Anda di halaman 1dari 3

-Pemahaman tentang perumpamaan tentang penatalayan yang cerdik dalam Lukas 16:1-

9 telah bermasalah sepanjang sejarah penafsirannya. Tantangan utama adalah pujian


dan pujian Yesus atas tindakan tidak jujur dari penatalayan di dalamnya. Di Nigeria,
jika tidak di sebagian besar masyarakat Afrika, di mana ada kebutuhan akan pelayan
yang setia, orang menjadi bingung tentang bagaimana memahami bahwa seorang
majikan akan memuji tindakan tidak jujur pelayannya dalam konteks di mana korupsi
telah menjadi cara hidup. . Kajian ini dilakukan dengan asumsi bahwa, dari berbagai
genre yang digunakan Yesus selama pelayanan-Nya di bumi, yang paling dikenal dan
mencolok adalah perumpamaan, yang mencakup sepertiga dari ajaran Yesus.
Pentingnya perumpamaan dalam hal memahami sejarah Yesus, etika dan
pemahaman diri tidak dapat terlalu ditekankan. Perumpamaan-perumpamaan itu
menantang para pembacanya karena, terlepas dari kesederhanaannya yang dangkal,
perumpamaan-perumpamaan itu menyampaikan wawasan kunci ke dalam sifat
Kerajaan Allah. Dalam penelitian ini, perumpamaan dipahami sejalan dengan makna
Mashal Ibrani dan parabola Yunani, seperti mengacu pada peribahasa, teka-teki atau
metafora yang digunakan untuk meyakinkan dan membujuk pendengar. Dalam studi
ini, konteks sastra perumpamaan tentang pelayan yang cerdik diperiksa, serta
demarkasinya. Studi ini menunjukkan bahwa, bahkan jika perumpamaan yang
diceritakan oleh Yesus sejarah mungkin telah berakhir di ay 8a, Lukas telah
menambahkan sejumlah perkataan yang mengungkapkan pemahamannya tentang
perumpamaan tentang penggunaan yang benar dari kekayaan dan harta benda
dalam terang Kerajaan Allah yang akan datang. Terjemahan beranotasi dari Lukas
16:1-9 juga disediakan. Dengan menggunakan metode ilmiah sosial untuk memahami
teks dalam konteks sosialnya, perumpamaan dibacakan ayat demi ayat dan fungsi
penatalayan pada abad pertama diperjelas. Dikatakan bahwa seorang pelayan adalah
seorang manajer perkebunan dan dengan demikian seseorang dalam posisi otoritas
dan kepercayaan yang cukup besar. Penatalayan dalam perumpamaan yang dibahas
adalah agen yang bertanggung jawab yang telah banyak dipercayakan oleh tuan yang
tidak hadir itu. Dengan demikian jelaslah bahwa seorang penatalayan seperti yang
ada di Lukas 16 ditempatkan sangat tinggi dalam birokrasi rumah tangga elit yang
kaya dan berkuasa. Perspektif teologis dari teks yang bersangkutan juga terungkap.
Kata-kata Yesus dalam ay 9, tentang penggunaan harta duniawi untuk berteman,
mengharuskan mempertimbangkan konsep Lukas tentang kekayaan dan kepemilikan
dalam terang Kerajaan Allah yang akan datang. Dikatakan bahwa, dalam
perumpamaan ini, Lukas bermaksud untuk mengkritik penggunaan kekayaan dan
kepemilikan yang salah. Sistem sosial yang disarankan dalam teks, yang meliputi
kehormatan dan rasa malu, hubungan patron-klien, kebaikan, keramahan dan situasi
ekonomi pada abad pertama, juga diselidiki sebagai menjelaskan nilai-nilai kunci di
dunia Yunani-Romawi abad pertama. Penerapan teks tersebut untuk Nigeria
kontemporer, dan Kaduna selatan khususnya, selanjutnya disurvei. Survei tersebut
mengungkapkan bahwa para sarjana Afrika, seperti para sarjana di benua lain, juga
berjuang dengan masalah penafsiran yang ditimbulkan oleh perumpamaan yang
sedang dipertimbangkan. Para cendekiawan Afrika juga sepakat dengan rekan-rekan
mereka di benua lain bahwa fokus perumpamaan itu bukan pada tindakan tidak jujur
dari sang penatalayan, tetapi pada kelihaiannya. Perumpamaan itu menekankan
bahwa orang percaya harus menjadi penatalayan yang setia dengan menanggapi
secara tepat kerajaan Allah yang akan datang dengan menggunakan harta benda
mereka untuk merawat orang miskin.1

-Cerita tentang bendahara dalam Luk 16:1b-8a cukup familier di telinga pembaca. Selama
ini, bendahara tersebut dipahami sebagai bendahara yang tidak jujur karena
tindakannya memotong utang. Pemahaman ini seolah mendapatkan legitimasi
dengan judul yang disematkan dalam Kitab Suci bahasa Indonesia versi terjemahan
baru (ITB), yaitu bendahara yang tidak jujur. Sayangnya, pemahaman ini sering
menyisakan pertanyaan. Jika Yesus ingin mengajarkan kepada para murid-Nya
tentang kecerdikan supaya diterima di kemah abadi, mengapa judulnya bukan
bendahara yang cerdik? Benarkah tindakan memotong utang merupakan tindakan
yang tidak jujur? Dengan metode analisis komparatif yang membandingkan alur
cerita dalam Luk 16:1b-8a dengan alur penyelesaian masalah dalam Teori
Penyelesaian Masalah, artikel ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa tindakan
bendahara tersebut memotong utang merupakan tindakan solutif yang cerdik. Inilah
kebaruan artikel ini.2

-Perumpamaan tentang manajer yang bijaksana dalam Lukas 16:1–8a merupakan teka-
teki eksegetis. Artikel ini memahami perumpamaan dalam terang nomisme
perjanjian Yahudi awal (E.P. Sanders). Perumpamaan itu bukanlah replika teologis
dari “Anak yang Hilang” (pace J.R. Donahue) tetapi sekuel dari cerita itu. Sedangkan
"Anak yang Hilang" menceritakan sebuah cerita kepada orang luar tentang masuk,
"Manajer yang Bijaksana" menceritakan kepada orang dalam sebuah cerita tentang
tetap tinggal. Manajer pertama-tama dengan bodohnya menyia-nyiakan harta milik
tuannya (v. 1b-3); tetapi dalam menghadapi krisis, ia bertindak murah hati demi
kepentingan orang lain (ay.4-7) dan dipuji karena bijaksana (ay.8a). Manajer dengan
demikian melambangkan "manajer yang setia dan bijaksana" yang disebutkan dalam
Lukas 12:43. Dia adalah teladan bagi para murid untuk diikuti. Bertepatan dengan
peringatan 75 tahun teologi akademik di Universitas Aarhus, artikel ini dimulai
dengan tinjauan aplikasi dialektika-teologis abad ke-20 dari perumpamaan dalam
karya Profesor K.E. Logstrup, Regin Prenter, P.G. Lindhardt, dan Johannes Slok. 3

-Penafsiran tradisional dan baru-baru ini tentang perumpamaan tentang pelayan yang
tidak adil gagal meyakinkan, terutama karena mereka melihat dalam perumpamaan
itu sebuah nasihat tentang tanggapan manusia yang tepat kepada Yesus. Sebaliknya,
perumpamaan itu milik mereka yang membela dan menjelaskan perilaku Yesus
sendiri, otoritas-Nya dan keyakinan-Nya.4

1
Dogara Turrang Silas, “A Social-Scientific Reading of the Parable of the Shrewd Steward in Luke
16:1-9 in a Context of Corruption,” Scriptura 119, no. 1 (2020): 101,
http://scholar.sun.ac.za/handle/10019.1/98554.
2
R P E Widiasta, “Memaknai Ulang Narasi" Bendahara Yang Tidak Jujur" Dalam Lukas 16: 1b-8a
Melalui Lensa Literal Thinking,” Jurnal Teruna Bhakti IV (2022), http://stakterunabhakti.ac.id/e-
journal/index.php/teruna/article/view/82%0Ahttp://stakterunabhakti.ac.id/e-journal/
index.php/teruna/article/download/82/65.
3
Kasper Bro Larsen, “Den Kloge Godsforvalter (Luk 16,1-8a),” Dansk Teologisk Tidsskrift 80, no.
2–3 (2017): 166–185.
-Secara tradisional, cerita tentang bendahara dalam Luk 16:1b-8a dianggap
sebagai teks yang sulit. Selain batas akhir teks yang penuh kontroversi, detail
ceritanya pun tidak mudah dipahami. Santo Sirilus dari Alexandria, dalam
komentarnya, mengatakan bahwa mencoba menjelaskan detail cerita tersebut
tidaklah berguna. Detail cerita diambil hanya untuk membentuk kiasan tentang
masalah yang ingin disampaikan. Efek dari pengabaian detail ini, selama
berabad-abad, tindakan mengurangi utang yang dilakukan oleh bendahara
tersebut dianggap sebagai tindakan yang tidak jujur. Dengan menggunakan
analisis naratif, artikel ini ingin menunjukkan bahwa tindakan mengurangi utang
bukanlah tindakan yang tidak jujur, melainkan tindakan yang cerdik. Justru pada
tindakan mengurangi utang itulah, letak kecerdikan bendahara dalam cerita
tersebut.5

4
William RG Loader, “Jesus and the Rogue in Luke 16:1–8a.,” Jesus Left Loose Ends 96 (2021): 95–
110, https://www.jstor.org/stable/44088985.
5
R P E Widiasta, “Bendahara Yang Cerdik: Cara Baru Memahami Luk 16:1b-8a Dengan Analisis
Naratif,” Media Jurnal Filsafat dan Teologi 3, no. 1 (2022): 18.

Anda mungkin juga menyukai