Wiyatmi
2017
ISBN 978-602-6338-60-0
1
KATA PENGANTAR
2
menginspirasi saya untuk mengembangkan buku ini. Guru-guru saya, Ibu
Prof. Dr. Chamamah Soeratno, Bapak Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo,
Bapak Prof. Dr. Suminto A. Sayuti yang telah mengalirkan ilmunya
sehingga saya terus berusaha mengikuti jejaknya menjadi ilmuwan
sastra dan mencoba untuk selalu berkarya. Terima kasih juga
disampaikan kepada keluarga saya, Dr. Pujiharto, M.Hum. (suami),
Annisa Nur Harwiningtyas dan Bintang Arya Sena (anak-anak) yang
selalu mendukung saya untuk terus berkarya.
Yogyakarta, 30 Oktober 2015
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Ilmu Sastra dan Penelitian Sastra 1
Bab II Penelitian Sastra 6
2.1 Pengertian Penelitian 6
2.2 Penelitian Sastra, Studi Sastra, dan Kritik Sastra 8
2.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Sastra 11
Bab III Pendekatan, Teori, dan Metode dalam Penelitian Sastra 12
3.1 Pendekatan dalam Penelitian Sastra 15
3.1.1 Pendekatan Objektif 15
3.1.2 Pendekatan Ekspresif 16
3.1.3 Pendekatan Mimetik 17
3.1.4 Pendekatan Pragmatik 18
3.2 Teori dalam Pebelitian Sastra 20
3.2.1 Strukturalisme 20
3.2.2 Semiotik 25
3.2.3 Sosiologi Sastra 27
3.2.4 Resepsi Sastra 29
3.2.5 Postrukturalisme 32
3.2.6 Ekokritisisme 35
3.2.7 Posmodernisme 36
3.2.8 Feminisme 38
3.2.9 New Historicism 43
3.3 Metode dalam Penelitian Sastra 45
3.3.1 Memilih dan Merumuskan Masalah 48
3.3.2 Menentukan Tujuan dan Manfaat Penelitian 49
3.3.3 Mengadakan Studi Kepustakaan 50
4
3.3.4 Memformulasikan Hipotesis 55
3,3,5 Menentukan Metode Penelitian 46
3.3.5.1 Metode Sejarah 46
3.3.6.2 Metode Deskriptif 56
3.3.5.3 Metode Eksperimental 59
3.3.5.4 Metode Grounded Research 59
Bab IV Penyusunan Proposal Penelitian Sastra 61
4.1 Penyusunan Proposal Pnelitian 61
4.1.1 Menyusun Latar Belakang Masalah 62
4.1.2 Menentukan Sumber Data dan Data 65
4.1.3 Mengidentifikasi dan Merumuskan Masalah 66
4.1.4 Menentukan Tujuan Penelitian 67
4.1.5 Menentukan Manfaat Penelitian 68
4.1.6 Studi Kepustakaan dan Kajian Teori 68
4.1.7 Metode Penelitian 71
4.1.8 Jadwal Penelitian 72
Bab V Menyusun Laporan Penilitian 74
5.1 Halaman Sampul 74
5.2 Halaman Pengesahan 75
5.3 Abstrak 78
5.4 Isi Laporan 78
5.4.1 Bab I Pendahuluan 78
5.4.2 Bab II Kajian Pustaka 80
5.4.3 Bab III Metode Penelitian 83
5.4.4 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 85
5.4.5 Bab V Kesimpulan 100
5.4.6 Daftar Pustaka 101
Bab VI Naskah Publikasi Hasil Penelitian 102
6.1 Melacak Jejak Kesadaran Feminisme dan Maninisme dalam
Novel Indonesia 102
5
6.2 Representasi Sejarah Sosial Politik Indonesia dalam Novel
Novel Karya Ayu Utami 132
Daftar Pustaka 166
6
1
BAB I
ILMU SASTRA DAN PENELITIAN SASTRA
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
BAB II
PENELITIAN SASTRA
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
BAB III
PENDEKATAN, TEORI, DAN METODE
DALAM PENELITIAN SASTRA
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
keluarga Jawa, bisa jadi berbeda dengan ibu dalam budaya kota
metropolis. Dengan demikian, ketika seorang peneliti menggunakan
pendekatan objektif secara ketat, sangat mungkin interpretasii terhadap
fenomena yang diteliti menjadi kurang konprehensif.
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
sastra atau tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap karena
(2) karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami
dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah,
(3) adanya struktur yang objektif pada karya sastra makin disangsikan
karena peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi
karya sastra makin ditonjolkan dengan segaa konsekuensi untuk analisis
struktural, (4) analisia yang menekankan pada otonomi karya sastra juga
menghilangkan konteks dan fungsinya, sehingga karya itu
dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya.
3.2.2 Semiotik
Semiotik (semiologi) adalah ilmu tanda. Semiotik berasal dari kata
Yunani semeion yang berarti tanda (Sudjiman & Zoest, 1992;vii). Banyak
tanda ada di sekitar kita. Kata, tulisan penunjuk arah, denah, bendera,
warna, lampu lalu lintas, dan sebagainya merupakan contoh tanda dalam
kehidupan sehari-hari. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan,
bahkan nyanyian burung dalam perspektif semiotik juha dianggap
sebagai tanda (Sudjiman & Zoest, 1992;vii).
Semiotik mempelajari tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan
tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang
menggunakannya (Sudjiman & Zoest, 1992:5). Dalam ilmu bahasa dan
sastra, semiotik dianggap merupakan perkembangan dari strukturalisme.
Ferdinan de Sausurre, yang dikenal sebagai bapak linguistik modern,
menyebut ilmu tentang tanda sebagai semiologi, sementara Charles
Sander Peirce menyebutnya semiotik (Sudjiman & Zoest, 1992:1).
Saussure mengemukakan enam prinsip yang menjadi dasar teori
semiotik, yaitu (1) prinsip struktural, (2) prinsip kesatuan, (3) prinsip
konvensional, (4) prinsip sinkronik, (5) prinsip representasi, dan (6)
25
26
26
27
kata) yang ada dalam puisi, ulangan bunyi, irama, bahasa kiasan,
bahkan bait dan baris yang ada dalam puisi semuanya dilihat sebagi
tanda yang mengandung makna.
Michael Riffaterre (1978:5-6) yang mengembangkan teori
semiotik untuk mengkaji puisi melalui bukunya Semiotics of Poetry
mengemukakan cara memahami puisi secara semiotik dalam dua tahap.
Tahap pertama sisebut pembacaan heuristik, disusul tahap kedua, tahap
hermeneutik. Pada tahap pembacaan heuristik peneliti membaca dan
memahami struktur kebahasaan secara semiotik berdasarkan konvensi
sistem semiotik tingkat pertama. Untuk memahami makna karya secara
keseluruhan, selanjutnya peneliti melakukan pembacaan hermeneutik,
dengan menginterpretasikan konvensi tambahan yang terdapat dalam
puisi, seperti bahasa kiasan, citraan, tipografi, dan hubungan
intertekstualnya dengan puisi-puiisi lain sebelumnya (Pradopo, 1994:94-
95).
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
3.2.5 Poskolonialisme
Poskolonialisme adalah teori yang digunakan untuk menganalisis
sejarah, budaya, sastra, dan mode-mode wacana khusus
32
33
33
34
34
35
3.2.6 Ekokritisisme
Ekokritisisme adalah teori sastra yang memberikan perhatian
terhadap hubungan timbal balik antara karya sastra dengan lingkungan
hidup, termasuk hubungan dengan realitas sosial dan fisik, yang
biasanya menjadi perhatian dalam ekologi (Love, 2003:1). Ekokritik akan
menjelaskan bagaimana alam, lingkungan hidup, dengan berbagai
persoalannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam karya sastra.
Dalam hal ini alam dan lingkungan hidup, tidak hanya dipahami sebagai
latar tempat dan suasana, tetapi juga merupakan aspek yang ikut
membangun estetika sebuah karya sastra.
Alam dan lingkungan hidup yang dijadikan sebagai unsur
pembangun cerita atau pun unsur puitik dalam karya sastra merupakan
wilayah kajian dalam ilmu sastra, khususnya dengan menggunakan
35
36
3.2.7 Posmodernisme
Posmodernisme berasal dari kata pos dan modernisme. Sarup
(2003:231) mendefinisikan posmodernisme sebagai gerakan di
kebudayaan kapitalis lanjut, khususnya dalam seni. Istilah
posmodernisme muncul pertama kali di kalangan seniman dan kritikus di
New York pada tahun 19960 dan diambil alih oleh para teoretikus Eropa
pada 1970-an, seperti Jean-Francois Lyotard dalam bukunya The
Postmodern Condition yang menyerang mitos yang legetimasi zaman
modern (“narasi besar”), pembebasan progresif humanitas melalui ilmu,
dan gagasan bahwa filsafat dapat memulihkan kesatuan
36
37
37
38
3.2.8 Feminisme
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
watak yang cerdas. Watak tersebut didukung oleh sejumlah data dari
novel tersebut yang menggambarkan kecerdasan tokoh Lantip.
Dalam memahami dan menganalisis masalah yang diteliti,
seorang peneliti akan diarahkan dengan hipotesis. Hal ini karena
hipotesis yang berkaitan dengan masalah yang dikaji dalam sebuah
penelitian, memiliki peran sebagai pegangan dalam menuntun jalan
pikiran peneliti untuk mencapai tujuan penelitian (Nazir, 2003:37).
Penelitian tentang karakter tokoh Lantip dalam novel Para Priyayi,
misalnya dipandu oleh hipotesis yang berkaitan dengan teori semiotik
bahwa pemilihan nama orang (tokoh) tidak terlepas dari konteks sosial
historis dan harapan si pemberi nama. Hipotesis tersebut menuntun
peneliti untuk menganalisis hubungan nama tersebut dengan konteks
sosial historis dan harapan si pemberi nama. Setelah penelitian
dilakukan, hipotesis dapat dibuktikan sesuai dengan data-data yang
mendukung, tetapi sebaliknya mungkin juga tidak terbukti.
Kerja penelitian dan analisis harus dinyatakan dengan ukuran
yang objektif. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif
dengan menggunakan pikiran yang waras (Nazir, 2003: 37). Hal tersebut
tampak dari data-data yang dikemukakan, proses analaisis yang
sistematis, dan hasil interpreatsi yang masuk akal. Apabila penelitian
menggunakan data kuantitatif, maka ukurannya harus jelas. Namun,
apabila data tidak dapat diukur secara kuantitatif, seperti struktur sebuah
alur dalam novel, yang dikemukakan adalah adanya bagian-bagian dari
suatu hal yang diteliti (bagian-bagian akur, seperti awal peristiwa,
timbulnya masalah, masalah mencapai klimaks, masalah mulai
terpecahkan, dan akhir permasalahan).
Selanjutnya, metode ilmiah memiliki sejumlah langkah yaitu (1)
memilih dan merumuskan masalah, (2) menentukan tujuan dan manfaat
penelitian, (3) mengadakan studi kepustakaan, (4) memformulasikan
hipotesis, (5) menentukan metode penelitian, (5)
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
kalangan siswa SMP dan SMA di lokasi tertentu (misalnya DKI atau DIY).
Untuk menjaring informasi yang dibutuhkan peneliti dapat menggunakan
kuisioner dan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan,
serta melakukan wawancara kepasa sejumlah siswa di sekolah. Peneliti
juga dapat menngunakan metode survei untuk meneliti tanggapan
kelompok pembaca tertentu terhadap suatu karya sastra, misalnya
tanggapan pembaca perempuan dan laki-laki terhadap cerpen-cerpen
karya Jenar Maesa Ayu.
Metode deskriptif berkesinambungan adalah penelitian deskriptif
yang dilakukan secara terus menerus atas suatu objek penelitian dengan
memperhatikan secara detail perubahan-perubahan yang dinamis dalam
suatu interval perkembangan dalam suatu periode yang lama (Nazir,
2003L56). Menurut Nazir metide ini biasanya digunakan untuk meneliti
masalah-masalah sosial. Namun, penelitian ini juga dapat digunakan
dalam penelitian sastra, isalnya untuk meneliti kecenderungan gaya
bahasa dalam puisi yang ditulis pada beberapa periode lampau sampai
periode saat ini. Melalui penelitian diskripsi berkesinambungan mungkin
dapat ditemukan perubahan sumber dan referensi bahasa kiasan dalam
puisi lampau dibandingkan periode berikutnya. Penelitian ini juga dapat
digunakan untuk meneliti perbedaan struktur karya dan pemikiran yang
terdapat pada karya- karya yang ditulis oleh pengarang tertentu
(misalnya Goenawan Mohamad atau Sena Gumira Ajidarma) dalam
kurun waktu kreativitasnya yang relatif lama.
Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian
yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruahan
personalitas (Maxfield, via Nazir, 2003:57). Dalam penelitian studi kasus
subjek penelitian dapat individu, kelompok, lembaga, maupun
masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah ingin memahami secara intensif
latar belakang serta interaksi lingkungan dari
57
58
58
59
Studi gerakan dan waktu (time and motion studi) adalah penelitian
yang menyelidiki efisiensi produksi dengan mengadakan studi yang
mendetail tantang penggunaan waktu serta perilaku pekerjaan dalam
proses produksi (Nazir, 2003:6!0). Metode ini biasa digunakan dalam
ilmu sosial, dan tidak tepat digunakan dalam penelitian sastra, yang lebih
bersifat interpretatif.
59
60
tertentu, (4) pengumpulan data dan analisis berjalan pada waktu yang
bersamaan agar dapat dipastikan bahwa analisis selalu berdasarkan
data, (5) pengumpulan data tidak dilakukan secara random ataupun
mekanik, tetapi pengumulan data dikuasai oleh pengembangan analisis,
(6) rumusan hipotesis didasarkan atas kategori-kategori karena
hipotesis merupakan hubungan antara kategori-kategori dan sifat-
sifatnya, (7) hubungan antara hipotesis-hipotesis yang menghu- bungkan
kategori-kategori merupakan serangkaian keterangan dan fenomena
masyrakat yang dipelajari, dan pengertian secara analisis dari hipotesis-
hiotesis tersebut merupakan sebuah teori (Nazir, 2003:75-76).
60
61
BAB IV
PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN SASTRA
61
62
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menguraikan sejumlah alasan yang
melatarbelakangi dilakukannya sebuah penelitian. Latar belakang
masalah yang baik, menguraikan proses pemilihan atau penentuan
masalah penelitian. Masalah penelitian dipilih karena seorang peneliti
terdorong untuk memahami adanya fenomena tertentu yang perlu
mendapatkan perhatian dan pengamatan lebih lanjut. Masalah penelitian
sastra dapat diperolah dari karya sastra, pengarang dan hubungannya
dengan karya sastra, hubungan karya sastra dengan realitas, juga
hubungan karya sastra dengan pembaca. Kita dapat memilih masalah
dari salah satu aspek saja (misalnya karya sastra) atau lebih dari satu
aspek (karya sastra, realitas, pengarang, pembaca). Batasan masalah
ditentukan oleh aspek apa yang menjadi fokus perhatian atau
mengedepan (dominan). Alasan pemilihan atau penentuan masalah
penelitian hendaknya bersifat ilmiah, bukan karena alasan subjektif,
misalnya karena peneliti secara pribadi tertarik atau bahkan memiliki
hubungan khusus dengan fenomena atau objek penelitian.
Setelah membaca novel Amba karya Laksmi Pamuntjak, misalnya
calon peneliti dapat memilih sejumlah masalah dari novel tersebut untuk
diteliti. Dari aspek karya, peneliti dapat mengamatai dan menemukan
masalah apa yang kiranya dapat diteliti. Kalau peneliti akan
memfokuskan kajian pada struktur pembangan karya tersebut, maka
masalah yang dapat dikaji antara lain, tokoh dan karakternya, alur yang
digunakan untuk menyampaikan cerita, latar (tempat, waktu, sosial
historis politis), persoalan yang diangkat dalam cerita (pencarian
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
A. Jenis Penelitian
71
72
B. Sumber Data
Sumber data adalah novel Amba karya Laksmi Pamuntjak,
yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, 2012, cetakan
kedua, November. Cetakan pertama novel tersebut, September
2012. Novel terdiri dari 494 halaman. Selain itu, juga digunakan
sumber data yang berkaitkan dengan alam dan lingkungan hidup
yang digambarkan dalam novel Amba, yang akan dilacak dari
literatur yang berkaitan dengan ekologi.
72
73
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan Capaian
(%)
1. Penyusunan proposal Januari-Maret 100
dan revisi
(penelitian untuk
menyusun skripsi, tesis,
atau disertasi melibatkan
dosen pembimbing
dalam proses
pembimbingan)
2. Pengumpulan data April – Juli 100
3. Penyusunan draft Hasil Agustus- 100
Penelitian (penelitian Oktober
untuk menyusun skripsi,
tesis, atau disertasi
melibatkan dosen
pembimbing dalam
proses pembimbingan)
Penyususnan draft
laporan dan bahan ajar
4. Seminar Hasil Penelitian Oktober 100
(penelitian untuk
menyusun skripsi, tesis,
atau disertasi menempuh
ujian )
5. Finalisasi Laporan dan November- 100
Publikasi Desember
73
74
BAB V
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN
74
75
75
76
LEMBAR PENGESAHAN
1. JUDUL PENELITIAN
ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM NOVEL AMBA
KARYA LAKSMI PAMUNTJAK: KAJIAN EKOKRITIK
Identitas Peneliti
Nama : Dr. Wiyatmi, M.Hum
NIP : 196505101990012001
Jabatan Fungsional/Golongan : Lektor Kepala/IVb
Bidang Ilmu : Sastra Indonesia
Program Studi/Jurusan : Sastra Indonesia/ Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
(6) Alamat email : wiyatmi_fbs@yahoo.co.id
Anggaran yang disusulkan : 7.000.000 (Tujuh Juta Rupiah)
Waktu Penelitian : 8 Bulan
Anggota Peneliti :-
Mahasiswa yang terlibat : Mawaidi (11210141015)
Yogyakarta, 20 Februari
2014
Mengetahui
Badan Pertimbangan Penelitian FBS
5.3 Abstrak
Abstrak atau intisari adalah ringkasan hasil penelitian, yang
mumuat tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitian.
Abstrak ditulis dalam satu spasi. Untuk tesis atau disertasi selain
76
77
77
78
Wiyatmi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami
hubungan antara alam dan lingkungan hidup dengan tokoh-tokoh dalam
novel, penggambaran alam dan lingkungan hidup, dan fungsi estetik
penggambaran alam dan lingkungan dalam novel Amba dengan
menggunakan perspektif ekokritik. Hasil penelitian menunjukkan adanya
temuan sebagai berikut. Pertama, alam dan lingkungan hidup memiliki
hubungan yang erat dengan karakter dan perjalanan hidup tokoh-tokoh
dalam novel Amba. Secara spesifik hubungan tersebut dapat dibedakan
dalam empat kategori, yaitu (a) pemanfaatan alam untuk
menggambarkan karakter tokoh (Amba, Bhisma, Perempuan Kedua), (b)
penyelenggaraan upacara peringatan kematian tokoh (Bhisma) dari
peristiwa alam (bulan purnama), (c) penggambaran fase kehidupan
tokoh sesuai dengan perkembangan alam (Samuel), (d) alam sebagai
arena yang harus ditaklukkan dan dijadikan sahabat (Bhisma dan
Perempuan Kedua). Kedua, penggambaran alam dan lingkungan hidup
dalam Amba juga berkaitan dengan penciptaan latar cerita, yaitu latar
tempat dan waktu, Pulau Buru pada era penahanan tapol orang-orang
komunis pada era Orde Baru, antara 1969-2006. Ketiga, pemanfaatan
alam dan lingkungan hidup dalam novel Amba yang melekat pada
karakter dan perjalanan hidup tokoh, serta latar tempat dan waktu yang
bersifat estetis mempekuat kualitas novel yang terkategori novel sejarah.
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
B. Sumber Data
Sumber data adalah novel Amba karya Laksmi Pamuntjak, yang
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, 2012, cetakan kedua,
November. Cetakan pertama novel tersebut, September 2012. Novel
terdiri dari 494 halaman. Selain itu, juga digunakan sumber data yang
berkaitkan dengan alam dan lingkungan hidup yang digambarkan dalam
novel Amba, yang akan dilacak dari literatur yang berkaitan dengan
ekologi.
D. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis wacana kualitatif inter-
pretif dengan pendekatan ekokritik melalui kegiatan kategorisasi,
tabulasi, dan inferensi. Kategorisasi digunakan untuk mengelom-
pokkan data berdasarkan kategori yang telah ditetapkan, yaitu adanya
keterkaitan antara persoalan alam dan lingkungan hidup yang terdapat
dalam pilihan kata, kalimat, wacana yang digunakan dalam teks novel
yang diteliti. Tabulasi digunakan untuk merangkum keseluruhan data
dalam bentuk tabel. Inferensi digunakan untuk menginterpretasikan dan
menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan permasalahan penelitian.
84
85
A. Hasil Penelitian
1. Hubungan antara Alam dan Lingkungan Hidup dengan
Tokoh-tokoh dalam Novel Amba
Sebelum menjelaskan hubungan antara alam dan lingkungan
dengan okoh-tokoh dalam novel, perlu diuraikan terlebih dahulu garis
besar cerita novel Amba. Novel Amba didominasi oleh cerita tentang
tokoh Amba yang mencari jejak kekasihnya, Bhisma di Pulau Buru.
Bhisma yang berprofesi sebagai seorang dokter, dianggap sebagai salah
seorang anggota Patai Komunis Indonesia (PKI) yang pada masa Orde
Baru dibubarkan oleh pemerintah dan anggota PKI dijadikan tahanan
politi setelah dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
Seperti halnya tahanan politik lainnya, Bhisma akhirnya dikirim ke Pulau
Buru, setelah sebelumnya ditahan di Jakarta dan Pulau Nusa
Kambangan.
Sebelum dipisahkan oleh peristiwa politik yang dikenal dengan
sebutan Gerakan 30 Sepember 1965, Amba —yang pada saat itu
seorang mahasiswi Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada— telah
melalukan hubungan seks dengan Bhisma dan mengandung. Bhisma
ditangkap aparat keamanan ketika bersama Amba menghadiri
pertemuan di Universitas Respublika, Yogyakarta yang dicurigai
berkaitan dengan Partai Komunis Indonesia. Karena tidak memukan
kekasihnya, Amba akhirnya memutuskan menikah dengan Adalhard
Eilers, dosen tamu (native speaker) di Universitas Gadjah Mada dan
tinggal di Jakarta dan melahirkan anak yang diberi nama Srikandi.
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
96
97
(Pamuntjak, 2012:21-
22)
97
98
98
99
99
100
khayali dan yang nyata dengan cara yang sangat indah dan cerdas, dan
Amba juga merupakan bagian dari “perjuangan melawan lupa” akan luka
sejarah bangsa ini yang tak kunjung pulih (endorsmen dalam sampul
belakang novel Amba).
100
101
Daftar Pustaka
Alkatiri, Zeffry. 2006. ”Tujuh Buku tentang Pulau Buru.” Makalah disajikan
dalam Konferensi Sejarah Nasional VIII di Jakarta, 13- 16
November 2006.
Aziz, Sohaini Abdul. 2010. “Alam dalam Karya Shahnon Ahmad: dari
pada Latar kepada Isu Alam Sekitar Pengarang Kreatif kepada
Pencinta Alam Sekitar,” dalam Sastra dan Budaya Urban dalam
kajian Lintas Media. Prosiding Konferensi Internasional
Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia
(HISKI). Surabaya: Pusat Penerbitan dan percetakan Universitas
Airlangga dan HISKI, hlm. 65-77.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/17/Bagaimana-Mata-Kucing-
Melihat-Dunia. Diunduh melalui google.com, 17 Oktober 2013.
101
102
BAB VI
NASKAH PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SASTRA
102
103
Pendahuluan
103
104
Masalah Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah, maka masalah yang
diteleliti dirumuskan sebagai berikut.
Tujuan Penelitian
104
105
Manfaat Penelitian
105
106
Tinjauan Pustaka
Kesadaran Feminis
Kata feminisme memiliki sejumlah pengertian. Menurut Humm
(2007:157—158) feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak
bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk
mencapai hak asasi perempuan dengan sebuah ideologi transformasi
sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Humm
menyatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan
perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami
ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menawarkan
berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku dari penindasan
perempuan (Humm, 2007:1578). Dinyatakan oleh Ruthven (1985:6)
bahwa proyek feminisme lahir untuk mengakhiri dominasi laki-laki.
Melalui proyek feminisme harus dihancurkan struktur budaya, seni,
gereja, hukum, keluarga inti yang berdasarkan pada kekuasaan ayah
dan negara, juga semua citra, institusi, adat istiadat, dan kebiasaan yang
menjadikan perempuan sebagai korban yang tidak dihargai dan tidak
tampak.
Feminisme sebagai aliran pemikiran dan gerakan berawal dari
kelahiran era pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary
Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat
ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg,sebuah kota
di selatan Belanda pada tahun 1785. Menjelang abad ke-19 feminisme
lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian
106
107
107
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
114
perempuan akan penis (penis envy). Para feminis, seperti Betty Freidan
menolak teori Freud tersebut dan berargumen bahwa posisi serta
ketidakberdayaan sosial perempuan terhadap laki-laki kecil hubung-
annya dengan biologi perempuan, tetapi sangat berhubungan dengan
konstruksi sosial atas feminisme (Tong, 2006:196). Menurut Freidan (via
Tong, 2006:196), gagasan Freud dibentuk oleh kebudayaannya yang
digambarkan sebagai “Victorian”. Kritik Freidan terhadap teori Freud juga
didukung oleh Firestone dan Millet (Tong, 2006:198). Menurut Firestone,
pasivitas seksual perempuan bukanlah suatu hal yang alamiah,
melainkan semata-mata karena hasil sosial dari kebergantungan fisik,
ekonomi, emosional perempuan pada laki-laki. Oleh karena itu, untuk
mengakhiri opresi terhadap perempuan dan anak-anak, Firestone (via
Tong, 2006:198) menganjurkan agar manusia seharusnya
menghapuskan keluarga inti dan bersamaan dengan itu juga
menghapuskan tabu inses yang merupakan akar penyebab kompleks
Oedipus. Sementara itu, Millet (via Tong, 2006:198) menganggap bahwa
konsep kecemburuan terhadap penis merupakan contoh transparan dari
egoisme laki-laki.
Kritik Freidan, Firestone, dan Millet terhadap teori Freud tersebut
juga didukung oleh para feminis psikoanalisis berikutnya, seperti Alfred
Adler, Karen Horney, dan Clara Thompson, yang menyakini bahwa
identitas gender, perilaku gender, serta orientasi seksual perempuan
(dan laki-laki) bukanlah hasil dari fakta biologis, tetapi merupakan hasil
dari nilai-nilai sosial dalam struktur patriarki. Oleh karena itu, perempuan
seharusnya melawan hal tersebut (Tong, 2006:197-200). Melalui kritik
sastra feminis psikoanalisis diselidiki hasrat, identitas gender, dan
konstruksi linguistik feminis untuk mendekonstruksi hirarki gender dalam
sastra dan masyarakat (Humm, 1986:71). Kritik sastra feminis marxis
meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-
kelas masyarakat. Pengritik mencoba mengung-
114
115
115
116
116
117
117
118
118
119
Metode Penelitian
119
120
120
121
121
122
Tabel 1
Wujud Kesadaran Feminis dalam Novel-novel Indonesia
Karya Sastrawan Perempuan dan Sastrawan Laki-laki
No. Wujud Kesadaran Novel Karya Novel Karya
Feminis Sastrawan Sastrawan Laki-
Perempuan laki
122
123
Tabel 2
Aliran Feminisme yang Terdapat dalam Novel-novel Karya
Sastrawan Perempuan dan Sastrawan Laki-laki
123
124
124
125
125
126
126
127
127
128
128
129
A. Simpulan
129
130
Daftar Pustaka
Ajidarma, Sena Gumira. 2004. Kitab Omong Kosong. Yogjakarta:
Bentang.
130
131
131
132
132
133
Wiyatmi
Abstract
This study aims to describe the form and representation of socio-
political historical events in Ayu Utami’s novels. The data sources were
four novels written by Ayu Utami,namely Saman, Larung, Manjali dan
Cakrabirawa, and Cerita Cinta Enrico. They were analyzed using the
New Historicism perspective. The findings are as follows. First, socio-
political historical events in the novels are: (a) an event in Medan from 1
March to 16 April 1994, (b) 30 September Movement in 1965, (c) the
tragedy of 27 July 1996 in Jakarta, (d)the rebellion by the Republic of
Indonesia’s Revolutionary Government, 15 February 1958 in Padang,
(e)the demonstration by students of Technology Institute of Bandung and
the publication of the Student Struggle White Book in 1978. Second, the
events are represented in parts integrated into the events that the
characters experience. Historical events from factual events are
contextualized in the novels. In the New Historicism perspective, socio-
political historical events are presented to question historical truths
previously recorded.
Pendahuluan
Penciptaan karya sastra tidak pernah terlepas dari kondisi sosial
historis masyarakat yang melahirkannya. Karya sastra ditulis oleh
pengarang, yang merupakan anggota masyarakat, berdasarkan keada-
an realitas yang terjadi di masyarakat. Karya sastra lahir sebagai
pencatat, dokumen, bahkan juga melakukan evaluasi terhadap realitas
yang terjadi dalam masyarakat. Sejumlah karya sastra Indonesia telah
menunjukkan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara isi (muatan)
karya dengan realitas yang terjadi dalam masyarakatnya. Novel Sitti
Nurbaya (Marah Rusli, 1920), misalnya menggambarkan kembali
keadaan masyarakat Minangkabau pada masa kolonial Belanda. Novel
Para Priyayi (Umar Kayam, 1999), menggambarkan keadaan
masyarakat Jawa pada masa kolonial Belanda sampai awal
133
134
134
135
135
136
136
137
Metode
137
138
138
139
139
140
140
141
141
142
Saman dianggap sebagai salah satu aktor intelektual dan masuk dalam
daftar pencarian orang. Seperti dikemukakan dalam http://www.kon-
tras.org, dalam bukunya Menerobos Jalan Buntu: Kajian terhadap Sistem
Peradilan Militer di Indonesia (2009), para aktivis yang ditangkap dalam
aksi-aksi sosial di Indonesia pada masa Orde Baru diadili di pengadilan
militer, prosesnya tertutup, tidak transparan, dan tidak mengakomodasi
kepentingan korban. Akibatnya, pelaku yang diadili hanyalah pelaku
lapangan, hukuman rendah sementara kebenaran tidak terungkap. Di
samping itu, hak-hak korban juga tak kunjung dipenuhi. Oleh karena itu,
untuk menghindarkan Saman—yang dituduh sebagai aktor intelektual
demonstrasi buruh di Medan 1994— dari sistem peradilan militer yang
melanggar hak azasi manusia tersebut, Yasmin yang memiliki hubungan
dengan Human Rights Watch menolong Saman untuk melarikan diri ke
luar dari Indonesia. Perjuangan Yasmin dalam menyelamatkan Saman
tampak dari catatan harian yang ditulis oleh Saman yang dikirimkan
kepada Yasmin, misal- nya pada kutipan berikut.
18 April - Segelintir penduduk mulai merasa aman karena
patroli rutin. Warung-warung mulai buka. Tiba-tiba Yasmin
datang dari Palembang, baru dari sidang Rosano. Ia muncul
dengan dandanan seperti amoy Singapura yang paling menor—
celana panjang ketat motif kulit macan, jaket hitam plastik, kaca
mata matahari besar. Aku tidak mengenali. Rupanya ia
menyamar sebagai rekan bisnis pemilik butik yang kutempati.
Menurut lobi ayahnya di kepolisian Jakarta, aku termasuk lima
orang yang paling diburu. Ia membujukku untuk melarikan diri ke
luar negeri. Katanya, itu bukan pendapatnya sendiri, melainkan
kesepakatan kawan-kawan yang lain. Kebetulan Human Rights
Watch butuh seseorang untuk membuat jaringan informasi di
Asia Tenggara. Ia seperti memaksaku menerima pekerjaan itu.
Teman-teman sudah setuju, katanya. Aku merasa tak punya
waktu untuk menimbang-nimbang. Dalam kondisi begini, apa
ada waktu berpikir terlalu panjang? Semakin lama menunda
keputusan, semakin sulit keluar dari negeri ini. (Utami,
1989:174—175)
142
143
143
144
144
145
145
146
146
147
147
148
148
149
149
150
150
151
151
152
152
153
153
154
154
155
155
156
156
157
157
158
158
159
159
160
160
161
161
162
Simpulan
Peristiwa sejarah sosial politik yang terdapat dalam novel-novel
karya Ayu Utami adalah (a) di Medan 1 Maret sampai dengan 16 April
1994, (b) Gerakan 30 September 1965, (c) tragedi 27 Juli 1996 di Jakarta
atau penyerangan kantor DPP Partai Demokrasi Pro Megawati oleh
massa pendukung Suryadi, (d) pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), 15 Februari 1958 di Padang,
(e) demonstrasi Mahasiswa ITB dan penerbitan Buku Putih Perjuangan
Mahasiswa 1978 untuk menolak pengangkatan kembali Soeharto
sebagai presiden RI. Peristiwa tersebut direpresentasikan dalam bagian
yang integral dalam peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel.
Artinya peristiwa sejarah yang berasal dari peristiwa (fact) nyata
dikontekstualkan dalam fiksi yang ditulis pengarang.
Dalam perspektif new historicism, maka sejumlah peristiwa
sejarah sosial politik yang terdapat dalam novel-novel karya Ayu Utami
tersebut pada dasarnya hadir untuk mempertanyakan kembali
kebenaran sejarah yang telah dicatat sebelumnya. Pemerintah Orde
Baru dianggap telah melakukan tindakan represi yang berlebihan dan
melanggar HAM dalam mengatasi demonstrasi dan pemogokan buruh di
Medan, kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta, dan demonstrasi mahasiswa
ITB, 1978 yang menolak pengangkatan kembali Soeharto sebagai
presiden. Keterlibatan PKI dan Pasukan Cakrabirawa juga dipertanyakan
dalam peristiwa G30S, karena banyak pihak yang sebenarnya ikut
berperan dalam peristiwa tersebut, terutama dari
162
163
Daftar Pustaka
Alkatiri, Zeffry. 2006. ”Tujuh Buku tentang Pulau Buru.” Makalah disajikan
dalam Konferensi Sejarah Nasional VIII di Jakarta, 13- 16
November 2006.
Banita, Baban, 2008. “Novel Saman dan Larung Karya Ayu Utami dalam
Perspektif Feminis Radikal.” Bandung: Universitas Padjajaran.
Beauvoir, Simone de. 2003. Second Sex: Fakta dan Mitos. Edisi Ba-
hasa Indonesia diterjemahkan oleh Toni B. Febriantono.
Surabaya: Pustaka Promothea.
163
164
164
165
165
166
Daftar Pustaka
Alkatiri, Zeffry. 2006. ”Tujuh Buku tentang Pulau Buru.” Makalah disajikan
dalam Konferensi Sejarah Nasional VIII di Jakarta, 13- 16
November 2006.
Aziz, Sohaini Abdul. 2010. “Alam dalam Karya Shahnon Ahmad: dari
pada Latar kepada Isu Alam Sekitar Pengarang Kreatif kepada
Pencinta Alam Sekitar,” dalam Sastra dan Budaya Urban dalam
kajian Lintas Media. Prosiding Konferensi Internasional
Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia
(HISKI). Surabaya: Pusat Penerbitan dan percetakan Universitas
Airlangga dan HISKI, hlm. 65-77.
Banita, Baban, 2008. “Novel Saman dan Larung Karya Ayu Utami dalam
Perspektif Feminis Radikal.” Bandung: Universitas Padjajaran.
Barthes, Roland, 1977. Elemens of Semiology. New York: Hill & Wang.
Beauvoir, Simone de. 2003. Second Sex: Fakta dan Mitos. Edisi Ba-
hasa Indonesia diterjemahkan oleh Toni B. Febriantono.
Surabaya: Pustaka Promothea.
166
167
Dini, Nh. 2003. Pada Sebuah Kapal. Jakarta: Gramedia Pustala Utama.
Cet. Ke-8.
167
168
http:www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/08/0035.html.
“Kekerasan dalam Rumah Tangga,” Indonesia-News.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/17/Bagaimana-Mata-Kucing-
Melihat-Dunia. Diunduh melalui google.com, 17 Oktober 2013.
168
169
169
170
Moeis, Abdul. 1999. Salah Asuhan. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. Ke-25.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian Sastra. Jakarta: Ghalia Indonesia
170
171
.
Said, Edward W. 1978. Orientalisme. Bandung: Mizan.
171
172
172
173
Biodata Penulis
173