Anda di halaman 1dari 30

Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship : Strategi

Pengembangan UMKM di Indonesia

Oleh :

Putri Eka Ayuni S. / H54100027


Riki Cahyo Edy / H14100100
Zulfi Mirza / H54100031

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


2013
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Karya Tulis : Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship :


Strategi Pengembangan UMKM di Indonesia :
Penulis : Putri Eka Ayuni S. / H54100027
Riki Cahyo Edy / H14100100
Zulfi Mirza / H54100031

Bogor, 2 Oktober 2013


Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ranti Wiliasih, SP.,MSi


NIP. 19770124 201012 2 001

i
KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, kami


memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-
Nya, dan berlindung kepada-Nya dari kejelekan jiwa-jiwa kami, dan dari setiap
perbuatan jelek yang telah kami lakukan. Kemudian sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarganya, sahabatnya, dan kepada pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Atas rahmat Allah, penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
“Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship : Strategi Pengembangan
UMKM di Indonesia”. Karya tulis ini disusun untuk diikutsertakan dalam Sharia
Paper Competition (SHAPEC) 2013 yang merupakan rangkaian dari Acara
SENSATION 2013 yang diselenggarakan oleh KSEI Universitas Gajah Mada.
Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kekurangan,
hal tersebut dikarenakan banyaknya keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh
karena itu, penulis terbuka dalam menerima kritik dan saran yang pembaca
sampaikan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................. 4
2.1 Karakteristik Ekonomi Islam................................................................................. 4
2.2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah .................................................................... 5
2.3 Koperasi dan Cooperative Entrepreneurship .................................................... 5
2.4 Lembaga Keuangan Syariah ............................................................................... 7
2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Percepatannya...................................................... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................................ 9
3.1 Jenis dan Sumber Data ........................................................................................ 9
3.2 Metodologi .............................................................................................................. 9
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................. 10
4.1 Permasalahan yang Dihadapi UMKM di Indonesia ........................................ 10
4.2 Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship (ICE) ................................. 12
4.3 Peran Model Integrated-Cooperative Entreprenuership dalam Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia............................................................................ 19
BAB V PENUTUP........................................................................................................... 22
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 22
5.2 Saran ..................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HDUP

iii
ABSTRACT

Development of Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) in


Indonesia is still facing various problems. Although MSME have a lot
contribution in the portion of the Gross Domestic Product (GDP) and plays
a role in employment, Indonesian MSME are still faced with a productivity
gap and inequality of role in GDP when compared to large enterprises.
The root cause is because the majority of MSME in Indonesia are still
doing traditional business, an individualistic, not integrated and
uncooperative. So this effect the emergence of other problems that must
be faced by MSME. Through this paper the author tries to present a model
of Integrated - Cooperative Entrepreneurship (ICE) to encourage the
performance of MSME in Indonesia became more cooperative and
integrated through cooperation scheme with other stakeholders, such as
government , financial institutions , and cooperatives . The method used in
preparing this paper is through qualitative approach. There is a wide range
of the data and theory as well as compiled form of concept and models. In
the end through this model is expected to help the growth and
development of MSME in Indonesia.

Keywords : development; Indonesia; Integrated-Cooperative


Entrepreneurship; MSME

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor
perekonomian yang marak diperbincangkan beberapa tahun belakangan. Sejak
krisis finansial melanda dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang, UMKM telah memperlihatkan kemampuannya untuk terus berjalan
dan berkontribusi bagi perekonomian. Tambunan (2009) menyebutkan, negara-
negara maju seperti Jepang, Prancis, dan Belanda telah menjadikan sektor
UMKM sebagai motor penggerak perekonomian negaranya, yaitu sebagai
pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres teknologi.
Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang menjadikan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai salah satu pilar perekonomiannya.
Sejak reformasi sistem keuangannya pada tahun 1958, tonggak utama
perekonomian Jepang adalah UKM. Jepang dapat mengubah struktur industri
yang awalnya dualistik (Usaha Besar dan UKM) dengan gap yang signifikan
menjadi struktur industri dengan sistem sub-kontrak antara usaha besar dan
UKM dan mulai mendorong UKM terintegrasi ke dalam ekonomi nasional dengan
pembagian kerja yang lebih efisien diantara mereka.
Untuk mengatasi masalah permodalan, pemerintah Jepang mendirikan
lembaga penjamin kredit guna membantu para pelaku UKM untuk
mengembangkan usahanya. Lembaga ini membantu menyediakan penjaminan
untuk memperoleh kredit dari bank bagi UKM. Hingga saat ini perkembangan
UKM tersebut menjadi fondasi perekonomian Jepang. Fondasi inilah yang
membuat perekonomian Jepang sangat kuat dan jauh dari distorsi ekonomi apa
pun (Sulisto,1997).
Saat ini UMKM memang mampu membuat ekonomi bertahan ketika krisis
ekonomi melanda dunia. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo
(2013) mengatakan, saat kondisi ekonomi turun dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) selalu bisa bertahan, namun bertahan saja tidak cukup.
Dalam dinamika globalisasi yang semakin cepat, potensi UMKM yang besar
untuk berkontribusi dalam percepatan ekonomi Indonesia harus dapat
dioptimalkan. Artinya pengembangan UMKM di Indonesia menjadi sebuah
keharusan. Keberhasilan Jepang dalam menerapkan konsep usaha yang
terintegrasi dan kooperatif dalam mengembangkan industri-indutsri pendukung

1
yang sebagian besar adalah UKM, patut dipelajari mengingat UMKM di Indonesia
pada umumnya kurang berkembang.
Kurang berkembangnya UMKM di Indonesia diindikasikan dengan
terjadinya ketimpangan peran UMKM dalam PDB dan kesenjangan produktivitas
antara UMKM dan usaha besar. Bangunan struktur usaha di Indonesia
berbentuk piramida dimana puncak piramida ditempati oleh usaha besar yang
jumlahnya hanya sekitar 0,01 persen dari seluruh unit usaha tetapi menguasai
42,06 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan UMKM yang jumlahnya
mencapai angka 99,99 hanya menguasai 57,94 persen PDB. Selain itu dalam hal
produktivitas, usaha besar memiliki produktivitas 26 kali lebih besar dibandingkan
usaha menengah, 469 kali lebih besar dari usaha kecil, dan 14.568 kali lebih
besar dari usaha mikro.
Tabel 1. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar di Indonesia tahun
2010 - 2011

Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja Kontribusi Terhadap


N Skala
(Unit) (Orang) PDB (Rp. Miliyar)
o Usaha
2010 2011 2010 2011 2010 2011
1 Mikro 53.207.500 54.559.969 93.014.759 94.957.797 2.051.878 2.579.388,4
2 Kecil 573.601 602.195 3.627.164 3.919.992 597.770,2 722.012,8
3 Menengah 42.631 44.280 2.759.852 2.844.669 816.745,1 1.002.170,3
4 Besar 4.838 4.952 2.839.711 2.891.224 2.602.369,5 3.123.514,6
Sumber : Kemenkop, 2013 (diolah)
Menurut Baga (2012) banyak hal yang menyebabkan UMKM di Indonesia
sulit berkembang dan akar dari permasalahan tersebut adalah masih
berpegangnya pelaku UMKM pada kegiatan kewirausahaan tradisional yaitu
dengan melakukan kegiatan usahanya secara individu tanpa membangun
jejaring bisnis. Dapat dikatakan UMKM di Indonesia belum terintegrasi dan belum
bersifat kooperatif. Keadaan iklim usaha yang individualis tersebut memicu
timbulnya masalah lain, diantaranya zero sum game antar UMKM karena
bersaing di pasar yang terbatas, lemahnya bargaining position UMKM terhadap
usaha besar, lemahnya kemampuan manajerial UMKM, tidak memiliki formalitas
usaha, serta terbatasnya permodalan karena dianggap belum bankable.
Tidak dapat dipungkiri Lembaga Keuangan Syariah seperti bank syariah
yang memiliki orientasi pada sektor riil pun belum sepenuhnya mampu
menyokong permodalan UMKM. Hanawijaya (2013) mengatakan bahwa faktor
prudentiality menjadi penyebab tidak semua UMKM mendapat pembiayaan dari
bank untuk menyokong permodalan. Hal ini dikarenakan bank dan lembaga

2
keuangan lain memiliki kriteria nasabah yang harus dipenuhi untuk menentukan
nasabah tersebut layak atau tidak layak. Solusi yang ditawarkan untuk UMKM
yang belum bankable adalah dengan menjalin kemitraan antar UMKM.
Memperhatikan keadaan diatas, menjadi suatu hal yang menarik untuk
menghadirkan suatu solusi bagi pengembangan UMKM di Indonesia melalui
model entrepreneurship yang lebih terintegrasi dan bersifat kooperatif
“Integrated-Cooperative Entrepreneurship” yang sesuai dengan prinsip ta’awun
dalam Islam. Kehadiran konsep ini diharakan daat mengoptimalkan UMKM di
Indonesia dengan melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, dan UMKM
secara terintegrasi untuk mencapai percepatan ekonomi Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
menuju percepatan ekonomi Indonesia 2025, diperlukan sebuah model
kewirausahan yang terintegrasi dan bersifat kooperatif guna mencapai aktivitas
usaha yang lebih efektif dan efisien. Terkait model Integrated-Cooperative
Entreprenuership sebagaimana diuraikan diatas, beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi dan dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia ?
2. Bagaimana implementasi model Integrated-Cooperative Entreprenuership
dalam pengembangan UMKM di Indonesia ?
3. Bagaimana model Integrated-Cooperative Entreprenuership berperan dalam
percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan
karya tulis ini adalah :
1. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia.
2. Memformulasikan model Integrated-Cooperative Entreprenuership yang
dapat diimplementasikan untuk mengembangkan UMKM di Indonesia.
3. Mengidentifikasi peran model Integrated-Cooperative Entreprenuership
dalam percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia

3
BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Karakteristik Ekonomi Islam


Ekonomi Islam memiliki beberapa kerakteristik menurut Chapra (2001).
Karakter tersebut antara lain:
1. Kesejahteraan ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh dan
laju pertumbuhan yang optimal. Jika sumber daya alam dan sumber daya
manusia digunakan secara efisien, maka pertumbuhan ekonomi akan tinggi.
Tetapi dalam ekonomi Islam, pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu sendiri,
bukan menjadi tujuan utama. Hal ini disebabkan karena kesejahteraan
material dalam Islam menghendaki:
a. Bahwa kesejahteraan material tak boleh dicapai melalui produksi barang
dan jasa yang dilarang syariah.
b. Tidak boleh memperlebar jurang ketimpangan antara yang miskin dan
kaya, artinya pertumbuhan eknomi harus disertai pemerataan.
c. Tidak boleh membahayakan generasi sekarang atau generasi mendatang
serta tidak boleh merusak lingkungan hidup.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya penting selama
ia memberikan full employment dan kelayakan ekonomi yang luas.
2. Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi kekayaan dan pendapatan yang
merata. Kebijakan moneter menurut ekonomi Islam bertujuan untuk
menciptakan keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan pendapatan bagi
seluruh rakyat dengan dasar persaudaraan yang universal.
3. Kebebasan transaksi dengan prinsip dasar kerelaan dan tidak ada pihak
yang dizalimi dengan didasari akad yang sah. Memperhatikan
kemashlahatan bagi semua pihak yang bertransaksi merupakan
pertimbangan mengapa diberlakukannya berbagai akad dalam ekonomi
Islam.
4. Kebersamaan dalam membangun perekonomian dengan prinsip ta’awun
yakni tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Pandangan
mengenai kesetaraan umat manusia dalam hal keduniaan menghilangkan
gap antar golongan kaya dengan golongan miskin. Pada akhirnya diharapkan
semua pihak dapat bersinergi untuk memberikan mashlahat sebanyak-
banyaknya bagi penduduk di dalam negeri hingga orang asing.

4
2.2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki konsep dan definisi
yang berbeda di tiap-tiap negara bahkan antara institusi satu dengan institusi
yang lain. Di Indonesia definisi UMKM diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Di dalam UU ini, kriteria yang
digunakan untuk membedakan antara usaha mikro, kecil, dan menengah adalah
nilai aset serta hasil penjualan tahunan (omset).
Tabel 2. Kriteria UMKM menurut UU No.20/2008
Aset Omset
Usaha Mikro < 50 juta < 300 juta
Usaha Kecil 50-500 juta 300 juta – 2,5 M
Usaha Menengah 500 juta – 10 M 2,5 M – 50 M

Selain menggunakan ukuran aset dan omset, sejumlah institusi


pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia memiliki
definisi tersendiri terkait UMKM. BPS selama ini menggunakan jumlah pekerja
sebagai ukuran pembeda antara usaha mikro, kecil, dan menengah. Menurut
BPS, usaha mikro adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap maksimal 4
orang, usaha kecil antara 5 hingga 9 orang pekerja, dan usaha menengah dari
20 sampai dengan 99 orang pekerja.
Bank Indonesia mendefinisikan UMKM dengan dua kriteria. Kriteria yang
pertama berdasarkan aset, omset, dan badan hukum. Kriteria yang kedua
berdasarkan kredit yang diterima oleh pengusaha. Usaha mikro adalah usaha
yang dapat menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan usaha kecil adalah
usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Lalu
usaha menengah adalah usaha yang dapat menerima kredit dari Rp 500 juta
hingga Rp 5 miliar.

2.3 Koperasi dan Cooperative Entrepreneurship


Kata koperasi berasal dari bahasa Inggris co-operation yang berarti
usaha bersama. Sedangkan menurut Undang-Undang Perkoperasian
No.25/1992 yang dimaksud dengan koperasi di Indonesia adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-seseorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

5
Dalam pelaksanaan kegiatannya, koperasi memiliki prinsip-prinsip yang
menjadi ciri khas dan membedakannya dengan badan usaha lain. Menurut pasal
5 UU No.25/1992 prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan koperasi, antara lain :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
a. pendidikan perkoperasian;
b. kerja sama antarkoperasi.
Menurut Subandi (2011) ada beberapa ciri-ciri koperasi yang dapat
ditinjau dari berbagai aspek. Dilihat dari segi pelakunya koperasi umumnya
beranggotakan orang-orang yang pada umumnya memiliki kemampuan ekonomi
yang terbatas, yang sukarela menyatukan dirinya dalam koperasi. Dilihat dari
tujuan usahanya, pada dasarnya koperasi bertujuan untuk memperjuangkan
kepentingan dan kesejahteraan ekonomi para anggotanya. Dan dilihat dari segi
hubungannya dengan negara, pada umunya koperasi sangat didukung oleh
pemerintah.
Konsep Cooperative Entrepreurship sendiri merupakan salah satu
impelementasi dari paradigma baru kewirausahaan kolektif yang merupakan
kombinasi dari talenta, energi, dan komitmen individual yang diintegrasikan ke
dalam suatu tim, dimana hal ini dapat memberikan nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan penjumlahan kontribusi individual (synergism).
Cooperative Entrepreurship atau dalam Bahasa Indonesia disebut
Kewirakoperasian adalah suatu sikap mental postitif dalam berusaha secara
koperatif, untuk mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko
dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama
(Hendar dan Kusnadi, 1990).
Wirausaha koperasi merupakan orang yang mempunyai kemauan dan
kemampuan dalam inovasi atau mendapatkan strategi bagi pengembangan
koperasi, sehingga diharapkan koperasi akan mempunyai keunggulan bersaing
dari badan usaha lain yang menjadi pesaingnya. Orang yang melakukan
kewirakoperasian disebut wirakoperasi. Wirakoperasi dapat dilaksanakan oleh
para anggota koperasi. Berkoperasi dapat menghilangkan wirausaha karena
anggotalah sebagai pelaksana wirausaha (Limbong, 2010). Karakteristik yang

6
harus dimiliki wirakoperasi adalah sikap kooperatif yang lebih menghargai
kebersamaan daripada keberhasilan individual.

2.4 Lembaga Keuangan Syariah


Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011,
Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif
dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan
Saudi Arabia (Grafik 1). Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan
indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non-bank
syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar,
maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam
beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi
kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat
tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat
(Alamsyah, 2013).

Gambar 1. Grafik Islamic Finance Country Index (IFCI,2011)


Secara umum, fungsi uang dalam Islam adalah sama dengan pandangan
awal yang dikemukakan oleh kaum klasik, yaitu alat untuk bertransaksi, satuan
hitung, penyimpan nilai, dan standar pembayaran yang tertunda. Filosofi fungsi
uang dalam ekonomi Islam adalah menekankan pada bagaimana uang dapat
berfungsi secara optimal untuk menggerakkan sektor riil dan mengabaikan
kemungkinan untuk dijadikan komoditas yang diperdagangkan melalui perilaku
spekulasi. Spekulasi dianggap kegiatan yang kontra produktif, sebab
peningkatan nilai tidak disertai dengan peningkatan produksi (Beik, 2012).
Konsep moneter Islam memandang bahwa uang sebagai flow concept,
yaitu media dalam menggerakan aktivitas ekonomi melalui fungsinya sebagai

7
alat tukar. Islam mendorong pemilik kekayaan berupa uang untuk berinvestasi
pada sektor produktif agar dapat memberikan keuntungan baik secara individual
maupun sosial. Dalam Islam, uang tidak boleh ditahan tetapi harus diinvestasikan
agar memberikan manfaat berupa peningkatan produksi barang dan jasa serta
memberikan keuntungan bagi pemilik modal dan menciptakan lapangan kerja
bagi orang lain, serta menggerakkan perekonomian. Hal tersebut akan lebih
efisien jika dilaksanakan dalam suatu lembaga profesional.

2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Percepatannya


Pertumbuhan ekonomi dalam ilmu ekonomi makro menjadi salah satu
tolok ukur dalam penilaian performa ekonomi suatu negara. Masyarakat dinilai
memiliki performa ekonomi yang baik, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat
tersebut cukup tinggi (Budiman, 1996). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tersebut dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan produksi nasional.
Dewasa ini pertumbuhan ekonomi ternyata tidak sepenuhnya mampu
menunjukkan penilian mengenai baik buruknya performa ekonomi suatu negara.
Kekayaan keseluruhan yang dimiliki, atau yang diproduksikan oleh sebuah
bangsa, tidak berarti bahwa kekayaan itu merata dimiliki oleh semua
penduduknya. Bisa terjadi, sebagian kecil orang di dalam negara tersebut
memiliki kekayaan yang berlimpah, sedangkan sebagian besar hidup dalam
kemiskinan. Hal ini bisa menimbulkan ironi.
Kita bisa mengunjungi sebuah negara yang tinggi PDBnya, namun
penduduknya miskin, tidak memiliki tempat tinggal, dan kedinginan pada musim
dingin. Memang ada orang yang sangat kaya, tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Orang-orang ini ibarat sebuah pulau kecil yang dikelilingi oleh samudra orang
miskin yang sangat luas. Kalau harta orang yang sedikit itu dijumlahkan dengan
harta milik orang miskin yang banyak, maka akan diperoleh PDB yang tinggi.
Asumsikan PDB yang tinggi itu terus meningkat tiap tahunnya secara
signifikan disebabkan orang-orang kaya tersebut memiliki produktivitas tinggi
dengan mengeksploitasi orang-orang yang miskin tersebut. Sementara itu orang
miskin yang jumlahnya banyak tidak meningkat kontribusinya terhadap
pembentukan PDB, bahkan berkurang. Dengan asumsi yang demikian, maka kita
katakan bahwa pertumbuhan tersebut tidak disertai dengan pemerataan. Hal ini
bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dalam ekonomi Islam.
Untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai keadilan
dalam distribusi, Islam mendorong kegiatan produktif dengan berbagai akad kerja

8
sama tanpa adanya eksploitasi. Pada kontrak kerja sama Islam, keadilan dalam
distribusi pendapatan dapat dilihat pada prinsip profit loss sharing atau lebih
dikenal dengan istilah bagi hasil. Dengan pola tersebut, pertumbuhan ekonomi
akan beriringan dengan pemerataan.
Adapun percepatan pertubuhan dapat dilakukan melalui pengoptimalan
berbagai macam komponen pertumbuhan. Diantaranya adalah dengan
memanfaatkan kerja sama ekonomi dengan negara lain. Selain itu, agar
percepatan ekonomi memiliki fondasi yang kuat, maka modal sebisa mungkin
didapatkan dari dalam atau mandiri. Pondasi yang kuat tersebut dapat
memanfaatkan fungsi intermediasi dari lembaga keuangan maupun menghimpun
modal dari para produsen dalam suatu lebaga koperasi yang akan
menggerakkan rakyat kecil untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini merupakan penelitian yang berdasarkan studi literatur dan
analisis penulis. Data dalam penulisan ini merupakan jenis data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang berasal dari selain obyek yang diteliti. Data
sekunder ini didapatkan dari skripsi, makalah, artikel, literatur kepustakaan, dan
media massa

3.2 Metodologi
Penulisan karya tulis ini menggunakan teknik analisis data deskriptif
kualitatif yaitu prosedur penulisan yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan
studi literatur berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data. Literatur-
literatur yang diperoleh penulis bersumber dari teksbook, penelitian terdahulu,
internet dan pendapat ahli sesuai topik. Proses analisa data dalam karya tulis ini
terjadi dalam beberapa tahap yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan
penyajian data.

9
BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Permasalahan yang Dihadapi UMKM di Indonesia

UMKM sulit
berkembang

SDM lemah dalam manajerial Sulit memperoleh kredit

Tidak punya akses ke lembaga


Belum memenuhi aspek legalitas
keuangan

Tidak punya akses pasar atas Keterbatasan pengetahuan


produknya teknologi dan sarana

Tidak terorganisasi dalam jaringan


dan kerjasama
(belum terintegrasi dan kooperatif)

Gambar 2. Permasalahan UMKM di Indonesia

UMKM di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.


Hanya saja UMKM di Indonesia saat ini masih berada pada posisi “kerdil” yang
menghadapi banyak masalah untuk berkembang. Banyak argumen yang
menyatakan bahwa penyebab utamanya adalah keterbatasan modal yang
didapatkan oleh UMKM. Akan tetapi jika dilihat pada masa sekarang sudah
banyak program pemerintah yang memberikan bantuan permodalan bagi UMKM
dan bisa dibilang program tersebut belum keseluruhan efektif dan efisien. Salah
satu hal yang menjadi akar permasalahan yang dihadapi UMKM adalah iklim
usaha UMKM yang masih bersifat tradisional yaitu dengan melakukan kegiatan
usahanya secara individu, belum terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama.
Dengan kata lain UMKM di Indonesia belum kooperartif dan terintegrasi dengan

10
baik. Adapun masalah-masalah lain yang kemudan timbul akibat belum
kooperartif dan terintegrasinya UMKM, diantaranya :
1) Terbatasnya akses pasar
Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum
dihadapi oleh UMKM adalah persaingan, baik di pasar domestik dari produk-
produk serupa dengan usaha besar, maupun dengan produk impor. UMKM
yang menjalankan usaha tanpa terorganisasi dalam kemitraan atau jaringan
kerjasama memiliki bargaining position yang lemah terhadap usaha besar. Hal
ini juga mengakibatkan zero sum game antar UMKM karena bersaing di pasar
yang terbatas. Artinya ada UMKM yang mengeluarkan biaya untuk profit yang
diterima oleh UMKM lainnya. Oleh karena itu UMKM yang tidak terorganisir
dalam jaringan kerjasama akan sulit berkembang.

2) Terbatasnya akses ke lembaga keuangan dan sulit mendapat kredit


Banyaknya jumlah kredit perbankan tidak menjamin terpenuhinya
kebutuhan finansial UMKM. Hal ini disebabkan oleh sejumlah alasan, di
antaranya adalah faktor prudentiality perbankan yang menetapkan standar
feasible dan bankable bagi nasabah. Dan kedua hal ini sulit untuk dipenuhi
oleh sebagian besar UMKM di Indonesia yang masih bersifat tradisional
(sendiri-sendiri dan tidak kooperatif). Selain itu ketidaktahuan pelaku UMKM
terhadap skim-skim perkereditan serta persyaratan kredit yang terlalu berat
menjadi faktor lain yang mengakibatkan terbatasnya akses UMKM terhadap
lembaga keuangan. Pada akhirnya UMKM menghadapi permasalahn dalam
aspek finansial, baik berupa mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja
investasi serta finansial jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil.

3) Lemahnya aspek legalitas usaha


Sebagian besar pelaku UMKM di Indonesia mengabaikan aspek legalitas
dan formalitas usahanya semisal NPWP UKM, TDP UKM, SK Domisili UKM
dengan alasan untuk terlebih dahulu fokus pada peningkatan kinerja usaha,
sehingga aspek legalitas belum menjadi prioritas utama. Hal ini juga menjadi
salah satu penyebab sulitnya UMKM untuk mendapatkan kredit usaha dari
lembaga keuangan seperti bank yang merupakan Well Regulated
Organization (Organisasi yang telah tertata secara baik aturan mainnya).

11
4) Keterbatasan pengetahuan, informasi, dan teknoloogi
Sebagian besar UMKM masih menggunakan teknologi sederhana dan
mesin-mesin yang manual. Keterbatasan teknologi ini mengakibatkan
rendahnya produktivitas dan efisiensi serta rendahnya mutu produk yang
dihasilkan. Keterbatasan teknologi ini disebabkan pada beberapa faktor,
diantarnya adalah keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin
baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi baru, serta
keterbatasan pengetahuan SDM UMKM dalam mengoperasikan mesin-mesin
baru serta melakukan inovasi dalam proses produksi.

5) Keterbatasan SDM
Keterbatasan SDM menjadi masalah serius yang dihadapi banyak
UMKM. Mengingat SDM merupakan faktor penentu dari semua aspek usaha,
baik aspek manajemen, teknik produksi, pengembangan usaha, pengendalian
dan pengawasan mutu, teknik pemasaran, dan akuntansi usaha. Semua
keahlian ini dibutuhkan guna mencapai produktivitas optimal, meningkatkan
efektivitas dan efisiensi usaha, serta memperluas pangsa pasar guna
mengembangkan usaha.

4.2 Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship (ICE)


Sebagaimana diketahui pada bab sebelumnya, bahwa yang dimaksud
dengan cooperative entrepreneurship adalah suatu sikap mental positif dalam
berusaha secara koperatif, untuk mengambil prakarsa inovatif serta keberanian
mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan
bersama (Hendar dan Kusnandi: 1990). Wirausaha koperasi merupakan orang
yang mempunyai kemampuan dan kemauan dalam inovasi atau mendapatkan
strategi bagi pengembangan koperasi, sehingga diharapkan koperasi akan
mempunyai keunggulan bersaing dari badan usaha lain yang menjadi
pesaingnya.
Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship (ICE), kemudian merujuk
pada suatu skema kegiatan usaha bersama oleh pelaku UMKM yang memiliki
tujuan yang sama yakni peningkatan kesejahteraan, disertai langkah-langkah
pengembangan usaha secara sistematis dan bertahap. Pelaku UMKM secara
serentak melakukan usaha dan menanggung risiko bersama untuk mencapai

12
peningkatan kesejahteraan tersebut dalam suatu koperasi. Adapun kegiatan
usaha bersama ini telah lama diusulkan oleh Bapak Koperasi Indonesia,
Muhammad Hatta sejak tahun 1932 dalam banyak tulisannya, bahwa bangun
usaha yang paling cocok untuk perekonomian Indonesia adalah koperasi.

KEMENKOP DAN UMKM BANK INDONESIA

UMKM UMKM UMKM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

KOPERASI UMKM TAHAP PERSIAPAN

TAHAP EFISIENSI

AKUMULASI
MODAL TAHAP PENGEMBANGAN

PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Dukungan Regulasi
Arus Modal
Feedback

Gambar 3. Skema Model ICE

Sebagaimana dapat dilihat dalam bagan, Model ICE melibatkan tiga


unsur yang berinteraksi, yakni pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan
UMKM. Kaitannya pada perekonomian secara makro, terutama untuk melihat
pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan demand-suply terdapat satu unsur
lagi yang menjadi variabel penting yakni masyarakat sebagai konsumen. Namun
pembahasan tersebut akan menjadi luas sehingga pembahasan yang

13
mencangkup variabel konsumen dapat dijadikan topik pada kesempatan
penulisan karya ilmiah berikutnya.
Penjelasan pertama pada bagan di atas adalah pada unsur pemerintah.
Dalam ekonomi Islam, pemerintah memainkan peran dalam hal menciptakan dan
menjaga iklim perekonomian agar tetap stabil dan bergerak kearah
kemashlahatan bagi seluruh rakyat. Pada sejarah Islam, dijumpai bahwa
akuntabilitas (tanggung jawab) pemerintah di hadapan rakyat adalah sesuatu
yang diperlukan dalam menunaikan tugas-tugasnya bagi kesejahteraan rakyat.
Kurangya akuntabilitas pemerintah tersebut dapat memunculkan penyakit yang
merusak keadilan dan pertumbuhan ekonomi (Chapra, 2001).
Dalam Model ICE, pemerintah, dalam hal ini Kemenkop dan UMKM, perlu
melakukan dorongan agar UMKM dapat berintegrasi dalam suatu lembaga
koperasi. Kemenkop dan UMKM harus berani melakukan strategi “jemput bola”
dengan datang secara langsung kepada UMKM, melakukan sosialisasi serta
mengumpulkan UMKM berdasarkan jenisnya untuk kemudian mendorong agar
UMKM tersebut berkoperasi. Dengan asumsi UMKM akan menerima dorongan
tersebut dan berkoperasi, maka pemerintah harus memudahkan birokrasi untuk
legalitas koperasi UMKM tersebut. Selanjutnya Kemenkop dan UMKM
mengusulkan kepada pemerintah pusat agar kebijakan fiskal nanti mendukung
koperasi UMKM dengan mengalokasikan bagian untuk koperasi UMKM. Dana
tersebut dapat disalurkan untuk koperasi UMKM secara langsung dengan
menghibahkannya maupun secara tidak langsung melalui pelatihan dan
pendidikan dasar koperasi.
Bank Indonesia beserta OJK perlu bekerja sama dalam menentukan
regulasi bagi lembaga keuangan syariah, baik bank maupun non bank, agar
pembiayaan terhadap koperasi UMKM dapat dioptimalkan. Regulasi yang dapat
dibuat misalnya dengan menentukan prosentase minimun bagi lembaga
keuangan syariah yang harus dialokasikan untuk koperasi UMKM. Dengan peran
pemerintah ini diharapkan masalah usaha yang bersifat individualisme,
formalitas/legalitas usaha, dan masalah permodalan pada UMKM dapat diatasi.
Pembahasan kedua adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi
UMKM. Pembahasan ini dibagi atas empat sub pembahasan yaitu kegiatan
akumulasi modal mandiri, tahap persiapan, tahap efisiensi, dan tahap
pengembangan:
1) Akumulasi Modal Mandiri

14
Kegiatan “simpan” dalam koperasi merupakan kegiatan utama.
Koperasi UMKM beranggotakan para pelaku UMKM yang memiliki
kemampuan ekonomi yang terbatas, karena itu mereka melakukan kegiatan
penyimpanan modal secara berkala sesuai dengan kemampuan tersebut.
Simpanan tersebut terbagi menjadi tiga jenis, yaitu simpanan pokok,
simpanan wajib dan simpanan sukarena. Simpanan pokok adalah sejumlah
modal yang dialokasikan UMKM dalam koperasi di awal sebagai prasyarat
UMKM tersebut menjadi anggota koperasi UMKM. Simpanan wajib
dialokasikan secara rutin dan kontinu. Sementara simpanan sukarela dapat
diberikan setiap waktu. Akumulasi modal dari simpanan tersebut dapat
digunakan untuk pembiayaan bagi UMKM dengan akad-akad dalam ekonomi
syariah.
Kelebihan dari akumulasi modal dengan simpanan ini adalah UMKM
dapat menjadi mengembangkan diri secara mandiri. Adapun modal dari luar
dalam bentuk pembiayaan atau penyertaan dibanding modal dari dalam
koperasi, secara prinsip koperasi harus lebih banyak modal dari dalam di
banding dari luar. Jika dibandingkan dalam prosentase maka modal dari
dalam tidak boleh kurang dari 51% dan modal dari luar tidak lebih dari 49%.
Dalam Islam kemandirian dapat diartikan sebagai usaha sekuat
tenaga untuk tidak menjadi benalu bagi siapapun, namun tetap menjadikan
Allah Swt sebagai tempat berharap dan meminta pertolongan. Termasuk
dalam hal permodalan pada koperasi UMKM, Islam pun mendorong agar
usaha dilakukan dengan mandiri. Lebih dalam lagi, ekonomi Islam
mendorong agar pelaku usaha dapat mandiri dan bermanfaat bagi
masyarkat. Upaya untuk menjadikan koperasi yang mandiri menjadi landasan
kegiatan akumulasi modal mandiri untuk kemudian disalurkan ke UMKM.
Dalam praktiknya, akad pembiayaan LKS paling cocok untuk
mendukung akumulasi modal mandiri bagi koperasi UMKM adalah
musyarakah mutanaqishah. Dengan akad ini akumulasi modal mandiri dapat
dioptimalkan sebab di akhir periode transaksi seluruh modal berpindah
kepemilikannya menjadi milik koperasi UMKM. Adapun skema kerjasama
antara LKS dengan koperasi UMKM sebagai berikut.

15
LKS KOPERASI UMKM

WIRAKOPERASI

Gambar 4. Skema Akad Musrakah Mutanaqisah

Akad Musyarakah
Implementasi Mutanaqishah
dalam operasional LKS adalah merupakan kerjasama
antara LKS dengan koperasi UMKM untuk pengadaan modal. Modal tersebut
menjadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai
kontrak kerjasama yang disepakati. Selanjutnya koperasi UMKM akan
membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh LKS.
Perpindahan kepemilikan dari porsi LKS kepada koperasi UMKM seiring
dengan bertambahnya jumlah modal koperasi UMKM dari pertambahan
angsuran yang dilakukan koperasi UMKM. Ketika angsuran berakhir maka
modal tersebut sepenuhnya menjadi milik koperasi UMKM. Penurunan porsi
kepemilikan LKS terhadap modal berkurang secara proporsional sesuai
dengan besarnya angsuran. Selain angsuran tersebut koperasi UMKM
memberikan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada
awal akad.
Melalui modal yang terkumpul dari dalam maupun dari pembiayaan
LKS tersebut koperasi UMKM dapat memberikan modal usaha bagi para
wirakoperasi. Memang tidak langsung semua wirakoperasi dapat menikmati
tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Tetapi secara bertahap
wirakoperasi dalam jangka panjang akan menikmati berbagai peningkatan,
diantara peningkatan skala usaha, pendapatan, hingga kesejahteraan.
Seiring proses akumulasi modal, wirakoperasi melakukan kegiatan produktif.

2) Tahap Persiapan
Tahap selanjutnya merupakan tahap persiapan yang penekanannya
terdapat pada upaya perbaikan manajerial. Objek perbaikan manajerial
terdapat pada manajemen koperasi UMKM dan manajemen UMKM itu
sendiri. Setelah perbaikan manajerial dilakukan, diharapkan baik SDM
maupun kelembagaan koperasi UMKM tersebut dapat menerapkannya agar

16
usaha yang dilakukan semakin efisen dan dapat berkembang. Adapun
perbaikan manajerial ini sedikitnya harus meliputi:
a. Pengetahuan mengenai orientasi bisnis yang tidak sekedar sebagai
untuk bertahan hidup, namun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan
dengan bermanfaat bagi orang lain melalui kegiatan yang produktif oleh
para wirakoperasi. Dalam suatu masyarakat harus ada yang dapat
menyediakan barang-barang kebutuhan. Menyediakan barang-barang
kebutuhan masyarakat merupakan fardhu kifayah dalam perspektif
ekonomi Islam. Pengetahuan tentang orientasi bisnis tersebut juga harus
dilengkapi dengan dorongan untuk memproduksi barang-barang yang
dapat bersaing kualitasnya di pasar. Hal ini didasari perintah Islam untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabikul khairat). Pencapaian ke arah
peningkatan tersebut dilakukan bersama-sama dalam wadah koperasi,
berakar dari nilai tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Satu
hal penting lagi adalah bahwa dalam mencapai tujuan ini, wirakoperasi
didorong agar dapat tetap konsisten atau istiqamah dalam menapaki
tahapan demi tahapan pencapaian tersebut.
b. Setelah mengetahui orientasi bisnis, barulah para wirakoperasi itu
diberikan berbagai pendidikan dan pelatihan. Materi yang dapat
diberikan dapat berupa manajemen bisnis, efisiensi produksi, manajemen
kelembagaan, pencatatan keuangan, rencana pengembangan usaha, dan
marketing. Islam mengajarkan agar umatnya melakukan segala sesuatu
secara rapih dan terencana. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, ”Sesungguhnya Allah sangat
mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan
secara itqan (tepat waktu, terarah, jelas dan tuntas)”. Selain itu
perencanaan merupakan bagian dari persiapan seorang muslim untuk
menghadapi hari esok sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an
surat Al-Hasyr ayat 18, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

3) Tahap Efisiensi
Tahap efisiensi adalah tahap penerapan materi yang di dapat dalam
tahap persiapan dengan menggunakan modal yang telah tersedia dari

17
koperasi. Salah satu contoh riil yang dapat dilakukan, misalnya dalam hal
efisiensi produksi, adalah dengan membeli faktor produksi secara kolektif
melalui koperasi UMKM. Sebagaimana dijelaskan diawal, koperasi UMKM
yang terbentuk beranggotakan pelaku UMKM yang sejenis atau memiliki
kesamaan usaha. Dengan membeli secara kolektif, harga faktor produksi
yang diterima dapat lebih rendah dibanding membeli sendiri-sendiri. Ber-
koperasi menyebabkan bergaining position wirakoperasi lebih kuat.
Tahap efisiensi merupakan tahap yang esensial dan cukup
menentukan bagi para co-operative entrepreneur dalam koperasi UMKM
untuk melangkah ke tahap pengembangan. Keberhasilan dalam mencapai
efisinsi usaha akan menjadi pendorong semangat para wirakoperasi untuk
menapaki tahap pengembangan usaha. Semangat tersebut dapat
mempengaruhi para pelaku UMKM lain untuk melakukan hal serupa
sehingga meningkatkan kecepatan masa pertumbuhan UMKM di Indonesia.

4) Tahap Pengembangan
Setelah efisiensi sumber daya manusia dan modal di optimalkan,
wirakoperasi memasuki tahap pengembangan. Pengembangan usaha
wirakoperasi diperlukan untuk menghadapi dinamika usaha yang
persaingannya semakin ketat. Mengingat berbagai kebijakan perdagangan
bebas yang meramaikan pasar domestik dengan produk impor, maka
pengembangan usaha harus mampu menghadirkan produk yang kreatif yang
mampu bersaing dengan produk impor tersebut. Dengan usaha yang
dijalankan bersama dalam lembaga koperasi, hal tersebut bukan lah hal yang
mustahil untuk dilakukan.
Beberapa cara pengembangan koperasi UMKM ini adalah melakukan
marger, bekerjasama dengan usaha besar dengan pola inti plasma
pengadaan alat produksi yang berbasiskan teknologi, mengunjungi koperasi
yang telah maju di dalam dan luar negeri, hingga membuat sarana dan
prasarana produksi kreatif (misalnya gerobak dan etalase) secara masal
untuk wirakoperasi. Selain itu koperasi UMKM dapat bermitra dengan usaha
besar, lembaga keuangan syariah, dan koperasi lainnya untuk membentuk
jejaring usaha. Skala usaha menjadi besar dan produksi semakin efisien.
Kegiatan-kegiatan dalam Model ICE berdasar pada nilai-nilai ekonomi
Islam. Akad-akad transaksi yang Islami dalam model ini masih dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan para

18
wirakoperasi. Hal tersebut membuat Model ICE memiliki sifat fleksibel. Model ICE
juga mendorong adanya sinergi antara ketiga unsur pelaku ekonomi yakni
pemerintah, produsen (UMKM), dan lembaga keuangan syariah.
Indonesia dengan UMKM yang menembus angka 99% dari unit usaha
yang ada, melalui Model ICE diharapkan mampu mewujudkan percepatan
pertumbuhan ekonomi. Adapun pertumbuhan yang dihasilkan dengan Model ICE
ini akan disertai pemerataan distribusi pendapatan, penguatan bergaining
position bagi UMKM, penguatan lembaga koperasi yang berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

4.3 Peran Model Integrated-Cooperative Entreprenuership dalam


Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang
dicerminkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) selalu menunjukkan angka
yang positif. Hal ini merupakan hasil yang positif dimana perekonomian dunia
sedang mengalami krisis sejak tahun 2008 akibat subprime morgage yang
terjadi di Amerika Serikat yang berdampak global dan perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia pada tahun 2012 menduduki peringkat
2 dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi setelah China. Melalui pertumbuhan
ekonomi yang terus menunjukkan angka positif tersebut, berdasarkan penelitian
dari McKinsey Global Institute (MGI) terkait The Archipelago Economy :
Unleashing Indonesia’s Potential, diramalkan pada tahun 2045 Indonesia
menduduki peringkat 7 besar perekonomian dunia.

Gambar 5. Grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008-2012


(BPS, diolah)

19
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi
Indonesia disusun oleh beberapa faktor yang memberikan kontribusi terbesar
yaitu faktor konsumsi masyarakat (C) yang tinggi dan faktor investasi (I) yang
terus meningkat. Selain 2 faktor terbesar tersebut 2 faktor yang lain juga
menyumbang kontribusi dalam pertumbuhan PDB yaitu faktor pengeluaran
pemerintah (G) dan net ekspor (Nx). Sisi negatif dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia adalah masih mendominasinya kontribusi konsumsi dalam
penyusunan PDB. Hal tersebut menunjukkan masyarakat Indonesia sangat
konsumtif, selain itu faktor investasi dan net ekspor masih menjadi kendala
pemerintah dalam meningkatkan tingkat kontribusinya dalam susunan PDB
Indonesia.

Gambar 6. Komponen C,I,G,dan NX terhadap Pembentukkan PDB tahun 2008-2012


(BPS, diolah)
Menurut Partomo dan Soejoedono yang dikutip dari Anderson (1987),
kesimpulan dalam berbagai kajian UMKM adalah pertama, pertumbuhan
ekonomi yang sangat cepat sebagaimana yang terjadi di Jepang, telah dikaitkan
dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan tenaga kerja di
Amerika Serikat sejak perang dunia kedua sumbangan UKM ternyata tidak bisa
diabaikan. Hal tersebut juga dapat terjadi di Indonesia mengingat UMKM
Indonesia telah berperan sebagai penopang perekonomian Indonesia. BPS
mencatat pada tahun 2012 99,99% usaha di Indonesia berapa sektor mikro,
kecil, dan menengah. Oleh karena itu diperlukan strategi dalam mendukung
UMKM di Indonesia. Salah satu solusi dalam menumbuh kembangkan UMKM di
Indonesia adalah melalui model Integrated-Cooperative Entrepreneurship.
Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship membantu UMKM dalam
mengembangkan skala usaha melalui konsep berjamaah dalam sebuah wadah

20
koperasi antar UMKM. Konsep berjamaah merupakan suatu perintah yang
tertuang dalam Al Qur’an yaitu pada surat As-Saff ayat ke empat yang artinya :
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh” (QS.61:4). Secara jelas diperintahkan oleh Allah SWT untuk
berjamaah karena aktivitas untuk memudahkan pelakunya mendapatkan apa
yang diinginkan.
Konsep berjamaah dalam model Integrated-Cooperative
Entrepreunership mendorong UMKM dalam menggabungkan potensi-potensi
pasar setiap UMKM yang tergabung dalam koperasi sehingga memiliki pangsa
pasar yang lebih besar. Melalui wadah koperasi juga berdampak pada efesiensi
dan produktivitas produksi, mempermudah dalam menetapkan standar mutu
produk, dan mempermudah lembaga keuangan syariah dalam pemberian
pembiayaan.
Pemerintah melalui kemenkop bertugas membuat rencana jangka
pendek, menengah, dan panjang dalam pengembangan UMKM sebagai agen
utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan otoritas moneter dalam hal
ini Bank Indonesia yang juga bertugas dalam menentukan arah kebijakan
perbankan maka memiliki andil dalam menjalankan tugas pembuatan regulasi
dan pengawasan persentase minimum yang harus diberikan oleh perbankan
dalam pembiayaan terhadap sektor UMKM.
Konsep berjamaah dalam model Integrated-Cooperative
Entrepreneurship adalah wujud dari tujuan penciptaan manusia yaitu sebagai
hamba dari Allah SWT dan sekaligus menjadi pemimpin yang bertugas
memakmurkan bumi. Saling keterkaitan antara UMKM, pemerintah, dan LKS
yang saling mendukung, membutuhkan, dan menguntungkan ini pada akhirnya
diharapkan dapat memacu pertumbuhan jumlah UMKM dan kontribusinya
terhadap GDP sebagai salah satu komponen dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

21
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
UMKM di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
Akan tetapi perkembangan tersebut terhambat oleh beberapa kendala, salah
satunya adalah tidak terorganisirnya UMKM di Indonesia dalam suatu jaringan
usaha. Model ICE merupakan implementasi aktivitas bisnis yang lebih kooperatif
dan terintegras melalui kerjasama antara UMKM dengan beberapa stakeholder
lain seperti pemerintah, lembaga keuangan, dan koperasi.
Dalam model ICE pemerintah mendorong UMKM untuk membentuk
koperasi UMKM dan mendorong lembaga keuangan untuk memberikan
pembiayaan umkm melalui koperasi UMKM. Kemudian koperasi UMKM tersebut
akan memasuki tahap akumulasi modal mandiri; tahap persiapan yaitu perbaikan
manajerial; tahap efisiensi usaha dan; tahap pengembangan usaha. Dengan
model ICE tersebut UMKM di Indonesia dapat dikembangkan dengan optimal
hingga mampu meningkatkan kesejahteraan pelakunya.

5.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam pembuatan kebijakan agar
lebih serius dalam mencanangkan program-program yang mendukung
perkembangan UMKM di Indonesia, terutama upaya “jemput bola” dalam
penyuluhan dan pengintegrasian UMKM yang masih bekerja secara individual.
2. Bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Salah satu kendala UMKM adalah kesulitan dalam mendapatkan bantuan
pembiayaan dari LKS. Oleh karena itu, khususnya kepada LKS yang bergerak
dalam pembiayaan syariah agar dapat memberikan porsi yang lebih besar
dalam penyaluran pembiayaan kepada sektor UMKM, dengan pola ICE
diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah penyaluran
pembiayaan tersebut.
3. Bagi Pelaku UMKM
Kesuksesan program ICE sangat ditentukan oleh pelaku UMKM sendiri. Oleh
karena itu, diharapkan pelaku UMKM dapat menjaga ukhuwah islamiyah,
profesionalitas, dan turut mengawasi penggunaan bantuan pembiayaan dari
LKS, karena potensi moral hazard sangat mungkin terjadi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2012-2012.


Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia: Jakarta.
Hubeis, Musa. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Ghalia
Indonesia:Bogor.
Huda, Nurul, et al. 2008. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis, Kencana:
Jakarta.
Kementrian Koperasi dan UMKM, 2011-2012
Limbong, Bernard.2010. Pengusaha Koperasi. Margartha Pustaka:Jakarta.
Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana: Jakarta
Partomo, Titik dan Soedjono, Rahman. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah
dan Koperasi.Ghalia Indonesia:Bogor.
Thoha, Mahmud, et al.2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. Pusat
Penelitian Ekonomi-LIPI:Jakarta.
http://www.fimadani.com/nilai-nilai-manajemen-syariah-dalam-perusahaan/
http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/59/10
http://konsultasimuamalat.me/tag/diminshing-musyarakah/
http://www.bin.go.id/wawasan/detil/169/3/02/12/2012/proyeksi-indonesia-
menjadi-negara-maju-dan-kuat-2030
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : Putri Eka Ayuni S.


Tempat Tanggal Lahir : Kotaagung, 11 Agustus 1992
Alamat Lengkap : Pondok An-Nur Kp.Leuwikopo RT 02/02 Babakan
Dramaga, Bogor, Jawa Barat
Riwayat Pendidikan :
- 1996-1998 : TK Dharmawanita Kotaagung
- 1998-2004 : SDN 2 Kuripan Kotaagung
- 2004-2007 : SMPN 1 Kotaagung
- 2007-2010 : SMA Al-Kautsar Bandar Lampung
- 2010-sekarang : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah
Karya tulis yang pernah dibuat :
“A Proposed Model of Zakat Distribution in Supporting Regeneration of
Agricultural Sector”. Ditulis bersama Nur Azizah dan Galishia Putry.
Dipresentasikan dalam 2nd International Conference on Islamic Economics and
Economies of the OIC Countries 2013, 29-30 Januari 2013 di Kuala Lumpur,
Malaysia.

2. Nama Lengkap : Zulfi Mirza


Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Desember 1992
Alamat Lengkap : Jalan Pariaman, Jakarta Selatan
Riwayat Pendidikan
- 1996-1998 : TK Manggis
- 1998-2004 : SDN 1 Pasar Manggis
- 2004-2007 : SMPN 67 Jakarta
- 2007-2010 : SMAN 3 Jakarta
- 2010-sekarang : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah
Prestasi yang pernah di raih : Karya Sastra Favorit MPF 2012

3. Nama Lengkap : Riki Cahyo Edy


Tempat Tanggal Lahir : Pati, 26 Desember 1991
Alamat Lengkap : Rumah Kos HIKARI, Babakan Lebak - Dramaga
Riwayat Pendidikan :
- 1996-1998 : TK Pangudi Luhur
- 1998-2004 : SDN 1 Tayu Wetan
- 2004-2007 : SMPN 1 Tayu
- 2007-2010 : SMA Negeri Tayu
- 2010-sekarang : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan
Prestasi dan Penghargaan
• Delegasi IPB dalam International Conference on Environmental
Engineering and Application (ICEEA) Shanghai-China 2011 dengan
paper yang berjudul “The Potential of Developing Siwalan Palm Sugar
(Borassus flabellifer Linn) of Bioethanol Sources to Overcome Energy
Crisis Problem in Indonesia”
• PKM GT Didanai dengan judul “Raskin Syariah : Mendesain Ulang
Kebijakan Beras Miskin (RASKIN) Sebagai Solusi Penanggulangan
Kemiskinan di Indonesia Berbasis Ekonomi Syariah, Tahun 2011
• PKM-M Didanai dengan judul “Pengembangan Potensi Masjid Sebagai
Pusat Perekonomian Warga Cibitung Tengah Melalui Pembentukan
Koperasi Syariah”, Tahun 2012
• Peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIM) IPB 2012
• Delegasi IPB dalam ASEAN Academic Society International Conference
(AASIC) Hatyai-Thailand dengan paper yang berjudul “The Islamic
Microfinance Roles in Improving the Welfare among ASEAN Countries
(Case Study: BaitulMaalWatTamwil BMT Masjid Agung An-Najah,
Bogor, Indonesia)”
• PKM-P didanai DIKTI dengan judul “Pengembangan Kawasan Wisata
Candi Gedung Songo Berbasis Co-Management dalam Rangka
Pelestarian Cagar Budaya dan Income Generating dengan Pendekatan
Multiplier Effect”, Tahun 2013

Anda mungkin juga menyukai