Anda di halaman 1dari 15

e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No.

│ 2017

ANALISIS RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)


PULAU BUNGKUTOKO KOTA KENDARI

La Liusu1), Muhtar2), Ishak Kadir3)


1)
Mahasiswa Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Pascasarjana UHO, 2015
2)
Dosen Fakultas Pertanian dan Pascasarjana UHO
3)
Dosen Fakultas Teknik dan Pascasarjana UHO
Email: ppwjurnal@gmail.com

ABSTRAK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peruntukan lahan mikro sebanyak 119


bangunan sudah sesuai dengan arahan RTBL. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), 98
sesuai arahan RTBL, 21 bangunan tidak sesuai arahan RTBL. Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) 108 bangunan sudah sesuai arahan RTBL dan 11 tidak sesuai arahan
RTBL. Ketinggian bangunan 119 bangunan sudah sesuai RTBL. Elevasi teras
bangunan, 116 bangunan sudah sesuai arahan RTBL dan 3 bangunan tidak sesuai arahan
RTBL. Garis Sempadan Bangunan (GSB) sebanyak 119 bangunan sudah sesuai RTBL.
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian RTBL di Pulau Bungkutoko, dapat
disimpulkan : (1) Faktor hukum, (2) Faktor petugas lapangan (satgas), (3) Faktor
Pemilik lahan/bangunan. Pengembangan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di
Pulau Bungkutoko berdasarkan kebutuhan ruang dan arahan pemanfaatan ruang di
Pulau Bungkutoko. Pengembangan RTBL akan dikembangkan di sub kawasan pesisir,
RTH pesisir, pelabuhan dan pemukiman.

Kata Kunci: evaluasi, kesesuaian, RTBL, Rencana Pengembangan

ABSTRACT

La Liusu. 2018, An Analysis of Building and Environmental Planning Program (RTBL)


of Bungkutoko Island. Planning and Regional Development Program Post Graduate of
Halu Oleo University. Supervisor (I) Muhtar, Supervisor (II) Ishak Kadir
The Building and Environmental Planning Program (RTBL) of Bungkutoko Island
was prepared in 2014 with a view of obtaining an objective grip for the development
policy of Bungkutoko Island. The implementation period of RTBL have been started
from 2014-2019. This study aims to evaluate the suitability and non-suitability between
existing conditions with the Building and Environmental Planning Program in
Bungkutoko Island that have been made, and to find out factors that caused the non-
suitability. There are 10 (ten) evaluated variables, as contained in the design
guidelines, and planning the development of RTBL in Bungkutoko Island. The design of
this research was quantitative descriptive study that described the suitability between
the existing building and environment with the Building and Environmental Planning
Program (RTBL) and also analysed the factors that caused the non-suitability. The
primary data were an observation sheet and interview result, while secondary data
were the data of Kendari City in number, and document of RTBL of Bungkutoko Island.
The object of the study was 119 buildings. The result of this study showed that in coastal
zone A, coastal zone B, and coastal zone C is the allocation of micro land which was
not suitable with RTBL directives, Building Basic Coefficient (KDB) was not suitable

1
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

with RTBL directives, Building Floor Coefficient (KLB) was not suitable with RTBL
directives, The height of the building has suitable, the elevation of building terrace was
not suitable with RTBL directives, the Building Border Line (GSB) was suitable with the
RTBL directives but the environmental road is not yet suitable, as well as the
information system, roadway equipment and drainage at the coastal sub-zone cannot
function as expected. Factors that caused non-suitability of RTBL in Bungkutoko Island
can be concluded: (1) Legal factor, (2) Field officer factor, (3) Factor of land/building
owner. The development of Building and Environmental Planning Program (RTBL) in
Bungkutoko Island is based on space needs and the direction of space utilization at
Bungkutoko Island. The development of RTBL will be developed in the coastal sub zone,
the coastal of green open space (RTH), port, and settlement.

Keywords: evaluation, suitability, RTBL, Development Planning

A. PENDAHULUAN land sharing, 6) Konsep natural resouces


1. Latar Belakang based development, 7) Konsep
Penataan perkotaan Kota Kendari pengembangan baru dengan pendekatan
melalui Rencana Tata Bangunan dan complete street. Sub kawasan ini
Lingkungan (RTBL) merupakan salah merupakan proses pertumbuhan ekonomi
satu program pembangunan dalam yang mencakup sub kawasan Pesisir A
rangka pengendalian pemanfaatan ruang (perumahan resettelment), sub kawasan
perkotaan guna mencegah terjadinya Pesisir B (perumahan pesisir selatan),
urban sprawl atau perkembangan yang sub kawasan Pesisir C (ruang terbuka
bersifat sporadis dan tidak teratur. hijau pulau) (RTBL Kota Kendari,
Maksud dari pembuatan Rencana Tata 2014).
Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Pulau Bungkutoko adalah untuk Di Pulau Bungkutoko telah
mendapatkan pegangan yang obyektif dibangun pelabuhan kontainer untuk
bagi kebijaksanaan pengembangan pengembangan Kota Kendari.
Wilayah Kota Kendari. Di samping itu Pembangunan pelabuhan akan membawa
juga membantu menentukan aspek-aspek dampak pertumbuhan pemukiman
strategis dalam rangka mengarahkan dan dengan cepat sehingga akan
mengendalikan pertumbuhan dan menimbulkan pemukiman yang kumuh
perkembangan pulau Bungkutoko pada jika tidak sesuai Rencana Tata Bangunan
masa mendatang. dan Lingkungan (RTBL). Untuk itu,
RTBL di Pulau Bungkutoko harus
Beberapa lokasi, seperti sub dilaksanakan untuk mengantisipasi
kawasan pesisir, sub kawasan ruang pengembangan pelabuhan di
publik, koridor jalan utama, dan sub Bungkutoko.
kawasan ruang publik rusun ditata
kembali agar memiliki nilai estetika. Sub 2. Tujuan Penelitian
kawasan pesisir diarahkan sebagai 1) Berdasarkan permasalahan di
Konsep penataan bangunan dan atas, maka tujuan penelitian ini adalah
lingkungan perumahan, 2) konsep sebagai berikut:
pembangunan masyarakat, 3) konsep 1. Mengevaluasi kesesuaian antara
pengembangan sisipan, 4) konsep Tata Bangunan dan Lingkungan
pengembangan RTH, 5) Konsep yang ada saat ini dengan Rencana
konservasi, rehabilitasi, revitalisasi, dan Tata Bangunan dan Lingkungan

2
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

yang telah dibuat dalam RTBL di dikembangkan secara ekonomi akan


Pulau Bungkutoko. bermanfaat pula secara psikologis, visual
2. Mengetahui faktor-faktor yang estetis, ekologis dalam kesatuan
menyebabkan ketidaksesuaian arsitektur kota dinamis (UU No. 28
Rencana Tata Bangunan dan tahun 2002).
Lingkungan di Pulau Bungkutoko.
3. Mengetahui rencana pengembangan 2. Kedudukan RTBL dalam Rencana
RTBL Pulau Bungkutoko Kota Tata Ruang
Kendari. Produk perencanaan kota
dimulai dari jenjang Rencana Tata
B. TINJAUAN PUSTAKA Ruang Wilayah (RTRW) yang
1. Rencana Tata Bangunan dan sifatnya makro dan bersifat filosofis,
Lingkungan (RTBL) produk ini merupakan dasar–dasar
Peningkatan fungsi kawasan kota yang penting dalam menentukan arah
melalui Rencana Tata Bangunan dan kebijaksanaan perkembangan kota.
Lingkungan (RTBL) dapat diprioritaskan Produk selanjutnya Rencana Umum
pada kawasan andalan yang terpilih Tata Ruang Kota (RUTRK) yang
sesuai dengan rencana tata ruang kota. secara makro sudah lebih teknis
Peningkatan kawasan potensial ini sifatnya, sedangkan Rencana Detail
dilaksanakan melalui penyusunan tata Tata Ruang Kota (RDTRK) skalanya
bangunan dan lingkungan yang berskala wilayah dan lebih detail dari yang di
ekonomi sebagai wujud dari rencana tata atasnya. Makin ke bawah lagi
ruang kota. Rencana Tata Bangunan dan skalanya makin mikro yaitu yang
Lingkungan juga akan berperan penting dikenal dengan Rencana Teknik
pada kawasan spesifik yang memiliki Ruang Kota (RTRK). Dalam tataran
nilai–nilai kultural, historis serta secara hirarki, RTBL sebenarnya setingkat
visual estetis memiliki karakter sebagai dengan Rencana Tata Ruang Kota
memori kota agar dapat dilakukan (RTRK) namun Rencana Tata
penanganan lebih lanjut dari sekedar Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
perencanaan kota (urban planning). tidak tidak secara administratif hirarki
Perlu dilakukan upaya dan strategi, dari rencana tata ruang di atasnya,
arahan pengembangan kawasan agar sehingga kawasan Rencana Tata
lebih terkendali, terpadu dan Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan lebih dibatasi pada kawasan
spesifik yang berkembang cepat juga fungsional khusus tertentu (Permen
harus diikuti pengaturan, pengendalian PU No. 5/PRT/M/2008). Kedudukan
bangunan baik mengenai tata bangunan RTBL dalam Rencanan Tata Ruang
dan tata lingkungan sebagai bagian sebagaimana digambarkan dalam
kesatuan manajemen pembangunan gambar 2.1
perkotaan. Diharapkan kawasan yang

RTRW Kab./Kota

Skala wilayah

RUTRK

Skala kota
RDTRK

Skala kota
3
RTRK/RTBL

Skala kawasan
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

Gambar 2.1 Kedudukan RTBL dalam Rencana Tata Ruang


Sumber : Permen PU No. 5/PRT/M/2008
Bungkutoko terdapat panduan
C. METODE PENELITIAN perancangan kawasan (Design Guidelines)
1. Fokus Penelitiaan yang merupakan penjelasan rinci atas
Fokus objek dalam penelitian ini konsep perancangan kawasan tersebut.
adalah sub kawasan pesisir berada di Panduan ini bersifat mengikat elemen
bagian pesisir Pulau Bungkutoko yang perancangan yang ada pada tiap sub
terdiri dari 3 sub-sub kawasan yaitu sub kawasan, agar dihasilkan ketentuan
kawasan Pesisir A (perumahan sebagai upaya mencapai visi
resettelment), sub kawasan Pesisir B pembangunan kawasan. Elemen
(perumahan pesisir selatan), sub Kawasan perancangan inilah yang menjadi variabel
Pesisir C (ruang terbuka hijau pulau). penelitian sebagaimana di sajikan dalam
2. Variabel Penelitian Tabel 3.1.
Di dalam dokumen Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Pulau

Tabel 3.1 Variabel penelitian


No. Variabel Aturan wajib/Parameter
1. Pemanfaatan Lahan Toko, kantor swasta, bank, hotel, pendidikan,
permukiman
2. Koefisien Dasar Bangunan Maksimum 60%
(KDB)
3. Koefisien Lantai Bangunan Maksimum 1,8
(KLB)
4. Ketinggian bangunan Maksimum 3 lantai
5. Elevasi teras bangunan Maksimum 1,0 m dari elevasi jalan
6. Garis Sempadan Bangunan Minimum 10 m
(GSB)
7. Parkir Menyediakan ruang parkir minimum 1 mobil
8. Tata Informasi (signage) Tidak merintangi akses pejalan dan
pengendara
9. Perlengkapan jalan (street Menyediakan lampu jalan, bak sampah,
furniture) hydrant
10. Drainase Menyediakan saluran/jaringan drainase yang
menerus

3. Teknik Analisis Data


a. Evaluasi kesesuaian Rencana Tata Teknik analisis deskriptif
Bangunan dan Lingkungan digunakan untuk menganalisis
a) Teknik analisis deskriptif keadaan objek studi melalui uraian,

4
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

pengertian ataupun penjelasan- kondisi eksisting dengan yang


penjelasan baik yang bersifat ideal. (Cholid, 1999)
terukur maupun tidak terukur. Analisis data dibagi dalam
(Widodo dan Mukhtar, 2000). Data dua alur kegiatan yang dilakukan
dan informasi yang diperoleh, secara bersamaan, yaitu :
diolah dan disajikan dengan Penyajian data, yaitu
menggunakan bentuk tabel-tabel penyajian sekumpulan data atau
frekuensi dan persentase. informasi tersusun yang adanya
b) Teknik analisis visual penarikan kesimpulan. Penyajian
Teknik ini digunakan untuk data yang bersifat kualitatif
menganalisis keadaan obyek studi disajikan dalam bentuk naratif,
dengan menggunakan sistem sedangkan data dalam bentuk
visual/penggambaran obyek secara kuantitatif disajikan dalam bentuk
langsung. Adapun alat analisis tabel-tabel frekuensi dan
yang digunakan berupa gambar persentase.
foto obyek dan gambar sketsa,
sehingga dibandingkan antara

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Evaluasi Rencana Tata Bangunan bangunan di pesisir B, dan 2 bangunan


dan Lingkungan Sub Kawasan di pesisir C, diperoleh distribusi
Pesisir frekuensi tentang intesitas pemanfaatan
1. Intesitas Pemanfaatan Lahan lahan disajikan pada Tabel 4.14 sebagai
Berdasarkan hasil observasi berikut :
terhadap 43 bangunan di pesisir A, 78

Tabel 4.14 Distribusi frekuensi evaluasi RTBL terhadap pemanfaatan lahan (mikro)
Frekuensi (jumlah
Persentase (%)
Pemanfaatan Lahan bangunan)
No
(Mikro) Pesisir Pesisir Pesisir Pesisir Pesisi Pesisir
A B C A rB C
1. Sesuai arahan RTBL 43 78 2 58,11 90,24 -
Rumah tinggal
43 61 - 58,11 74,39 -
Daratan
Rumah tinggal atas
- 16 - - 19,51 -
laut
Mesjid - 1 - - 1,22 -
Tribun - - 1 - - 50,00
Pos jaga - - 1 - - 50,00
Tidak sesuai arahan
2. 31 - - - 4,88 -
RTBL
Rumah tinggal
27 - - - 4,88 -
Daratan
Mesjid 1 - - 1,35 - -
Pos Jaga 1 - - 1,35 - -
Kantor Pemerintahan 1 - - 1,35 - -
Balai Warga 1 - - 1,35 - -
Sumber : Hasil observasi, 2017

5
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

Tabel 4.14 menunjukan tentang Pemanfaatan lahan di pesisir B terdapat


evaluasi RTBL terhadap pemanfaatan 78 bangunan rumah yang terdiri dari 61
lahan. Jumlah bangunan pada sub bangunan merupakan rumah tinggal
kawasan pesisir adalah 119 bangunan daratan da 16 bangunan merupakan
yang terbagi di tiga lokasi yaitu pesisir rumah tinggal atas laut, serta 1 unit
A, pesisir B, dan pesisir C. Pesisir A mesjid. Pemanfaatan lahan di pesisir C
merupakan perumahan restelment yang terdapat 2 unit bangunan yaitu 1 unit
diperuntukan bagi relokasi masyarakat tribun dan 1 unit pos jaga.
nelayan yang tinggal di Pulau
Bungkutoko. Dalam dokumen RTBL 2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
pemukiman terdiri dari 59 bangunan, 5 Berdasarkan hasil observasi
lokasi RTH, 1 unit mesjid, 1 unit kantor terhadap 43 bangunan di pesisir A, 78
pemerintahan, 1 unit kantor jaga, 1 bangunan di pesisir B, dan 2 bangunan
lokasi taman bermain, 1 unit dermaga, di pesisir C, diperoleh distribusi
dan 1 unit balai warga. Pemanfaatan frekuensi tentang Koefisien Dasar
lahan yang ada di lokasi hanya terdapat Bangunan (KDB) disajikan pada Tabel
43 bangunan, 1 unit dermaga, dan 1 4.15 sebagai berikut :
lokasi taman bermain bola voli.

Tabel 4.15 Distribusi frekuensi evaluasi RTBL terhadap Koefisien Dasar Bangunan
(KDB)
Koefisien
Frekuensi
Sub Dasar Persentas
No. (jumlah Keterangan
Kawasan Bangunan e (%)
bangunan)
(KDB)
1. Pesisir A ≤ 40% 43 100,00 Sesuai
> 40% - - Tidak Sesuai
Pemukiman ≤ 40% 50 80,65 Sesuai
Darat > 40% 12 19,35 Tidak Sesuai
2.
Pemukiman ≤ 50% 7 43,75 Sesuai
Atas laut > 50% 9 56,25 Tidak Sesuai
3 Pesisir C ≤ 10% 2 100,00 Sesuai
> 10% - - Tidak Sesuai
Sumber : Hasil observasi, 2017

3. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pesisir B, diperoleh distribusi frekuensi


Berdasarkan hasil observasi tentang Koefisien Lantai Bangunan
terhadap 43 bangunan di pesisir A, 62 (KLB) disajikan pada Tabel 4.16 sebagai
bangunan di pemukiman darat pesisir B berikut :
dan 16 bangunan di pemukiman atas laut

Tabel 4.16 Distribusi frekuensi evaluasi RTBL terhadap Koefisien Lantai Bangunan
(KLB)
Koefisien
Frekuensi
Lantai Persentas
No. Sub Kawasan (jumlah Keterangan
Bangunan e (%)
bangunan)
(KLB)
1. Pesisir A ≤ 0,8 43 100,00 Sesuai

6
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

> 0,8 - - Tidak Sesuai


2. Pemukiman ≤ 0,8 57 91,94 Sesuai
Darat > 0,8 5 8,06 Tidak Sesuai
3 Pemukiman ≤ 0,8 10 62,5 Sesuai
atas laut > 0,8 6 37,5 Tidak Sesuai
Sumber : Hasil observasi, 2017

4. Ketinggian Bangunan di pesisir C, diperoleh distribusi


Berdasarkan hasil observasi frekuensi tentang ketinggian bangunan
terhadap 43 bangunan di pesisir A, 78 disajikan pada Tabel 4.17 sebagai
bangunan di pesisir B, dan 2 bangunan berikut :
Tabel 4.17 Distribusi frekuensi evaluasi RTBL terhadap ketinggian bangunan
Frekuensi
Sub Ketinggian Persent
No. (jumlah Keterangan
Kawasan bangunan ase (%)
bangunan)
1. Pesisir A ≤2 43 100,00 Sesuai
>2 - - Tidak Sesuai
2. Pesisir B ≤2 78 100,00 Sesuai
>2 - - Tidak Sesuai
3 Pesisir C ≤1 2 100,00 Sesuai
>1 - - Tidak Sesuai
Sumber : Hasil observasi, 2017

5. Elevasi teras bangunan distribusi frekuensi tentang elevasi teras


Berdasarkan hasil observasi bangunan di sajikan pada Tabel 4.18
terhadap 43 bangunan di pesisir A dan sebagai berikut :
78 bangunan di pesisir B, diperoleh
Tabel 4.18 Distribusi frekuensi evaluasi RTBL terhadap elevasi teras bangunan
No. Sub Elevasi Teras Frekuensi Persentase Keterangan
Kawasan Bangunan (jumlah (%)
bangunan
)
1. Pesisir A ≤ 0,3 m dari 43 100,00 Sesuai
permukaan jalan
> 0,3 m dari - - Tidak Sesuai
permukaan jalan
2. Pesisir B ≤ 0,3 m dari 75 96,15 Sesuai
permukaan jalan
> 0,3 m dari 3 3,85 Tidak Sesuai
permukaan jalan
Sumber : Hasil observasi, 2017
6. Garis Sempadan Bangunan (GSB) di pesisir C diperoleh distribusi frekuensi
Berdasarkan hasil observasi tentang Garis Sempadan Bangunan
terhadap 43 bangunan di pesisir A, 78 disajikan pada Tabel 4.19 sebagai
bangunan di pesisir B, dan 2 bangunan berikut :

7
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

Tabel 4.19 Distribusi frekuensi evaluasi RTBL terhadap Garis Sempadan Bangunan
(GSB)
Garis
Frekuensi
Sub Sempadan Persentase Keteranga
No. (jumlah
Kawasan Bangunan (%) n
bangunan)
(GSB)
1. Pesisir A ≥ 6 meter dari as 43 100,00 Sesuai
jalan
< 6 meter dari as - - Tidak
jalan Sesuai
2. Pesisir B ≥ 3 meter dari as 78 100,00 Sesuai
jalan
< 3 meter dari as - - Tidak
jalan Sesuai
3. Pesisir C ≥ 3,5 meter dari 2 100,00 Sesuai
as jalan
< 3,5 meter dari - - Tidak
as jalan Sesuai
Sumber : Hasil observasi, 2017

7. Perlengkapan jalan (street furniture) 9. Drainase


Perlengkapan jalan (street Berdasarkan observasi yang
furniture) yang dipersyaratkan dalam dilakukan dapat dinyatakan bahwa
Rencana Tata Bangunan dan secara fisik semua bangunan memiliki
Lingkungan pada pesisir adalah harus drainase baik drainase terbuka maupun
tersedia Tempat Pembuangan Sampah drainase tertutup, akan tetapi dari aspek
(TPS) dan lampu jalan. Dari hasil fungsi dapat dinyatakan bahwa tidak
observasi lapangan, dinyatakan bahwa berfungsi. Hal ini disebabkan karena
jumlah perlengkapan jalan (street dimensi drainase yang sempit ditambah
furniture) yang terpasang di kawasan lagi dengan menumpuknya sampah pada
pesisir belum ada Tempat Pembuangan saluran drainase tersebut.
Sampah (TPS), dan 3 (tiga) unit lampu 2. Analisis Faktor-Faktor Penyebab
jalan yang terdapat di pesisir B. Ketidaksesuaian terhadap Rencana
8. Tata informasi (Signage) Tata Bangunan dan Lingkungan
Tata informasi (signage) yang di (RTBL)
atur dalam Rencana Tata Bangunan dan 1. Profil Bangunan
Lingkungan pada kawasan pesisir adalah a. Status kepemilikan bangunan
rambu, papan informasi dan Status kepemilikan bangunan
reklame/iklan. Dari hasil observasi pada kawasan RTBL sub Kawasan
lapangan, dinyatakan bahwa belum ada Pesisir dapat dikelompokkan sebagai
informasi (signage) yang terpasang di berikut :
pesisir.

Tabel 4.20 Status Kepemilikan Bangunan


Status Kepemilikan Persentase (%)
No. Sub Kawasan Milik Sewa/Ko Milik Sewa/Ko
sendiri ntrak sendiri ntrak

8
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

1. Pesisir A 43 - 100,00 -
2. Pesisir B 78 - 100,00 -
3. Pesisir C 2 - 100,00 -
Sumber : Hasil Observasi, 2017
b. Status pembangunan
Status pembangunan pada kawasan RTBL sub Kawasan Pesisir dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 4.21 Status Pembangunan

Status Bangunan Persentase (%)


No. Sub Kawasan Bangun Bangun Bangun Bangun
sendiri Pemerintah sendiri Pemerintah
1. Pesisir A - 43 - 100,00
2. Pesisir B 78 - 100,00 -
3. Pesisir C - 2 - 100,00
Sumber : Hasil Observasi, 2017

2. Faktor-faktor penyebab Peraturan Daerah (PERDA) IMB,


ketidaksesuaian Peraturan Daerah (PERDA)
a. Faktor hukum tentang Garis Sempadan dan
Faktor utama yang menyebabkan Peraturan Daerah (PERDA)
ketidaksesuaian RTBL dengan kondisi tentang Bangunan Gedung”
empirik di lapangan adalah lemahnya
dasar hukum RTBL. Undang-Undang b. Faktor petugas lapangan (satgas)
No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Dinas Perumahan, Kawasan
Gedung, pasal 28 ayat 4 berbunyi : Pemukiman, dan Pertanahan Kota
RTBL ditetapkan dengan peraturan Kendari
Bupati/Walikota, sedangkan Daerah Penyebab ketidaksesuaian
Khusus Ibukota Jakarta dengan Rencana Tata Bangunan dan
Peraturan Gubernur. Lingkungan (RTBL) adalah ada petugas
Berdasarkan hasil penelitian, lapangan (satgas) yang kurang
ditemukan bahwa Rancangan Peraturan memahami peraturan-peraturan
Daerah (Ranperda) Rencana Tata bangunan seperti Koefisien Dasar
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Kawasan Pelabuhan Bungkutoko telah Bangunan (KLB) dan lain-lain.
disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum Penyebab lainnya adalah
Provinsi Sultra yang bermitra dengan beberapa petugas lapangan yang tidak
swasta namun tidak ditindak lanjuti mengetahui Rencana Tata Ruang
dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Wilayah (RTRW) Kota Kendari hal ini
Kendari atau Peraturan Walikota terjadi karena Rencana Tata Ruang
(Perwali). Salah satu staf pada Bagian Wilayah Kota Kendari tidak pernah
Hukum Kota Kendari mengatakan : disosialisasikan kepada petugas lapangan
“Berdasarkan buku register, (satgas). Berdasarkan hasil wawancara
sepanjang tahun 2014-2017, dengan petugas lapangan (satgas)
Pemda Kota Kendari belum mengatakan :
melakukan revisi perda RTBL “Banyak petugas lapangan yang
yang dipakai sampai saat ini yang tidak mengetahui RTRW Kota
berhubungan dangan bangunan, Kendari karena tidak pernah

9
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

disosialisasikan kepada kami, jumlah KK semakin meningkat, juga


kami juga sebenarnya ingin belum ada aturan KDB di sub kawasan
mengetahui RTRW Kota Kendari pesisir, artinya bangunan sudah ada,
namun untuk mendapatkan sedangkan RTBL mengikut disusun,
dokumen RTRW sangat susah” sehingga pada umumnya responden
mengatakan bahwa tidak diketahui kalau
Penyebab lain lagi adalah bangunannya melanggar KDB.
kurangnya mekanisme pengendalian dan Disamping itu juga disebabkan oleh
pengawasan pembangunan. Berikut hasil kurangnya pengawasan dari petugas
wawancara dengan petugas lapangan Dinas Perumahan,
(satgas) :
“Setelah Izin Mendirikan 2) Ketidaksesuaian terhadap Koefisien
Bangunan dimiliki oleh pemilik Lantai Bangunan (KLB)
bangunan jarang sekali dilakukan Bangunan yang tidak sesuai
pengecekan ulang pada saat Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada
bangunan sudah selesai kawasan RTBL sub Kawasan Pesisir
dibangun, secara prosedur adalah 5 bangunan pemukiman darat dan
memang kami harus melakukan 6 bangunan di pemukiman atas laut
pengecekan tetapi jarang sekali pesisir B.
dilakukan kecuali ada komplain
dari tetangga atau kalau kelihatan 3) Ketidaksesuaian terhadap elevasi
pelanggaran mencolok sekali” teras bangunan
Berdasarkan hasil pengukuran
c. Faktor pemilik lahan/bangunan terhadap 4 bangunan pemukiman darat
Sub kawasan pesisir mayoritas pesisir B yang memiliki elevasi
digunakan untuk pemukiman dimana bangunan lebih besar dari 0,3 meter.
para pemukim banyak menganut istilah Ketidaksesuaian elevasi teras bangunan
“setiap jengkal tanah adalah bernilai di sebabkan oleh kondisi fisik lahan
uang” sehingga mayoritas pemilik lahan yang pada umumnya berkontur/tidak
memanfaatkan semaksimal mungkin datar, sehingga elevasi bangunan
lahan yang ada. mengikuti kontur tanah yang ada.
Berikut penyebab 4) Ketidaksesuaian terhadap tata
ketidaksesuaian beberapa aturan yang informasi
ditetapkan didalam dokumen Rencana Tata informasi banyak yang tidak
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) berfungsi disebabkan oleh tidak adanya /
: kurangnya perawatan atau pemeliharaan
terhadap tata informasi dan jalur hijau,
1) Ketidaksesuaian terhadap Koefisien hal ini disebabkan karena tidak adanya
Dasar Bangunan (KDB) dinas yang khusus menangani
Berdasarkan observasi yang pemeliharaan tata informasi dan jalur
dilakukan terhadap bangunan terdapat hijau.
12 bangunan pemukiman darat dan 9 5) Ketidaksesuaian terhadap
bangunan di pemukiman atas laut pesisir perlengkapan jalan
B yang tidak memenuhi ketentuan Ketidaksesuaian terhadap
Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Dari perlengkapan jalan di sebabkan oleh
responden diketahui bahwa faktor yang anggapan masyarakat bahwa semua
menyebabkan karena pada umumnya perlengkapan jalan seperti Tempat
luas tanah yang sempit sedangkan Pembuangan Sampah (TPS), lampu jalan

10
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

dan hydrant adalah kewajiban serta (d) Mencegah kemungkinan


Pemerintah Kota Kendari untuk terjadinya bencana seperti kebakaran,
menyediakan. longsor, abrasi, dan banjir. Intensitas
6) Ketidaksesuaian terhadap drainase pemanfaatan lahan yang diatur pada
Banyaknya drainase yang tidak kawasan perencanaan mencakup:
berfungsi pada umumnya di pengaruhi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan
oleh kurangnya kesadaran dari pemilik Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
bangunan terhadap drainase. Pemerintah Koefisien Daerah Hijau (KDH).
Kota Kendari mengeluarkan aturan Pemanfaatan lahan yang akan digunakan
bahwa semua bangunan yang berada di untuk membangun bangunan harus
pinggir jalan utama wajib membuat sesuai dengan lahan yang tersedia.
drainase terbuka agar air dapat mengalir Intensitas pemanfaatan lahan di
tetapi pada kenyataannya banyak pesisir A adalah (a) Mengarahkan
pemilik bangunan yang tidak mengikuti pengembangan bangunan di perumahan
aturan itu. dengan konsep rumah kebun,
Drainase juga banyak yang tidak memasimalkan RTH Privat; (b)
berfungsi disebabkan karena tidak Membatasi pengembangan bangunan di
adanya kesadaran masyarakat terhadap daratan dan tepian air untuk
kebersihan drainase. Banyak masyarakat mengendalikan ketinggian bangunan,
yang membuang sampah di drainase mengurangi dampak lingkungan dan
sehingga menyebabkan drainase membentuk ruang terbuka untuk
tersumbat, serta belum ada perbaikan aktivitas bersama atau sebagai fasilitas
drainase dari Pemerintah Kota Kendari. sub kawasan. pembatasan intensitas
pemanfaatan lahan ditetapkan
3. Rencana Pengembangan RTBL persubkawasan, meliputi: penetapan
Pulau Bungkutoko besaran KDB, KLB, GSB dan KDH
Rencana Pengembangan RTBL Sub yang mendukung penerapan konsep
Kawasan Pesisir rumah kebun; (c) Ruang sempadan
Rencana pengembangan RTBL di bangunan ditanami maksimal 1 pohon
Pulau Bungkututoko sub kawasan pesisir peneduh; (d) Menciptakan lingkungan
dimaksudkan agar RTBL yang tidak permukiman di darat dan air yang lebih
sesuai dapat direncakan kembali. berkualitas dengan memanfaatkan lahan
1. Intesitas Pemanfaatan Lahan tidak terbangun sebagai lahan produktif
Intesitas pemanfaatan lahan dengan tanaman perkebunan sekaligus
merupakan ketentuan yang membatasi sebagai daerah resapan air; (e)
atau merangsang pengembangan lahan Mempertimbangkan fungsi lahan
sebagai upaya mewujudkan sehingga dihasilkan pembatasan
keseimbangan dan keterpaduan antar intensitas pemanfaatan lahan yang
komponen perancangan, bangunan dan efisien dan dapat diterapkan pada setiap
lingkungan kawasan perencanaan. sub kawasan pesisir A, Membentuk
Penetapan intensitas pemanfaatan lahan ruang terbuka untuk aktivitas bersama
bertujuan (a) Mencapai efisiensi atau sebagai fasilitas sub kawasan ruang
pemanfaatan lahan dan sebagai publik.
instrumen pengendali pertumbuhan Intensitas pemanfaatan lahan di
kota/kawasan; (b) Mencapai pesisir B adalah (a) pengembangan
pembentukan karakter kawasan; (c) bangunan di perumahan dengan konsep
Merangsang pertumbuhan kota/kawasan, rumah kebun; (b) Membatasi
yang mempunyai pengaruh/ potensi pada pengembangan bangunan di daratan dan
peningkatan ekonomi kota/ kawasan;

11
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

tepian air untuk mengendalikan masyarakat. Pada pesisir A, KDB


ketinggian bangunan, mengurangi eksisting sebesar ≤ 40%. Untuk
dampak lingkungan dan membentuk mengantispasi pertumbuhan pemukiman
ruang terbuka untuk aktivitas bersama serta pertumbuhan penduduk, serta
atau sebagai fasilitas sub kawasan. kebutuhan ruang rumah penduduk maka
Pembatasan intensitas pemanfaatan KDB direncanakan sebesar ≤ 50%.
lahan meliputi: penetapan besaran KDB, Ruang rumah dapat digunakan
KLB, GSB dan KDH untuk mendukung masyarakat sebagai penyimpanan hasil-
perumahan dengan kosnep rumah kebun; hasil kebun, atau penambahan kamar,
(c) Menciptakan lingkungan dapur, dan lain-lain. Pada perumahan
permukiman di darat dan air yang lebih darat pesisir B, KDB eksisting sebesar ≤
berkualitas dengan memanfaatkan lahan 40%. Untuk mengantispasi pertumbuhan
tidak terbangun sehingga dapat berfungsi pemukiman serta pertumbuhan
ekologis, sebagai daerah resapan air dan penduduk, serta kebutuhan ruang rumah
lahan produktif untuk mendukung penduduk maka KDB direncanakan
peningkatan ekonomi; (d) Menciptakan sebesar ≤ 50%. Ruang rumah dapat
lingkungan yang lebih berkualitas digunakan masyarakat sebagai
dengan melestrikan dan membentuk penyimpanan hasil-hasil laut,
ruang-ruang terbuka hijau dan ruang penambahan kamar, dapur, dan lain-lain.
terbuka bersama pada area sempadan Pada pemukiman laut pesisir B, KDB
pantai dan lahan tak terbangun. eksisting sebesar ≤ 50%. Untuk
Intensitas pemanfaatan lahan di mengantispasi pertumbuhan pemukiman
pesisir C adalah (a) Membatasi intensitas serta pertumbuhan penduduk, serta
pemanfaatan lahan yagn mendukung kebutuhan ruang rumah penduduk maka
guna lahan untuk ruang terbuka dan tata KDB direncanakan sebesar ≤ 60%.
hijau; (b) Menciptakan lingkungan yang Ruang rumah dapat digunakan
lebih berkualitas dengan melestrikan dan masyarakat sebagai penyimpanan hasil-
membentuk ruang-ruang terbuka hijau hasil laut-laut, penambahan kamar,
dan ruang terbuka; (d) Membentuk ruang dapur, dan lain-lain. Pada pesisir C,
terbuka untuk aktivitas bersama atau KDB eksisting sebesar ≤ 10%. Untuk
sebagai fasilitas sub kawasn ruang mengantispasi pertumbuhan pemukiman
publik serta pertumbuhan penduduk, serta
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) kebutuhan ruang hijau maka KDB
direncanakan sebesar ≤ 20%. Ruang
Pengaturan/perencanaan KDB hijau dapat dikembangkan taman pintar,
ditujukan pula untuk mengatur proporsi taman edukatif, area refleksi, dan lain-
antara daerah terbangun dengan tidak lain.
terbangun serta mengatur intesitas 3. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
kepadatan bangunan. Komponen yang Untuk mengantisipasi
termasuk hitungan KDB adalah pertumbuhan penduduk serta kebutuhan
bangunan (yang tertutup atap) dan akan pemukiman yang semakin
tutupan lainnya seperti jalan masuk, meningkat maka KLB yang sebelumnya
rabat, teras, daln lain-lain yang tidak bisa 0,8 harus ditingkatkan menjadi 1,0.
menyerap air ke dalam tanah. Rencana Pertumbuhan penduduk tentu akan
pengembangan KDB pada masing- menambah kebutuhan akan jumlah ruang
masing zona dipertimbangkan dengan rumah semakin meningkat. KLB pada
pertumbuhan penduduk dan pemukiman, sub-sub kawasan pesisir A, pemukiman
serta luas lahan yang dimiliki darat pesisir B, dan pemukiman laut

12
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

pesisir B, harus dinaikkan menjadi 1,0 untuk diolah menjadi pupuk kompos dan
dari perencanaan sebelumnya 0,8. mendukung produktifitas tanaman
4. Ketinggian Bangunan perkebunan.
Ketinggian suatu bangunan yang 8. Tata informasi (Signage)
hendak direncanakan tergantung pada Tata informasi (signage) yang di
ekonomi masyarakat dan kondisi alam. atur dalam Rencana Tata Bangunan dan
Pulau Bungkutoko merupakan wilayah Lingkungan pada kawasan pesisir adalah
pesisir yang sebagian besar rambu, papan informasi dan
penduduknya bekerja sebagai buruh, reklame/iklan. Dari hasil observasi
nelayan, dan petani. Jadi berdasarkan lapangan, dinyatakan bahwa belum ada
kondisi tersebut penduduk Pulau informasi (signage) yang terpasang di
Bungkutoko memilih membangun rumah pesisir. Oleh karena itu, pembuatan
yang berlantai 1, sedangkan rumah yang papan nama informasi harus ada pada
berlantai hanya sebagian kecil. Selain setiap persimpangan jalan, misalnya
itu, kondisi alam di Pulau Bungkutoko papan informasi menuju pesisir A, papan
masih tergolong tidak kondusif karena informasi menuju pesisir B, serta papan
hembusan angin di wilayah pesisir yang informasi menuju pesisir C.
cukup berbahaya bagi perumahan yang 9. Drainase
cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut Berdasarkan observasi yang
maka ketinggian bangunan perumahan di dilakukan dapat dinyatakan bahwa
pesisir A, pesisir B, dan pesisir C secara fisik semua bangunan memiliki
diperbolehkan 2 lantai. drainase baik drainase terbuka maupun
5. Elevasi teras bangunan drainase tertutup, akan tetapi dari aspek
Elevasi bangunan di pesisir A, fungsi dapat dinyatakan bahwa tidak
pesisir B, dan pesisir C. adalah +30cm berfungsi. Hal ini disebabkan karena
dari jalan. dimensi drainase yang sempit ditambah
6. Garis Sempadan Bangunan (GSB) lagi dengan menumpuknya sampah pada
Pola jaringan jalan di Pesisir A saluran drainase tersebut. Akibat dari
mengikuti pola penataan kavling dengan tidak berfungsinya saluran drainase
GSB adalah 6 meter dari as jalan dan maka seringkali air kotor dari drainase
lebar damija/ROW adalah 13 meter. mengalir ke badan jalan maupun ke
Pemukiman darat di pesisir B mengikuti pemukiman masyarakat,
pola jarigan jalan lingkungan dengan Rencana Pengembangan RTBL Pulau
GSB adalah 3 meter dan as jalan dan Bungkutoko
lebar damija/ROW sebesar 8,8 meter. Pengembangan Rencana Tata
7. Perlengkapan jalan (street furniture) Bangunan dan Lingkungan di Pulau
Perlengkapan jalan (street Bungkutoko berdasarkan kebutuhan
furniture) yang dipersyaratkan dalam ruang dan arahan pemanfaatan ruang di
Rencana Tata Bangunan dan Pulau Bungkutoko. Peruntukan lahan di
Lingkungan pada pesisir adalah harus Pulau Bungkutoko diarahkan sebagai
tersedia Tempat Pembuangan Sampah pelabuhan, pemukiman, dan RTH
(TPS) dan lampu jalan. Tiap 50 m sebagai rencana pengembangan.
disediakan tiang gantungan untuk DAFTAR PUSTAKA
sampah rumah tangga non organik yang Abustam, H.M. Idrus, 2005. Monitoring
diharapkan dapat diangkut 3 hari sekali. dan Evaluasi Implementasi
Sampah organik diharapkan dapat diolah Pendidikan. Pascasarjana
dengan menggunakan Keranjang Universitas Negeri Makassar.
Takakura untuk masing-masih rumah

13
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

Aji, Firman B dan Martin Sirait, 1990. Polytechnic Institute of


Perencanaan dan Evaluasi, Technology, New Zealand Vol
Suatu Sistem Untuk Proyek 117, WIT Press, ISSN 1743-3541
Pembangunan. Bumi Aksara
Jakarta. Cholid, 1999. Metodologi Penelitian.
Bumi Aksara Jakarta.
Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Daryanto, H. 2001. Evaluasi Pendidikan.
Asasi Manusia Republik Rineka Jakarta.
Indonesia. 2011. Penelitian
Hukum Tentang Peran Serta Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sultra,
Masyarakat Dalam Pengaturan 2014. Laporan Akhir Rencana
Tata Ruang. Kementerian Tata Bangunan dan Lingkungan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Kawasan Bungkutoko. CV.
Republik Indonesia Taken Artha Pratama.

Badan Pusat Statistik, 2016. Kota Dunn, William N, 2000. Pengantar


Kendari dalam Angka 2016. Analisis Kebijakan Publik.
Diterjemahkan oleh Samodra
Badjuri dan Yuwono, 2002. Kebijakan Wibawa, dkk.University Press
Publik Konsep dan Strategi. Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Yogyakarta.
Politik Universitas Diponegoro.
Eko Budihardjo, 1998. Kota yang
Bayu Arie Wibawa, 2010. RTBL Sebagai Berkelanjutan (Sustainable City).
Alat Perancangan Kota UI Press: Jakarta
“IDEAL” Untuk Pengaturan
Banunan dan Lingkungannya. Haeruman, H., Penataan Ruang dalam
Ikatan Nasional Konsultan Era Otonomi Daerah Yang
Indonesia Provinsi Jawa Tengah Diperluas, Jakarta: Badan
Koordinasi Tata Ruang Nasional,
Budiharjo, Eko, 1997. Lingkungan Buletin Tata Ruang Volume 1
Binaan dan Tata Ruang Kota. No. 3, 1999.
Andi. Yogjakarta
Imas, L.G.M., R.C. Rist, 2009. The Road
Budiharjo, Eko, 1999. Kota to Results; Designing and
Berkelanjutan. Yayasan Adikarya Conducting Effective
IKAPI Bandung. Development Evaluations. The
World Bank. Washington DC
Bukka, Muhammad, 2005. Monitoring
dan Evaluasi Implementasi Ishaq Rizal dan Abdul Muhyi. 2012.
Kebijakan Pembangunan. Rencana Tata Bangunan dan
Pustaka Pena Makassar. Lingkungan Pada Kawasan Pusat
Pemerintahan Kabupaten Pidie
C. Van Empel, 2008. The effectiveness of Jaya Provinsi Aceh. Jurnal
community participation in Majalah Ilmiah BISSOTEK. Vol.
planning and urban development. 7, No. 1, April 2012: 18-24
Journal: Christchurch

14
e-ISSN: Jurnal Perencanaan Wilayah │Vol. │No. │ 2017

Jurgita Alchimoviene and Saulius 2002 tentang Bangunan Gedung.


Raslanas, 2011. Sustainable Jakarta.
Renovation and Evaluation of
Blocks of Multiapartment Pemerintah Republik Indonesia. 2007.
Houses. Journal: Vilnius Undang-Undang tentang
Gediminas Technical University. Penataan Ruang. Jakarta
ISSN 2029-7106/ISSN 2029-
7092. ISBN 978-9955-28-829-9 Pemerintah Republik Indonesia. 2002.
Keputusan Menteri Permukiman
Kombaitan, B., Perijinan Pembangunan dan Prasarana Wilayah No.
Kawasan dalam Penataan Ruang, 327/KPTS/M/2002 tentang
Bandung: Jurnal PWK ITB Penetapan Enam Pedoman
Bandung, 1995. Penataan Ruang. Jakarta

M. Yahya. 2015. Kajian Tata Bangunan Pemerintah Republik Indonesia. 2005.


dan Lingkungan pada Koridor Peraturan Pemerintah No. 36
Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Tahun 2005 tentang Peraturan
Makassar. Prosiding Temu Pelaksanaan UU No. 2002
Ilmiah IPLBI 2015 Tentang Bangunan Gedung.
Jakarta
Mandiyo Priyo, Ibnu Herlambang
Wijatmiko. 2011. Evaluasi Pemerintah Republik Indonesia. 2007.
Keandalan Fisik Bangunan Peraturan Menteri Pekerjaan
Gedung (Studi Kasus di Wilayah Umum No. 06/PRT/M/2007
Kabupaten Sleman). Jurnal tentang Pedoman Umum
Ilmiah Semesta Teknika Vol. 14, Rencana Tata Bangunan dan
No. 2, 150-159 Lingkungan. Jakarta

Mukhtar Widodo, 2000. Konstruksi ke Pemerintah Republik Indonesia. 2008.


Arah Penelitian Deskriptif. Peraturan Menteri Pekerjaan
Ayyrrouz: Yogyakarta. Umum No. 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan
Mustopadidjaja, Ar. 2003. Manajemen Dan Pemanfaatan Ruang
Proses Kebijakan Publik, Terbuka Hijau Di Kawasan
Formulasi, Implementasi, dan Perkotaan. Jakarta
Evaluasi. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara Sudijono, Anas. 2003. Pengantar
Evaluasi Pendidikan.
Pcarskot, 2011. Tinjauan/Pembahasan Rajagrafindo Persada Jakarta
Umum RTBL. Tim RTBL Ruang
Kota Urban Universitas Haluoleo, 2013. Panduan
Penulisan Tesis dan Penulisan
Pemerintah Republik Indonesia. 2002 Artikel Ilmiah. Program Pasca
Undang-Undang No. 28 Tahun Sarjana Universitas Haluoleo,
Kendari.

15

Anda mungkin juga menyukai