Khulafaur Rasyidin
Kediaman Madinah
Kufah
Etimologi[sunting | sunting sumber]
Muhammad (atas), dan para Khalifah Rasyidin. Abu Bakar (kiri), Umar, Ali, dan Utsman
(kanan). Dari Subhat al-Akhbar, Perpustakaan Nasional Austria
Secara etimologis, al-Khulafāʾ al-Rāshidūn terdiri dari dua kata, yaitu al-Khulafāʾ yang
memiliki arti "pengganti" atau "pemimpin" dan al-Rāshidūn yang memiliki arti "dibimbing
dengan benar" (atau menurut sebagian Muslim, "mendapatkan petunjuk").[3] Dengan demikian,
al-Khulafāʾ al-Rāshidūn dapat diterjemahkan sebagai "para pemimpin yang dibimbing dengan
benar".[4]
Menurut Muslim Sunni, istilah Khulafaur Rasyidin berasal dari sebuah Hadis yang meramalkan
bahwa kekhalifahan setelah kematian Muhammad akan berlangsung selama 30 tahun dan
kemudian akan diikuti oleh kerajaan.[5][6] Menurut hadis lain dalam Sunan Abu
Dawud dan Musnad Ahmad, menjelang akhir zaman, Khilafah Terpimpin akan dipulihkan sekali
lagi oleh Tuhan.[7] Namun, istilah ini tidak digunakan dalam Islam Syiah, karena sebagian besar
Muslim Syiah tidak menganggap aturan tiga khalifah pertama sah.[8] Di sisi lain,
Syiah Zaidiyah percaya tiga khalifah pertama sebagai pemimpin yang sah.[9]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Suksesi Muhammad adalah isu sentral yang memecah komunitas Muslim.
[10]
Islam Sunni menerima status politik mereka sepenuhnya, sedangkan Muslim Syiah sebagian
besar menolak legitimasi tiga khalifah pertama, dan mempertahankan bahwa Muhammad telah
menunjuk Ali sebagai penggantinya.[10][11]
Abu Bakar[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Abu Bakar ash-Shiddiq
Lihat pula: Kekhalifahan Rasyidin § Abu Bakar Ash-Shiddiq (632–634)
Pergantian khalifah tidak selalu terjadi pada hari pertama tahun baru (Hijriyah maupun Masehi).
Khalifah akan digantikan apabila ia meninggal dunia.[179] Khilafah dicapai dengan kesetiaan;
orang-orang berba'iat (berjanji setia) kepada Khalifah dengan syarat mereka mengikuti tradisi
(sunnah) Allah dan Rasul (Muhammad) dalam setiap keputusannya.[180] Jika Khalifah taat, maka
kekuasaannya akan berlangsung seumur hidup.[181] Di era Kekhalifahan Rasyidin, tidak ada
kepemimpinan kolektif negara dan Khalifah tidak memiliki wakil, wali, atau agen kecuali ketika
dia terpaksa absen. Penggantinya akan mengurus urusan negara sampai dia kembali.[182]