Anda di halaman 1dari 102

SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI DAN PRILAKU


MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA
BURNAI KECAMATAN LEMPUING JAYA
KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
TAHUN 2021

OLEH :

JELLY HUTAMI
19251050P

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
TAHUN 2021

40
SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI DAN PRILAKU


MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA
BURNAI KECAMATAN LEMPUING JAYA
KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
TAHUN 2021

DiajukanSebagai Salah Satu Syarat dalam Rangka Menyelesaikan


Pendidikan pada Fakultas Kebidanan dan Keperawatan
Program Studi S1 Kebidanan Universitas
Kader Bangsa Palembang

OLEH :

JELLY HUTAMI
19251050P

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
TAHUN 2021

41ii
iii

42
43
HALAMAN PENETAPAN

Sk.Rektor UKB NO 272./B-SK. Skripsi/UKB/III/2021, Tanggal 2 Maret 2021

REKTOR UKB MENETAPKAN


JUDUL DAN PEMBIMBING SKRIPSI

Nama : Jelly Hutami

Nim : 19251050P

Fakultas : Kebidanan dan Keperawatan

Program Studi : S1 Kebidanan

Judul : Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan

prilaku merokok keluarga dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai tahun 2021

Pembimbing Materi : Hj.Amlah, SST, M.Kes

Pembimbing Teknis : Eka Rahmawati, S.Tr.Keb, M.Tr.Keb

Universitas Kader Bangsa Palembang


Rektor

DR. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes

iv
44
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Jelly Hutami

Nim : 19251050P

Fakultas : Kebidanan dan Keperawatan

Program Studi : S1 Kebidanan

Judul : Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan

prilaku merokok keluarga dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai tahun 2021

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan.

Pembimbing Materi Pembimbing Teknis

(Hj.Amlah,SST, M.Kes) (EkaRahmawati, S.Tr.Keb, M.tr.Keb)

Menyetujui
a.n Rektor Universitas Kader Bangsa Palembang
Dekan Fakultas Kebidanan dan Keperawatan

(Hj. Siti Aisyah, SST, M.Kes

45
v
HALAMAN PENETAPAN
Sk.Rektor UKB NO 274/B.SK-Prop/UKB/VII/2021, 1 April 2021

REKTOR UKB MENETAPKAN


JUDUL DAN PENGUJI PROPOSAL

Nama : Jelly Hutami

Nim : 19251050P

Fakultas : Kebidanan dan Keperawatan

Program Studi : S1 Kebidanan

Judul : Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan

prilaku merokok keluarga dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Muara

Burnai tahun 2021

Penguji I : Hj suprida M.Kes

Penguji II : Hj Amlah, SST, M.Kes

Penguji III : Eka Rahmawati, S.Tr.Keb, M.Tr.Keb

Universitas Kader Bangsa Palembang


Rektor

DR. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes

vi
46
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Jelly Hutami

Nim : 19251050P

Fakultas : Kebidanan dan Keperawatan

Program Studi : S1 Kebidanan

Judul : Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan

prilaku merokok keluarga dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai tahun 2021

Proposal penelitian ini telah di seminarkan pada tanggal 2 September 2021 dan

telah diperbaiki

Pembimbing Materi Pembimbing Teknis

(Hj Amlah, SST, M.Kes) (Eka Rahmawati, S.Tr.Keb, M.Tr.Keb)

Mengetahui

a.n Rektor Universitas Kader Bangsa Palembang


Dekan Fakultas Kebidanan dan Keperawatan

(Hj. Siti Aisyah, SST, M.Kes)

47
vii
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Jelly Hutami


NIM : 19251050P
Program/Fakultas : Kebidanan dan Keperawatan
Program Studi : S-1 Kebidanan
Judul : Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan
prilaku merokok keluarga dengan kejadian ISPA
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara
Burnai tahun 2021
Telah diuji dan lulus pada

Hari : kamis
Tanggal : 2 September 2021

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Hj suprida M.Kes

2. Hj Amlah, SST, M.Kes

3. Eka Rahmawati, S.Tr.Keb, M.Tr.Keb

Menyetujui
a.nRektorUniversitas Kader BangsaPalembang
Dekan Fakultas Kebidanan dan Keperawatan

Hj. Siti Aisyah, S.Psi., SST., M.Kes.

48
viii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang

berjudul “Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan prilaku merokok keluarga

dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

tahun 2021” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat guna memperoleh gelar S1

Kebidanan Universitas Kader Bangsa Palembang. Dalam skripsi ini penulis

banyak mengalami hambatan, namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai

pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Bapak Ferry Preska, ST, M.Sc, EE, PhD Selaku Ketua Yayasan Kader

Bangsa Palembang.

2. Ibu DR. Hj. Irzanita, SH, SE,SKM,MM, M.Kes Selaku Rektor Universitas

Kader Bangsa Palembang.

3. Bapak Ferroka Putra Wathan, B. Eng Selaku Wakil Rektor I Universitas

Kader Bangsa Palembang.

4. Ibu Dr. Fika Minata, M.Kes Selaku Wakil Rektor III Universitas Kader

Bangsa Palembang.

5. Ibu Hj. Siti Aisyah, SST, M.Kes Selaku Dekan Fakultas Kebidanan dan

Keperawatan Universitas Kader Bangsa Palembang.

ix
49
6. Ibu Helni Anggraini. SST, M.Keb selaku Plt. Kaprodi S1 Kebidanan

Universitas Kader Bangsa Palembang.

7. Ibu Hj. Amlah, SST, M.Kes Selaku Dosen Pembimbing Materi yang

Memberikan Bimbingan dan Masukkan pada Penulisan Ini

8. Ibu Eka Rahmawati, S.Tr.Keb, M.Tr.Keb Selaku Dosen Pembimbing Teknis

yang Memberikan Bimbingan dan Masukkan pada Penulisan Ini.

9. Seluruh Staff, Dosen Program Studi S1 Kebidanan Universitas Kader Bangsa

Palembang.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas keikhlasan

hatinya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam rangka

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan

penulis berharap agar skripsiini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya

dan tenaga pendidik pada khususnya.

Palembang, Juli 2021

JELLY HUTAMI

x
50
ix
BIODATA

A. IDENTITAS
Nama : Jelly Hutami
NIM : 19251050P
Tempat dan Tanggal Lahir : Pematang Panggang, 10 Sebtember 1999
Agama : Islam
No Hp : 0822-7808-9876
Status : Belum Menikah
Nama Orang Tua
- Ayah : Taufik Hidayat
- Ibu : Habso
Alamat : Desa Pematang-panggang Kecamatan
Mesuji Kabupaten OKI

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Surya pagi : Tahun 2004
2. SD Negeri 1 Pematang – Panggang : Tahun 2010
3. SMP Negeri 7 Mesuji : Tahun 2013
4. SMA Negeri 1 Simpang Pematang : Tahun 2016
5. D III Kebidanan STIK Bina Husada : Tahun 2019
6. S1 Kebidanan Universitas Kader Bangsa Palembang, sedang mengikuti
ujuan akhir pendidikan

xi
51
MOTTO DAN PEREMBAHAN

52
ABSTRAK

53
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ........................................................iii

HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PEMBIMBING SKRIPSI..................iv

HALAMAN PERSETUJUAN SRIPSI SIAP DI SEMINARKAN .......................v

HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PENGJI SKRIPSI ............................vi

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI TELAH DI SEMINARKAN ..............vii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI TELAH DI SEMINARKAN ................viii

KATA PENGANTAR .............................................................................................ix

BIODATA.................................................................................................................xi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...........................................................................xii

ABSTRAK................................................................................................................xiii

DAFTAR ISI.............................................................................................................xiv

DAFTAR TABEL....................................................................................................xvii

DAFTAR BAGAN....................................................................................................xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................1


1.2 Identifikasi Masalah .....................................................................4
1.3 Pembatasan Masalah.....................................................................4
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................5
1.4.1 Secara Simultan....................................................................5
1.4.2 Secara Parsial .......................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................5
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................5
1.3.2 Tujuan Khusus .....................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................6
1.4.1 Secara Teoritis .....................................................................6
1.4.2 Secara Praktis .......................................................................6

54
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................8
2.1 Konsep Dasar Balita .....................................................................8
2.1.1 Pengertian Balita ..................................................................8
2.1.2 Tumbuh Kembang Balita .....................................................8
2.2 Konsep Dasar Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)...............9
2.2.1 Pengertian ISPA....................................................................9
2.1.2 Anatomi Sistem Pernapasan ................................................10
2.2.2 Etiologi Penyakit ISPA .......................................................18
2.2.3 Tanda dan Gejala Penyakit ISPA .........................................19
2.2.4 Diagnosis Penyakit ISPA ....................................................20
2.2.5 Klarifikasi ISPA ...................................................................24
2.2.6 Faktor Resiko .......................................................................25
2.2.7 Cara Penularan Penyakit ISPA ............................................26
2.2.8 Komplikasi ISPA .................................................................27
2.2.9 Pencegahan ISPA .................................................................27
2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian ISPA ..............28
2.3.1 Status Gizi.............................................................................28
2.3.2 Status Imunisasi....................................................................33
2.3.3 Perilaku merokok keluarga...................................................35
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS..................................37
3.1 Kerangka Konsep ...........................................................................37
3.2 Hipotesis.........................................................................................39
3.2.1 Hipotesis Mayor ...................................................................39
3.2.2 Hipotesis Minor....................................................................39
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................40
4.1 Desain Penelitian............................................................................40
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian.........................................................40
4.2.1 Waktu Penelitian...................................................................40
4.2.2 Tempat Penelitian.................................................................40
4.3 Populasi dan Sampel.......................................................................41
4.3.1 Populasi.................................................................................41

55
xiii
4.3.2 Sampel Penelitian.................................................................41
4.4 Pengumpulan Data..........................................................................42
4.5 Pengrlohan Data..............................................................................42
4.5.1 Editing (Pemeriksaan).............................................................42
4.5.2 Coding(Pengkodean Data) .....................................................42
4.5.3 Entry Data (Pemasukan Data)................................................42
4.5.4 Cleaning (Pembersihan Data).................................................43
4.6 Analisa Data......................................................................................43
4.6.1 Analisis Univariat....................................................................43
4.6.2 Analisis Bivariat......................................................................43
4.7 Definisi Operasional .........................................................................44
4.8 Alur Penelitian...................................................................................45
BAB V HASIL DAN PEMBASAN PENELITIAN......................................46
5.1 Profil pukesmas muara burnai..........................................................46
5.1.1 sejarah......................................................................................46
5.1.2 Visi dan Misi puskesmas muara burnai...................................49
5.2 Hasil penelitian.................................................................................50
5.2.1 Analisis Univariat....................................................................50
5.2.2 Analisi Bivariat.......................................................................53
5.3 Pembahasan......................................................................................58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................66
6.1 Kesimpulan.......................................................................................66
6.2 Saran.................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
56
DAFTAR TABEL

2.1. Standar berat badan menurut umu (BB/U)................................................30


4.7. Definisi Operasional..................................................................................44
5.1.Distribusi jumlah penduduk di Puskesnas 2018.........................................47
5.2. Distribusi ketenagaan Puskesmass............................................................48
5.3. Distribusi Frekuensi dan persentase responden berdasarkan penyakit
ISPA pada balita di wilayah puskesmas.................................................50
5.4. Distribusi Frekuensi dan persentase responden berdasarkan status
gizi di wilayah puskesmas........................................................................51
5.5. Distribusi Frekuensi dan persentase responden berdasarkan status
imunisasi di wilayah puskesmas.............................................................52
5.6. Distribusi Frekuensi dan persentase responden berdasrkan prilaku
merokok keluarga di wilayah pukesmas..................................................52
5.7. Persentase Hubungan status gizi dengan penyakit ISPA .........................54
5.8. Persentase Hubungan status imunisasi dengan penyakit ISPA.................55
5.9. Persentase Hubungan prilaku merokok keluarga dengan penyakit ISPA. 57

xv
57
DAFTAR BAGAN

3.1 Kerangka konsep........................................................................................39


4.2 Alur penelitian............................................................................................45

xvi
58
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah saluran pernapasan akut

yang berlangsung sampai 14 hari penyakit ispa menular melalui air

ludah,darah, bersin, maupun udara pernapasan yang mengandung kuman yang

terhirup oleh orang sehat (Suparyanto, 2014).

World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita

di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada usia

balita. Di indonesia, Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) selalu menempati

urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita (Ahmad,

2016).

ISPA masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Berdasarkan

hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007,

prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 255 per 10.000 anak dengan prevalensi

tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>350 per 10.000 anak). Prevalensi ISPA

di Indonesia Pada Tahun 2013 adalah 250 per 10.000 anak. Prevalensi ISPA

yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 258 per 10.000

anak dan<1 tahun sebesar 220 per 10.000 anak (Riskesdas, 2013).

Di Indonesia pada tahun 2014 angka kematian akibat ISPA pada balita

sebesar 8 per 10.000 balita, lebih rendah di bandingkan dengan tahun 2013

yang sebesar 119 per 10.000 balita. Pada kelompok bayi angka kematian lebih

1
tinggi yaitu sebesar 11 per 10.000 bayi dibandingkan pada kelompok umur 1-4

tahun yang sebesar 6 per 10.000 balita.(Depkes RI, 2014).

Angka kejadian ISPA pada balita di Sumatera Selatan Tahun 2014

sebanyak 79 per 1000 kelahiran hidup (7,8%), Pada Tahun 2015 sebanyak 85

per 1000 kelahiran hidup (8,1%) dan pada Tahun 2016 sebanyak 89 per 1000

kelahiran hidup (9,8%) (Profil Kemenkes RI, 2016).

Angka kejadian ISPA pada Balita di Kabupaten Ogan Komering Ilir

Tahun 2018 sebanyak 31 per 1000 kelahiran hidup (3,2%), pada Tahun 2019

sebanyak 35 per 1000 kelahiran hidup (3,4%), dan pada Tahun 2020

sebanyak 41 per 1000 kelahiran hidup (3,6%) (Dinkes OKI, 2020).

Faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yaitu

faktor demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan padatan hunian) faktor

biologis (status gizi, berat badan lahir, pemberian air susu ibu (ASI), dan

status imunisasi) faktor polusi (keberadaan asap dapur, keberadaan perokok,

keberadaan asap obat nyamuk bakar, dan ventilasi rumah) (Maryunani, 2011).

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh berkat asupan zat gizi

melalui makanan dan minuman yang dihubungkan dengan kebutuhan. Status

gizi biasanya baik dan cukup, namun karena pola konsumsi yang tidak

seimbang maka timbul status gizi baik dan buruk, (Anggraini 2010).

Hubungan kejadian status Gizi dengan kejadian ISPA di Puskesmas Sekar

Jaya Kabupaten OKU, didapatkan hasil ada hubungan bermakna antara status

Gizi dengan kejadian kejadian ISPA dengan nilai ρ=0.004 dari nilai a< = 0.05

(Achmad Farich,2012).

2
Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh

cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan,

dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.

Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau diminum (oral).

Setelah vaksin masuk kedalam tubuh, system pertahanan tubuh akan bereaksi

membentuk antibodi.(Erna Julianti, 2016)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ISPA di Wilayah Kerja

Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Medan, berdasarkan uji

Chi Square Test diperoleh p-value 0,001.Olehkarena p.value = 0,001< α

(0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status

imunisasi dengan ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae

Mandailing Medan. (maryunani 2010).

Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung/ dibungkus

dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar  kelingking dengan panjang 8-

10 cm, biasanya dihisap seseorang setelah dibakar ujungnya. Rokok

merupakan pabrik bahan kimia berbahaya. Hanya dengan membakar dan

menghisap sebatang rokok saja, dapat diproduksi lebih dari 4000 jenis bahan

kimia. 400 diantaranya beracun dan 40 diantaranya bias berakumulasi dalam

tubuh dan dapat membahayakan kesehatan perokok.( Ramli, 2011)

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square (α

= 0,05) diperoleh nilai p< 0,001 (p< 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%,

hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara keberadaan perokok

3
dengan ISPA pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae

Kabupaten Mandailing (Agus salim, 2012).

Berdasarkan hasil data yang di peroleh dari Puskesmas Muara Burnai

dengan kejadian ISPA pada balita Pada Tahun 2018 sebanyak 72,1% Tahun

2019 79,3% Tahun 2020 81,6% (Profil Puskesmas Muara Burnai, 2020).

Berdasarkan data diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang

“Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi dan Prilaku Merokok Keluarga

dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai Tahun 2021” dikarenakan masih tingginya angka kejadian ISPA pada

balita.

1.2 Identifikasi Masalah

Faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yaitu

faktor demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan padatan hunian) faktor

biologis (status gizi, berat badan lahir, pemberian air susuibu (ASI), dan status

imunisasi) faktor polusi (keberadaan asap dapur, keberadaan perokok,

keberadaan asap obat nyamuk bakar, dan ventilasi rumah) (Maryunani, 2011).

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas banyak faktor yang berhubungan

dengan kejadaian ISPA pada Balita, yaitu status gizi, status imunisasi, dan

prilaku merokok keluarga sebagai variabel independen dengan kejadian ISPA

pada balita sebagai variabel dependen.

4
1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka

didapatkan rumusan masalah yang berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai

berikut:

1.4.1 Secara Silmutan

Adakah hubungan antara status gizi, status imunisasi, dan prilaku

merokok keluarga secara simultan dengan kejadian ISPA pada balita di

Wilayah kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021.

1.4.2 Secara Parsial

1. Adakah hubungan status gizi secara parsial dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai tahun 2021.

2. Adakah hubungan status imunisasi secara parsial dengan kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun

2021.

3. Adakah hubungan prilaku merokok keluarga secara parsial dengan

kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

Tahun 2021.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan status gizi, status imunisasi dan prilaku

merokok keluarga secara simultan dengan kejadian ISPA pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021.

5
1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui status gizi secara parsial dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun

2021.

2. Untuk mengetahui status imunisasi secara parsial dengan kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

Tahun 2021.

3. Untuk mengetahui hubungan prilaku merokok keluarga secara

parsial dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 SecaraTeoritis

Diharapkan hasil penelitian ini sebagai perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya mengenai penyakit ISPA pada balita.

1.6.2 Secara Praktis

1. Bagi Pimpinan Puskesmas Muara Burnai

Diharapkan penelitian ini sabagai bahan masukkan dan

informasi bagi pihak puskesmas muara burnai untuk membantu

menurunkan angka kejadian ISPA pada balita dan sebagai masukan

dan perbaikan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

6
2. Bagi Rektor Universitas Kader Bangsa

Hasil penelitian sebagai bahan pustaka atau sumber referensi

khususnya mahasiswa kebidanan di Universitas Kader Bangsa

Palembang.

3. Bagi Peneliti

Kegiatan penelitian menambah pengetahuan dan memperluas

wawasan peneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

ISPA pada balita.

4. Bagi Peneliti yang akan Datang

Sebagai bahan masukan, acuan atau modal untuk melakukan

penelitian dengan variabel lain didalam penelitian yang akan

datang.

7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Balita

2.1.1 Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas 1 tahun

atau lebih populer dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun.

Masa balita merupakan usaha penting dalam tumbuh kembang anak

secara fisik( Muaris,2011)

2.1.2 Tumbuh Kembang Balita

a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah.

Pertumbuhan nya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak

akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu di lanjutkan belajar

dengan menggunakan kakinya.

b. Perkembangan di mulai dari batang tubuh ke arah luar, contoh nya

adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan

untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan

jemarinya.

c. Setelah dua pola diatas di kuasai, barulah anak belajar

mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,

menendang, berlari dan lain - lain.

8
Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besar nya sel - sel

seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat di ukur dengan

ukuran berat badan, panjang badan, usia tulang, dan keseimbangan

metabolik ( Rochmach, 2013).

Faktor- faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang:

1. Faktor internal yaitu ras/ etnik/ bangsa, keluarga, usia, jenis

kelamin, kelainan genetik, kelainan kromosom.

2. Faktor persalinan yaitu trauma kepala, asfiksia.

3. Faktor pascanatal yaitu gizi, penyakit kronis/ kelainan kongenital,

lingkungan fisik dan kimia, psikologis, endokrin, sosial ekonomi,

lingkungan pengasuhan, stimulasi obat – obatan (Rochmach, 2013).

2.2 Konsep Dasar Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA)

2.2.1 Pengertian ISPA

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung

sampai 14 hari yang dapat di tularkan melalui air ludah, darah, bersin,

maupun udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh

orang sehat ( Suparyanto, 2014).

Infeksi pernapasan yang terjadi pada bayi dan balita salah satu nya

berupa ISPA. Infeksi pernapasan ini berhubungan dengan pernapasan

Atas dan bawah. ISPA sendiri terdiri dari dua jenis yaitu ISPA atas dan

ISPA bawah. ISPA atas di antaranya selesma, sinusitis, dan radang

tenggorokan. Sedangkan ISPA bawah di antara nya adalah preumonia

9
dan bronkitis akut. ISPA tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi

sering juga menyerangi bayi, balita, dan anak anak( Ardinasari, 2016)

Istilah ISPA mengandung 3 unsur yaitu, infeksi saluran pernapasan

dan akut seperti dalam penjelasan beriut:

1. infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam

tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala

penyakit.

2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga

alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga

telinga tengah dan pluera. Dengan demikian ISPA secara anatomis

seluruh pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (

termasuk jaringan paru- paru).

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari,batas

14 hari ini di ambil untuk menunjukkna proses akut meskipun

untuk beberapa penyakit yang dapat di golongkan dalam ISPA

proses ini dapat berlangsung lebih 14 hari.

2.1.2 Anatomi Sistem pernapasan

Sistem respirasi dibentuk oleh saluran napas dan paru-paru beserta

pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam

rongga dada terdapat juga jantung. Rongga dada dipisahkan dengan rongga

perut oleh diafragma (Rahmawati 2012)

10
1.  Saluran Pernapasan Atas

a. Hidung dan Rongga Hidung

Hidung dan rongga hidung merupakan pembukaan eksternal

utama dari sistem pernapasan. Mereka mewakili pintu masuk ke

saluran pernapasan – suatu bagian melalui tubuh yang menggunakan

udara untuk perjalanan untuk mencapai paru-paru. Hidung terbuat dari

tulang, otot, tulang rawan dan kulit, sedangkan rongga hidung, lebih

atau kurang, ruang berongga. Meskipun hidung biasanya dikreditkan

sebagai alat bantu pernapasan eksternal utama, perannya sebenarnya

untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada rongga hidung.

Rongga dilapisi dengan selaput lendir dan rambut kecil yang dapat

menyaring udara sebelum masuk ke saluran pernapasan. Mereka dapat

menjebak semua partikel berbahaya seperti debu, jamur dan serbuk

sari dan mencegah mereka dari mencapai salah satu komponen

internal. Pada saat yang sama, dingin udara luar yang menghangat dan

lembab sebelum melalui saluran pernapasan. Selama pernafasan, udara

hangat yang dihilangkan mengembalikan panas dan kelembaban

kembali ke rongga hidung, jadi ini merupakan proses yang

berkesinambungan.

b. Rongga mulut

Rongga mulut, lebih sering disebut sebagai mulut, adalah satu-

satunya komponen eksternal lainnya yang merupakan bagian dari

sistem pernapasan. Sebenarnya, itu tidak melakukan apapun fungsi

11
tambahan dibandingkan dengan rongga hidung, tetapi bisa melengkapi

udara dihirup melalui hidung atau bertindak sebagai alternatif ketika

bernapas melalui rongga hidung tidak mungkin atau sangat sulit.

Biasanya, bernapas melalui hidung adalah lebih baik untuk

bernapas melalui mulut. Tidak hanya mulut tidak memiliki

kemampuan untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang

masuk, tetapi juga tidak memiliki rambut dan selaput lendir untuk

menyaring kontaminan yang tidak diinginkan.

c. Faring

Faring adalah komponen berikutnya dari saluran pernapasan,

meskipun sebagian orang menyebutnya hanya sebagai tenggorokan. Ia

menyerupai corong terbuat dari otot yang bertindak sebagai perantara

antara rongga hidung dan laring dan esofagus.

Hal ini dibagi menjadi tiga bagian terpisah:

1. Nasofaring

Nasofaring merupakan bagian utama dari faring. Disamping

sebagai saluran udara, nasofaring juga mempunyai peran sebagai

penangkal infeksi dan penunjang fungsi telinga.

2.  Orofaring

Orofaring merupakan bagian tengah dari faring yang terletak

dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai saluran udara serta

saluran makanan.

12
3. Laringofaring

Laringofaring merupakan bagian terakhir dari faring. Seperti

orofaring, bagian ini berperan sebagai saluran udara dan saluran

makanan.( Rahmawati 2012)

2.  Saluran Pernapasan Bawah

a. Pangkal Tenggorokan ( Laring)

Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara

terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servik alis dan

masuk kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan ini dapat ditutup

oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari

tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan

menutupi laring (Hartono, 2012).

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:

1. Kartilagotiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria

2. Kartilagoariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker

3. Kartilagokrikoid (1 buah) yang berbentuk cincin

4. Kartilago epiglottis (1 buah).

b. Trakea Batang Tenggorokan (trakea)

Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin

yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda.

Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang

dilapisi oleh otot polos. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang

berbulu getar yang disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar.

13
Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami percabangan

di bagian ujung menuju ke paru-paru. Yang memisahkan trakea menjadi

bronkus kiri dan kanan disebut karina. Dinding-dinding trakea tersusun

atas sel epitel bersilia yang menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi

untuk penyaringan lanjutan udara yang masuk, menjerat partikel-partikel

debu, serbuk sari dan kontaminan lainnya. Sel silia berdenyut akan

menggerakan mukus ini naik ke faring yang dapat ditelan atau dikeluarkan

melalui rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk membersihkan saluran

pernapasaan

c. Bronkus

Ujung bawah trakea membagi saluran pernapasan menjadi dua

cabang yang bernama bronkus utama. Ini pertama kali menjalankan ke

masing-masing paru-paru sebelum lanjut bercabang menjadi bronkus yang

lebih kecil. Ini bronkus sekunder terus membawa udara ke lobus dari paru-

paru, kemudian lebih lanjut dibagi menjadi bronkus tersier. Bronkus tersier

kemudian dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang tersebar di

seluruh paru-paru yang disebut bronchioles.

Masing-masing dari bronkiolus ini terus terpecah menjadi bagian-

bagian yang lebih kecil disebut bronkiolus terminal. Pada tahap ini, ini

jumlah bronkiolus kecil di jutaan, kurang dari satu milimeter panjangnya,

dan bekerja untuk melakukan udara untuk alveoli paru-paru. Bronkus yang

lebih besar berisi C- berbentuk tulang rawan cincin mirip dengan yang

digunakan dalam trakea untuk menjaga jalan napas terbuka.Sebagai

14
bronkus semakin kecil, begitu juga cincin yang menjadi semakin lebih

banyak spasi.

Bronkiolus kecil tidak memiliki jenis tulang rawan dan bukannya

mengandalkan otot dan elastin.Sistem ini menciptakan pola seperti pohon,

dengan cabang yang lebih kecil tumbuh dari yang lebih besar. Pada saat

yang sama, itu juga memastikan bahwa pesawat dari trakea mencapai

semua daerah paru-paru. Selain hanya membawa udara, bronkus dan

bronkiolus juga memiliki lendir dan silia yang lebih menyempurnakan

udara dan menyingkirkan kontaminan lingkungan sisa.Dinding bronkus

dan bronkiolus juga dilapisi dengan jaringan otot, yang dapat mengontrol

aliran udara masuk ke paru-paru. Dalam kasus tertentu, seperti selama

aktivitas fisik, otot-otot rileks dan memungkinkan lebih banyak udara

masuk ke paru-paru. ( Rahmawati 2012)

d. Alveoli

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus

dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli

pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan

sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang

disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat

sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.

Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Di sini

terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler

15
dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan

diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter

e. Paru - paru

Paru-paru adalah sepasang organ spons. Mereka terdiri dari ribuan

kantung udara, secara kasar berbentuk kerucut yang ditutupi oleh dua

membran, bagian dalam – pleura visceral, dan luar – pleura parietal. Ruang

di antara membran – rongga pleura – diisi dengan cairan berair yang

disebut cairan pleural. Ini memberikan pelumasan dan gerakan bebas

untuk ekspansi dan kontraksi paru-paru.Paru-paru memiliki lobus, dan

paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memiliki dua

lobus. Paru-paru kiri sedikit lebih kecil dari paru-paru kanan untuk

mengakomodasi antara jantung.Fungsi nya:

1. Paru-paru menyediakan area permukaan besar untuk difusi oksigen

dari udara ke dalam aliran darah. Hal ini dicapai melalui dinding tebal

satu sel dari kantung udara yang disebut alveoli. Udara penuh dalam

alveoli di satu sisi dan sisi lain berada dalam kontak dengan aliran

darah dari pembuluh darah. Gas pernapasan dapat menyebar melalui

dinding tebal satu sel alveoli.

2. Untuk memahami bagaimana struktur fungsi sistem pernapasan,

mungkin akan membantu untuk mengikuti menghirup udara masuk

dan keluar dari paru-paru. Udara bergerak karena perbedaan tekanan

yang diciptakan oleh sistem pernapasan, dan lingkungan. Ketika orang

menghirup atau menghembuskan napas, mereka mengubah volume

16
paru-paru mereka, sebuah proses yang didorong oleh kontraksi dan

relaksasi diafragma, otot yang terletak di dasar paru-paru. Struktur ini

disimpan aman oleh tulang rusuk.

3. Udara masuk dan melewati mulut dan hidung dan melalui rongga

terbuka yang dikenal sebagai sinus. Kemudian, udara mengalir ke

bawah melalui batang tenggorokan ke saluran bronkial, yang melekat

pada paru-paru. Di dalam paru-paru adalah struktur seperti kantung

yang disebut alveoli, yang menyimpan udara ini. Struktur ini sangat

vaskular dan langsung melekat pada vena paru dan arteri melalui

kapiler.

4. Kapiler memungkinkan untuk pertukaran sebenarnya gas antara paru-

paru dan darah dan merupakan bagian dari sifat vaskular pada sistem

pernapasan. Hal ini terjadi karena gradien konsentrasi. Jika paru-paru

yang kaya oksigen, misalnya, setelah menghirup, mereka akan

memindahkan unsur ini ke kekurangan oksigen dalam darah arteri

pulmonalis. Darah ini kemudian bergerak menuju jantung untuk

sirkulasi sistemik. Gradien juga memungkinkan untuk pergerakan

metabolik yang tidak diinginkan oleh-produk seperti karbon dioksida

memasuki paru-paru dari darah sebelum menghembuskan nafas ke

udara.( Rahmawati 2012).

17
2.2.2 Etiologi penyakit ISPA

Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau

protozoa. Virus yang termasuk penggolong ispa adalah rinovirus,

koronavirus, adenovirus, influenza, virus sinsisial pernapasan. Virus mudah

di tularkan melalui ludah yang di batukkan atau dibersinkan oleh penderita

adalah virus influenza, virus sinsial pernapasan, dan rinovirus

(Ardinasari, 2016)

Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia

serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain miksovirus (termasuk di

dalamnya virus influenza, virus para – influenza dan pirus campak),

andenovirus.bakteri penyebab ISPA misalnya streptokous, hemolitikus,

stafilokokus, pneumokous, hemofilus influenza, bordetella pertusis,

korinebakterium diffteria ( Depkes, 2014)

Biasanya bakteri dan virus tersebutmenyerang anak- anak di bawah 2

tahun yang kekebalan tubuhnya lemah dan belum sempurna.peralihan

musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.

Ada beberapa penyebab umum terjadinya ISPA pada bayi, balita, dan anak-

anak diantaranya:

a. Daya tubuh dari bayi, balita, dan anak yang lemah

a.Faktor genetik atau turunan dari orang tuanya

b. Ada gejala suatu penyakit

c.Cuaca yang tidak menentu dan ekstrem yang terjadi di lingkungan

d. Adanya infeksi virus, seperti pilek

18
e. Sering menghirup asap rokok atau asap tembakau

f. Hiportemia atau kedinginan yang akut

g. Polusi udara dan lingkungan sekitar

h. Penyebab alergi, seperti debu, serbuk bunga, bulu- bulu hewan

i. Reaksi alergi yang pernah terjadi sebelumnya, (Ardinasari, 2016)

2.2.3 Tanda dan Gejala penyakit ISPA

Seorang anak di nyatakan menderita ISPA jika ditemukan gejala

sebagai berikut:

1. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(pada waktu berbicara atau menangis)

c. mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C

2. Gejala dari ISPA Sedang

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai

gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai

berikut :

19
a. Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

menit atau lebih untuk umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit atau

lebih pada umur 12 bulan - < 5 tahun

b. Suhu tubuh lebih dari 39°C

c. Tenggorokan berwarna merah

d. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah

e. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

3. Gejala dari ISPA Berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai

gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut :

a. Bibir atau kulit membiru

b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah

d. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

e. Tenggorokan berwarna merah ( kemenkes RI, 2014)

2.2.4 Diagnosis Penyakit ISPA

1. Cara mendiagnosis penyakit ISPA pada bayi, balita dan anak sebagai

berikut:

a. Memeriksa sistem pernapasan pada balita anda, melalui suara

pernapasan itu kita bisa mengetahui ada penumpukan cairan

berlebihan atau ada nya radang pada paru-paru.

20
b. Memeriksa hidung dan tenggorokan pemeriksaan ini untuk

mengetahui apa hidung dan tenggorokan terdapat cairan yang

berlebihan atau tidak.

c. Oksimetri nadi pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui seberapa

banyak oksigen yang bisa masuk ke dalam tubuh manusia, karena

orang yang mengalami penyakit ISPA ini menunjukan kekurangan

oksigen.

d. Sampel dahak untuk mengetahui jenis virus atau bakteri yang

menyebabkan ISPA, karena tenaga medis harus mengetahui jenis

virus yang menyebabkan penyakit ISPA tersebut, jika tidak diketahui

secara pasti virus atau bakteri yang menyebabkan ISPA maka tidak

akan efektif untuk pengobatan nya.( Ardinasari, 2016)

2. Cara mendiagnosis penyakit ISPA pada bayi, balita dan anak sebagai

berikut:

a. Klasifikasi ISPA dibagi menjadi 3 kategori dan intervensi dari

ketiga kategori ISPA berbeda-beda yaitu salah satunya ISPA berat.

Penatalaksanaan ISPA berat yaitu dirawat di rumah sakit, diberikan

antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

b. Selain ISPA berat ISPA sedang pun memiliki penatalaksanaan

tersendiri. Penatalaksanaan ISPA sedang yaitu diberi obat antibiotik

kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi

kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol

21
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti

yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Penatalaksanaan ISPA ringan yaitu tanpa pemberian obat antibiotik.

Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat

batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat

yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin.

Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan

tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai

pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang

tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik

(penisilin) selama 10 hari

d. Mengembangkan kenyamanan, anak yang lebih tua biasanya

mampu untuk mengatur keluarnya bunyi sengau dengan kesulitan

yang kecil. Orang tua memerintahkan untuk membenarkan

mengelola obat tetes hidung dan irigasi kerongkongan jika dipesan.

Untuk setiap anak muda, yang normalnya melewati hidung,

pengisap sengau bayi atau alat pembersih telinga berbentuk syringe

yang menolong berpindahnya keluaran sengau sebelum

memberinya. Praktek ini diijinkan dengan membangkitkan obat

tetes hidung yang dapat membersihkan sengau dan mendukung

pemberiannya. Obat tetes hidung dapat disiapkan di rumah dengan

membuat 1 sendok teh garam kedalam 1 takaran air panas.

22
e. Istirahat yang Cukup, anak yang mempunyai penyakit febrile

akut seharusnya mendapat tempat tidur istirahat. Ini biasanya

tidak sulit untuk suhu yang ditinggikan tetapi menjadi sulit

ketika anak merasa baik. ijinkan mereka untuk bermain secara

diam-diam untuk mencapai istirahat lebih baik daripada

membuat mereka menangis melampui batas tempat tidur.

f. Menurunkan Suhu Jika anak mempunyai suhu tinggi yang

signifikan, mengatur demam sangat tinggi. Orang tua

mengetahui cara merawat suhu anak dan membaca

thermometer dengan akurat.

g. Pencegahan penyebaran infeksi, berhati-hati dalam mencuci

tangan dengan melakukan ketika merawat anak yang terinfeksi

pernafasan. Anak dan keluarga mengajarkan untuk

menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup hidung dan

mulutnya ketika mereka batuk / bersin dan mengatur tisu

dengan pantas seperti sebaiknya mencuci tangannya.

Penggunaan tisu dapat saja dibuang ke bak sampah dan tisu

dianjurkan mengakumulasi ke tumpukan, anak yang terinfeksi

pernafasan tidak berbagi cangkir minuman, baju cuci/handuk.

h. Mengembangkan Hidrasi, dehidrasi terutama ketika muntah

atau diare. Cukupnya cairan yang diterima mendorong yang

berlebihan jumlah cairan pada frekuensi. Cairan tinggi kalori

seperti colas, jus buah air pewarna dan pemanis pada jagung

23
mencegah katabolisme dan dehidrasi terapi akan mencegah

diare yang muncul.

i. Pemenuhan Nutrisi, hilangnya nafsu makan adalah karakter

anak yang terinfeksi akut dan pada banyak kasus anak diijinkan

untuk menentukan miliknya yang dibutuhkan untuk makan.

Dukungan Keluarga dan Rumah Asuh, orang tua memberi anak

antibiotik oral yang membutuhkan untuk pemahaman begitu

penting untuk mengelola secara teratur.

2.2.5 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA berdasarkan letak nya, antara lain:

a. ISPA bagian atas di antaranya adalah radang tenggorokan, selesma, dan

sinusitis.

1. Radang tengorokan umumnya di sebabkan oleh virus, gejala yang

dirasakan adalah batuk – batuk, demam ,terasa sakit saat menelan

makanan, dan ada rasa yang tidak nyaman didalam mulut

2. Influenza atau selesma. Gejala yang di timbulkan hampir sama

dengan radang tenggorokan diantaranya batuk – batuk, hidung

tersumbat, pilek dan demam ( untuk swelesma yang sifat berat)

3. Sinusitis jenis ISPA yang satu ini tidak bisa di anggap sepele.

Penanganan sinusitis harus hati - hati. sinusitis sendiri merupakan

jenis ISPA bagian atas yang juga bisa menyerang saluran

pernapasan bawah.sinusitis pada penderita asma bisa memicu

munculnya serangan asma.

24
b. ISPA bagian bawah, seperti bronkitis akut dan preumonia

1. Penyebab utama bronkitis adalah virus. Gejala bronkitis

adalah batuk – batuk yang disertai dengan lendir yang keluar

hanya sedikit,tetapi lama kelamaan akan semakin banyak

kemudian menghilang dalam kurun waktu 2 minggu.

2. Preumonia atau di kenal dengan sebutan radang paru – paru

adalah salah satu penyakit ISPA bagian bawah yang serius

daqn perlu penanganan yang serius juga. Penyebab utama

preumonia adalah virus (Ardinasari,2016)

2.2.6 Faktor Resiko

Faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)

(Ahmad, 2013):

1. Faktor Demografi

Faktor demografi terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Jenis kelamin

b. Usia

c. Pendidikan

d. Padatan hunian

25
2. Faktor Biologis

Faktor biologis terdiri dari empat aspek yaitu :

a. Status gizi

b. Berat badan lahir

c. Pemberian air susu ibu (ASI)

d. Status imunisasi

3. Faktor Polusi

Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Keberadaan asap dapur

b. Keberadaan perokok

c. Keberadaan asap obat nyamuk bakar

d. Ventilasi rumah

2.2.7 Cara penularan penyakit ISPA

Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita penyakit

ISPA dan carrier yang disebut juga reservoir bibit penyakit yang di

tularkan kepada orang lain melalui kontak langsung atau melalui benda-

benda yang telah tercemar bibit penyakit termasuk udara.

Penularan melalui udara di maksutkan adalah cara penularan yang

terjadi tampa kontak dengan penderita maupun dengan benda yang

terkontaminasi dan tidak jarang penyakit yang sebagian ilmu besar

penularanya adalah karena menghisap udara yang mengandung penyebab

atau mikroorganisme tempat kuman berada (reservoir).

26
Penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk

kedalam tubuh melalui saluran pernapasan. Bibit penyakit di udara

umumnya berbentuk aerosol yaitu merupakan bentuk dari penyebab

penyakit tersebut ada dua yaitu: droplet nuclei( sisa dari sekresi saluran

pernapasan yang di keluarkan oleh tubuh berupa doplet dan melayang di

udara) dan campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara

(Depkes , 2013).

2.2.8 Komplikasi ISPA

ISPA sebenarnya merupakan self limited disease yang sembuh sendiri

5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPA yang

tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat

menimbulkan penyakit seperti: semusitis paranasol, penutupan tuba

eustachi, lanyingitis, tracheitis, bronchitis, dan brhonco preumonia, dan

berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang meluas

( wheley dan wong, 2015)

2.2.9 Pencegahan ISPA

Untuk mencegah penyakit ISPA, dapat melakukan hal sebagai berikut:

1. Menjaga asupan makanan dan nutrisi

2. Menjaga kebersihan lingkungan / hindarkan bayi, balita dan anak dari

asap rokok tembakau atau populasi udara lain.

3. Membiasakan mencuci tangan dendan teratur menggunakan air dan

sabun atau hand sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita

ISPA.

27
4. Ajarkan pada anak untuk rajin mencuci tangan untuk menjegah terjadi

penyakit ISPA dan penyait infeksi lainnya

5. Melakukan imunisasi sesuai usia anak dan sesuai yang disarankan ,

sehingga bayi, balita, anak memiliki kekebalan terhadap beberapa

serangan penyakit.

6. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan flu.

Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah

kontak dengan penderita ISPA

7. Apabila sakit, gunakan masker dan rajin cuci tangan agar tidak menulari

pada anak anda dan keluarga anda

8. Mencegah anak berhubungan dekat dengan saudara nya atau anggota

keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA.(Ardinasari, 2016).

2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA

Fator resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yaitu factor

demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan padatan hunian) factor

biologis (status gizi, berat badan lahir, pemberian air susu ibu (ASI), dan

status imunisasi) faktorpolusi (keberadaan asap dapur, keberadan perokok,

keberadaan asap obat nyamuk bakar, dan ventilasi rumah) (Maryunani, 2011).

2.3.1 Status Gizi

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh berkat asupan

zatgizi melalui makanan dan minuman yang dihubungkan dengan

kebutuhan. Status gizi biasanya baik dan cukup, namun karena pola

28
konsumsi yang tidak seimbang maka timbul status gizi baik dan buruk,

(Anggraini 2010).

gizi yang diperlukan oleh tubuhnya, agar individu tersebut tetap

berada dalam Bagaimana seoarang individu, mampu untuk mencukupi

kebutuhan keadaan sehat dan baik secara fisik atau mental. Serta mampu

menjalankan sistem metabolisme dan reproduksi, baik fungsi atau

prosesnya secara alamiah dengan keasan tubuh yang sehat (Marmi,

2013)

Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan

pemeliharaan aktifitas tubuh. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka tubuh

akan mudah terkena penyakit - penyakit infeksi. Timbulnya gizi kurang

tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga

penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita

sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada

anak yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya

akan melemah sehingga mudah terserang penyakit. Kejadian ISPA dapat

disebabkan karena daya tahan tubuh lemah, dan keadaan gizi buruk

merupakan faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Balita

dengan status gizi baik mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik

dari balita dengan status gizi kurang maupun status gizi buruk.

Status Gizi balita merupakan salah satu indikator yang

menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu penilaian

status gizi balita adalah pengukuran secara antropometrik yang

29
menggunakan indeks berat badan menuurut umur balita kemudian untuk

mengetahui status gizinya. Ada 4 status gizi balita yang di tentukan

menurut berat badan/ umur (BB/U) yaitu gizi Buruk ( -2 SD), Gizi

kurang ( -3 SD sampai -2 SD), Gizi Baik ( - 2 SD sampai + 2 SD), dan

Gizi lebih ( >+3SD). (Kemenkes RI. 2020)

Tabel 2.1

. Standar Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat Badan (Kg)


Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
0 2.1 2.5 2.9 3.3 3.9 4.4 5.0
1 2.9 3.4 3.9 4.5 5.1 5.8 6.6
2 3.8 4.3 4.9 5.6 6.3 7.1 8.0
3 4.4 5.0 5.7 6.4 7.2 8.0 9.0
4 4.9 5.6 6.2 7.0 7.8 8.7 9.7
5 5.3 6.0 6.7 7.5 8.4 9.3 10.4
6 5.7 6.4 7.1 7.9 8.8 9.8 10.9
7 5.9 6.7 7.4 8.3 9.2 10.3 11.4
8 6.2 6.9 7.7 8.6 9.6 10.7 11.9
9 6.4 7.1 8.0 8.9 9.9 11.0 12.3
10 6.6 7.4 8.2 9.2 10.2 11.4 12.7
11 6.8 7.6 8.4 9.4 10.5 11.7 13.0
12 6.9 7.7 8.6 9.6 10.8 12.0 13.3
13 7.1 7.9 8.8 9.9 11.0 12.3 13.7
14 7.2 8.1 9.0 10.1 11.3 12.6 14.0
15 7.4 8.3 9.2 10.3 11.5 12.8 14.3
16 7.5 8.4 9.4 10.5 11.7 13.1 14.6

30
Berat Badan (Kg)
Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
17 7.7 8.6 9.6 10.7 12.0 13.4 14.9
18 7.8 8.8 9.8 10.9 12.2 13.7 15.3
19 8.0 8.9 10.0 11.1 12.5 13.9 15.6
20 8.1 9.1 10.1 11.3 12.7 14.2 15.9
21 8.2 9.2 10.3 11.5 12.9 14.5 16.2
22 8.4 9.4 10.5 11.8 13.2 14.7 16.5
23 8.5 9.5 10.7 12.0 13.4 15.0 16.8
24 8.6 9.7 10.8 12.2 13.6 15.3 17.1
25 8.8 9.8 11.0 12.4 13.9 15.5 17.5
26 8.9 10.0 11.2 12.5 14.1 15.8 17.8
27 9.0 10.1 11.3 12.7 14.3 16.1 18.1
28 9.1 10.2 11.5 12.9 14.5 16.3 18.4
29 9.2 10.4 11.7 13.1 14.8 16.6 18.7
30 9.4 10.5 11.8 13.3 15.0 16.9 19.0
31 9.5 10.7 12.0 13.5 15.2 17.1 19.3
32 9.6 10.8 12.1 13.7 15.4 17.4 19.6
33 9.7 10.9 12.3 13.8 15.6 17.6 19.9
34 9.8 11.0 12.4 14.0 15.8 17.8 20.2
35 9.9 11.2 12.6 14.2 16.0 18.1 20.4
36 10.0 11.3 12.7 14.3 16.2 18.3 20.7
37 10.1 11.4 12.9 14.5 16.4 18.6 21.0
38 10.2 11.5 13.0 14.7 16.6 18.8 21.3
39 10.3 11.6 13.1 14.8 16.8 19.0 21.6
40 10.4 11.8 13.3 15.0 17.0 19.3 21.9
41 10.5 11.9 13.4 15.2 17.2 19.5 22.1
42 10.6 12.0 13.6 15.3 17.4 19.7 22.4
43 10.7 12.1 13.7 15.5 17.6 20.0 22.7

31
Berat Badan (Kg)
Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
44 10.8 12.2 13.8 15.7 17.8 20.2 23.0
45 10.9 12.4 14.0 15.8 18.0 20.5 23.3
46 11.0 12.5 14.1 16.0 18.2 20.7 23.6
47 11.1 12.6 14.3 16.2 18.4 20.9 23.9
48 11.2 12.7 14.4 16.3 18.6 21.2 24.2
49 11.3 12.8 14.5 16.5 18.8 21.4 24.5
50 11.4 12.9 14.7 16.7 19.0 21.7 24.8
51 11.5 13.1 14.8 16.8 19.2 21.9 25.1
52 11.6 13.2 15.0 17.0 19.4 22.2 25.4
53 11.7 13.3 15.1 17.2 19.6 22.4 25.7
54 11.8 13.4 15.2 17.3 19.8 22.7 26.0
55 11.9 13.5 15.4 17.5 20.0 22.9 26.3
56 12.0 13.6 15.5 17.7 20.2 23.2 26.6
57 12.1 13.7 15.6 17.8 20.4 23.4 26.9
58 12.2 13.8 15.8 18.0 20.6 23.7 27.2
59 12.3 14.0 15.9 18.2 20.8 23.9 27.6
60 12.4 14.1 16.0 18.3 21.0 24.2 27.9

32
Hubungan kejadian status Gizi dengan kejadian ISPA di Puskesmas

Sekar Jaya Kabupaten OKU, didapatkan hasil ada hubungan bermakna

antara status Gizi dengan kejadian ISPA dengan nilai ρ=0.004 dari nilai

a< = 0.05( Hadiana ,2013)

Faktor - faktor yang berhubungan dengan penyakit ISPA di Wilayah

Kerja Desa Way Huwi Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan, berdasarkan uji Chi Square Test diperoleh

p-value 0,001. Oleh karena p.value = 0,001<α (0,05), di simpul kan

bahwa ada hubungan yang signifikanantara status Gizi dengan ISPA di

Wilayah Kerja Desa Way Huwi Puskesmas Karang Anyar Kecamatan

Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan (achmad farich 2012).

2.3.2 Status imunisasi

Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan system kekebalan

tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang

sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri (virus)

tersebut telah dimodifikasi.Vaksin dimasukkan kedalam tubuh melalui

suntikan atau diminum (oral). Setelah vaksin masuk kedalam tubuh,

system pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk anti bodi. (Erna

Julianti, 2016)

Imunisasi berguna untuk memberikan kekebalan untuk melindungi

anak dari serangan penyakit menular. Imunisasi yang paling efektif

mencegah penyakit ISPA. Yaitu imunisasi campak dan DPT dengan

imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian preumonia balita

33
bisa di cegah dengan imunisasi pertusis ( DPT) 6% kematian preumonia

dapat di cegah ( Maryunani 2010).

Balita yang terserang campak akan mendapatkan kekebalan alami

terhadap pneumonia. Kematian karena ISPA sebagian besar berasal dari

jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi misal difteri, pertusis dan campak. Imunisasi lengkap berguna

untuk mengurangi mortalitas ISPA, sehingga balita yang mempunyai

status imunisasi lengkap jika terkena ISPA maka diharapkan

perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat.

Hubungan kejadian status imunisasi dengan kejadian ISPA di

Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung

Selatan, didapatkan hasil ada hubungan bermakna antara status imunisasi

dengan kejadian ISPA dengan nilai ρ=0.034 dari nilai a< = 0.05 ( Dwi

Rahmawati, 2012)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ISPA di Wilayah

Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Medan,

berdasarkan uji Chi Square Test diperoleh p-value 0,001. Oleh karena

p.value = 0,001<α (0,05), di simpul kan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara status imunisasi dengan ISPA di wilayah kerja

puskesmas panyabungan jae kabupaten mandailing medan. (maryunani

2010).

34
2.3.3 Prilaku merokok keluarga

Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung /

dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar  kelingking

dengan panjang 8-10 cm, biasanya dihisap seseorang setelah di bakar

ujungnya. Rokok merupakan pabrik bahan kimia berbahaya. Hanya

dengan membakar dan menghisap sebatang rokok saja, dapat diproduksi

lebih dari 4000 jenis bahan kimia.400 di antara nya beracun dan 40 di

antara nya biasa berakumulasi dalam tubuh dan dapat membahayakan

kesehatan perokok. .( Ramli, 2011)

Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream

sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap slidestrea.

Polusi udara yang di akibatkan oleh asap slidestream dan asap mainstream

yang sudah teekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau

lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok

pasif atau perokok terpaksa (Azis, 2016).

Anak yang orang tuanya merokok akan mudah menderita penyakit

gangguan pernapasan. Sebagian besar ISPA terjadi karena orang tua

merokok di dalam rumah sehingga penghuni rumah terutama balita

terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena anggota keluarga biasanya

merokok dalam rumah pada saat bersantai bersama keluarga, misalnya

sambil nonton TV atau setelah selesai makan dengan anggota keluarga

lainnya. (Detik Health, 2011).

35
Adanya perokok dalam rumah, dan banyaknya rokok yang dihisap

tiap hari,menyebabkan semakin banyak paparan asap rokok terhadap

anak, dimana asap rokok merupakan bahan iritatif terhadap saluran

pernafasan, baik si perokok maupun bagi orang lain yang ikut

menghisap rokok secara pasif, sehingga menyebabkan kerusakan silia,

epitel alveoli, dan sekresi lender yang berlebihan di dalam saluran

pernafasan, yang memudahkan anak menderita ISPA.

Hubungan prilaku merokok keluarga dengan kejadian ISPA di

Puskesmas Sario Kota Manado, didapatkan hasil ada hubungan

bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA dengan nilai

ρ=0.002 dari nilai a< = 0.05 ( juwarni, 2012)

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi

square(α = 0,05) diperoleh nilai p< 0,001 (p< 0,05) dengan tingkat

kepercayaan 95%,hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara

keberadaan perokok dengan ISPA pada anak balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing (Sugito,2013).

36
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan

atau kaitan antara konsep - konsep atau variable - variabel yang akan diamati

atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan rumusan masalah, faktor yan berhubungan dengan kejadian

ISPA pada balita adalah status gizi, status imunisasi, dan prilaku merokok

keluarga sebagai variabel independen dan kejadian ispa pada balita sebagai

variabel dependen.

Status Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan

pemeliharaan aktifitas tubuh. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka tubuh akan

mudah terkena penyakit-penyakit infeksi. Timbulnya gizi kurang tidak hanya

dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang

mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat

menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh

cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah sehingga mudah

terserang penyakit. Kejadian ISPA dapat disebabkan karena daya tahan tubuh

lemah, dan keadaan gizi buruk merupakan faktor risiko yang penting untuk

terjadinya ISPA.

37
Selain itu, status imunisasi juga merupakan faktor yang sangat

berpengaruh pada kejadian ISPA pada balita. imunisasi memberikan

kekebalan kepada individu untuk melindungi anak dari serangan penyakit

menular. Imunisasi juga dapat menghambat perkembangan penyakit di

kalangan masyarakat, sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA

yang berkembang dari penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi seperti

difteri pertusis, campak maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan

besar dalam upaya pemberantasan ISPA.

Prilaku keluarga merokok mempunyai resiko lebih besar terkena ISPA

yang di ketahui menjadi faktor gangguan pernapasan yang secara tidak

langsung orang di sekeliling ikut ikut menghirup asap rokok tersebut.

Secara sistematis kerangka konsep penelitian dapat digambarkan

sebagai berikut:

38
Bagan 3.1
Kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Status Gizi

ISPA pada Balita


Status imunisasi

Prilaku merokok
keluarga

3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Mayor

Ada hubungan status gizi, status imunisasi, dan prilaku merokok

keluarga secara simultan dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021.

3.2.2. Hipotesis Minor

1. Ada hubungan status gizi secara parsial dengan kejadian ISPA pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021.

2. Ada hubungan status imunisasi secara parsial dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021.

3. Ada hubungan prilaku merokok keluarga secara parsial dengan

kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai Tahun 2021.

39
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif menggunakan metode survey analitik

yaitu survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa

fenomena kesehatan itu terjadi. Pendekatan cross sectional yaitu suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi anatra faktor-faktor risiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2012), dimana

penelitian dilakukan dengan mengukur variabel independen (media informasi,

pengaruh teman sebaya, dan gaya hidup) dan variabel dependen (perilaku

seksualitas remaja) dalam waktu bersamaan (Notoadmodjo, 2012).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus- September tahun

2021

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai Kabupaten Ogan Komering Ilir.

40
4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoadmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah

semua ibu yang mempunyai balita umur 1-5 tahun yang berada di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai yang di perkirakan berjumlah

2631 orang

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau keseluruhan objek yang akan diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2014). Sampel

dalam penelitian ini yaitu balita yang berumur 1-5 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Muara Burnai Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten

Ogan Komering Ilir yang berjumlah 2.631 orang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan bahwa

populasi yang ada sangat besar jumlahnya, sehingga tidak

memungkinkan untuk meneliti seluruh populasi yang ada, sehingga

dibentuk sebuah perwakilan populasi. Menurut Sugiyono (2008)

sampel yang baik antara 30-500 responden. Dalam penelitian ini

sampel yang akan diambil yaitu sebesar ≥ 30 responden. Sedangkan

pengambilan sampel yang digunakan adalah Sampling Insidental /

Accidental Sampling. Menurut Sugiyono (2016)

Sampling Insidental / Accidental Sampling adalah teknik penentuan

sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja pasien yang secara

41
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber

data.

4.4 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer.Data

primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner.

4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2014).

4.5.1 Editing (pemeriksaaan)

Adalah meneliti kembali apakah isian pada check-List sudah

cukup baik ini di lakukan untuk memastikan apakah data telah lengkap

dan dapat di proses lebih lanjut (Notoatmodjo, 2012) .

4.5.2 Coding (Pengkodean data)

Yaitu upaya mengklasifikasikan isian atau hasil yang ada menurut

macamnya dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode

kode dalam hal ini adalah variabel metode pembelajaran. Dilakukan

untuk memudahkan dalam pengolahan data (Notoatmodjo, 2012) .

4.5.3 Entry Data (Pemasukan data)

Setelah dilakukan pengkodean, data dimasukkan kedalam master

table menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian

dengan menggunakan system komputerisasi (Notoatmodjo, 2012) .

42
4.5.4 Cleaning (Pembersihan data)

Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada

kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses

sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (Notoatmodjo, 2012) .

4.6 Analisa Data

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variable yaitu variabel independen (status gizi,

status imunisasi, prilaku keluarga merokok) dan variabel dependen

(penyakit ISPA pada Balita) (Notoatmodjo, 2012)

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariate bertujuan untuk melihat hubungan Antara

variabel independen (status gizi, status imunisasi, prilaku merokok

keluarga) dengan variable dependen (penyakit ISPA pada balita)

dengan menggunakan uji statistic Chi Square .Dengan tingkat

kemaknaan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

Dengan keputusan statistik :

1) Jika p value ≤ α (0,05), maka H0 ditolak artinya ada hubungan b

ermakna antara variabel yang diuji.

2) Jika p value > α (0,05), maka H0 diterima artinya tidak ada

hubungan bermakna antara variabel yang diuji.

(Notoatmodjo, 2012)

43
4.7 Definisi Operasional

N Variabel Pengertian Alat Cara Hasil Ukur Skala


o Ukur Ukur Ukur

1 Penyakit ispa Ispa adalah infeksi Kuesioner Wawancar 1. Ya ( jika anak Ordinal
pada balita saluran pernafasan akut a menderita
yang berlangsung batuk flu dan di
selama 14 hari yang sertai demam
dapat di tularkan lebih dari 37oC
melalui air ludah, darah, dan tengorokan
bersin, maupun udara berwarna
pernafasan yang merah)
mengandung kuman 2. Tidak (Jika
yang terhirup oleh anak tidak
orang sehat (suparyanto disertai demam
2014) lebih dari 37oC
tenggorokan
berwarna
merah )
2 Status gizi Status gizi adalah Kuesione Wawanc 1. gizi kurang : Ordinal
ekspresi dari keadaan r ara ˂ -3 SD
keseimbangan dalam 2. Gizi baik : -
bentuk variabel tertentu, 2SD sampai
atau perwujudan dari +2 SD
nutriture dalam bentuk
variabel tertentu.
(Supariasa, Bakri, dan
Fajar, 2016)

3 Status Status imunisasi adalah Kuesione Wawanc 1. lengkap: bila Ordinal


imunisasi suatu upaya untuk r ara balita
meningkatkan mendapatkan
imunisasi dasar
kekebalan seseorang
2. Tidak lengkap:
secara aktif terhadap bila balita tidak
suatu penyakit (Kemen mendapatkan
Kes RI,2015) imunisasi dasar

4 Prilaku Prilaku merokok adalah Kuesione Wawanc 1. Ya : jika Ordinal


merokok perilaku yang r ara keluaraga
Keluarga berbahaya, karena dapat merokok di
menimbulkan berbagai dalam rumah
macam penyakit. 2. Tidak : jika
(Bagus, 2012) tidak merokok
di dalam rumah

4.8 Alur Penelitian

44
Bagan 4.8

Alur Penelitian

Pengajuan Judul

Izin Penelitian

Populasi

Sampel Penelitian

Informed Consent

Pengumpulan Data

Penyajian Hasil

Kesimpulan

BAB V

45
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Profil Puskesmas Muara Burnai Kecamatan Lempuing Jaya

Kabupaten Ogan Komering Ilir

5.1.1 Sejarah

Puskesmas Muara Burnai berdiri pada tahun 2005 pada saat itu masih

berstatus PUSTU dea Muara Burnai II (Puseksmas Pembantu) yang masuk

pada wilayah kerja Puskesmas Tugu Jaya Kecamatan Lempuing, seiring

perkembanganwaktu pada bulan Februari tahun 2007 di rubah lah status

Pustu desa Muara Burnai II menjadi Puskesmas Muara BurnaiKecamatan

Lempuing Kabupaten Ogan Ilir.

Kriteria Puskesmas Muara Burnai ini termasuk Puskesmas Non

Perawatan, sebagaimana aksebilitasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Wilayah kerja Puskesmas Muara Burnai meliputi sebagian wilayah

kecamatan Lempuing Jaya yang terdiri dari 8 desa. Lokasi gedung

Puskesmas berada di desa Muara Burnai II yang terletak di Jalan Lintas

Timur Kecamatan Lempuing Jaya. Batas wilayah kerja Puskesmas Muara

Burnai yaitu:

Sebelah utara : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Lubuk dan

Kecamatan Pedamaran

Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Lempuing

Sebelah barat :Berbatasan dengan Kabupaten OKU Timur

Sebelah timur : Berbatasan dengan Kecamatan Mesuji Raya

46
Keberadaan Puskesmas Muara Burnai saat ini melayani penduduk kecamatan
sebanyak 45.709 jiwa dengan proporsi penduduk penduduk laki-laki
sebanyak 22.870 jiwa dan perempuan sebanyak 22.839 jiwa. Kepesertaan
penduduk dalam Jaminan Kesehatan Nasional 14.055 jiwa.
Tabel 5.1
Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja
Puskesmas Muara Burnai
Tahun 2018
No Desa Luas Jumlah Kepadatan
Wilayah Penduduk Penduduk
(km²) per km²

1 Purwo Asri 5.760 2.845 0,49

2 Muara Burnai I 18.465 8.329 0,45

3 Muara Burnai II 34.157 8.755 0,26

4 Lubuk Seberuk 30.012 12.098 0,40

5 Lubuk Makmur 1.353 5.138 3,80

6 Sungai Belida 4.750 5.530 1,16

7 Mukti Sari 800 1.867 2,33

8 Lempuing Indah 8.400 1.147 0.14

Jumlah 103.697 45.709 0,44

Pemberdayaan masyarakat dalam program UKBM tentang Desa Siaga sudah


intensif dilaksanakan untuk 8 desa di Kecamatan Lempuing Jaya dan kegiatan
Posyandu dengan kader aktif sebanyak 140 orang kader yang terdistribusi
pada 28 posyandu. Sumber Daya Manusia (ketenagaan) Puskesmas dalam
pelayanan kesehatan ditangani oleh pegawai yang berjumlah 53 orang terdiri
dari 23 PNS, 3 PTT Provinsi, 27 Tenaga Sukarela.

47
Distribusi ketenagaan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Ketenagaan
Puskesmas Muara Burnai
No Jenis Tenaga Puskesmas
Wajib Ada
1 Dokter Umum 1 1
2 Dokter Gigi 1 0
3 Perawat 5 19
4 Bidan 4 30
5 Tenaga Kesehatan 1 0
Masyarakat
6 Tenaga Kesehatan 1 0
Lingkungan
7 Ahli Teknologi 1 1
Laboratorium Medik
8 Tenaga Gizi 1 0
9 Tenaga Kefarmasian 1 0
10 Tenaga Administrasi 2 0
11 Tenaga Pekarya 1 2
Jumlah 19 53

Sumber Daya Manusia atau Ketenagaan yang ada di Puskesmas


Muara Burnai yang berjumlah 53 orang yang terdiri dari: 1 orang Dokter
Umum (1 sebagai dokter pelaksana Puskesmas), Puskesmas Muara Burnai
mempunyai 19 orang perawat, sebagai pemegang Program dan Pelaksana
kegiatan pengobatan, Bidan di Puskesmas Muara Burnai berjumlah 30 orang,
1 orang bidan koordinator, 21 orang sebagai bidan puskesmas, 8 orang
sebagai bidan desa, tenaga teknologi laboratorium 1 orang.
Sarana kendaraan: sarana untuk menunjang kegiatan Puskesmas
Muara Burnai di lengkapi kendaraan roda 2 sebanyak 7 buah, dan kendaraan
Puskesmas Keliling sebanyak 2 buah, yang digunakan untuk kegiatan
rujukan, kegiatan Posbindu, dan kegiatan luar gedung lainnya.

48
5.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Muara Burnai
1. Visi
Puskesmas Muara Burnai mempunyai Visi :
Menjadi Puskesmas dengan pelayanan bermutu dan mandiri
menuju masyakat Muara Burnai sehat.
2. Misi
Untuk mencapai visi organisasi tersebut disusun misi dalam 3
(tiga) poin di Puskesmas Muara Burnai sebagai berikut :
1. Mewujudkan pelayanaan kesehatan yang bermutu profesional
merata dan terjangkau oleh masyarakat secara efisien dan
efektif.
2. Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
3. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku sehat
dan hidup dalam lingkungan yang sehat dalam upaya
kesehatan secara komperhensif
3. Motto
Melayani dengan hati,kesehatan anda kepuasan kami
4. Tata Nilai
Dalam mencapai visi dan misinya Puskesmas Muara Burnai
berkomitmen tata nilai BERHIAS sebagai berikut :
a. Bersih : Memberikan pelayanan dengan hati bersih tanpa
membeda-bedakan status sosial.
b. Edukasi : Memberikan pengetahuan tentang kesehatan pada
pasien
c. Rapi : Berpenampilan rapi diri juga rapi lingkungan tempat
kerja.
d. Harmonis : Terjalin hubungan yang baik dan harmonis antara
pimpinan,staf dan pasien
e. Indah : Menciptakan keindahan lingkungan luar dan dalam
gedung puskesmas

49
f. Aman : Menciptakan lingkungan aman sehingga tercipta rasa
aman dan tentram
g. Sikap:Memberikan pelayan pada pasien dengan 5 S
(salam,senyum,sapa, sopan santun)

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan

persentase dari variabel dependen (penyakit ISPA pada balita) dan

variabel independen (status gizi, status imunisasi, prilaku keluarga

merokok).

1. Penyakit ISPA pada Balita

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, penyakit ISPA pada

balita dibagi menjadi dua kategori yaitu ya (bila didiagnosa dokter

atau tenaga medis bahwa balita menderita ISPA) dan tidak (bila

didiagnosa dokter atau tenaga medis bahwa balita tidak menderita

ISPA), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2 di bawah ini:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan
Penyakit ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Burnai Tahun 2021
No Penyakit ISPA pada Balita Frekuensi Persentase
(N) (%)
1 Ya 49 66,2
2 Tidak 25 33,8
Jumlah 74 100

Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 74

responden yang diteliti, ada 49 responden (66,2%) yang terkena

50
penyakit ISPA, lebih besar dari responden yang tidak terkena

penyakit ISPA sebanyak 25 responden (33,8%).

2. Status Gizi

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, status gizi dibagi

menjadi dua kategori yaitu gizi kurang (jika < -3 SD) dan gizi baik

(jika - 2 SD sampai + 2 SD), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 5.3 di bawah ini :

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan
Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai
Tahun 2021
No Status Gizi Frekuensi Persentase
(N) (%)
1 Gizi Kurang 9 12,2
2 Gizi Baik 65 87,8
Jumlah 74 100

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 74

responden yang diteliti, balita yang status gizinya kurang sebanyak 9

responden (12,2%) memiliki persentase yang sama besar dengan

balita yang status gizinya baik sebanyak 65 responden (87,8%).

3. Status Imunisasi

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, status imunisasi dibagi

menjadi dua kategori yaitu tidak lengkap (bila balita tidak

mendapatkan imunisasi) dan lengkap (bila balita mendapatkan

51
imunisasi), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah

ini :

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan
Status Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Muara
Burnai Tahun 2021
No Status Imunisasi Frekuensi Persentase
(%)
(N)

1 Tidak Lengkap 49 66,2


2 Lengkap 25 33,8
Jumlah 74 100

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 74

responden yang diteliti, yang status imunisasinya tidak lengkap

sebanyak 49 responden (66,2%) lebih besar dari yang status

imunisasinya lengkap sebanyak 25 responden (33,8%).

4. Prilaku Merokok Keluarga

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, prilaku merokok keluarga

dibagi menjadi dua yaitu ya (jika keluarga merokok di dalam

rumah) dan tidak (jika tidak merokok di rumah), untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.5 di bawah ini :

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan
Prilaku Merokok Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Burnai Tahun 2021
No Prilaku Merokok Frekuensi Persentase
Keluarga (N) (%)
1 Ya 46 62,2
2 Tidak 28 37,8
Jumlah 74 100

52
Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 74

responden yang diteliti, yang keluarganya mempunyai prilaku

merokok sebanyak 46 responden (62,2%) lebih besar dari yang

keluarganya tidak mempunyai prilaku merokok sebanyak 28

responden (37,8%).

5.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen (status gizi, status imunisasi, prilaku merokok keluarga)

dengan variabel dependen (penyakit ISPA pada balita). Melihat apakah

ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dapat digunakan uji statistik (chi-square) dengan program SPSS dengan

menggunakan batas kemaknaan p.value α = 0,05, bila p.value > 0,05

berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen, dan sebaliknya bila p.value ≤ 0,05 berarti

ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen.

1. Hubungan antara Status Imunisasi dengan Penyakit ISPA pada


Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, penyakit ISPA pada balita

dibagi menjadi dua kategori yaitu ya (bila didiagnosa dokter atau

tenaga medis bahwa balita menderita ISPA) dan tidak (bila

didiagnosa dokter atau tenaga medis bahwa balita tidak menderita

ISPA), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.6 di bawah ini:

53
Tabel 5.7
Persentase Hubungan Status Gizi dengan Penyakit ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai
Tahun 2021
No. Status Gizi Penyakit ISPA pada Jumlah p.value OR
Balita
Ya Tidak N %
n % n %
1 Gizi Kurang 5 55,6 4 44,4 9 100 p.value
2 Gizi Baik 44 67,7 21 32,3 65 100 = 0,476 0,597
Total 49 25 74 (tidak
berma
kna)

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat dilihat bahwa dari 9

responden yang status gizinya kurang dan terkena penyakit ISPA

sebanyak 5 responden (55,6%) lebih besar dibandingkan dengan

responden yang status gizinya kurang tetapi tidak terkena penyakit

ISPA sebanyak 4 responden (44,4%). Sedangkan dari 65 responden

yang status gizinya baik tetapi terkena penyakit ISPA sebanyak 44

responden (67,7%) lebih sedikit dari responden yang status gizinya

baik dan tidak terkena penyakit ISPA sebanyak 21 responden

(32,3%).

Hasil uji Chi-Square didapat nilai p.value 0,476 < α = 0,05.

Hal ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi

dengan penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Burnai Tahun 2021. Hipotesis yang menyatakan ada

hubungan antara status gizi dengan penyakit ISPA pada balita tidak

terbukti secara statistik.

54
Nilai odds ratio didapat 0,597 artinya yang status gizinya

kurang memiliki peluang 0,597 kali lebih besar menyebabkan

terjadinya penyakit ISPA pada balita dibandingkan dengan yang

status gizinya baik.

2. Hubungan antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada


Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, status imunisasi dibagi

menjadi dua kategori yaitu tidak lengkap (bila balita tidak

mendapatkan imunisasi) dan lengkap (bila balita mendapatkan

imunisasi), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah

ini :

Tabel 5.8
Persentase Hubungan Status Imunisasi dengan Penyakit ISPA
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai
Tahun 2021
No. Status Penyakit ISPA pada Jumlah p.value OR
Imunisasi Balita
Ya Tidak N %
n % n %
1 Tidak 37 75,5 12 24,5 49 100 p.value
Lengkap = 0,035 3,340
2 Lengkap 12 48,0 13 52,0 25 100 (berma
Total 49 25 74 kna)

Berdasarkan tabel 5.7 di atas, dapat dilihat bahwa dari 49

responden yang status imunisasinya tidak lengkap dan terkena

penyakit ISPA sebanyak 37 responden (75,5%) lebih besar

dibandingkan dengan responden yang status imunisasinya tidak

lengkap tetapi tidak terkena penyakit ISPA sebanyak 12 responden

55
(24,5%). Sedangkan dari 25 responden status imunisasinya lengkap

tetapi terkena penyakit ISPA sebanyak 12 responden (48,0%) lebih

sedikit dari responden yang status imunisasinya lengkap dan tidak

terkena penyakit ISPA sebanyak 13 responden (52,0%).

Hasil uji Chi-Square didapat nilai p.value 0,035 < α = 0,05.

Hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi

dengan penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Burnai Tahun 2021. Hipotesis yang menyatakan ada

hubungan antara status imunisasi dengan penyakit ISPA pada balita

terbukti secara statistik.

Nilai odds ratio didapat 3,340 artinya yang status

imunisasinya tidak lengkap memiliki peluang 3,340 kali lebih besar

menyebabkan penyakit ISPA pada balita dibandingkan dengan yang

status imunisasinya lengkap.

3. Hubungan antara Prilaku Merokok Keluarga dengan Penyakit


ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai
Tahun 2021

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, prilaku merokok

keluarga dibagi menjadi dua yaitu ya (jika keluarga merokok di

dalam rumah) dan tidak (jika tidak merokok di rumah), untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada 5.8 di bawah ini :

56
Tabel 5.9
Persentase Hubungan Prilaku Merokok Keluarga dengan Penyakit
ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai
Tahun 2021
No. Prilaku Penyakit ISPA pada Jumlah p.value OR
Merokok Balita
Keluarga Ya Tidak N %
n % n %
1 Ya 40 87,0 6 13,0 46 100 p.value
2 Tidak 9 32,1 19 67,9 28 100 = 0,000 14,074
Total 49 25 74 (berma
kna)

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat dilihat bahwa dari 46

responden yang keluarganya mempunyai prilaku merokok dan

terkena penyakit ISPA pada balita sebanyak 40 responden (87,0%)

lebih besar dibandingkan dengan responden yang keluarganya tidak

mempunyai prilaku merokok tetapi tidak terkena penyakit ISPA

pada balita sebanyak 6 responden (13,0%). Sedangkan dari 28

responden yang keluarganya tidak mempunyai prilaku merokok

tetapi terkena penyakit ISPA sebanyak 9 responden (32,1%) lebih

sedikit dari responden yang keluarganya tidak mempunyai prilaku

merokok tetapi tidak mengalami penyakit ISPA sebanyak 19

responden (67,9%).

Hasil uji Chi-Square didapat nilai p.value 0,000 < α = 0,05.

Hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara prilaku merokok

keluarga dengan penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021. Hipotesis yang menyatakan

57
ada hubungan antara prilaku merokok keluarga dengan penyakit

ISPA pada balita terbukti secara statistik.

Nilai odds ratio didapat 14,074 artinya yang keluarganya

memiliki prilaku merokok memiliki peluang 14,074 kali lebih besar

menyebabkan tejadinya penyakit ISPA pada balita dibandingkan

dengan keluarga yang tidak punya prilaku merokok.

5.3 Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya kemudian dibandingkan dengan beberapa

penelitian sebelumnya serta dikaitkan bersama teori yang ada untuk

selanjutnya ditarik kesimpulan.

5.3.1 Penyakit ISPA pada Balita

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, penyakit ISPA pada balita

dibagi menjadi dua kategori yaitu ya (bila didiagnosa dokter atau tenaga

medis bahwa balita menderita ISPA) dan tidak (bila didiagnosa dokter

atau tenaga medis bahwa balita tidak menderita ISPA). Hasil analisis

univariat didapatkan dari 74 responden yang diteliti, ada 49 responden

(66,2%) yang terkena penyakit ISPA, lebih besar dari responden yang

tidak terkena penyakit ISPA sebanyak 25 responden (33,8%).

58
5.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Penyakit ISPA pada Balita

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, status gizi dibagi menjadi dua

kategori yaitu gizi kurang (jika < -3 SD) dan gizi baik (jika - 2 SD

sampai + 2 SD). Hasil penelitian pada analisis univariat dapat dilihat

bahwa dari 74 responden yang diteliti, balita yang status gizinya kurang

sebanyak 9 responden (12,2%) memiliki persentase yang sama besar

dengan balita yang status gizinya baik sebanyak 65 responden (87,8%).

Hasil analisis bivariat dapat dilihat bahwa dari 9 responden yang

status gizinya kurang dan terkena penyakit ISPA sebanyak 5 responden

(55,6%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang status

gizinya kurang tetapi tidak terkena penyakit ISPA sebanyak 4

responden (44,4%). Sedangkan dari 65 responden yang status gizinya

baik tetapi terkena penyakit ISPA sebanyak 44 responden (67,7%) lebih

sedikit dari responden yang status gizinya baik dan tidak terkena

penyakit ISPA sebanyak 21 responden (32,3%).

Hasil uji Chi-Square didapat nilai p.value 0,476 < α = 0,05. Hal

ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan

penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

Tahun 2021. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara status

gizi dengan penyakit ISPA pada balita tidak terbukti secara statistik.

Nilai odds ratio didapat 0,597 artinya yang status gizinya kurang

memiliki peluang 0,597 kali lebih besar menyebabkan terjadinya

59
penyakit ISPA pada balita dibandingkan dengan yang status gizinya

baik.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan

bahwa Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan

pemeliharaan aktifitas tubuh. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka

tubuh akan mudah terkena penyakit- penyakit infeksi. Timbulnya gizi

kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi

juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering

menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian

pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya

tahan tubuhnya akan melemah sehingga mudah terserang penyakit.

Kejadian ISPA dapat disebabkan karena daya tahan tubuh lemah, dan

keadaan gizi buruk merupakan faktor risiko yang penting untuk

terjadinya ISPA. Balita dengan status gizi baik mempunyai daya tahan

tubuh yang lebih baik dari balita dengan status gizi kurang maupun

status gizi buruk.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian hubungan

kejadian status Gizi dengan kejadian ISPA di puskesmas sekar jaya

kabupaten OKU, didapatkan hasil ada hubungan bermakna antara status

Gizi dengan kejadian kejadian ISPA dengan nilai ρ=0.004 dari nilai a <

= 0.05 ( Hadiana ,2013).

Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada maka penelitian

berasumsi bahwa status gizi tidak sepenuhnya mempengaruhi seorang

60
balita dapat mengidap ISPA, bisa jadi faktor penyebab ISPA itu bisa

disebabkan oleh asap rokok, polusi udara, asap karena kebakaran, atau

karena ventilasi udara yang tidak baik.

5.3.2 Hubungan Status Imunisasi dengan Penyakit ISPA pada Balita

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, status imunisasi dibagi menjadi

dua kategori yaitu tidak lengkap (bila balita tidak mendapatkan

imunisasi) dan lengkap (bila balita mendapatkan imunisasi).Hasil

penelitian pada analisis univariat dapat dilihat bahwa dari 74 responden

yang diteliti, yang status imunisasinya tidak lengkap sebanyak 49

responden (66,2%) lebih besar dari yang status imunisasinya lengkap

sebanyak 25 responden (33,8%).

Hasil analisis bivariat dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang

status imunisasinya tidak lengkap dan terkena penyakit ISPA sebanyak

37 responden (75,5%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang

status imunisasinya tidak lengkap tetapi tidak terkena penyakit ISPA

sebanyak 12 responden (24,5%). Sedangkan dari 25 responden status

imunisasinya lengkap tetapi terkena penyakit ISPA sebanyak 12

responden (48,0%) lebih sedikit dari responden yang status imunisasinya

lengkap dan tidak terkena penyakit ISPA sebanyak 13 responden

(52,0%).

Hasil uji Chi-Square didapat nilai p.value 0,035 < α = 0,05. Hal ini

berarti ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan

61
penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

Tahun 2021. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara status

imunisasi dengan penyakit ISPA pada balita terbukti secara statistik.

Nilai odds ratio didapat 3,340 artinya yang status imunisasinya

tidak lengkap memiliki peluang 3,340 kali lebih besar menyebabkan

penyakit ISPA pada balita dibandingkan dengan yang status

imunisasinya lengkap.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang yang menyatakan

bahwa imunisasi berguna untuk memberikan kekebalan untuk

melindungi anak dari serangan penyakit menular. Imunisasi yang paling

efektif mencegah penyakit ISPA. yaitu imunisasi campak dan DPT.

Balita yang terserang campak akan mendapatkan kekebalan alami

terhadap pneumonia. Kematian karena ISPA sebagian besar berasal dari

jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi misal difteri, pertusis dan campak. Imunisasi lengkap berguna

untuk mengurangi mortalitas ISPA , sehingga balita yang mempunyai

status imunisasi lengkap jika terkena ISPA maka diharapkan

perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian hubungan kejadian

status imunisasi dengan kejadian ISPA di puskesmas karang anyar

kecamatan jati agung kabupaten lampung selatan, didapatkan hasil ada

hubungan bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA

dengan nilai ρ=0.034 dari nilai a < = 0.05 ( Dwi Rahmawati, 2012).

62
Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada maka penelitian

berasumsi bahwa status imunisasi juga merupakan faktor yang sangat

berpengaruh pada kejadian ISPA pada balita . imunisasi memberikan

kekebalan kepada individu untuk melindungi anak dari serangan

penyakit menular. Imunisasi juga dapat menghambat perkembangan

penyakit di kalangan masyarakat, sebagian besar kematian ISPA berasal

dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat di cegah

dengan imunisasi seperti difteri pertusis, campak maka peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan

ISPA.

5.3.3 Hubungan Prilaku Merokok Keluarga dengan Penyakit ISPA pada

Balita

Penelitian ini dilakukan pada 74 responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021, prilaku merokok keluarga dibagi

menjadi dua yaitu ya (jika keluarga merokok di dalam rumah) dan tidak

(jika tidak merokok di rumah). Hasil penelitian pada analisis univariat

dapat dilihat bahwa dari 74 responden yang diteliti, yang keluarganya

mempunyai prilaku merokok sebanyak 46 responden (62,2%) lebih besar

dari yang keluarganya tidak mempunyai prilaku merokok sebanyak 28

responden (37,8%).

Hasil analisis bivariat dapat dilihat bahwa dari 46 responden yang

keluarganya mempunyai prilaku merokok dan terkena penyakit ISPA

pada balita sebanyak 40 responden (87,0%) lebih besar dibandingkan

63
dengan responden yang keluarganya tidak mempunyai prilaku merokok

tetapi tidak terkena penyakit ISPA pada balita sebanyak 6 responden

(13,0%). Sedangkan dari 28 responden yang keluarganya tidak

mempunyai prilaku merokok tetapi terkena penyakit ISPA sebanyak 9

responden (32,1%) lebih sedikit dari responden yang keluarganya tidak

mempunyai prilaku merokok tetapi tidak mengalami penyakit ISPA

sebanyak 19 responden (67,9%).

Hasil uji Chi-Square didapat nilai p.value 0,000 < α = 0,05. Hal ini

berarti ada hubungan yang bermakna antara prilaku merokok keluarga

dengan penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Burnai Tahun 2021. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara

prilaku merokok keluarga dengan penyakit ISPA pada balita terbukti

secara statistik.

Nilai odds ratio didapat 14,074 artinya yang keluarganya memiliki

prilaku merokok memiliki peluang 14,074 kali lebih besar menyebabkan

tejadinya penyakit ISPA pada balita dibandingkan dengan keluarga yang

tidak punya prilaku merokok.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa

adanya perokok dalam rumah, dan banyaknya rokok yang dihisap tiap

hari,menyebabkan semakin banyak paparan asap rokok terhadap anak,

dimana asap rokok merupakan bahan iritatif terhadap saluran pernafasan,

baik si perokok maupun bagi orang lain yang ikut menghisap rokok

secara pasif, sehingga menyebabkan kerusakan silia, epitel alveoli, dan

64
sekresi lender yang berlebihan di dalam saluran pernafasan, yang

memudahkan anak menderita ISPA).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian hubungan prilaku

merokok keluarga dengan kejadian ISPA di puskesmas sario kota

manado, didapatkan hasil ada hubungan bermakna antara status imunisasi

dengan kejadian ISPA dengan nilai ρ=0.002 dari nilai a < = 0.05

(juwarni, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada maka penelitian

berasumsi bahwa prilaku keluarga merokok mempunyai resiko lebih

besar terkena ISPA yang di ketahui menjadi faktor gangguan pernapasan

yang secara tidak langsung orang di sekeliling ikut ikut menghirup asap

rokok tersebut.

65
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

6.1.1 Ada hubungan antara status gizi, status imunisasi, dan prilaku merokok

keluarga secara simultan dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021

6.1.2 Tidak ada hubungan status gizi secara parsial dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021

6.1.3 Ada hubungan status imunisasi secara parsial dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun 2021

6.1.4 Ada hubungan prilaku merokok keluarga secara parsial dengan kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai Tahun

2021

66
6.2 Saran

6.2.1 Bagi Warga di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

Diharapkan kepada warga untuk selalu menjaga kebersihan diri,

rumah dan lingkungan guna menjaga kondisi lingkungan tetap sehat

dan terhindar dari berbagai penyakit terutama untuk mencegah

penyakit-penyakit yang terjadi pada balita seperti ISPA.

6.2.2 Bagi Rektor Universitas Kader Bangsa Palembang

Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan bahan

kepustakaan untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi

mahasiswi khususnya Program Studi S1 Kebidanan Universitas Kader

Bangsa dan mahasiswi kesehatan lain pada umumnya.

6.2.3 Bagi Peneliti yang Akan Datang

Diharapkan penelitian ini sebagai bahan acuan bagi peneliti

yang akan datang yang ingin melakukan penelitian terhadap pemyakit

ISPA pada balita dengan variabel yang berbeda dan sampel yang lebih

banyak lagi sebagai upaya pencegahan terjadinya penyakit ISPA

menjadi patologis.

67
DAFTAR PUSTAKA

Adriani dan Wirjatmadi. 2012.Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kencana.


Jakarta.

Anggraini Y, 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : PustakaRihama.

Ardinasari,E.(2016).Buku Pintar Mencegah & Mengobati Penyakit Bayi & Anak.


Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta


:RinekaCipta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Pemberantasan


Penyakit saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir. 2020. Profil Data Kesehatan
Kabupaten OKI. Kayuagung:

Hans Tendra. 2003. M erokok dan Kesehatan. Surabaya.

Haryanto, Eko. 2016. Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, dan ASI Eksklusif
dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Balai Pengobatan UPTD
Puskesmas Sekar Jaya Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2016.
Diakses 20 Juni 2021

Hartono, 2012. ISPA :Gangguan Pernafasan Pada Anak.


NuhaMedika : Yogyakarta., 2012

KementerianKesehatanRepublik Indonesia.(2012). Pedoman Pemberantasan


Penyakit Infeksi Saluran Pernapas anak untuk Penanggulangan Pneumonia
Balita. Jakarta: DepartemenKesehatanRepublik Indonesia.

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar ; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2016. Profil Data Kesehatan


Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lebuan, AW. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Siswa Taman Kanak-Kanak Di Kelurahan Dangin
Puri Kecamatan Denpasar TimurTahun 2014: Jurnal Medika.

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.


RinekaCipta
Notoatmodjo . 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :RinekaCipta

Prasetyawati, A. E., 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: NuhaMedika

Proverawati, A. 2012.BBLR (Berat Badan Lahir Rendah. Yayasan bina pustaka


sarwono prawirohardjo. Jakarta. 

Rahmawati 2012. ISPA :Gangguan Pernafasan Pada Anak. Nuha


Medika : Yogyakarta., 2012

Said M. 2013. Pengendalian Pneumonia Pada Anak .Pencapaian MDG4.Jakarta:


Bulletin jendela epidemiologi. Vol. 3. 7. Kemenkes RI.

Saifuddin AB. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta: EGC. 2013.

Soetjiningsih.2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar I


Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja.Jakarta :Sagungseto .Pp 86-90

Suparyanto.(2014). Tumbuh kembang dani munisasi.Jakarta : EGC

Umar, N. 2010.Sistem Pernapasan dan Suctioning pada Jalan Nafas. Bagian


Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Wahayuni, F. 2020. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dan Kelengkapan


Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia 12-24 Bulan. Jurnal
Ilmu Kesehatan Anak. Di akses tanggal 19 Juni 2021

Waryana. 2014. Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama : Yogyakarta.

Kementrian kesehatan repuplik Indonesia (2020). Standar antropometri anak.


Jakarta :departemen kesehatan republic Indonesia.

38
1

KOESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI DAN PRILAKU


MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA
BURNAI KECAMATAN LEMPUING JAYA
KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
TAHUN 2021

Tanggal Pengisian :

A. Data Demografi (IdentitasResponden)


Data Ibu:
Nama Ibu :
Umur : Tahun
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Data Anak:
Nama :
Umur :
Status Imunisasi :
1. Lengkap
2. Tidak lengkap
Berat Badan : Kg
Tinggi Badan : Cm
Kejadian ISPA

1. Apakah anak ibu menderita batuk ?


A. Ya
B. Tidak
2. Apakah anak ibu menderita pilek ?
A. Ya
B. Tidak
3. Apakah anak ibu menderita demam di atas 37oC ?
A. Ya
B. Tidak
4. Apakah anak ibu menderita batuk pilek dan demam ( ≤ 14 hari/2 minggu)?
A. Ya
B. Tidak
5. Jika batuk pilek dan demam apakah tengorokan anak ibu berwarna
kemerahan ?
A. Ya
B. Tidak

PerilakuMerokokKeluarga

1. Apakah ada kelurga yang merokok ?


A. Ya
B. Tidak
2. Bila iya merokok nya di mana ?
A. Di dalam rumah
B. Di luar rumah

2
PERMOHONAN PADA RESPONDEN

Kepada Yth:
Ibu Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Burnai

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswi S1 Kebidanan


Fakultas Kebidanan dan Keperawatan Universitas Kader Bangsa Palembang:
Nama : Jelly Hutami
NIM : 19251050P
Alamat : Desa Muara Burnai II Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
No Hp : 082278089876
Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Status Gizi, Status
Imunisasi Dan Prilaku Merokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Muara Burnai Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten Ogan
Komering Ilir Tahun 2021”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi,Status Imunisasi, Dan Prilaku
Merokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muara
Burnai.
Apabila ibu menyetujui ikut serta dalam penelitian ini, maka dengan ini
saya memohon kesediaan ibu untuk menandatangani lembar persetujuan
(informed consent) yang telah disediakan.
Atas perhatian dan kerjasama ibu, saya ucapkan terimakasih.

Peneliti

Jelly Hutami

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONCENT)

3
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .............................................................
Umur : .............................................................
Alamat : .............................................................
Setelah mendapatkan penjelasan dan mengerti sepenuhnya akan
maksud dan tujuan pengisian kuesioner guna penelitian yang berjudul
“Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi Dan Prilaku Merokok
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Burnai Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten Ogan Komering
Ilir Tahun 2021”, saya menyatakan bersedia menjadi responden untuk
kepentingan peneliti ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya tanda tangani atas dasar


kesadaran tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun.

Hormat Saya

(...................................)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Curriculum Vitae

4
i. DATA PRIBADI

1. Nama : Jelly Hutami


2. Tempat dan Tanggal Lahir : Pematang-P, 10 September 1999
3. Agama : Islam
4. Status Pernikahan : Belum Menikah
5. Warga Negara : Indonesia
6. Alamat KTP : Dusun Bali Sadar
Kec. Mesuji Kab. OKI
7. Alamat Sekarang : Dusun Bali Sadar
Kec. Mesuji Kab. OKI
8. No HP : 085378132179
9. Email : jelyhutami40760@gmail.com

ii. RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL

Periode (Tahun) Jenjang Pendidikan Sekolah/Institusi/Universitas

2003 - 2004 TK TK Surya pagi P.Panggang

2005 - 2010 SD SDN 1 Pematang-Panggang

2011 - 2013 SLTP SMP N 7 Mesuji

2014 - 2016 SMU SMA N 1 Simpang Pematang

2017 - 2019 DIII Kebidanan STIK Bina Husada

2019 - sekarang S1 Kebidanan UKB Palembang

Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.

Palembang, Agustus 2021

Jelly Hutami

5
CROSSTABS
/TABLES=StatusGiziStatusImunisasiPerilakuMerokokKeluarga
BYPenyakitISPA
/FORMAT= AVALUE TABLES
/STATISTIC=CHISQ RISK
/CELLS= COUNT EXPECTED COLUMN TOTAL
/COUNT ROUND CELL .

Crosstabs
[DataSet1] D:\Data Leptop\Askep\2021 Oke\Jelly\New folder\
Untitled1 REVISI.sav

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
StatusGizi * PenyakitISPA 74 100,0% 0 ,0% 74 100,0%
StatusImunisasi *
74 100,0% 0 ,0% 74 100,0%
PenyakitISPA
PerilakuMerokok
74 100,0% 0 ,0% 74 100,0%
Keluarga * PenyakitISPA

StatusGizi * PenyakitISPA

Crosstab

PenyakitISPA
Ya Tidak Total
StatusGizi Gizi Kurang Count 5 4 9
Expected Count 6,0 3,0 9,0
% within PenyakitISPA 10,2% 16,0% 12,2%
% of Total 6,8% 5,4% 12,2%
Gizi Baik Count 44 21 65
Expected Count 43,0 22,0 65,0
% within PenyakitISPA 89,8% 84,0% 87,8%
% of Total 59,5% 28,4% 87,8%
Total Count 49 25 74
Expected Count 49,0 25,0 74,0
% within PenyakitISPA 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 66,2% 33,8% 100,0%

6
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,521b 1 ,471
Continuity Correctiona ,119 1 ,730
Likelihood Ratio ,502 1 ,478
Fisher's Exact Test ,476 ,355
Linear-by-Linear
,514 1 ,474
Association
N of Valid Cases 74
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3,04.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for StatusGizi
,597 ,145 2,453
(Gizi Kurang / Gizi Baik)
For cohort PenyakitISPA =
,821 ,447 1,507
Ya
For cohort PenyakitISPA =
1,376 ,611 3,095
Tidak
N of Valid Cases 74

StatusImunisasi * PenyakitISPA

Crosstab

PenyakitISPA
Ya Tidak Total
StatusImunisasi Tidak Lengkap Count 37 12 49
Expected Count 32,4 16,6 49,0
% within PenyakitISPA 75,5% 48,0% 66,2%
% of Total 50,0% 16,2% 66,2%
Lengkap Count 12 13 25
Expected Count 16,6 8,4 25,0
% within PenyakitISPA 24,5% 52,0% 33,8%
% of Total 16,2% 17,6% 33,8%
Total Count 49 25 74
Expected Count 49,0 25,0 74,0
% within PenyakitISPA 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 66,2% 33,8% 100,0%

7
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,600b 1 ,018
Continuity Correctiona 4,438 1 ,035
Likelihood Ratio 5,489 1 ,019
Fisher's Exact Test ,022 ,018
Linear-by-Linear
5,525 1 ,019
Association
N of Valid Cases 74
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
8,45.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
StatusImunisasi (Tidak 3,340 1,205 9,259
Lengkap / Lengkap)
For cohort
1,573 1,015 2,438
PenyakitISPA = Ya
For cohort
,471 ,254 ,875
PenyakitISPA = Tidak
N of Valid Cases 74

PerilakuMerokokKeluarga * PenyakitISPA

8
Crosstab

PenyakitISPA
Ya Tidak Total
PerilakuMerokokKeluarga Ya Count 40 6 46
Expected Count 30,5 15,5 46,0
% within PenyakitISPA 81,6% 24,0% 62,2%
% of Total 54,1% 8,1% 62,2%
Tidak Count 9 19 28
Expected Count 18,5 9,5 28,0
% within PenyakitISPA 18,4% 76,0% 37,8%
% of Total 12,2% 25,7% 37,8%
Total Count 49 25 74
Expected Count 49,0 25,0 74,0
% within PenyakitISPA 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 66,2% 33,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 23,377b 1 ,000
Continuity Correctiona 20,991 1 ,000
Likelihood Ratio 23,871 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
23,061 1 ,000
Association
N of Valid Cases 74
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9,46.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
PerilakuMerokok 14,074 4,375 45,277
Keluarga (Ya / Tidak)
For cohort
2,705 1,561 4,688
PenyakitISPA = Ya
For cohort
,192 ,087 ,423
PenyakitISPA = Tidak
N of Valid Cases 74

9
FREQUENCIES

VARIABLES=PenyakitISPAStatusGiziStatusImunisasiPerilakuMerokokKelu
arga
/ORDER= ANALYSIS .

Frequencies
[DataSet1] D:\Data Leptop\Askep\2021 Oke\Jelly\New folder\
Untitled1 REVISI.sav

Statistics

Perilaku
Status Merokok
PenyakitISPA StatusGizi Imunisasi Keluarga
N Valid 74 74 74 74
Missing 0 0 0 0

Frequency Table

PenyakitISPA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 49 66,2 66,2 66,2
Tidak 25 33,8 33,8 100,0
Total 74 100,0 100,0

StatusGizi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Kurang 9 12,2 12,2 12,2
Gizi Baik 65 87,8 87,8 100,0
Total 74 100,0 100,0

StatusImunisasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Lengkap 49 66,2 66,2 66,2
Lengkap 25 33,8 33,8 100,0
Total 74 100,0 100,0

10
DOKUMEN

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai