Anda di halaman 1dari 10

Perekonomian Indonesia Kel.

3.1 Pendahuluan
Di dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Kelompok swasta dapat dibagi dalam dua sub-
kelompok, yakni koperasi dan BUMS. Sedangkan kelompok pemerintah adalah BUMN.
Menurut jumlah unit usaha, jumlah BUMN jauh lebih kecil dibandingkan jumlah perusahan-
perusahaan swasta, namun kelompok BUMN tersebut beroperasi di sektor-sektor atau sub
sektor-sub sektor ekonomi yang sangat strategis, seperti pertambangan, energi dan sejumlah
industri manufaktur. Adanya BUMN yang mencerminkan keterlibatan langsung pemerintah
di dalam ekonomi praktis tersebut tidak lepas dari UUD 1945 Pasal 33 mengenai sistem
perekonomian Indonesia yang menegaskan (ayat 2) bahwa cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Oleh karena itu, selama Pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konstitusi Indonesia
maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk BUMN) dalam perekonomian
Indonesia masih diperlukan.
Peran dari pelaku-pelaku ekonomi tersebut di dalam perekonomian Indonesia selama ini
dapat dilihat dari sejumlah indikator, terutama dalam sumbangannya terhadap pembentukan
atau pertumbuhan PDB, kesempatan kerja, dan peningkatan cadangan valuta asing (devisa)
terutama lewat ekspor dan sumbangannya terhadap keuangan pemerintah lewat pembayaran
pajak dan lainnya.
3.2 Peranan Pelaku Ekonomi
3.2.1 Peran Pelaku Badan Usaha Milik Negara
Setiap pemerintah memiliki kebutuhan rutin yang salah satunya adalah pengeluaran untuk
berbagai kebutuhan termasuk belanja pegawai, belanja barang dan jasa, pembayaran cicilan
utang, pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur, sekolah, daerah dan lainnya serta
pengeluaran untuk kebutuhan operasional lainnya. Untuk dapat membiayai semua
pengeluaran tersebut pemerintah perlu mendapatkan penerimaan. Ada berbagai sumber
penerimaan negara salah satunya yaitu pemasukan dari BUMN.
Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, maksud dan tujuan
pendirian BUMN adalah sebagai berikut
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya
dan penerimaan negara pada khususnya.
2. Mencari keuntungan
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh swasta
dan koperasi
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi dan masyarakat.
Dalam periode 2001-2017, hingga tahun 2004 jumlah BUMN mengalami penambahan,
namun setelah itu mulai merosot karena privatisasi (penjualan ke sektor swasta). Pada tahun
2011 tercatat jumlah BUMN mencapai 140 perusahaan dan per Januari 2017 tercatat
sebanyak 121 unit (Gambar 3.1)

Menilai kinerja BUMN harus dari dua sisi. Pertama, dari sisi kontribusinya terhadap ekonomi
dan masyarakat sesuai tujuan atau misinya yang telah dibahas diatas, seperti sumbangannya
terhadap: (i) pembentukan atau pertumbuhan PDB, (ii) kesempatan kerja, (iii) pengadaan
barang dan jasa, (iv) penerimaan negara dan (v) perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat
lemah termasuk UMK dan koperasi lewat antara lain pembiayaan ekonomi mikro dengan
kredit usaha rakyat (KUR), Permodalan Nasional Madani (PNM), dan penyaluran program
kemitraan dan bina lingkungan. Data Kementrian BUMN menunjukkan penyaluran KUR
oleh BUMN sampai dengan awal 2017 mencapai 222 triliun. Akumulasi penyaluran program
kemitraan sampai dengan tahun 2015 mencapai Rp. 14.487.656 juta dengan jumlah mitra
binaan sebanyak 505,804 dan selama semester pertama tahun 2017 sebanyak Rp. 335,909
dengan jumlah mitra binaan 542,606. Kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dalam bentuk setoran dividen dan pajak dapat dilihat di Gambar 3.2.
selama periode 2013-2016, penerimaan pemerintah terbesar dari kedua komponen tersebut
secara total terjadi pada tahun 2014 yang mencapai Rp. 211 triliun dan terendah pada tahun
2013 yang hanya 194 triliun.
Kedua adalah dari sisi kinerjanya yang dapat diukur dengan berbagai indikator, seperti posisi
keuangan serta pendapatan dan laba bersih BUMN. Menurut Purwoko (2002), pada tahun
2000, BUMN memiliki total asset sebesar Rp. 861,52 triliun hanya mampu menghasilkan
keuntungan sebesar Rp. 13,34 triliun atau dengan tingkat Return on Assets (RoA) sebesar
1,55 persen.
Salah satu alasan pemerintah melakukan privatisasi atau penjualan sebagian saham BUMN
ke swasta adalah kinerja BUMN yang selama periode sebelum krisis 1998 relatif buruk atau
bahkan hampir semua BUMN nyaris bangkrut (seperti yang pernah dialami oleh PT. Garuda
Indonesia, PT PLN) jika tidak ada bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat
lewat Kementerian Keuangan lebih banyak menyuntikkan dan ke BUMN-BUMN daripada
mendapatkan pemasukan dari mereka lewat pajak dan dividen.

3.2.2 Peran Pelaku Badan Usaha Milik Swasta


Menurut skala usaha, BUMS terdiri atas usaha mikro (UMI), usaha kecil (UK), Usaha
Menengah (UM), dan usaha besar (UB). Walaupun jumlah UB saat ini jauh lebih banyak
dibandingkan pada awal Orde Baru, namun masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah perusahaan dari kategori usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Menurut data
dari Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM (Menegkop & UKM) dan Badan Pusat
Statistik (BPS), pada tahun 2013 jumlah usaha mikro dan kecil (UMK) mencapai 58 juta,
jauh lebih banyak dibandingkan UM dan UB (Tabel 3.1)

Di Indonesia, seperti negara sedang berkembang umumnya UMKM berperan sangat penting,
khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin,
distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan.
Namun, dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan ekspor non-migas,
khususnya produk-produk manufaktur, dan inovasi serta pengembangan teknologi, peran
UMKM masih relatif rendah dan ini sebenarnya perbedaan yang paling menyolok dengan
UMKM di negara maju.
UMKM sangat penting karena ciri khas mereka, antara lain sebagai berikut (Tambunan,
2018):
1. Jumlah perusahaan sangat banyak sekali (jauh melebihi UB), terutama dari kategori
UMK. Berbeda dengan UB dan UM, UMK tersebar diseluruh pelosok perdesaan,
kelompok usaha ini mempunyai suatu signifikansi ’lokal’ yang khusus untuk ekonomi
pedesaan.
2. Karena sangat padat karya, yang berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan
kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMK dapat dimasukkan sebagai
suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan
kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin.
3. Tidak hanya mayoritas dari UMKM, terutama UMK, berlokasi di pedesaan, kegiatan-
kegiatan peoduksi dari kelompok usaha ini juga pada umumnya berbasis pertanian.
Oleh karena itu, upaya-upaya pemerintah mendukung UMKM sekaligus juga
merupakan suatu cara tak langsung namun efektif untuk mendukung pembangunan
dan pertumbuhan produksi disektor pertanian.
4. pertumbuhan produksi disektor pertanian. 4. UMKM memakai teknologi-teknologi
yang lebih cocok terhadap proporsi-proporsi dari faktor-faktor produksi dan kondisi
lokal yang ada, yakni SDA dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang berlimpah.
5. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat. Bahkan banyak UMKM bisa bertahan pada saat
ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997/1998. Oleh sebab itu
kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi
sebagai basis bagi perkembangan usaha lebih besar. Misalnya UMK bisa menjadi
landasan bagi pengembangan UM, dan UM bagi UB.
6. Walaupun pada umumnya masyarakat pedesaan miskin, banyak bukti yang
menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bisa menabung dan mereka mau
mengambil risiko dengan melakukan investasi.
Perbedaan mendasar antara usaha swasta dan usaha milik negara adalah berangkat dari
status kepemilikannya. Kepemilikan usaha swasta jelas, di mana lembaga usahanya
sepenuhnya menjadi milik perseorangan. Dari status kepemilikan privat seperti ini,
melahirkan kebebasan untuk mengelola dan mengembangkan usaha sesuai dengan
kepentingannya.
Badan usaha swasta memiliki dua sifat alamiah yang bertentangan, yaitu ”efisiensi-
inovatif (dinamis)” dan ”egois”. Sifat dinamis yang muncul dari golongan pribadi
memiliki keunggulan untuk dijadikan sebagai penggerak utama dari kegiatan ekonomi.
Tetapi, dengan sifat alamiah yang mementingkan dirinya sendiri (egois), badan usaha
swasta sangat tidak layak jika ditempatkan sebagai penyedia dan pelindung kepentingan
sosial. Dengan sifat alamiah seperti itu, maka peran yang pas bagi usaha swasta adalah
”penggerak dinamika perekonomian” (Kartasasmita, 1996). Atau, menurut istilah yang
digunakan oleh Tjakrawerdaja (1968), peran yang sesuai adalah sebagai penggerak utama
pertumbuhan ekonomi (dan bukan penggerak utama pemerataan). Kedua istilah tersebut
memiliki substansi yang sama, yaitu sektor swasta didorong untuk menjadi ujung tombak
kemajuan dan kreativitas perekonomian nasional. Disinilah seharusnya peran badan
swasta ditempatkan dalam perekonomian nasional.
3.2.3 Peran Pelaku Badan Usaha Koperasi
Definisi, Bentuk dan Jenis
Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Perbedaan antara kelompok perusahaan koperasi dengan kelompok perusahaan bukan
koperasi dapat dilihat dalam sejumlah aspek, terutama aspek-aspek berikut ini
(Tambunan, 2018):
1. Kepemilikan: perusahaan koperasi dimiliki oleh anggota
2. Pengguna jasa perusahaan: pengguna utama jasa perusahaan koperasi adalah
anggota
3. Tujuan mendirikan perusahaan: perusahaan koperasi didirikan dengan tujuan
bukan untuk mencari laba melainkan untuk mensejahterakan anggotanya.
4. Keuntungan dan pembagiannya: bagi perusahaan koperasi, selisih antara
penjualan (omset) dan biaya
5. Disebut selisih atau sisa hasil usaha (SHU). Bagi perusahaan noonkoperasi disebut
keuntungan atau laba.
6. Disebut selisih atau sisa hasil usaha (SHU). Bagi perusahaan noonkoperasi disebut
keuntungan atau laba.
7. Sistem demokrasi. Di Perusahaan koperasi ditetapkan sepenuhnya sistem
demokrasi, yakni satu orang satu suara artinya semua anggota terlibat dalam suatu
keputusan.
Menurut UU No.25 Tahun 1992, fungsi dan peran koperasi di Indonesia adalah sebagai
berikut:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada


khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosialnya.
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia
dan masyarakat
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dan dengan koperasi sebagai soko gurunya.
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasar atas atas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Jenis Koperasi di Indonesia menurut fungsinya atau status keanggotaannya atau kepentingan
anggotanya adalah sebagai berikut:
1. Koperasi pembelian/pengadaan/konsumen: koperasi yang menyelenggarakan fungsi
pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota
2. Koperasi penjualan/pemasaran: koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi
barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai ketangan konsumen.
3. Koperasi produsen/produksi: koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, di mana
anggota-anggotanya adalah para produsen barang dan jasa atau orang-orang yang
memiliki usaha produksi yang sama
4. Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang
dibutuhkan oleh anggota
5. Koperasi simpan pinjam: koperasi yang didirikan untuk mendukung kepentingan
anggota yang membutuhkan tambahan modal usaha dan kebutuhan finansial lainnya.

Perkembangan di Indonesia
Walaupun jumlah koperasi besar dalam arti jumlah anggota banyak dan volume usaha besar
cukup banyak, namun secara umum, corak koperasi Indonesia adalah koperasi skala kecil
menengah. Keberadaan koperasi di Indonesia sebagai sebuah kelompok perusahaan atau yang
juga sering dikatakan sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usainya tidak
dapat dikatakan masih muda. Sampai dengan 2001, berdasarkan data dari Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop & UKM), jumlah koperasi diseluruh
Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak
26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibandingkan dengan jumlah koperasi per Desember 1998
mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif per November 2001,
sebanyak 96.180 unit (atau sekitar 88,14 persen dari jumlah koperasi saat itu). Hingga tahun
2004 tercatat 130.730, tetapi yang sudah melakukan RAT hanya sekitar 35,42 persen dari
jumlah koperasi pada saat itu. Hingga tahun 2006, tercatat ada 138.411 koperasi dengan
jumlah anggota 27.042.342 orang, akan tetapi yang koperasi yang dapat anggap aktif sesuai
defenisi pemerintah tersebut hanya 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703. (Tabel
3.2)
Pada era setelah Orde Baru hingga sekarang ini, jenis koperasi yang pesat pertumbuhannya
adalah koperasi bidang pembiayaan. Menurut catatan Situmorang (2013), koperasi dalam
bidang usaha jasa keuangan, khususnya bidang pembiayaan, menjadi geliat bisnis koperasi
yang berbadan hukum di Indonesia. Dalam beberapa tahun belakang ini, ada empat
perkembangan yang menarik didalam kelompok koperasi pembiayaan. Pertama, banyak
orang mendirikan lembaga-lembaga simpan-pinjam diluar sektor perbankan konvensional
berbentuk koperasi, yang umum disebut koperasi simpan-pinjam (yakni bentuk khusus
koperasi yang bergerak secara langsung sebagai lembaga intermediasi). Kedua, lembaga
pembiayaan credit union (CU) telah berubah status menjadi formal berbentuk koperasi, yang
umum disebut koperasi kredit, yang sekarang ini sangat berkembang pesat di masyarakat.
Ketiga, banyak koperasi multi usaha, seperti Koperasi Serba Usaha (KSU), mengembangkan
bisnis jasa keuangan, simpanan dan pembiayaan. Keempat, banyak muncul koperasi jasa
keuangan syariah (Situmorang, 2003).
Sejumlah Kendala
Banyaknya koperasi di Indonesia yang tidak aktif pada tahun 2006 karena keterbatasan
modal, yang dialami banyak koperasi untuk mengembangkan usaha mereka. Hal ini
merupakan salah satu imbas kenaikan harga bahan bakar minyak tahun 2004 lalu, sehingga
anggota koperasi kekurangan modal untuk tabungan. Penyebab lainnya, pemerintah kurang
menjalankan perannya sebagai pembina koperasi, dan kebijakan yang digulirkan tidak
mendukung pengembangan koperasi di tanah air.
Dalam upaya untuk mengembangkan koperasi, koperasi dihadapkan pada keadaan di mana
masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, beberapa
kendala ini menjadi kekurangan koperasi di antaranya yaitu:
1. Koperasi jarang peminatnya: Koperasi jarang peminatnya dikarenakan ada pandangan
yang berkembang dalam masyarakat bahwa koperasi adalah usaha bersama yang
diidentikkan dengan masyarakat golongan menengah ke bawah. Dari sinilah perlu
adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang koperasi.
2. Kualitas sumber daya yang terbatas: Koperasi sulit berkembang disebabkan oleh
banyak faktor, yaitu bisa disebabkan sumber daya manusia yang kurang. Sumber daya
manusia yang dimaksud adalah pengurus koperasi. Seperti yang sering dijumpai,
pengurus koperasi biasanya merupakan tokoh masyarakat sehingga dapat dikatakan
rangkap jabatan, kondisi seperti inilah yang menyebabkan ketidak fokusan terhadap
pengelolaan koperasi itu sendiri. Selain rangkap jabatan biasanya pengurus koperasi
sudah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas.
3. Banyaknya pesaing dengan usaha yang sejenis: pesaing merupakan hal yang tidak
dapat dielakkan lagi, tetapi kita harus mengetahui bagaimana menyikapinya. Bila kita
tidak peka terhadap lingkungan (pesaing) maka mau tidak mau kita akan tersingkir.
Bila kita tahu bagaimana menyikapinya maka koperasi akan survive dan dapat
berkembang.
4. Keterbatasan modal: pemerintah perlu memberikan perhatian kepada koperasi yang
memang kesulitan dalam masalah permodalan. Dengan pemberian modal koperasi
dapat memperluas usahanya sehingga dapat bertahan dan bisa berkembang. Selain
pemerintah, masyarakat merupakan pihak yang tak kalah pentingnya, di mana mereka
yang memiliki dana lebih dapat menyimpan uang mereka dikoperasi yang nantinya
dapat digunakan untuk modal koperasi.
5. Partisipasi anggota: sebagai anggota dari koperasi seharusnya mereka mendukung
program-program yang ada di koperasi dan setiap kegiatan yang akan dilakukan harus
melalui keputusan bersama dan setiap anggota harus mengambil bagian di dalam
kegiatan tersebut.
6. Perhatian pemerintah: Pemerintah harus bisa mengawasi jalannya kegiatan koperasi
sehingga bila koperasi mengalami kesulitan, koperasi bisa mendapat bantuan dari
pemerintah, misalnya saja membantu penyaluran dana untuk koperasi.Akan tetapi
pemerintah juga jangan terlalu mencampuri kehidupan koperasi terutama hal-hal yang
bersifat menghambat pertumbuhan koperasi. Pemerintah hendaknya membuat
kebijakan-kebijakan yang dapat membantu perkembangan koperasi.
7. Manajemen koperasi: Dalam pelaksanaan koperasi tentunya memerlukan manajemen,
baik dari bentuk perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Karena hal ini sangat berfungsi dalam pengambilan keputusan tetapi tidak melupakan
partisipasi dari anggota.
Selain ketujuh kendala pokok tersebut, hal lain yang dapat menjadi hambatan dalam
pembentukan koperasi yang efektif di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang-orang
Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi
menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan
perusahaan – perusahaan besar.
2. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (top down), artinya
koperasi berkembang di Indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul
dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di
luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling
membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan
koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung
saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikan dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan
tujuan dari koperasi.
3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang
belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu
hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau
pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari
sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa
dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi
menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja
pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh
pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus
4. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa
koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana
dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun
tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik,
koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya
dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan
menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus menerus menjadi benalu negara.
Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasannya yang
baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan
demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu
bersaing.
5. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri,
meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri. Padahal
kesadaran ini adalah pondasi utama bagi pendirian koperasi sebagai motivasi.
6. Kurangnya pengembangan kerjasama antar usaha koperasi Salah satu kendala utama
yang dihadapi pertumbuhan koperasi adalah rendahnya tingkat kecerdasan dan
kesadaran masyarakat Indonesia terhadap koperasi, dan banyak partai politik yang
memanfaatkan koperasi untuk meluaskan pengaruhnya. Koperasi di Indonesia masih
sangat lemah. Tidak ada perkembangan yang cukup tinggi. Boleh dikatakan koperasi
di Indonesia berjalan di tempat.
Ada beberapa hambatan yang dapat memengaruhi perkembangan koperasi , yakni sebagai
berikut:
1. Hambatan Eksternal
 Keterlibatan pemerintah yang berlebihan (yang sering kali karena desakan
pihak donor)
 Terlalu banyak yang diharapkan dari koperasi atau terlalu banyak fungsi yang
dibebankan kepada koperasi melebihi fungsi atau tujuan koperasi sebenarnya.
 Kondisi yang tidak kondusif, seperti distorsi pasar, kebijakan ekonomi seperti
misalnya kebijakan proteksi yang anti-pertanian, dan sebagainya
 Kurangnya kerjasama pada bidang ekonomi dari masyarakat kota sehingga
koperasi semakin terkucilkan
2. Hambatan Internal
 Termasuk keterbatasan anggota atau partisipasi anggota
 Kinerja anggotanya yang kurang berkompeten
 Isu-isu structural
 Perbedaan antara kepentingan individu dan kolektif
 Lemahnya manajemen koperasi
 Rendahnya tingkat kecerdasan rakyat Indonesia
 Kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi
 Kurangnya Modal Kerja.

3.3 Solusi dalam Mengatasi Masalah yang Menghambat Perkembangan Koperasi di


Indonesia
1. Adanya sosialisasi kepada masyarakat sehingga pengetahuan masyarakat tentang
koperasi akan bertambah. Masyarakat dapat mengetahui bahwa sebenarnya koperasi
merupakan ekonomi rakyat yang dapat mensejahterakan anggotanya. Sehingga
mereka berminat untuk bergabung.
2. Perlu dilakukan pengarahan tentang koperasi kepada generasi muda melalui
pendidikan agar mereka dapat berpartisipasi dalam koperasi. Partisipasi merupakan
faktor yang penting dalam mendukung perkembangan koperasi. Partisipasi akan
meningkatkan rasa tanggung jawab sehingga dapat bekerja secara efisien dan efektif.
3. Melakukan trik-trik khusus melalui harga barang/jasa, sistem kredit dan pelayanan
yang maksimum. Mungkin koperasi sulit untuk bermain dalam harga, tapi hal ini
dapat dilakukan dengan cara sistem kredit, yang pembayarannya dapat dilakukan
dalam waktu mingguan ataupun bulanan tergantung perjanjian. Dengan adanya hal
seperti ini diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat untuk menjadi anggota.
4. Pemberian modal koperasi oleh pemerintah dan juga masyarakat yang memiliki dana
dapat menyimpan uang mereka dikoperasi supaya memperluas usahanya agar dapat
bertahan dan bisa berkembang.
5. Pemerintah hendaknya membuat kebijakan-kebijakan dan dukungan yang dapat
membantu perkembangan koperasi.
6. Membenahi kondisi internal koperasi.
7. Penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan koperasi yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai