Anda di halaman 1dari 6

PRIVATISASI BUMN & PERTIMBANGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

TERKAIT SWASTANISASI BUMN DI INDONESIA

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 Indonesia
mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar 2,07%, sehingga menyebabkan
perekonomian Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan drastis atau deflasi karena
perkembangan ekonomi yang tidak stabil.
Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang dibuat guna mengurangi rantai
penyebaran covid-19, namun hal ini menyebabkan konsumsi rumah tangga dan konsumsi dari
Lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) menjadi berkurang, sementara
kenyataannya adalah kedua konsumsi inilah yang sangat memberikan pengaruh atas kontraksi
pada Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi perekonomian yang tidak terkendali menyebabkan perekonomian pada
konsumsi rumah tangga dan LNPRT mengalami penurunan yang cukup besar, penurunan itu
terjadi dari 10,62% hingga menjadi -4,29%. Konsumsi pemerintah juga mengalami penurunan
dari 3,35% sehingga menjadi 1,94%. Hal ini terjadi dikarenakan pemerintah memilih untuk
mengurangi alokasi pada bidang infrastruktur pada tahun 2020, sedangkan anggaran yang
lebih ditingkatkan pemerintah sesuai dengan fokus pemerintah untuk antisipasi
penanggulangan pandemi di Indonesia.
Dalam hal penurunan ekonomi yang terjadi di Indonesia, BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) mengambil peran strategis dalam pemulihan dan transformasi ekonomi Indonesia
pasca pandemi. Menko Marves (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,
Luhut B. Pandjaitan menyampaikan bahwa BUMN memiliki peran yang sangat strategis
dalam hal pemulihan dan transformasi ekonomi Indonesia pasca pandemi, hal ini juga sangat
berkaitan dengan visi Indonesia tahun 2045 untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang
berpendapatan tinggi sebelum tahun 2045.
Luhut B. Pandjaitan berkata dalam sambutannya ketika mewakili Presiden Joko
Widodo dalam pembukaan acara Thr State-Owned Enterprise (SOE) International Conference
di Nusa Dua, Bali pada 17 Oktober 2022, ia mengatakan bahwa untuk mewujudkan target
tersebut, Indonesia harus dapat mengendalikan pandemi dan memulihkan ekonomi di tengah
berbagai tantangan global, mentransformasikan ekonomi berbasis komoditas menjadi berbasis
industri, meningkatkan efisiensi melalui digitalisasi serta melakukan mitigasi dampak
perubahan iklim. Dalam berbagai upaya yang dilakukan tersebut, membutuhkan dukungan
BUMN yang memiliki daya saing, BUMN yang dapat memberikan kontribusi besar ke dalam
proses pembangunan ekonomi Indonesia.
Menteri BUMN, Erick Thohir menyampaikan hasil transformasi BUMN
menunjukkan bahwa berbagai kebijakan yang dirumuskan dan upaya-upaya yang dilakukan
selama proses pemulihan ekonomi dan transformasi ekonomi Indonesia telah ke arah yang
benar. Erick Thohir sendiri mengatakan bahwa dirinya sangat bersyukur dengan kerja keras
yang dilakukan BUMN selama tiga tahun terakhir membuahkan hasil kerja yang signifikan
dalam menghasilkan peningkatan yang cukup signifikan seperti pendapatan yang meningkat
18,8% pada 2020-2021, menjadi Rp. 2.295 T (USD 160 B), kemudian laba konsolidasi
meningkat 8,38 kali lipat dari Rp. 13 T (USD 892 M) di tahun 2020, telah meningkat menjadi
Rp. 124,7 T (USD 9 B) pada tahun 2021, setara sehingga 53% dari PDB (Produk Domestik
Bruto) Indonesia.
Berbicara mengenai BUMN, BUMN merupakan badan usaha yang mana sebagian
dan bahkan hampir keseluruhan modalnya diberikan oleh negara, dan kekayaan yang
diperolehnya pun hampir seluruhnya adalah milik negara. BUMN sendiri diberdirikan atas
dasar tujuan menjadi Agent of Development, berdasarkan peran dan tujuan tersebut, maksud
dan tujuan diberdirikannya BUMN adalah membangun pertumbuhan dan perekonomian
ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan berbagai tugasnya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat dalam memenuhi kebutuhan rakyat itu sendiri.
Seperti yang kita ketahui, BUMN merupakan badan usaha yang berskala nasional dan
dipegang oleh negara serta bukan berbasis swasta. Sedangkan BUMS (Badan Usaha Milik
Swasta) sendiri merupakan badan usaha ekonomi yang dipegang oleh pihak swasta, modal
yang dimiliki pun diperoleh dari pihak swasta dan keuntungan yang diperoleh juga adalah
milik swasta.
Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik), tercatat bahwa pada tahun 2021,
hanya ada 95 perusahaan atau lembaga Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini
merupakan sebuah penurunan jika dibandingkan dengan 5 tahun kebelakang, yakni terdapat
142 perusahaan atau BUMN pada tahun 2017, jumlah BUMN mengalami penurunan dan
pengurangan perusahaan sekitar 45-47 perusahaan atau sekitar 32-34% selama 5 tahun
terakhir. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah BUMN
pada 2021 adalah sebagai berikut :

Menurut data tersebut, dapat terlihat bahwa BUMN pada tahun 2021 lebih banyak
didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan nilai sebanyak 28 BUMN dari industri
pengolahan. Sedangkan dalam sektor informasi dan komunikasi, pertambangan, pengadaan
gas dan listrik, serta pengadaan air justru sangat sedikit dan terbatas. Sementara itu, seperti
yang kita semua ketahui bahwa kini manusia sangat bergantung dengan segala hal yang
berkaitan teknologi pada era digitalisasi ini. Terutama setelah pandemi yang terjadi selama 2
tahun ke belakang yang membuat semua orang sangat bergantung dengan kemudahan yang
telah diberikan oleh hal-hal yang berkaitan dengan teknologi.
Dengan adanya data dari penurunan jumlah BUMN di Indonesia, terdapat beberapa
masyarakat dan bagian pemerintah yang berperspektif mengenai penswastaan BUMN
menjadi perusahaan milik swasta atau akan tetap menjadi milik negara. Tentunya keputusan
untuk menjadikan BUMN menjadi perusahaan milik swasta atau tetap dijadikan milik negara
bukan suatu pilihan sederhana. Dikarenakan hal ini juga sangat tergantung pada berbagai
faktor, termasuk ke dalamnya faktor sektor industri, faktor tujuan ekonomi, faktor lingkungan
politik, dan faktor sosial di negara tersebut.
Sebelum membahas kelanjutan mengenai privatisasi dan pertimbangan pengambilan
keputusan terkait swastanisasi BUMN, kita harus memahami arti dari privatisasi itu sendiri.
Terdapat landasan teoritis yang mendukung privatisasi, yaitu aplikasi Teorema Coase yang
berbunyi,
“Dalam pasar bebas biaya transaksi lebih kecil dibandingkan pada suatu hirarki besar.
Dalam pasar bebas pertukaran lebih fleksibel dan arus informasi lebih efisien. Dengan
semakin rumitnya perekonomian maka kemampuan memproses informasi di pusat makin
tertinggal dibandingkan dengan arus informasi yang diolah. Oleh karena itu, pengambilan
keputusan sering terlambat dan kualitasnya pun menurun. Hal ini berdampak pada rendahnya
efisiensi produksi.”
Privatisasi perusahaan negara dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu makro
dan mikro. Dari sisi makro, privatisasi sektor publik adalah dalam upaya mengurangi beban
anggaran di satu sisi, yang kemudian diikuti oleh dampak lain yaitu berkurangnya peran
sektor publik beralih ke sektor swasta dengan semakin kuatnya peran mekanisme pasar.
Dari sisi mikro (keuangan perusahaan), pelepasan saham kepada masyarakat melalui
pasar modal dapat diartikan sebagai suatu usaha pendanaan serta untuk lebih memberikan
kontrol terhadap manajemen sebagai akibat terjadinya agency cost (Principle-Agent Problem)
di mana manajer sebagai agen tidak berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaan, tetapi
cenderung lebih melaksanakan kehendaknya sendiri, yang selanjutnya meningkatkan cost to
monitor manager and influence their action (biaya untuk memantau manajer dan pengaruh
tindakan mereka).
Di lain pihak, definisi Privatisasi menurut UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya,
kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat. Privatisasi
dilakukan didasarkan pada berbagai pertimbangan sebagai berikut:
● Mengurangi beban keuangan pemerintah, sekaligus membantu sumber pendanaan
pemerintah (divestasi).
● Meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan.
● Meningkatkan profesionalitas pengelolaan perusahaan.
● Mengurangi campur tangan birokrasi atau pemerintah terhadap pengelolaan
perusahaan.
● Mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri.
● Sebagai flag-carrier dalam mengarungi pasar global.
Dalam hal ini, tentunya terdapat berbagai kelebihan dan kekurangan masing-masing
dalam hal privatisasi atau pemindahan kepemilikan BUMN, baik kepemilikan tersebut
dipegang oleh negara maupun swasta, dan keduanya pun memiliki kelebihan tersendiri yang
harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah seperti beberapa poin berikut :

● Kelebihan BUMN (Berdasarkan kepemilikan nasional) :


○ Kepentingan Strategis : BUMN beroperasi berdasarkan kepentingan
nasional dan strategis, dan sering kali berfokus pada misi jangka panjang
yang mungkin tidak segera menguntungkan secara finansial, tetapi penting
bagi pembangunan negara.
○ Stabilitas Pekerjaan : BUMN sering kali menawarkan stabilitas pekerjaan
yang lebih tinggi dan manfaat sosial bagi karyawan.
○ Pemerataan Ekonomi : BUMN dapat menjadi alat untuk mendistribusikan
kekayaan dan kemakmuran ke berbagai wilayah di negara tersebut.

● Kelebihan Swasta :
○ Efisiensi : Perusahaan swasta cenderung lebih efisien dalam mengelola
sumber daya dan menghadapi persaingan untuk mencapai keuntungan.
○ Inovasi : Perusahaan swasta cenderung lebih responsif terhadap perubahan
pasar dan mendorong inovasi untuk tetap bersaing.
○ Kemandirian Keuangan : Dengan mendapatkan modal dari pasar,
perusahaan swasta tidak bergantung pada anggaran pemerintah, sehingga
dapat mengurangi tekanan pada anggaran negara.

Dalam praktiknya, banyak negara memutuskan untuk mencampur kepemilikan


BUMN dan swasta, dengan menggabungkan elemen-elemen dari kedua model. Beberapa
BUMN bisa tetap beroperasi sebagai perusahaan milik negara karena pentingnya misi
strategisnya, sementara beberapa sektor lain mungkin diswastakan untuk mendorong
persaingan dan efisiensi.
Keputusan untuk menjadikan BUMN milik negara atau diswastakan harus didasarkan
pada analisis mendalam tentang situasi dan tujuan ekonomi negara. Penting juga untuk
mempertimbangkan mekanisme pengawasan dan regulasi yang tepat agar kepentingan
masyarakat dan tujuan strategis tetap terjaga, terlepas dari kepemilikan perusahaan tersebut.
Pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi yang sedang terjadi dalam negara, serta
mempertimbangkan juga mengenai kepentingan serta keuntungan negara secara strategis dan
tujuan dari pengambilan keputusan tersebut. Berikut merupakan beberapa hal yang harus
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai apa sebaiknya BUMN
dijadikan perusahaan milik swasta atau tetap dijadikan milik negara :

● Kondisi Pasar dan Persaingan : Jika sektor industri tempat BUMN beroperasi
memiliki persaingan yang ketat dan memerlukan inovasi dan efisiensi,
diswastakan menjadi milik swasta bisa menjadi pilihan yang baik.
● Kepentingan Strategis : Jika BUMN memiliki peran strategis dalam
pembangunan negara, menyediakan layanan penting yang tidak akan
terpenuhi dengan baik oleh sektor swasta, atau berkontribusi pada stabilitas
ekonomi dan pemerataan, mempertahankan kepemilikan oleh negara
mungkin lebih tepat.
● Kinerja dan Manajemen BUMN : Jika BUMN mengalami masalah kinerja,
kurang efisiensi, atau tata kelola yang buruk, diswastakan bisa menjadi opsi
untuk mengubah cara operasional dan manajemen perusahaan.
● Pengawasan dan Regulasi : Baik BUMN maupun perusahaan swasta
memerlukan regulasi yang efektif untuk memastikan kepentingan masyarakat
terlindungi, terutama dalam hal layanan publik, lingkungan, dan keadilan
sosial.
● Tujuan Ekonomi Negara : Keputusan untuk mempertahankan BUMN atau
diswastakan harus selaras dengan tujuan ekonomi jangka panjang negara,
termasuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan
pembangunan infrastruktur.

Disisi lain, terdapat pula beberapa manfaat dari pemindahan kepemilikan atau
privatisasi BUMN dari milik negara menjadi milik swasta, yaitu :
● BUMN akan menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
● Manajemen BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari
intervensi birokrasi.
● BUMN akan memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar
domestik.
● BUMN akan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga
pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
● BUMN akan memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses
produksi.
● Terjadi transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lambat,
menjadi budaya korporasi yang lincah.
● Mengurangi defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk
menambah kas APBN.
● BUMN akan mengalami peningkatan kinerja operasional/keuangan, karena
pengelolaan perusahaan lebih efisien.

Pengambilan keputusan mengenai privatisasi dan swastanisasi BUMN adalah proses


kompleks yang harus mempertimbangkan berbagai faktor. Berikut adalah beberapa solusi
yang dapat dipertimbangkan untuk membantu dalam pengambilan keputusan tersebut :
1. Analisis Mendalam : Lakukan analisis mendalam terhadap masing-masing
BUMN yang akan diprivatisasi atau diswastanisasi. Tinjau kinerja keuangan,
manajemen, efisiensi, dan kontribusi BUMN terhadap tujuan ekonomi dan
sosial negara. Analisis ini dapat membantu mengidentifikasi sektor mana
yang lebih cocok untuk swastanisasi dan sektor mana yang lebih baik tetap
sebagai BUMN.
2. Tujuan Ekonomi Jangka Panjang : Pastikan keputusan privatisasi atau
swastanisasi sejalan dengan tujuan ekonomi jangka panjang negara.
Pertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan tersebut terhadap
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan, dan
pemerataan ekonomi.
3. Konsultasi Pemangku Kepentingan : Melibatkan konsultasi dengan berbagai
pemangku kepentingan seperti pekerja BUMN, serikat pekerja, masyarakat,
dan ahli ekonomi. Pendengaran pendapat dari berbagai pihak yang terlibat
dapat membantu mendapatkan pandangan yang lebih luas dan mendalam
tentang implikasi keputusan tersebut.
4. Regulasi dan Pengawasan : Pastikan ada regulasi dan pengawasan yang
efektif dalam mengelola BUMN yang diprivatisasi atau diswastanisasi. Hal
ini untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut tetap mematuhi standar
etika, lingkungan, dan keamanan yang tinggi serta tetap memberikan layanan
yang berkualitas kepada masyarakat.
5. Transparansi dan Akuntabilitas : Dalam mengambil keputusan tersebut,
pastikan bahwa prosesnya transparan dan akuntabel. Sediakan informasi yang
jelas dan lengkap kepada masyarakat mengenai alasan dan manfaat dari
privatisasi atau swastanisasi tersebut.
6. Penggunaan Hasil Privatisasi/Diswastanisasi : Pastikan hasil dari privatisasi
atau swastanisasi BUMN digunakan dengan bijaksana dan transparan.
Misalnya, pendapatan dari privatisasi bisa digunakan untuk investasi dalam
sektor-sektor strategis lainnya atau untuk mengurangi utang publik.
7. Pengawasan Pasca-Privatisasi : Setelah privatisasi atau swastanisasi
dilakukan, tetap perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan
swasta yang mengambil alih BUMN. Pastikan mereka mematuhi kontrak dan
komitmen yang telah disepakati sebelumnya.
8. Diversifikasi Kepemilikan : Jika memungkinkan, pertimbangkan untuk
melakukan diversifikasi kepemilikan dengan mendorong partisipasi publik
dalam kepemilikan saham perusahaan yang diprivatisasi. Hal ini dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam keputusan ekonomi dan
mengurangi konsentrasi kepemilikan pada kelompok tertentu.

Tidak ada pendekatan tunggal yang benar untuk mengambil keputusan mengenai
privatisasi atau swastanisasi BUMN, karena setiap keputusan harus dipertimbangkan
berdasarkan situasi dan tujuan ekonomi negara yang spesifik. Penting untuk
mempertimbangkan dampak jangka panjang dan mendengarkan berbagai perspektif sebelum
mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan masyarakat dan negara secara
keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai