah, dengan potensi Pertanian, Perikanan Ikan Air Tawar, dan

Pariwisata. Beriklim sebagaimana desa-desa lain di Kabupaten Muna barat,dan

mempunyai iklim kemarau, pancaroba dan penghujan, hal tersebut mempunyai

pengaruh langsung terhadap perikanan masyarakat yang ada di Desa Latugho.

2. Keadaan Ekonomi

Wilayah Desa Latugho memiliki berbagai potensi yang baik.Potensi

tersebut dapat meningkatkan taraf perekomian dan pendapatan masayarakat.

Disamping itu lokasi yang relatif dekat dengan ibu kota kecamatan dan pusat
kegiatan perekonomian memberikan peluang kehidupan yang lebih maju dalam

sektor formal maupun non formal.

3. Keadaan Budaya

Pada bidang budaya ini masyarakat desa Latugho menjaga dan

menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat yang diwarisi oleh para leluhur, hal

ini terbukti masi berlakunya tatanan budaya serta kearifan lokal pada setiap

prosesi pernikahan, khitanan, panen raya. Lembaga yang paling berperan dalam

melestarikan dan menjaga tatanan adat istiadat dan budaya lokal ini adalah

Lembaga Adat Desa Latugho (LAD), lembaga ini masih tetap aktif, baik dalam

kepengurusan maupun dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

4. Demografi

a. Kependudukan

Desa Latugho terdiri dari 2 dusun diantaranya Dusun 1 dan Dusun 2

denganjumlah penduduk Jiwa atau KK, dengan perincian sebagaimana tabel

berikut:

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki – Laki 815

2. Perempuan 988

3. Kepala Keluarga 431


Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No. Umur (Tahun) Jumlah Penduduk

1. 0– 4 Tahun 124

2. 5 –14 Tahun 415

3. 15-39 Tahun 638

4. 40 – 46 Tahun 507

5. 65 Tahun Keatas 119

5. KeadaanPendidikan

Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat

kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan

tingkat pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan.

Tingkat kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya keterampilan

SumberDayaManusia. Dan pada gilirannya mendorong munculnya lapangan

pekerjaan baru. Dengan sendirinya akan membantu program pemerintah untuk

pembukaan lapangan kerja baru guna mengatasi pengangguran. Pendidikan

biasanya akan dapat mempertajam sistematika pikir atau pola pikir individu,

selain itu mudah menerima informasi yang lebih maju.


6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian penduduk di Desa Latugho Sebagian besar berada di

sektor Pertanian memegang peranan penting dalam bidang ekonomi masyarakat.

Data Menurut mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Petani 256 Orang

ASN 52 Orang

Pegawai Swasta 14 Orang

Wiraswasta/ Pedagang 45 Orang

POLRI 2 Orang

Bidan (Swasta/Honorer) 17 rang

4.2 Pembahasan

4.2.1 Makna Simbol Silat Muna Pada Masyarakat Suku Muna

Silat ewa wuna merupakan seni bela diri silat dengan teknik yang khas

dikabupaten muna silat ini menjadi bagian dari seni tari yang dikembangkan dari

generasi kegenarasi, silat khas muna ini memadukan antara gerakan seni dan bela

diri da;am paraktiknya ewa wuna dapar menggunakan senjata,keris

parang,tombak ataupun hanya dengan tangan kosong.permainan ini diiringi

dengan music rambi wuna


Seluruh pe,ain berusaha salimg meyerang akan tetapi terhalang oleh pemain

petombi (pemegang bendera)sehinga seluruh pemain terhindar dari bahaya.

Dalam segala lapisan kehidupan masyarakat muna kebiasaan ataupun tradisi yang

dilakukan setiap hari tumbuh menjadi identitas ataupun ciri khas dari masyarakat

tersebut. Hal ini kemudian menjadi seni yang memiliki daya tarik tersendiri, dari

setiap apa yang dipertontonkan oleh masyarakat tersebut mengajak kita

berkomunikasi dengan menunjukkan diri inilah kami. Mungkin itu gambaran

singkat tentang salah satu ciri khas masyarakat Suku muna ini, yaitu identitas diri

tentang silat muna.

Suku muna yang dikenal sebagai suku dengan kearifan local yang

memiliki keunikan ciri khas yang unik serata menarik. kini mulai

memperkenalkan tradisi yang mereka miliki sebagai bentuk persembahan dan

pengenalan pada masyarakat asli suku setempat (masyarakat muna) bahwa

inikami dan kita adalah saudara. Pada dasarnya gerakan-gerakan yang ada pada

silat muna, ini hampir sama dengan tarian walaupun ada perbedaan yang di

tunjukkan.

Silat muna biasa di persembahkan pada acara tertentu misal hajatan atau

nikahan. Masyarakat dengan penuh suka cita akan datang berbondong-bondong

menyaksikan persembahan ewa wuna ambilkan dibab 2

Sorak ramai dan antusias penonton sangat tergambar jelas di lihat dari

tepuk tangan masyarakat ketika para pesilat beradu kekuatan dan semua yang

hadir dalam proses pelaksanaan silat muna,ini ikut tegang karena pemain tidak

hanya dengan gerakan tangan dan kaki yang membentuk kuda-kuda saja tetapi
juga menggunakan badik, dalam tari ini. Masyarakatpun di buat takjub oleh

persembahan para pesilat, dan yang terlibatpun mulai dari kalangan dewasa,

remaja hngga anak-anak.

Silat muna ini kemudian menjadi tradisi dan warisan adat bagi masyarakat

Desa latugho yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi dan menjadikan itu

sebagai suatu identitas.

4.2.2 Teori Interaksi Simbol Pada Silat Muna (ewa wuna)

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis penelitian kualitatif dapat dilihat

bahwa makna silat muna ini yang kaitannya dengan teori interaksi simbolik

(George Herbert Mead) yang memiliki asumsi dasar bahwa kehidupan manusia

adalah komunikasi terutama lambang-lambang yang memiliki kunci dalam

memahami kehidupan sosial. Suatu lambang merupakan tanda, benda atau

gerakan yang secara social dianggap memiliki arti-arti tertentu.

Dari hal tersebut, interaksi simbolik dengan tiga konsep utamanya pikiran,

diri dan masyarakat sangat besar pengaruhnya bagi penelitian ini. Pada “pikiran”

misalnya, yang mana setiap individu dibekali dengan kemampuan berpikir yang

tercipta berdasarkan interaksi sosial. Interaksi yang terjadi antar individu dalam

pelaksanaan silat muna ini menuntun individu menggunakan kemampuan

berpikirnya apa makna dalam silat ini, serta memperoleh informasi dari interaksi
dan analisa otak dalam diri tentang syarat dan aturan dalam silat muna ini yaitu

syarat dalam berpakaian ataupun penggunaan aksesoris dalam silat ini.

Diri merupakan penilaian atau sudut pandang orang lain sehingga mampu

mengambil peran atau tindakan dalam silat ini. Contohnya ialah ketika individu

ikut menyaksikan silat muna ini serta melakukan interaksi dengan lingkungan dia

berada maka dengan sadar ikut terlibat dan masuk ke area silat tarsebut dan mulai

melakukan gerakan silat dan tidak hanya itu di dalam diri ini juga individu

menunjukkan perannya dengan tidak menggunakan pakaian yang tidak sesuai

dengan norma yang berlaku di masyarakat, kalaupun itu terjadi mereka dengan

kesadaran dirinya meminta maaf dan tidak mengulanginya lagi

Dan di masyarakat ketika individu mulai memahami makna dan simbol

akan gerakan silat muna , setiap individu sudah mampu memposisikan dirinya

sehingga mampu menciptakan pola-pola yang terangkai dalam kelompok

masyarakat yang saling bekerja sama dan memiliki kesamaan makna akan untuk

berani membela kebenaran atas diri, keluarga, dan tanah dimana kita lahir

Berdasarkan hasil penelitian dan juga yang telah di bahas dalam

pembahasan dapat diketahui bahwa makna simbolik yang terkandung ambil di bab

Tokoh teori interaksi simbolik antara lain :George Herbert Mead, Herbert

Blumer, William James, Charles Horton Cooley. Teori interaksi simbolik

menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi simbol. Manusia berinteraksi


dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna

atas simbol tersebut. Asumsi-asumsi: a). Masyarakat terdiri dari manusia yang

berinteraksi melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi. B). Interaksi

simbolik mencangkup penafsiran tindakan. Interaksi non simbolik hanyalah

mencangkup stimulus respon yang sederhana.

George Herbert Mead mengembangkan teori atau konsep yang dikenal

sebagai Interaksionisme Simbolik. Berdasar dari beberapa konsep teori dari

tokoh-tokoh yang mempengaruhinya beserta pengembangan dari konsep – konsep

atau teori-teori tersebut, Mead mengemukakan bahwa dalam teori Interaksionisme

Simbolik, ide dasarnya adalah sebuah symbol, karena simbol ini adalah suatu

konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat

dari kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dan dalam

proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali

dengan pemikiran.tambahkan

4.2.3 Makna Gerakan dalam silat muna (ewa wuna)

Delphi (2006) menyatakan bahwa gerak adalah perubahan atau peralihan

dari suatu tempat ke tempat yang lain. Maka dalam silat muna ini terdapat

perubahan posisi gerakan serta perubahan pada gerak tangan dan kaki. Dan dalam

tari ini tentu posisi badan, tangan dan kaki memiliki makna tersendiri yang terdiri

atas makna non verbal karena gerak yang dihasilkan menunjukkan simbol

tersendiri.

Dalam definis menurut George Herbert Mead kaitannya dengan teori

interaksi simbolik memiliki asumsi dasar bahwa kehidupan manusia adalah


komunikasi terutama lambang-lambang yang memiliki kunci dalam memahami

kehidupan sosial.Suatu lambang merupakan tanda, benda atau gerakan yang

secara social dianggap memiliki arti-arti tertentu

Yang menjadi jiwa dan karakter dalam sebuah silat ialah gerakan. Gerakan

yang diperlihatkan tentu syarat akan makna. Hidupnya suatu gerakan silat ialah

karena adanya gerakan yang tentu memiliki karakter sehingga ikut dirasakan oleh

siapapun yang melihatnya. Dalam silat muna , tentu memiliki ciri khusus dalam

setiap gerakannya, berbeda dengan gerakan pada umumnya yang mana terdapat

alur dan gerakan yang seirama dalam silat muna ini setiap pesilat menunjukkan

kualitas gerakannya karena dari itu dapat di lihat siapa yang lebih berkompeten

menjadi seorang kesatria.

Ada beberapa tahapan gerakan dalam silat muna yaitu:tambakn

1. Tahap Pertama

Pada tahap pertama ini seorang murid diharuskan untuk mempelajari seni bela diri

Ewa Wuna (Silat Muna) yang terdiri dari empat langka diantaranya:

a. Langkah Satu, dimana gerakan ini memasang kuda- kuda dengan baik serta

diiringi dengan jurus.

b. Langkah Dua, dimana gerakan ini Mengamati gerakan lawan dan mencari letak

kelemahan serta sambil melakukan serangan-serangan pukulan tangan diiringi

dengan kuda-kuda yang baik.

c. Langkah Tiga, dimana gerakan ini menyerang lawan/musuh serta melakukan

gerakan cepat yang dapat mencederai lawan.


d. Langkah Empat, dimana dalam gerakan langkah empat ini yang banyak

berperan adalah tangan dan kaki sementara posisi tangan di kepal kedalam terus

dilancarkan dengan pukulan lurus kedepan dan disertai dengan kaki membentuk

kuda-kuda yang berfungsi untuk mempertahankan posisi tubuh agar setiap

serangan yang akan dilakukan dapat dihindari dan melakukan pukulan lurus tepat

mengenai sasaran sehingga menjatuhkan lawan tanpa bergerak sedikitpun.

2. Tahap Kedua

Seperti halnya dalam tahap pertama, pada tahap kedua juga seorang murid

mempelajari seni bela diri Ewa Wuna (Silat Muna) terdiri dari empat gerakan

menyerang lawan diantaranya adalah :

a. Fokantibae Welalo (Sasaran Kedalam); Fokantibae welalo merupakan gerakan

menyerang yang berasal dari dalam, dimana dalam gerakan ini seorang pemain

seni bela diri Ewa Wuna (Silat Muna) akan melakukan serangan dengan

memasuki area lawan. Sasaran serangan ini adalah titik fital yang dianggap dapat

melumpuhkan musuh dalam satu kali serangan. Gerakan ini berupa pukulan lurus

kedepan yang dilapisi dengan gerakan langkah Empat sebagai pertahanan

mengantisipasi serangan dari lawan secara tiba-tiba.

b. Fokantibae Weluara (Sasaran Diluar); Sebagaimana halnya gerakan fokantibae

welalo dan fokantibae wesimbeli atau gerakan dari luar berupa pukulan lurus

kedepan samping atau luar lawan. Gerakan ini juga tetap dilapisi dengan langkah

empat sebagai mengantisipasi serangan lawan. Gerakan ini juga membutuhkan


peranan tubuh ketahanan posisi kaki yang kokoh agar pukulan dan serangan yang

dilakukan lebih kuat dan terarah.

c. Fokantibae Deputara Welalo be Weluara (Sasaran memuatar didalam dan

diluar); Sasaran memutar kedalam dan diluar ini merupakan gerakan kombinasi,

gerakan ini merupakan gerakan sulit yang dilakukan dalam setiap permainan silat

kampung. Gerakan ini merupakan gerakan lurus kedepan, pukulan pendek dengan

siku, pukulan pendek setelah lawan ditarik dengan posisi badan menghadap

kelawan dan menariknya kedepan lalu dilanjutkan lagi pukulan akhir.; Fokantibae

Dosowo be Dosuli Nekaletehano (Sasaran mundur dan menghindar dan kembali

kesasaran)

4.2.4 Makna Pakaian atau Aksesori yang dikenakan dalam pelaksanaan

silat muna (ewa wuna)

Pakaian dan Aksesoris dalam silat tidak lengkap rasanya jika tidak di

tambah dengan sentuhan pakaian atau kostum serta hiasan untuk memperindah

tampilan tersebut. dalam silat muna ini para pesilatnya diwajibkan untuk

menggunakan pakaian yang senada. Penggunaan kostum ini tergantung pada

situasi dan keadaan yang ada. Mulanya, berdasarkan hasi wawancara dengan

Bapak La ode fie beliau menuturkan bahwa:

“Dulunya pakaian yang kami gunakan dalam tari manca ini ialah serba hitam

yang melambangkan kelahiran kembali dan kehidupan. Karena sejarah adanya tari

manca ini pada waktu itu di suku kami ada seorang raja yang memimpin dan

mengharapkan kelahiran si pewaris tahta atau si buah hati, dan pada suatu malam

sang raja tertidur dan bermimpi ada seseorang yang menggerakkan tangannya dan
ia pun ikut menari dan ketika sang raja ingin menghampiri orang tersebut ia

terbangun oleh suara sang istri yang hendak melahirkan. Maka itulah hitam

dimaknai kelahiran kembali dan kematian, namun di zaman yang sekarang ini

masyarakat bebas memakai kostum apapun asal tetap sesuai dengan kaidah dan

norma yang berlaku di masyarakat dan bahkan di beberapa kegiatan lebih

Berdasarkan hasil wawancara saya, makna dari Pakaian dan aksesoris

dalam silat ini adalah sebagai pertanda kelahiran dan kematian, namun seiring

berkembangnya zaman makna dari pakaian ini sudah tidak lagi merujuk pada hal-

hal tertentu, tetapi lebih kepada pemaknaan subjektif, yang paling penting adalah

tetap sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat ungkap dari

laode fie”. Selain pakaian atau kostum yang digunakan tersebut terdapat juga

beberapa aksesoris sebagai pelengkap dalam ewa wuna ini yang tentu memilki

nilai dan makna tersendiri, ialah sebagai berikut:

a.. Bheta Wuna (Sarung Tenun)

Sarung Muna adalah sarung tradisional yang dibuat oleh masyarakat Muna di

Desa Bangkali Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, sarung Muna digunakan

sebagai pelengkappakaian bela diri. Sarung Muna dibuat melalui dua proses, yaitu
proses menyusun benang yang disebut hani/kasoro dan proses menenun untuk

menentukan motif pada kain yang dibuat. Pewarnanya menggunakan bahan alami

dan benangnya terbuat dari sutra dan kapas. Dalam silat tradisional Ewa Wuna,

sarung tenun Muna ini digunakan juga pada saat pelaksanaan pencak silat atau

Ewa Wuna(Wa Ode Ale Karena, Wawancara 7 Mei 2021).

b.. Keris/Badik

Keris dianggap sebagai benda warisan nenek moyang, maka keris juga dipandang

sebagai benda pusaka oleh masyarakat Muna khusunya di Desa Bangkali

Kecamatan Watopute Kabupaten Muna. Keris ini dibuat dengan sangat hati-hati

dan melalui proses panjang baik fisik material maupun mental spritual, karena itu

keris harus disimpan ditempat yang aman, agar keris tersebut tidak dimainkan

oleh anak-anak (La Ode Amirul Mukminin,Wawancara 2 Mei 2021).

Kemudian keris juga dapat dijadikan sebagai alat atau perlengkapan, misalnya

sebagai alat perlengkapan pencak silat atau Ewa Wuna yang dimainkan pada saat

acara pernikahan, katoba ataupun acara-acara yang berhubungan dengan silat

tradisoanal Ewa Wuna pada masyarakat Muna di Desa Bangkali Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna.

c. Kabulusi (Tombak)
Tombak menjadi salah-satu senjata yang digunakan dalam pementasan Ewa

Wuna. Tombak biasanya digunakan oleh 1-2 pemain dan selebihnya terkadang

menggunakan badik, parang dan senjata tajam lainnya ataupun dengan tangan

kosong. Penggunaan tombak dalam pertunjukkan Ewa Wuna dipercaya 51

berasal dari kepercayaan bahwa tombak adalah senjata/alat pertahanan prajurit

Kerajaan Muna.

f. Bandera (Bendera)

Dalam permainan silat Ewa Wunaatau pencak silat yang dimainkan saat pesta adat

harus ada dengan penengah, agar pada saat berlangsungnya silat Ewa

Wunabisateratur, suapaya yang memainkan silat tersebut tidak terjadi sesuatu hal

yang tidak diinginkan seperti terkena goresan benda tajam(keris) yang dimainkan.

Kemudian pemegang bendera atau penengah dalam permainan silat Ewa Wuna

bertindak adil dan tidak hanyut dalam emosi, bersikap tenang dan tidak tergesa-

gesa atau gugup dan harus konsentrasi (La Ode Safarudin,Wawancara 2 Mei

2021).

g. Pughuno Kalei (Batang Pohon Pisang)

Perlengkapan lainnya yang menjadi kebutuhan dalam pertunjukkan Ewa Wuna

yaitu batang pohon pisang. Batang pohon pisang dipersiapkan untuk dijadikan

sebagai objek yang akan dipotong yang biasanya akan dipotong setelah 3-5 kali

putar/lingkar. Salah satu pemain bertugas untuk menjaga pohon pisang dengan

memegang parang.
h. Nuhaa (Periuk/Belanga)

Wadah belanga/periuk menjadi syarat perlengkapan dalam pertunjukkan Ewa

Wuna yang diletakkan didekat batang pohon pisang. Belanga yang biasanya

terbuat dari bahan tanah liat akan digunakan setelah prosesi batang pohon pisang

telah ditebang/dipotong. Belanga akan ditombaknamun sebelum ditombak pesilat

akan beradu ketangkasan dengan lawan mainnya yang bertugas sebagai penjaga

pohon pisang dan belanga. Maksud tujuan pemecahan belanga tanah liat ini

berfungsi dan dipercaya sebagai penghilang rasa sakit bagi para pemain/pesilat

setelah bermain Ewa Wuna yang dilakukan oleh keturunan Kaomu/golongan

bangsawan Kerajaan Muna.

4.2.5 Makna Alat Musik yang dimainkan dalam Pelaksanaan silat muna

Tari tanpa alat musik tentu tidak begitu menarik untuk di tonton, yang

menjadi kekuatan dan hidupnya tari itu ialah musik sebagai pengiring yang

memperkuat karakter pemain dalam tari tersebut.Alat musik adalah instrumen

yang dibuat untuk menghasilkan musik.Dan alat musik yang digunakan dalam tari

ini ialah alat music tradisional yaitu gendang atau gandah, gong kecil yang biasa

masyarakat menyebutnya dengan kikinoh dan gong besar yang disebut agoh.

1. Ganda (Gendang)

Ganda merupakan alat musik yang digunakan dalam pementasan ewa Wuna.

Ganda terdiri dari bahan kayu, dan kulit binatang maupun dari rotan. Untuk

membuat alat musik ini di perlukan sebatang kayu besar suapaya tahan lama,

batang kayu ini dipotong sepanjang 50-80 cm. Kemudian potongan kayu tersebut
dilubangi, sehingga membentuk sebuah lubang dan di tutup dengan kulit kambing

atau kulit kerbau. Setalah itu diikat dengan rotan agar tidak terlepas dari batang

kayu tersebut. Ganda atau gendang ini juga digunakan pada saat pelaksanaan silat

tradisonal Ewa Wuna(Wa Ode Ale Karena,Wawancara 7 Mei 2021).

Untuk menegakan kulit penutup ganda, maka pada rotan yang melilit diujung,

diganjal dengan kuda-kuda dari kayu yang dibentuk sebagai pasak kayu. Kuda-

kuda itulah sebagai alat penyetel bunyi dari pada alat musik tersebut, dimana

makin tegang kulit penutupnya makin nyaring pula bunyinya. Biasanya ganda ini

dimainkan oleh seoarang pria dengan cara memukulnya, tidaklah secara

sembarang tangan, melainkan dengan suatu alat pemukul yang terbuat dari kayu

yang ujungnya dibalut dengan kain. Dalam silat tradisional Ewa Wuna, ganda ini

digunakan untuk mengiringi suatu pencak silat atau Ewa Wuna yang

dipertunjukkan.

Ganda akan dimainkan oleh seorang laki-laki dan perempuan mengikuti

irama Gong. Sehingga tidak heran apabila bunyi gong dangen gendang bertautan

maka akan terdengar bunyinya yang sangat bagus dan akan menarik

orang/masyarakat untuk datang ketempat pelaksanaan Ewa Wuna. Hal ini terbukti

pada saat penulis melakukan pengamatan pada salah satu acara hajatan di Muna.

Tua muda, laki perempuan ikut menyaksikan pertunjukkan ewa wuna.

Hal itu, kemudian dipertegas oleh Bapak Caidi (50 tahun)

beliau menuturkan bahwa:

“Yang menjadi penunjang peting dalam tari ini ialah iringin musik senada yang

membuat setiap yang mendengar akan ikut terlibat dalam pelaksanaan tari ini.
Dan untuk alat musiknya sediri tidak ada makna khusus di dalamnya, berbeda

dengan irama musiknya atau suara yang dihasilkan dari instrumen tersebut itu

sebagai pertanda atau panggilan bahwa di wilayah kami sedang ada tari manca. Di

daerah kami jika mendengar alunan gendang manca ini maka semua orang

berbondong- bondong untuk menyaksikan manca tersebut bahkan ikut terlibat

dalam pelaksanaan tarian ini”

Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa alat musik dalam tari

manca adalah sebagai pelengkap dan secara makna sebetulnya tidak ada, alat

musik ini hanya sebagai pengiringan dalam tari manca.

a. Mbololo (Gong)

Mbololo (gong) merupaaakan suaatu aalat musiak yanag sanagat paopuler di

daerahaMaunakhususnyadan Sulawesi Tenggara umumnya, dimaana baahan darai

alaat mausik ini teardiri daari kuninagan yang dipatri sedemikian rupa, sehingga

membentuk suatu taabung suaara yang berebentuk stenagah bulatan dan

merupakaan puasat daari alaat mausik terseabut dan dimaana abagian atasanya

sebagaai tabuhanya. Mbololo atau Gong ini yang digunakan pada saat pelaksanaan

silat tradisional Ewa Wuna Seabagai mana dikemukakan informan“bahwa salah

satu alat yang digunakan dalam pelaksanaan ewa wuna adalah Gong atau
mbololo. Gerakan ewa muna mengikuti bunyi ketukan dari alat music

mbololo.”(Mukminin,Wawancara 6 Mei 2021). Dalam pementasan ewa wuna alat

music mbololo yang digunakan berjumlah 2 biji yang diikat dan saling bertautan.

Gong ini di mainkan oleh satu orang pemain. Sementara itu pemain ewa wuna

akan mengikuti ketukan gerakannya berdasarkan bunyi gong.

4.2.6 Makna Komunikasi Verbal silat muna di desa latugho

Dalam penelitiaan ini seperti apa yang dijelaskan di atas yaitu gerakan,

pakaian dan alat musik merupakan bentuk kominkasi non verbal dalam penelitian

tsilat muna ini. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam silat muna

maka tidak lepas kaitannya dengan pesan atau komunikasi non verbal yang ada

dalam tari tersebut silat muna juga memiliki makna verbal di dalam proses

pelaksnaan tari tersebut. Komunikasi verbal menurut Muhammad (2005) adalah

komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik dinyatakan

secara lisan atau tulisan.

Dalam silat muna ini, tidak begitu banyak pesan-pesan yang disampaikan

baik secara lisan maupun tulisan, namun di beberapa kesempatan biasanya akan

ada salah seorang yang memandu atau sebagai prolog yang menjelaskan secara

singkat tentang silat muna ini dan dari hasil penilitian isi dari apa yang

disampaikan sebagai berikut:

“Kita yang terlahir sebagai anak laut dan sebagai suku Bajo yang tersebar di

seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, satu leluhur dan satu titah untuk

tetap mempertahankan ajaran leluhur kami dan warisan budaya yang orang tua

kami telah pertahankan dan ajarkan kami dahulu.Sebagai seorang Bajo kami
tidak hanya berani dalam menyelam di kedalaman tapi kami juga berani dalam

melawan pemberontak.”

Dan dalam penuturan tersebut dapat di ketahui bahwa pesan yang ingin

disampaikan ialah bahwa masyarakat muna merupakan orang yang tangguh dan

berani terhadap segala ancaman,

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara bersama narasumber

diketahui bahwa dalam silat muna ini terdapat pedang atau kris yang digunakan

dalam tari ini, sebelum menggunaka alat tersebut para tetuah adat sudah

membacakan sesuatu biasa disebut (baong maca doa) yang menurut kepercayaan

masyarakat ialah sebagai doa keselamatan agar pedang itu tidak melukai diri dan

lawan ketika sedang ber atraksi dalam ewa wuna ini. Hal itu juga dipertegas

dengan penjelasan Bapak La Ilalani (60 tahun) selaku tokoh adat di Desa Banu-

Banu Jaya, beliau menjelaskan bahwa:

“Ada doa yang disematkan dalam pedang itu yang isinya (Bismillah, Allah itu

kami ana’ umpu nu ma allau-allauna lama’ atau ullang ma di lao’ itu gagga ne

bertarung. Dadi petarung gagga piddah itu nggai mako’ aha ma pamalennag

sehe tapi ana munang kasalamatang manusia para”

Artinya:

“Bismillah, hari ini kami anak cucumu yang hari-harinya mengembara atau hidup

di lautan kini mampu bertarung, menjadi petarung kuat. Pedang ini tidak melukai

orang yang berkhianat tapi akan memberikan keselamatan bagi orang banyak”
Dari apa yang diampaikan bahwa pedang yang masyarakat Bajo menyebutnya

pedah sangat dipercaya masyarakat memiliki kekuatan dan pengaruh besar bagi

keselamatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai