Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................. 4
2.1 Karakteristik Ekonomi Islam................................................................................. 4
2.2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah .................................................................... 5
2.3 Koperasi dan Cooperative Entrepreneurship .................................................... 5
2.4 Lembaga Keuangan Syariah ............................................................................... 7
2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Percepatannya...................................................... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................................ 9
3.1 Jenis dan Sumber Data ........................................................................................ 9
3.2 Metodologi .............................................................................................................. 9
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................. 10
4.1 Permasalahan yang Dihadapi UMKM di Indonesia ........................................ 10
4.2 Model Integrated-Cooperative Entrepreneurship (ICE) ................................. 12
4.3 Peran Model Integrated-Cooperative Entreprenuership dalam Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia............................................................................ 19
BAB V PENUTUP........................................................................................................... 22
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 22
5.2 Saran ..................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HDUP
iii
ABSTRACT
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
yang sebagian besar adalah UKM, patut dipelajari mengingat UMKM di Indonesia
pada umumnya kurang berkembang.
Kurang berkembangnya UMKM di Indonesia diindikasikan dengan
terjadinya ketimpangan peran UMKM dalam PDB dan kesenjangan produktivitas
antara UMKM dan usaha besar. Bangunan struktur usaha di Indonesia
berbentuk piramida dimana puncak piramida ditempati oleh usaha besar yang
jumlahnya hanya sekitar 0,01 persen dari seluruh unit usaha tetapi menguasai
42,06 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan UMKM yang jumlahnya
mencapai angka 99,99 hanya menguasai 57,94 persen PDB. Selain itu dalam hal
produktivitas, usaha besar memiliki produktivitas 26 kali lebih besar dibandingkan
usaha menengah, 469 kali lebih besar dari usaha kecil, dan 14.568 kali lebih
besar dari usaha mikro.
Tabel 1. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar di Indonesia tahun
2010 - 2011
2
keuangan lain memiliki kriteria nasabah yang harus dipenuhi untuk menentukan
nasabah tersebut layak atau tidak layak. Solusi yang ditawarkan untuk UMKM
yang belum bankable adalah dengan menjalin kemitraan antar UMKM.
Memperhatikan keadaan diatas, menjadi suatu hal yang menarik untuk
menghadirkan suatu solusi bagi pengembangan UMKM di Indonesia melalui
model entrepreneurship yang lebih terintegrasi dan bersifat kooperatif
“Integrated-Cooperative Entrepreneurship” yang sesuai dengan prinsip ta’awun
dalam Islam. Kehadiran konsep ini diharakan daat mengoptimalkan UMKM di
Indonesia dengan melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, dan UMKM
secara terintegrasi untuk mencapai percepatan ekonomi Indonesia.
3
BAB II LANDASAN TEORI
4
2.2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki konsep dan definisi
yang berbeda di tiap-tiap negara bahkan antara institusi satu dengan institusi
yang lain. Di Indonesia definisi UMKM diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Di dalam UU ini, kriteria yang
digunakan untuk membedakan antara usaha mikro, kecil, dan menengah adalah
nilai aset serta hasil penjualan tahunan (omset).
Tabel 2. Kriteria UMKM menurut UU No.20/2008
Aset Omset
Usaha Mikro < 50 juta < 300 juta
Usaha Kecil 50-500 juta 300 juta – 2,5 M
Usaha Menengah 500 juta – 10 M 2,5 M – 50 M
5
Dalam pelaksanaan kegiatannya, koperasi memiliki prinsip-prinsip yang
menjadi ciri khas dan membedakannya dengan badan usaha lain. Menurut pasal
5 UU No.25/1992 prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan koperasi, antara lain :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
a. pendidikan perkoperasian;
b. kerja sama antarkoperasi.
Menurut Subandi (2011) ada beberapa ciri-ciri koperasi yang dapat
ditinjau dari berbagai aspek. Dilihat dari segi pelakunya koperasi umumnya
beranggotakan orang-orang yang pada umumnya memiliki kemampuan ekonomi
yang terbatas, yang sukarela menyatukan dirinya dalam koperasi. Dilihat dari
tujuan usahanya, pada dasarnya koperasi bertujuan untuk memperjuangkan
kepentingan dan kesejahteraan ekonomi para anggotanya. Dan dilihat dari segi
hubungannya dengan negara, pada umunya koperasi sangat didukung oleh
pemerintah.
Konsep Cooperative Entrepreurship sendiri merupakan salah satu
impelementasi dari paradigma baru kewirausahaan kolektif yang merupakan
kombinasi dari talenta, energi, dan komitmen individual yang diintegrasikan ke
dalam suatu tim, dimana hal ini dapat memberikan nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan penjumlahan kontribusi individual (synergism).
Cooperative Entrepreurship atau dalam Bahasa Indonesia disebut
Kewirakoperasian adalah suatu sikap mental postitif dalam berusaha secara
koperatif, untuk mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko
dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama
(Hendar dan Kusnadi, 1990).
Wirausaha koperasi merupakan orang yang mempunyai kemauan dan
kemampuan dalam inovasi atau mendapatkan strategi bagi pengembangan
koperasi, sehingga diharapkan koperasi akan mempunyai keunggulan bersaing
dari badan usaha lain yang menjadi pesaingnya. Orang yang melakukan
kewirakoperasian disebut wirakoperasi. Wirakoperasi dapat dilaksanakan oleh
para anggota koperasi. Berkoperasi dapat menghilangkan wirausaha karena
anggotalah sebagai pelaksana wirausaha (Limbong, 2010). Karakteristik yang
6
harus dimiliki wirakoperasi adalah sikap kooperatif yang lebih menghargai
kebersamaan daripada keberhasilan individual.
7
alat tukar. Islam mendorong pemilik kekayaan berupa uang untuk berinvestasi
pada sektor produktif agar dapat memberikan keuntungan baik secara individual
maupun sosial. Dalam Islam, uang tidak boleh ditahan tetapi harus diinvestasikan
agar memberikan manfaat berupa peningkatan produksi barang dan jasa serta
memberikan keuntungan bagi pemilik modal dan menciptakan lapangan kerja
bagi orang lain, serta menggerakkan perekonomian. Hal tersebut akan lebih
efisien jika dilaksanakan dalam suatu lembaga profesional.
8
sama tanpa adanya eksploitasi. Pada kontrak kerja sama Islam, keadilan dalam
distribusi pendapatan dapat dilihat pada prinsip profit loss sharing atau lebih
dikenal dengan istilah bagi hasil. Dengan pola tersebut, pertumbuhan ekonomi
akan beriringan dengan pemerataan.
Adapun percepatan pertubuhan dapat dilakukan melalui pengoptimalan
berbagai macam komponen pertumbuhan. Diantaranya adalah dengan
memanfaatkan kerja sama ekonomi dengan negara lain. Selain itu, agar
percepatan ekonomi memiliki fondasi yang kuat, maka modal sebisa mungkin
didapatkan dari dalam atau mandiri. Pondasi yang kuat tersebut dapat
memanfaatkan fungsi intermediasi dari lembaga keuangan maupun menghimpun
modal dari para produsen dalam suatu lebaga koperasi yang akan
menggerakkan rakyat kecil untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
3.2 Metodologi
Penulisan karya tulis ini menggunakan teknik analisis data deskriptif
kualitatif yaitu prosedur penulisan yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan
studi literatur berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data. Literatur-
literatur yang diperoleh penulis bersumber dari teksbook, penelitian terdahulu,
internet dan pendapat ahli sesuai topik. Proses analisa data dalam karya tulis ini
terjadi dalam beberapa tahap yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan
penyajian data.
9
BAB IV PEMBAHASAN
UMKM sulit
berkembang
10
baik. Adapun masalah-masalah lain yang kemudan timbul akibat belum
kooperartif dan terintegrasinya UMKM, diantaranya :
1) Terbatasnya akses pasar
Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum
dihadapi oleh UMKM adalah persaingan, baik di pasar domestik dari produk-
produk serupa dengan usaha besar, maupun dengan produk impor. UMKM
yang menjalankan usaha tanpa terorganisasi dalam kemitraan atau jaringan
kerjasama memiliki bargaining position yang lemah terhadap usaha besar. Hal
ini juga mengakibatkan zero sum game antar UMKM karena bersaing di pasar
yang terbatas. Artinya ada UMKM yang mengeluarkan biaya untuk profit yang
diterima oleh UMKM lainnya. Oleh karena itu UMKM yang tidak terorganisir
dalam jaringan kerjasama akan sulit berkembang.
11
4) Keterbatasan pengetahuan, informasi, dan teknoloogi
Sebagian besar UMKM masih menggunakan teknologi sederhana dan
mesin-mesin yang manual. Keterbatasan teknologi ini mengakibatkan
rendahnya produktivitas dan efisiensi serta rendahnya mutu produk yang
dihasilkan. Keterbatasan teknologi ini disebabkan pada beberapa faktor,
diantarnya adalah keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin
baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi baru, serta
keterbatasan pengetahuan SDM UMKM dalam mengoperasikan mesin-mesin
baru serta melakukan inovasi dalam proses produksi.
5) Keterbatasan SDM
Keterbatasan SDM menjadi masalah serius yang dihadapi banyak
UMKM. Mengingat SDM merupakan faktor penentu dari semua aspek usaha,
baik aspek manajemen, teknik produksi, pengembangan usaha, pengendalian
dan pengawasan mutu, teknik pemasaran, dan akuntansi usaha. Semua
keahlian ini dibutuhkan guna mencapai produktivitas optimal, meningkatkan
efektivitas dan efisiensi usaha, serta memperluas pangsa pasar guna
mengembangkan usaha.
12
peningkatan kesejahteraan tersebut dalam suatu koperasi. Adapun kegiatan
usaha bersama ini telah lama diusulkan oleh Bapak Koperasi Indonesia,
Muhammad Hatta sejak tahun 1932 dalam banyak tulisannya, bahwa bangun
usaha yang paling cocok untuk perekonomian Indonesia adalah koperasi.
TAHAP EFISIENSI
AKUMULASI
MODAL TAHAP PENGEMBANGAN
Dukungan Regulasi
Arus Modal
Feedback
13
mencangkup variabel konsumen dapat dijadikan topik pada kesempatan
penulisan karya ilmiah berikutnya.
Penjelasan pertama pada bagan di atas adalah pada unsur pemerintah.
Dalam ekonomi Islam, pemerintah memainkan peran dalam hal menciptakan dan
menjaga iklim perekonomian agar tetap stabil dan bergerak kearah
kemashlahatan bagi seluruh rakyat. Pada sejarah Islam, dijumpai bahwa
akuntabilitas (tanggung jawab) pemerintah di hadapan rakyat adalah sesuatu
yang diperlukan dalam menunaikan tugas-tugasnya bagi kesejahteraan rakyat.
Kurangya akuntabilitas pemerintah tersebut dapat memunculkan penyakit yang
merusak keadilan dan pertumbuhan ekonomi (Chapra, 2001).
Dalam Model ICE, pemerintah, dalam hal ini Kemenkop dan UMKM, perlu
melakukan dorongan agar UMKM dapat berintegrasi dalam suatu lembaga
koperasi. Kemenkop dan UMKM harus berani melakukan strategi “jemput bola”
dengan datang secara langsung kepada UMKM, melakukan sosialisasi serta
mengumpulkan UMKM berdasarkan jenisnya untuk kemudian mendorong agar
UMKM tersebut berkoperasi. Dengan asumsi UMKM akan menerima dorongan
tersebut dan berkoperasi, maka pemerintah harus memudahkan birokrasi untuk
legalitas koperasi UMKM tersebut. Selanjutnya Kemenkop dan UMKM
mengusulkan kepada pemerintah pusat agar kebijakan fiskal nanti mendukung
koperasi UMKM dengan mengalokasikan bagian untuk koperasi UMKM. Dana
tersebut dapat disalurkan untuk koperasi UMKM secara langsung dengan
menghibahkannya maupun secara tidak langsung melalui pelatihan dan
pendidikan dasar koperasi.
Bank Indonesia beserta OJK perlu bekerja sama dalam menentukan
regulasi bagi lembaga keuangan syariah, baik bank maupun non bank, agar
pembiayaan terhadap koperasi UMKM dapat dioptimalkan. Regulasi yang dapat
dibuat misalnya dengan menentukan prosentase minimun bagi lembaga
keuangan syariah yang harus dialokasikan untuk koperasi UMKM. Dengan peran
pemerintah ini diharapkan masalah usaha yang bersifat individualisme,
formalitas/legalitas usaha, dan masalah permodalan pada UMKM dapat diatasi.
Pembahasan kedua adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi
UMKM. Pembahasan ini dibagi atas empat sub pembahasan yaitu kegiatan
akumulasi modal mandiri, tahap persiapan, tahap efisiensi, dan tahap
pengembangan:
1) Akumulasi Modal Mandiri
14
Kegiatan “simpan” dalam koperasi merupakan kegiatan utama.
Koperasi UMKM beranggotakan para pelaku UMKM yang memiliki
kemampuan ekonomi yang terbatas, karena itu mereka melakukan kegiatan
penyimpanan modal secara berkala sesuai dengan kemampuan tersebut.
Simpanan tersebut terbagi menjadi tiga jenis, yaitu simpanan pokok,
simpanan wajib dan simpanan sukarena. Simpanan pokok adalah sejumlah
modal yang dialokasikan UMKM dalam koperasi di awal sebagai prasyarat
UMKM tersebut menjadi anggota koperasi UMKM. Simpanan wajib
dialokasikan secara rutin dan kontinu. Sementara simpanan sukarela dapat
diberikan setiap waktu. Akumulasi modal dari simpanan tersebut dapat
digunakan untuk pembiayaan bagi UMKM dengan akad-akad dalam ekonomi
syariah.
Kelebihan dari akumulasi modal dengan simpanan ini adalah UMKM
dapat menjadi mengembangkan diri secara mandiri. Adapun modal dari luar
dalam bentuk pembiayaan atau penyertaan dibanding modal dari dalam
koperasi, secara prinsip koperasi harus lebih banyak modal dari dalam di
banding dari luar. Jika dibandingkan dalam prosentase maka modal dari
dalam tidak boleh kurang dari 51% dan modal dari luar tidak lebih dari 49%.
Dalam Islam kemandirian dapat diartikan sebagai usaha sekuat
tenaga untuk tidak menjadi benalu bagi siapapun, namun tetap menjadikan
Allah Swt sebagai tempat berharap dan meminta pertolongan. Termasuk
dalam hal permodalan pada koperasi UMKM, Islam pun mendorong agar
usaha dilakukan dengan mandiri. Lebih dalam lagi, ekonomi Islam
mendorong agar pelaku usaha dapat mandiri dan bermanfaat bagi
masyarkat. Upaya untuk menjadikan koperasi yang mandiri menjadi landasan
kegiatan akumulasi modal mandiri untuk kemudian disalurkan ke UMKM.
Dalam praktiknya, akad pembiayaan LKS paling cocok untuk
mendukung akumulasi modal mandiri bagi koperasi UMKM adalah
musyarakah mutanaqishah. Dengan akad ini akumulasi modal mandiri dapat
dioptimalkan sebab di akhir periode transaksi seluruh modal berpindah
kepemilikannya menjadi milik koperasi UMKM. Adapun skema kerjasama
antara LKS dengan koperasi UMKM sebagai berikut.
15
LKS KOPERASI UMKM
WIRAKOPERASI
Akad Musyarakah
Implementasi Mutanaqishah
dalam operasional LKS adalah merupakan kerjasama
antara LKS dengan koperasi UMKM untuk pengadaan modal. Modal tersebut
menjadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai
kontrak kerjasama yang disepakati. Selanjutnya koperasi UMKM akan
membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh LKS.
Perpindahan kepemilikan dari porsi LKS kepada koperasi UMKM seiring
dengan bertambahnya jumlah modal koperasi UMKM dari pertambahan
angsuran yang dilakukan koperasi UMKM. Ketika angsuran berakhir maka
modal tersebut sepenuhnya menjadi milik koperasi UMKM. Penurunan porsi
kepemilikan LKS terhadap modal berkurang secara proporsional sesuai
dengan besarnya angsuran. Selain angsuran tersebut koperasi UMKM
memberikan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada
awal akad.
Melalui modal yang terkumpul dari dalam maupun dari pembiayaan
LKS tersebut koperasi UMKM dapat memberikan modal usaha bagi para
wirakoperasi. Memang tidak langsung semua wirakoperasi dapat menikmati
tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Tetapi secara bertahap
wirakoperasi dalam jangka panjang akan menikmati berbagai peningkatan,
diantara peningkatan skala usaha, pendapatan, hingga kesejahteraan.
Seiring proses akumulasi modal, wirakoperasi melakukan kegiatan produktif.
2) Tahap Persiapan
Tahap selanjutnya merupakan tahap persiapan yang penekanannya
terdapat pada upaya perbaikan manajerial. Objek perbaikan manajerial
terdapat pada manajemen koperasi UMKM dan manajemen UMKM itu
sendiri. Setelah perbaikan manajerial dilakukan, diharapkan baik SDM
maupun kelembagaan koperasi UMKM tersebut dapat menerapkannya agar
16
usaha yang dilakukan semakin efisen dan dapat berkembang. Adapun
perbaikan manajerial ini sedikitnya harus meliputi:
a. Pengetahuan mengenai orientasi bisnis yang tidak sekedar sebagai
untuk bertahan hidup, namun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan
dengan bermanfaat bagi orang lain melalui kegiatan yang produktif oleh
para wirakoperasi. Dalam suatu masyarakat harus ada yang dapat
menyediakan barang-barang kebutuhan. Menyediakan barang-barang
kebutuhan masyarakat merupakan fardhu kifayah dalam perspektif
ekonomi Islam. Pengetahuan tentang orientasi bisnis tersebut juga harus
dilengkapi dengan dorongan untuk memproduksi barang-barang yang
dapat bersaing kualitasnya di pasar. Hal ini didasari perintah Islam untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabikul khairat). Pencapaian ke arah
peningkatan tersebut dilakukan bersama-sama dalam wadah koperasi,
berakar dari nilai tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Satu
hal penting lagi adalah bahwa dalam mencapai tujuan ini, wirakoperasi
didorong agar dapat tetap konsisten atau istiqamah dalam menapaki
tahapan demi tahapan pencapaian tersebut.
b. Setelah mengetahui orientasi bisnis, barulah para wirakoperasi itu
diberikan berbagai pendidikan dan pelatihan. Materi yang dapat
diberikan dapat berupa manajemen bisnis, efisiensi produksi, manajemen
kelembagaan, pencatatan keuangan, rencana pengembangan usaha, dan
marketing. Islam mengajarkan agar umatnya melakukan segala sesuatu
secara rapih dan terencana. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, ”Sesungguhnya Allah sangat
mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan
secara itqan (tepat waktu, terarah, jelas dan tuntas)”. Selain itu
perencanaan merupakan bagian dari persiapan seorang muslim untuk
menghadapi hari esok sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an
surat Al-Hasyr ayat 18, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
3) Tahap Efisiensi
Tahap efisiensi adalah tahap penerapan materi yang di dapat dalam
tahap persiapan dengan menggunakan modal yang telah tersedia dari
17
koperasi. Salah satu contoh riil yang dapat dilakukan, misalnya dalam hal
efisiensi produksi, adalah dengan membeli faktor produksi secara kolektif
melalui koperasi UMKM. Sebagaimana dijelaskan diawal, koperasi UMKM
yang terbentuk beranggotakan pelaku UMKM yang sejenis atau memiliki
kesamaan usaha. Dengan membeli secara kolektif, harga faktor produksi
yang diterima dapat lebih rendah dibanding membeli sendiri-sendiri. Ber-
koperasi menyebabkan bergaining position wirakoperasi lebih kuat.
Tahap efisiensi merupakan tahap yang esensial dan cukup
menentukan bagi para co-operative entrepreneur dalam koperasi UMKM
untuk melangkah ke tahap pengembangan. Keberhasilan dalam mencapai
efisinsi usaha akan menjadi pendorong semangat para wirakoperasi untuk
menapaki tahap pengembangan usaha. Semangat tersebut dapat
mempengaruhi para pelaku UMKM lain untuk melakukan hal serupa
sehingga meningkatkan kecepatan masa pertumbuhan UMKM di Indonesia.
4) Tahap Pengembangan
Setelah efisiensi sumber daya manusia dan modal di optimalkan,
wirakoperasi memasuki tahap pengembangan. Pengembangan usaha
wirakoperasi diperlukan untuk menghadapi dinamika usaha yang
persaingannya semakin ketat. Mengingat berbagai kebijakan perdagangan
bebas yang meramaikan pasar domestik dengan produk impor, maka
pengembangan usaha harus mampu menghadirkan produk yang kreatif yang
mampu bersaing dengan produk impor tersebut. Dengan usaha yang
dijalankan bersama dalam lembaga koperasi, hal tersebut bukan lah hal yang
mustahil untuk dilakukan.
Beberapa cara pengembangan koperasi UMKM ini adalah melakukan
marger, bekerjasama dengan usaha besar dengan pola inti plasma
pengadaan alat produksi yang berbasiskan teknologi, mengunjungi koperasi
yang telah maju di dalam dan luar negeri, hingga membuat sarana dan
prasarana produksi kreatif (misalnya gerobak dan etalase) secara masal
untuk wirakoperasi. Selain itu koperasi UMKM dapat bermitra dengan usaha
besar, lembaga keuangan syariah, dan koperasi lainnya untuk membentuk
jejaring usaha. Skala usaha menjadi besar dan produksi semakin efisien.
Kegiatan-kegiatan dalam Model ICE berdasar pada nilai-nilai ekonomi
Islam. Akad-akad transaksi yang Islami dalam model ini masih dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan para
18
wirakoperasi. Hal tersebut membuat Model ICE memiliki sifat fleksibel. Model ICE
juga mendorong adanya sinergi antara ketiga unsur pelaku ekonomi yakni
pemerintah, produsen (UMKM), dan lembaga keuangan syariah.
Indonesia dengan UMKM yang menembus angka 99% dari unit usaha
yang ada, melalui Model ICE diharapkan mampu mewujudkan percepatan
pertumbuhan ekonomi. Adapun pertumbuhan yang dihasilkan dengan Model ICE
ini akan disertai pemerataan distribusi pendapatan, penguatan bergaining
position bagi UMKM, penguatan lembaga koperasi yang berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
19
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi
Indonesia disusun oleh beberapa faktor yang memberikan kontribusi terbesar
yaitu faktor konsumsi masyarakat (C) yang tinggi dan faktor investasi (I) yang
terus meningkat. Selain 2 faktor terbesar tersebut 2 faktor yang lain juga
menyumbang kontribusi dalam pertumbuhan PDB yaitu faktor pengeluaran
pemerintah (G) dan net ekspor (Nx). Sisi negatif dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia adalah masih mendominasinya kontribusi konsumsi dalam
penyusunan PDB. Hal tersebut menunjukkan masyarakat Indonesia sangat
konsumtif, selain itu faktor investasi dan net ekspor masih menjadi kendala
pemerintah dalam meningkatkan tingkat kontribusinya dalam susunan PDB
Indonesia.
20
koperasi antar UMKM. Konsep berjamaah merupakan suatu perintah yang
tertuang dalam Al Qur’an yaitu pada surat As-Saff ayat ke empat yang artinya :
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh” (QS.61:4). Secara jelas diperintahkan oleh Allah SWT untuk
berjamaah karena aktivitas untuk memudahkan pelakunya mendapatkan apa
yang diinginkan.
Konsep berjamaah dalam model Integrated-Cooperative
Entrepreunership mendorong UMKM dalam menggabungkan potensi-potensi
pasar setiap UMKM yang tergabung dalam koperasi sehingga memiliki pangsa
pasar yang lebih besar. Melalui wadah koperasi juga berdampak pada efesiensi
dan produktivitas produksi, mempermudah dalam menetapkan standar mutu
produk, dan mempermudah lembaga keuangan syariah dalam pemberian
pembiayaan.
Pemerintah melalui kemenkop bertugas membuat rencana jangka
pendek, menengah, dan panjang dalam pengembangan UMKM sebagai agen
utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan otoritas moneter dalam hal
ini Bank Indonesia yang juga bertugas dalam menentukan arah kebijakan
perbankan maka memiliki andil dalam menjalankan tugas pembuatan regulasi
dan pengawasan persentase minimum yang harus diberikan oleh perbankan
dalam pembiayaan terhadap sektor UMKM.
Konsep berjamaah dalam model Integrated-Cooperative
Entrepreneurship adalah wujud dari tujuan penciptaan manusia yaitu sebagai
hamba dari Allah SWT dan sekaligus menjadi pemimpin yang bertugas
memakmurkan bumi. Saling keterkaitan antara UMKM, pemerintah, dan LKS
yang saling mendukung, membutuhkan, dan menguntungkan ini pada akhirnya
diharapkan dapat memacu pertumbuhan jumlah UMKM dan kontribusinya
terhadap GDP sebagai salah satu komponen dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
21
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
UMKM di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
Akan tetapi perkembangan tersebut terhambat oleh beberapa kendala, salah
satunya adalah tidak terorganisirnya UMKM di Indonesia dalam suatu jaringan
usaha. Model ICE merupakan implementasi aktivitas bisnis yang lebih kooperatif
dan terintegras melalui kerjasama antara UMKM dengan beberapa stakeholder
lain seperti pemerintah, lembaga keuangan, dan koperasi.
Dalam model ICE pemerintah mendorong UMKM untuk membentuk
koperasi UMKM dan mendorong lembaga keuangan untuk memberikan
pembiayaan umkm melalui koperasi UMKM. Kemudian koperasi UMKM tersebut
akan memasuki tahap akumulasi modal mandiri; tahap persiapan yaitu perbaikan
manajerial; tahap efisiensi usaha dan; tahap pengembangan usaha. Dengan
model ICE tersebut UMKM di Indonesia dapat dikembangkan dengan optimal
hingga mampu meningkatkan kesejahteraan pelakunya.
5.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam pembuatan kebijakan agar
lebih serius dalam mencanangkan program-program yang mendukung
perkembangan UMKM di Indonesia, terutama upaya “jemput bola” dalam
penyuluhan dan pengintegrasian UMKM yang masih bekerja secara individual.
2. Bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Salah satu kendala UMKM adalah kesulitan dalam mendapatkan bantuan
pembiayaan dari LKS. Oleh karena itu, khususnya kepada LKS yang bergerak
dalam pembiayaan syariah agar dapat memberikan porsi yang lebih besar
dalam penyaluran pembiayaan kepada sektor UMKM, dengan pola ICE
diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah penyaluran
pembiayaan tersebut.
3. Bagi Pelaku UMKM
Kesuksesan program ICE sangat ditentukan oleh pelaku UMKM sendiri. Oleh
karena itu, diharapkan pelaku UMKM dapat menjaga ukhuwah islamiyah,
profesionalitas, dan turut mengawasi penggunaan bantuan pembiayaan dari
LKS, karena potensi moral hazard sangat mungkin terjadi.
22
DAFTAR PUSTAKA