Anda di halaman 1dari 6

PENGURUS CABANG NAHDLATUL ULAMA

KABUPATEN TUBAN
RABITHAH MA’AHID ISLAMIYAH
NAHDLATUL ULAMA
Jl.Diponegoro no. 17 Tuban Jawa Timur 62313
085234796444 / 082330515488
www.pcnutuban.or.id

Peluang dan Tantangan Pondok Pesantren


Dalam Menyambut Undang-Undang Pesantren
Oleh: KH. Nur Hannan, Lc, MA
Ketua Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI)

A. Pendahuluan
Peringatan Hari Santri yang dirayakan pada 22 Oktober 2019 terasa lebih meriah
karena ada “kado istimewa” bagi kaum santri. Kado istimewa tersebut adalah
disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren menjadi Undang-
Undang (UU) melalui Rapat Paripurna DPR yang berlangsung pada 24 September 2019.
UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi sejarah baru sebagai bentuk
rekognisi (pengakuan) Negara terhadap pesantren yang eksistensinya sudah ada
berabad-abad silam, jauh sebelum Tanah Air ini merdeka. Tidak hanya rekognisi, UU
tentang Pesantren juga bagian dari afirmasi dan fasilitasi kepada dunia pondok
pesantren.
Lahirnya UU ini berawal dari sederet keresahan yang dialami oleh kalangan
pesantren. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) selama ini belum mengakomodir aspirasi dan kearifan lokal pesantren
sebagai lembaga pendidikan yang pada 2022/2023 jumlahnya sebanyak 39.043 unit.

B. Proses lahirnya UU Pesantren


UU tentang Pesantren tidak lahir secara tiba-tiba. Wacana tentang perlunya
Undang-Undang yang mengatur tentang pesantren telah ada sejak sebelum
diterbitkannya UU Sisdiknas. Hadirnya UU Sisdiknas yang kemudian diikuti dengan PP
Nomor 55 Tahun 2007 telah menempatkan pesantren sebagai bagian dari pendidikan
keagamaan Islam jalur pendidikan nonformal. Fakta ini menunjukkan bahwa pengakuan
tersebut belum secara utuh mengakui penyelenggaraan pendidikan pesantren yang
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan dari sisi beban belajar sama dengan
pendidikan umum jalur pendidikan formal.
Disamping menyelenggarakan fungsi pendidikan, pesantren juga
menyelenggarakan fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Dari sini
muncul kebutuhan atas suatu peraturan perundang-undangan yang memberikan
pengakuan kepada pesantren dalam bentuk pengaturan secara utuh dan komprehensif.

1
Oleh karenanya, penetapan UU Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren menjadi
sejarah baru dalam memberikan pengakuan secara utuh terhadap eksistensi pesantren
yang telah ada jauh sebelum kemerdekaan sebagai lembaga yang memiliki kekhasan,
keaslian (indigenous), dan keindonesiaan serta telah memberikan kontribusi nyata bagi
pertumbuhan dan perkembangan Islam Nusantara dan sekaligus sebagai pemantik bagi
pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya di Indonesia.

C. Substansi UU Pesantren
Pesantren sebagai subkultur, memiliki kekhasan yang telah mengakar serta hidup
dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan,
fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Secara historis, keberadaan
pesantren menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat, terlebih lagi
karena bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan
masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan dan layanan umat lainnya.
UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren diharapkan dapat memberikan
rekognisi untuk memenuhi perkembangan, aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat
pada aspek-aspek seperti pengakuan atas independensi penyelenggaraan pesantren,
pengakuan atas varian kekhasan dan model penyelengaraan pesantren, pengakuan
kepada pendidikan pesantren sebagai bagian dari penyelenggaran pendidikan nasional.
Sebagai upaya menciptakan pendidikan yang berkeadilan, UU tentang pesantren
dapat menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
memberikan fasilitasi bagi terbentuknya instrumen pendanaan untuk memastikan
ketersediaan dan ketercukupan anggaran dalam pengembangan pesantren.
UU tentang Pesantren juga menjadi landasan hukum untuk memberikan afirmasi
atas jaminan kesetingkatan mutu lulusan, kesetaraan akses pendidikan bagi lulusan, dan
kesetaraan dalam kesempatan kerja. Termasuk juga pengakuan atas kualifikasi,
kompetensi, dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan
pesantren.

D. Tujuan dan Fungsi Pesantren


Dalam UU Pesantren disebutkan penyelenggaraan pendidikan pesantren memiliki
tiga tujuan: pertama, membentuk individu yang unggul di berbagai bidang, yang
memahami dan mengamalkan nilainilai ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama
yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong- menolong,
seimbang, dan moderat; kedua, membentuk pemahaman agama dan keberagaman yang
moderat dan cinta tanah air, serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya
kerukukan hidup beragama; dan ketiga, meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang
berdaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara maupun kesejahteraan
sosial masyrakat pada umumnya.
Sedangkan Fungsi pesantren disebutkan dalam UU ini bahwa Pesantren
menyelenggarakan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan
masyarakat. Pesantren menyelenggarakan fungsi pendidikan ditujukan untuk
membentuk santri yang unggul dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu
menghadapi perkembangan zaman berdasarkan kekhasan, tradisi, dan kurikulum

2
pendidikan masing-masing Pesantren. UU ini disusun bukan untuk menjadi
“pengekang” terhadap independensi pesantren dan Pendidikan keagamaan. Justru,
undang-undang ini diharapkan dapat memberikan rekognisi yang sepatutnya terhadap
kekhasan pesantren di Indonesia, serta untuk memberikan afirmasi dan fasilitasi
pengembangan pesantren dan pendidikan keagamaan, dengan porsi yang berkeadilan.
Sebelum lahirnya UU ini, keberadaan pesantren dengan berbagai variannya
“dipaksa” mengikuti sistem dan standar yang diterapkan pada satu jenis pendidikan pada
sistem pendidikan nasional dengan argumen bahwa hanya ada satu sistem pendidikan
nasional. Padahal seharusnya pendidikan pesantren adalah model tersendiri dalam
sistem pendidikan nasional dengan pola dan standar berbeda. Hal ini akhirnya berimbas
kepada akses lulusan pesantren untuk melanjutkan pendidikan, pengakuan terhadap
kesetingkatan lulusan pesantren, pengakuan atas profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan, serta proses dan metodologi penjaminan mutu.
Oleh karena itu, UU tentang Pesantren hadir bukan saja untuk kebaikan dan
kemajuan masyarakat pesantren, akan tetapi juga untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Sehingga hasilnya akan dinikmati oleh segenap masyarakat melalui produk-produk
pesantren serta peran dan kiprahnya di berbagai sektor.

E. Jalur, Jenjang dan Bentuk Pendidikan Pesantren


Disebutkan dalam UU Pesantren bahwa jalur pendidikan yang diselenggarakan
oleh pesantren terdiri dari jalur pendidikan formal dan/atau jalur pendidikan nonformal.
Penjenjangan pada jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pesantren
meliputi pendidikan pesantren jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
Pada jalur pendidikan formal pesantren jenjang dasar dan menengah berbentuk:
1. Satuan Pendidikan Mu’adalah (SPM) ula dan wustha untuk jenjang dasar dan ulya
untuk jenjang menengah yang terdiri atas:
a) Satuan Pendidikan Mu’adalah Salafiyah; dan
b) Satuan Pendidikan Mu’adalah Mu’allimin
2. Satuan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) ) ula dan wustha untuk jenjang dasar dan
ulya untuk jenjang menengah
Jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pesantren untuk jenjang
pendidikan tinggi berbentuk Ma’had Aly yang terdiri dari jenjang sarjana / M1
(Marhalah Ula), Magister / M2 (Marhalah Tsaniyah) dan Doktor / M3 (Marhalah
Tsalisah).
Santri yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus pada
jalur pendidikan formal berhak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
baik yang sejenis maupun tidak sejenis dan/atau mendapatkan kesempatan kerja.
Sedangkan jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh pesantren
berbentuk:
1. Pengkajian Kitab Kuning
2. Bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum
Lulusan pendidikan pesantren jalur pendidikan nonformal diakui sama dengan
pendidikan formal pada jenjang tertentu setelah dinyatakan lulus ujian dan dapat

3
melanjutkan ke jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi, baik yang sejenis maupun
tidak sejenis dan/atau kesempatan kerja.

F. Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren


Dalam UU pesantren disebutkan bahwa untuk menjamin mutu pendidikan
pesantren, disusun sistem penjaminan mutu yang berfungsi melindungi kemandirian dan
kekhasan pendidikan pesantren, mewujudkan pendidikan yang bermutu dan memajukan
penyelenggaraan pendidikan pesantren. sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren
terdiri dari sistem penjaminan mutu internal yang disebut dengan Dewan Masyayikh dan
sistem penjaminan mutu eksternal yang disebur dengan Majelis Masyayikh.
Dewan masyayikh memiliki tugas paling sedikit:
1. Menyusun kurikulum pesantren;
2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
3. Meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pendidikan dan tenaga kependidikan;
4. Melaksanakan ujian untuk menentukan kelulusan santri berdasarkan kriteria mutu
yang telaah ditetapkan; dan
5. Menyampaikan data santri yang lulus kepada majelis masyayikh.

Sedangkan Majelis Masyayikh memiliki tugas:


1. Menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pesantren;
2. Memberikan pendapat kepada dewan masyayikh dalam menentukan kurikulum
pesantren;
3. Merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan pesantren;
4. Merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidikan dan tenaga kependidikan;
5. Melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu; dan
6. Memeriksa keabsahan syahadah atau ijazah santri yang dikeluarkan oleh pesanten.
jika dilihat model pola relasi antara dewan masyayikh dan majelis masyayikh di
atas, maka kehadiran majelis masyayikh diantaranya untuk tugas supervisor dan
memberikan asistensi khusus terhadap pengembangan pesantren. Pola relasi ini tetap
memberi ruang bagi pesantren untuk otonomi dengan kekhasannya, tradisi, kurikulum
masing-masing pesantren. Dalam kaca mata empiris setiap pesantren memilki
keberagaman yang perlu dirawat dan dijaga bersama.

G. Peluang Pendidikan Pesantren


UU Pesantren telah memberikan pengakuan resmi terhadap lembaga pendidikan
pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, serta memberikan landasan
hukum yang lebih jelas untuk pengelolaan dan pengembangan pesantren. Setelah UU
Pesantren ditetapkan, terdapat beberapa peluang yang dapat diidentifikasi dalam konteks
pendidikan pesantren di Indonesia:

1. Peningkatan Kualitas Pendidikan Pesantren


Dengan adanya pengakuan resmi dari pemerintah, pesantren dapat mengambil
langkah-langkah lebih terarah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Mereka
dapat mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan standar nasional dan

4
internasional, mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, dan meningkatkan
kualifikasi guru dan pengajar.

2. Akses Pendanaan yang lebih mudah


UU Pesantren memungkinkan pesantren untuk mendapatkan dukungan
pendanaan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sumber-sumber lainnya.
Dukungan pendanaan ini diperkuat dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82
Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren yang mengatur tentang
dana abadi pesantren, yaitu dana yang dialokasikan khusus untuk pesantren dan
bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan pengembangan pendidikan pesantren
yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan.
Hal ini dapat membantu pesantren dalam meningkatkan fasilitas fisik,
pembelian peralatan pendidikan, dan pengembangan program pendidikan.

3. Kerjasama dengan Lembaga Pendidikan lainnya


UU ini mendorong pesantren untuk melakukan kerjasama dengan lembaga
pendidikan formal lainnya, seperti sekolah-sekolah umum dan perguruan tinggi. Ini
dapat menciptakan peluang kolaborasi yang dapat meningkatkan mutu pendidikan
pesantren serta memberikan akses lebih luas bagi pesantren ke berbagai sumber daya.
4. Pengakuan terhadap Kepemimpinan Pesantren
UU ini mengakui peran penting para kiai dan tokoh-tokoh agama dalam
pengelolaan pesantren. Hal ini dapat mendorong pemimpin pesantren untuk lebih
aktif terlibat dalam pembuatan kebijakan dan pengembangan pendidikan.
5. Pemberdayaan Ekonomi Pesantren
UU Pesantren juga mencakup aspek ekonomi, yang memungkinkan pesantren
untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif. Hal ini dapat membantu pesantren
menjadi lebih mandiri secara finansial dan menghasilkan sumber pendapatan yang
dapat digunakan untuk pengembangan pendidikan.

6. Peningkatan Reputasi Pesantren di Tingkat Internasional


Dengan adanya pengakuan resmi, pesantren dapat meningkatkan reputasi
mereka di tingkat internasional. Hal ini dapat membuka peluang kerjasama dengan
lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi internasional, serta meningkatkan daya
tarik bagi siswa internasional yang tertarik untuk belajar di pesantren.

H. Tantangan Pendidikan Pesantren


Meskipun UU Pesantren telah memberikan pengakuan resmi terhadap lembaga
pendidikan pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional dan sekaligus
memberikan landasan hukum yang lebih jelas untuk pengelolaan dan pengembangan
pesantren, tetap ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam upaya implementasi
dan pengembangan sistem pendidikan pesantren. Beberapa tantangan yang dihadapi
dalam menyelenggarakan pendidikan pesantren meliputi:

5
1. Peningkatan Kualitas Pendidikan
Beberapa pesantren masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan mereka. Tantangan ini termasuk pengembangan kurikulum yang relevan,
peningkatan kualifikasi guru dan pengajar, serta integrasi teknologi pendidikan.

2. Pendanaan
UU Pesantren telah menyebutkan kemungkinan dukungan pendanaan dari
pemerintah, namun demikian sumber pendanaan yang konsisten dan memadai
mungkin masih menjadi tantangan. Pesantren membutuhkan dana untuk
memperbarui fasilitas, membeli peralatan pendidikan, dan mendukung program-
program pendidikan berkualitas.

3. Kekurangan Tenaga Pengajar Berkualitas


Terdapat kekurangan tenaga pengajar yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang sesuai untuk memberikan pendidikan yang berkualitas di pesantren.
Upaya untuk meningkatkan kualifikasi dan kapasitas pengajar merupakan tantangan
yang perlu diatasi.

4. Ketertinggalan Teknologi Pendidikan


Beberapa pesantren mungkin masih menghadapi kendala dalam
mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran. Peningkatan akses dan
pemahaman tentang teknologi pendidikan menjadi hal yang penting.

5. Penerimaan Masyarakat dan Stakeholder


Meskipun UU ini memberikan pengakuan resmi, mungkin masih ada pihak-
pihak yang meragukan nilai pendidikan yang diberikan oleh pesantren. Peningkatan
pemahaman masyarakat mengenai peran dan nilai pesantren dapat menjadi tantangan.

6. Evaluasi dan Penilaian


UU Pesantren mengamanatkan evaluasi dan penilaian terhadap pesantren oleh
Majelis Masyayikh sebagai lembaga penjaminan mutu eksternal pendidikan
pesantren, Hal ini bisa menjadi tantangan dalam menjaga kemandirian pesantren
sambil mematuhi ketentuan evaluasi dan penilaian yang diberlakukan.

I. Penutup
Pendidikan pesantren pasca pengesahan Undang-Undang Pesantren memiliki
beragam peluang dan tantangan yang perlu diakui dan diatasi dalam upaya untuk
mengembangkan sistem pendidikan pesantren yang lebih baik dan lebih relevan.
Dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan tersebut, kerjasama antara
pemerintah, pesantren, lembaga pendidikan lainnya, dan masyarakat sangat diperlukan.
Dengan komitmen bersama, pendidikan pesantren dapat berkembang dan memberikan
kontribusi yang lebih besar dalam menyiapkan lulusannya yang berkualitas dan mampu
menghadapi tantangan masa depan.

Anda mungkin juga menyukai