Anda di halaman 1dari 77

lOMoARcPSD|28599845

Melatia Paska-Asidosis Metabolik-13 November 2021

Keperawatan (Stikes Notokusumo Yogyakarta)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)
lOMoARcPSD|28599845

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Ny.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD ON HD
DENGAN ASIDOSIS METABOLIK DI RUANG
HEMODIALISA RSUD dr. DORIS
SYLVANUS PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :
MELATIA PASKA
2018.C.10a.0977

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2021

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:
Nama : Melatia Paska
NIM : 2018.C.10a.0977
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny.S
dengan diagnosa medis CKD on HD dengan asidosis
metabolik di Ruangan Hemodialisis Rumah Sakit dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Pembimbing akademik Pembimbing Lahan

Kristinawaty, S.Kep., Ners Evimira Sukanti, S.Kep,. Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Ny.S dengan diagnosa medis CKD on HD dengan asidosis metabolik di
Ruangan Hemodialisis Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 4).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Kristinawaty, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Evimira Sukanti S.Kep,. Ners selaku pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.

Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan


dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 10 November 2021

Melatia Paska

iii

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................8
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................9
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................10
1.4 Manfaat Penulisan ..........................................................................................10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Teori Chronic Kidney Disease (CKD) ..............................................11
2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) .............................................12
2.1.2 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD) .............................................14
2.1.3 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) .........................................16
2.1.4 Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD) ............................17
2.1.5 Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD) .......................................18
2.1.6 Pemerikasaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD) ..................20
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Chronic Kidney Disease (CKD) ....................21
2.2 Konsep Teori Asidosis Metabolik...................................................................22
2.2.1 Definisi Asidosis Metabolik..................................................................24
2.2.2 Etiologi Asidosis Metabolik..................................................................25
2.2.3 Klasifikasi Asidosis Metabolik..............................................................26
2.2.4 Manifestasi Klinis Asidosis Metabolik.................................................27
2.2.5 Komplikasi Asidosis Metabolik............................................................28
2.2.6 Pemerikasaan Penunjang Asidosis Metabolik ......................................29
2.2.7 Penatalaksanaan Medis Asidosis Metabolik..........................................30
2.3 Konsep Teori Hemodialisis ............................................................................31
2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan ..................................................................32
2.4.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................32
2.4.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................33
2.4.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................34

iv

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.4.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................35


2.4.5 Evaluasi ..................................................................................................35
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................
4.2 Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini
merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens
dan pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal
yang harus di jalani oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan
yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan
penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai
terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal.
Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan
peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama
dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah
hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018).

Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal


ginjal di Indonesia data yang didapatkan tahun 2007-2014 tercatat 28.882
pasien, dimana pasien sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak
11.689 pasien. Di Jawa Tengah terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192
pasien baru dan 1.171 pasien aktif.

Terapi penggantian ginjal yang tersedia untuk pasien dengan stadiun akhir
adalah dialisis dan transplantasi ginjal (Kallenbach, 2015). Hemodialisis
merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh pasien PGK.
Meskipun demikian, tidak semua toksik dapat dikeluarkan dari tubuh. Tujuan
utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia,
kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien PGK.
Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan elektrolit dan sisa metabolisme tubuh,
sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang umur pasien
(Kallenbach, 2015). Dan juga membantu keseimbangan asam basa Salah satunya
adalah Asidosis metabolik ditandai dengan peningkatan konsentrasi ion hidrogen
dalam sirkulasi sistemik yang mengakibatkan HCO3 serum kurang dari 24
mEq/L. Asidosis metabolik bukanlah kondisi jinak dan menandakan gangguan
mendasar yang perlu dikoreksi untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas.

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Estiminasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan


jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari
tahun sebelumnya. Di amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal
ginjal meningkat 50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap
tahun 200.000 orang amerika menjalani hemodialisa karena gangguan
ginjal kronis, yang artinya 1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah
pasien dialisis (Widyastuti dalam Elisa, 2017).

Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal


karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik penyakit ginjal,
oleh karena itu pasien yang menderita gagal ginjal kronik harus menjalani dialisa
sepanjang hidupnya (Smeltzer & Bare, 2013). Pasien yang menjalani hemodialisis
mengalami penurunan perfusi yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit yang ada dalam tubuhnya karena proses hemodialisis sehingga
mengakibatkan munculnya beberapa komplikasi intradialisis (Armiyati, 2016).
Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi pada saat
menjalani hemodialisis. Komplikasi umum intradialisis adalah hipotensi, kram,
mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan
menggigil (Holley, 2017). Komplikasi intradialisis lainnya yang mungkin terjadi
adalah hipertensi intradialisis dan disequlibrium syndrome yaitu kumpulan gejala
serebral terdiri dari sakit kepala, pusing, mual, muntah, kejang, disorientasi
sampai koma (Daugirdas, Blake & Ing, 2017).
Berdasarkan masih tingginya prevalensi angka kejadian CKD on
Hd dengan Acidosis Metabolik, khususnya di Indonesia, dan juga melihat
dari segi sebab akibat yang dapat di timbulkan, maka saya tertarik untuk
membahas lebih lanjut tentang CKD on Hd dengan Acidosis Metabolik dan
asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat


dirumuskan masalah dalam laporan pendahuluan ini adalah: Bagaimana
pemberian asuhan keperawatan dengan CKD on Hd dengan asidosis
metabolik pada Ny. S.

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada Ny.S
dengan diagnose medis CKD on HD dengan asidosis metabolik di Ruangan
Hemodialisis RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan
CKD on HD dengan asidosis metabolik.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan CKD on
HD
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada pasien dengan CKD on HD dengan asidosis metabolik.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi pada pasien dengan CKD on HD dengan asidosis metabolik.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien dengan CKD on HD dengan asidosis metabolik.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan CKD on HD dengan asidosis metabolik.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
yang telah dilaksanakan pada pasien dengan CKD on HD dengan
asidosis metabolik.
1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Mahasiswa


Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan CKD on
HD secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

1.4.3 Bagi Institusi


3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang CKD on HD dengan asidosis metabolik
dan Asuhan Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
CKD on HD dengan asidosis metabolik melalui Asuhan Keperawatan yang
dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan CKD on HD dengan asidosis
metabolik yang berguna bagi status kesembuhan klien.

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)

Gambar 2.1 Chronic Kidney Disease


Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara
PGK stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan
dan penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Penyakit ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian.
Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler.
Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK lebih tinggi daripada kejadian
berlanjutnya PGK stadium awal menjadi stadium akhir (Delima, 2014).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini
merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan
pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus
di jalani oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal.
Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal
terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi pengganti karena
berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering di
lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut,
yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita
gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

10

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel


dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).
Dari beberapa definisi di atas maka penulis menyimpulkan definisi CKD on
Hd dengan Hipotensi adalah Penyakit ginjal yang telah berlangsung lama
sehingga menyebabkan gagal ginjal. Ginjal menyaring kotoran dan kelebihan
cairan dari darah. Apabila ginjal tidak berfungsi, kotoran menumpuk.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi Ginjal
Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperianeal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat
langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah,
jumlahnya ada 2 buah yang terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri lebih
besar dari ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ±200 gram. Pada umunya
ginjal laki-laki lebih panjang daripada ginjal wanita.

(Gambar Struktur Ginjal)


1) Struktur Makroskopis Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kulit

11

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis


renalis).
2) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak
mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut
glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bowman, dan
gabungan antara glomerolus dengan simpai bowman disebut badan
malpighi. Penyaringan darah terjadi pada bagian malpighi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat-zat tersebut akan
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.
3) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya
disebut apeks atau papila renis mengarah ke bagian dalam ginjal. satu
piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid
antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas berkas
saluran paralel (tubuli dan duktus kolingentes). Diantara piramid terdapat
jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bowman. Di
dalam pembuluh halus ini terngkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malpighi setelah mengalami berbagai
proses.
4) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi
papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urine yang terus
keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke

12

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih (vesika


urinaria). (Nuari dan Widayati, 2017)
5) Struktur Mikroskopis Ginjal
Satuan struktur dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap-
tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerulus dan
kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler
terdapat kapsula bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus kontortus pengumpul dan
lengkung henle. Henle yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman
terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler glomerulus) yang bentuknya besar dengan
banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang
memeluk kapiler secara teratur sehingga celah-celah antara pedikel itu
sangat teratur. Kapsula bowman bersama glomerulus disebut korpuskel
renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disebut dengan
tubulus kontortus proksimal karena jalannya berkelok-kelok, kemudian
menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis
disebut ansa henle atau loop of henle, karena mebuat lengkungan tajam
berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai
tubulus kontortus distal. (Nuari dan Widayati, 2017).
6) Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerulus dan dikelilingi
oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
(Nuari dan Widayati, 2017)
2.1.2.2 Fisiologi Ginjal

13

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan komposisi


cairan tubuh, mengeluarkan racun, dan menghasilkan hormon seperti renin,
eritroprotein, dan bagian aktif vitamin D. Sebelum menjadi urin, didalam ginjal
akan terjadi tiga macam proses, yaitu:
1) Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi
di kapiler glomerolus. Sel-sel kapiler glomerolus yang berpori (podosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerolus mempermudah
proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomerolus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar
protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah,
seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea
dapat melewati filter dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan
di glomerolus disebut filtrat glomerolus atau urin primer, mengandung
asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya.
2) Penyerapan Kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus distal terjadi
penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui
dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi,
sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi di tubulus
proksimal dan tubulus distal. Subtansi yang masih diperlukan seperti
glukosa dan asam amino dikembalikan ke dalam darah. Zat amonia,
obatobatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan
menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya urea.
3) Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan
menuju ke rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui

14

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

saluran ginjal. jika kantong kemih telah terisi urin, dinding kantong kemih
akan tertekan sehingga timbul rasa ingin berkemih. Urin akan keluar
melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretara adalah
air, garam, urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin. (Nuari dan Widayati, 2017).
2.1.3 Etiologi CKD
Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi
dari penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness).
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada
beberapa penyebab lainnya, yaitu:
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik
(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
1. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
2. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra
Menurut IRR (Indonesian Renal Registry) pada tahun 2017 ini proporsi
etiologi CKD, urutan pertama ditempati oleh hipertensi sebanyak 36% dan
nefropati diabetic atau diabetic kidney deases menempati urutan kedua.
Penyebab Jumlah
Hipertensi 10482
DM 4394
Peny. Kardiovaskuler 1424
Peny. Serebrovaskuler 365
Peny. Saluran Pencernaan 374

15

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Peny. Sakuran kencing lain 617

Tuberkulosis 184

Hepatitis B 366

Hepatitis C 679

Keganasan 123

Lain-lain 1240

2.1.4 Klasifikasi CKD


Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan dua
hal, yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas asar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2017). Stadium yang
lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah
(K/DOQI, 2019).
LFG ((ml/mnt/ 1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
1. Stadium I : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten
dan LFG nya yang masih normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3
2. Stadium II : Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara
60-89 ml/menit/1,73 m3 c.
3. Stadium III : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m3
4. Stadium IV : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m3
5. Stadium V : Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.

16

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage.


Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang
dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat
insufisiensi ginjal :
1. Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2. Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3. Kondisi berat :2 % - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c. Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010.
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) 2)
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2)
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
2.1.5 Patofisiologi CKD

17

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.1.5.1 Penurunan GFR


Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.
2.1.5.2 Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens (subtansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
2.1.5.3 Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsetrasi atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
2.1.5.4 Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk terjadi pendarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
2.1.5.5 Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi
paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap
peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di dalam tulang menurun
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
2.1.5.6 Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi)
Terjadi perubahan kompleks kalsium fosfat dan keseimbangan
parathormon.

18

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

WOC CKD Etiologi : Pemeriksaan penunjang:


Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal hipertensi, nefropati 1. Pemeriksaan Laboratorium
diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif, pielonefritis kronik, nefropati 2. Biopsi ginjal
asam urat, ginjal polikistik dan nefropati lupus / SLE, tidak diketahui dan lain - lain.
3. Radiologi
Faktor terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik adalah penyakit ginjal hipertensi
dengan presentase 37% (PENEFRI, 2014). 4. USG
5. EKG

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit Manifestasi klinis:


2.1.6 Jaringan ginjal kurang O2 dan nutrisi
ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan Tanda gejala yang sering terjadi pada gagal ginjal
ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau Kemungkinan akan mengalami Edema atau pembengkakan
tanpa penurunan glomerulus filtration rate
pada mata kaki, tungkai, atau tangan akibat penumpukan
(GFR) (Nahas & Levin,2010).
Chronic Kidney Disease (CKD) cairan, nyeri dada, terutama jika ada penumpukan cairan
pada jaringan jantung. sesak napas, jika ada penumpukan
cairan diparu-paru.

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Ginjal tidak dapat Kerusakan sistem Peningkatan Penumpukan Penurunan


Penimbunan Penurunan
membuang kalium saraf aktivitas system zat-zat toksin perfusi jaringan
sampah metabolit kemampuan ginjal
melalui urine RAA
mengekskresi H+
Penurunan produksi urine Gangguan Tirah baring
Ureum menumpuk di Retensi air
PePh, HCO3, BE Hiperkalemia metabolism protein lama
rongga paru & pleura dan Na dan Foetoruremik
Iritasi saluran kencing
Asidosis respiratorik Gangguan Kelemahan
Gangguan prosesdifusi Penurunan Anoreksia,
konduksi jantung
Respon hipotalamus, produksi urine nausea, vomitus
pelapasan mediator Intoleransi
Sesak nafas, nyeri dada Pernafasan kusmaul kimiawi (sitokinin,
Aritmia Aktivitas
bradikinin.) Oliguri, anuri, edema Kurangnya
asupan makanan
Gangguan Kesulitan bernafas
Penurunan Resiko
Pertukaran Gas Curah Jantung Nyeri Akut
Ketikseimbangan Defisit Nutrisi
Pola Napas Tidak Elektrolit
Efektif

19

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.1.6 Manifestasi Klinis CKD

2.1.6.1 Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia


1. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
2. Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang →
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2.1.6.2 Kelainan Saluran cerna
1. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia
(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2. Stomatitis uremia Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan
saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
3. Pankreatitis Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
2.1.6.3 Kelainan mata
2.1.6.4 Kardiovaskuler :
1. Hipertensi
2. Pitting edema
3. Edema periorbital
4. Pembesaran vena leher
5. Friction Rub Pericardial
2.1.6.5 Kelainan kulit
1. Gatal Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena :
a. Toksik uremia yang kurang terdialisis
b. Peningkatan kadar kalium phosphor
c. Alergi bahan-bahan dalam proses HD
2. Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
3. Kulit mudah memar
4. Kulit kering dan bersisik
5. Rambut tipis dan kasar

20

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.1.6.6 Neuropsikiatri
2.1.6.7 Kelainan selaput serosa
2.1.6.8 Neurologi :
1. Kelemahan dan keletihan
2. Konfusi
3. Disorientasi
4. Kejang
5. Kelemahan pada tungkai
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan Perilaku
2.1.6.9 Kardiomegali. Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian
perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi
nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan
efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal
dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik
2.1.7 Komplikasi CKD
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah (Prabowo, 2014) :
2.1.7.1 Penyakit Tulang.
Penurunan kadar kalsium secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan jika
berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis.
2.1.7.2 Penyakit Kardiovaskuler.
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lifid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik
(sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
2.1.7.3 Anemia.
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang mengalami defiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
2.1.7.4 Disfungsi seksual.

21

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami


penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
2.1.6.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2.1.6.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
2.1.6.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin aldosteron
2.1.6.4 Asidosis metabolic
2.1.6.5 Osteodistropi ginjal
2.1.6.6 Sepsis
2.1.6.7 Neuropati perifer
2.1.6.8 Hiperuremia
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang CKD
2.1.8.1 Urin
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
2) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
3) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
dan rasio urine/serum sering 1:1.
5) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
6) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
7) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2.1.8.2 Darah
1) BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
2) Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.

22
MK : Defisit
Perawatan
Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id) Diri
lOMoARcPSD|28599845

3) SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH


kurang dari 7, 2.
4) Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
2.1.8.3 Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
2.1.8.4 Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
2.1.8.5 Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2.1.8.6 Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
2.1.8.7 Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
2.1.8.8 EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono,
2013)
2.1.9 Penatalaksanaan CKD
2.1.9.1 Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya edema
4) Batasi cairan yang masuk
2.1.9.2 Dialisis
1) Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV 23 23
fistule (menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada
daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
2.1.9.3 Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal (Muttaqin, 2011)

23

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.2 Konsep Teori Asidosis Metabolik


2.2.1 Definisi Asidosis Metabolik

Gambar. Asidosis Metabolik

Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan,yang di tandai


dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui system penyangga PH,darah akan benar benar menjadi asam. Seiring
dengan menurunnya PH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya ginjal juga akan berusaha
mengkonpensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam urin.

Tetapi ke-2 mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus
menghasilkan terlalu banyak asam. Sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir
dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3) adalah gangguan sistemik yang di
tandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan Ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah kurang dari 22
mEq/L dan pH nya kurang dari 7,35. Konpensasi perbapasan kemudian segera di
mulai untuk menurunkan PaCO2 melalui hoperventilasi sehingga asidosis
metabolic jarang terjadi secara akut.
2.2.2 Etiologi Asidosis Metabolik
2.2.2.1 Penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk
utama :

24

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu


asam atau bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang
dapat mengakibatkan asidosis bila di makan di anggap beracun.
Contohnya adalah methanol (alcohol kayu ) dan zat anti beku (etilen
glikol ). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis metabolic.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat
dari beberapa penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika
diabetes tidak dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang di sebut keton. Asam yang berlebihan juga di
temukan pada shok stadium lanjut, dimana asam laktat di bentuk dari
metabolism gula.
3. Asidosis metabolic bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang
asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal
pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal.
Kelainan fungsi ginjal ini di kenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang
biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau pada penderita kelainan
yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab mendasar asidosis metabolic adalah penembahan asam terpiksasi
(nonbikarbonat ),kegagalan ginjal untuk menngekskresi beban asam harian,atau
kehilangan beban bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolic umumnya di bagi
dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat.
Seperti telah di jelaskan sebelumnya,selisih anion dihitung dengan
mengurangi kadar Na + dengan jumlah dari kadar Cl – dan HCO3- plasma. Nilai
normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolic dengan selisih anion yang
tinggi adalah peningkatan anion tak terukur seperti asan sulfat,asan fospat,asam
laktat dan asam asam organic lainnya.
Apabila asidosis di sebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti pada diare),
atau bertambahnya asam klorida (contohnya pada penberian amnion klorida),
maka selisih amnion akan normal. Sebaliknya,jika asidosis disebabkan oleh
peningkatan produksi asam organic (seperti asam laktat pada syok sirkulasi) atau
retensi asam fospat dan asam sulfat (contohnya pada gagal ginjal) maka kadar
anion tak teerukur (selisih anion ) akan meningkat.

25

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Pada asidosis anion normal ,kehilangan HCO3- dapat terjadi melalui saluran
cerna atau ginjal. Diare, fistula usus halus dan uretrosigmoidestomi dapat
menyebabkan kehilangan HCO3- secara bermakna,sedangkan reabsorbsi HCO3-
oleh ginjal menurun pada asidosis tubulus proksimal ginjal atau orang yang
mendapat pengobatan debgab inhibitor karbonik dehidrase seperti asetozolamid.
Klorida berkonpetisi dengan HCO3-dalam mengikat Na+ sehingga berkaitan
dengan asam basa tubuh. Apabila HCO3-keluar tubuh dan[HCO3-]serum
menurun,maka timbul konpensasi berupa peningkatan [Cl-] plasma,karna jumlah
anion dan kation dalam ECF harus sama untuk mempertahankan muatan listrik
yang netral. Hal tersebut menimbulkan asidosis metabolic hiperkloremik .
Pemberian garam klorida yang berlebihan (misalnya NH4Cl ) juga dapat
menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Asidosis yang di sebabkan oleh
pemberian larutan IV secara cepat biasanya bersifat ringan,sementara dan disebut
sebagai asidosis delusional.
Keadaan yang sering terjadi adalah syok atau perpusi jaringan yang tidak
memadai karena berbagai sebab,sehingga menyebabkan penumpukan jumlah
besar asam laktat. Ketoasidosis diabetic (DKA), kelaparan, dan intoksikasi etanol
menyebabkan peningkatan selisih anion karena retensi asam sulfat dan asam
fospat. Keracuna yang disebabkan oleh overdosis salisilat,methanol atauetilen
glikol meningkatkan selisih anion melalui peningkatan asam organic
(salisilat,pormmat,oksilat ).
2.2.3 Manifestasi Klinis Asidosis Metabolik
2.2.3.1 Selisih anion normal (hiperkloremik )
1) Kehilangan bikarbonat
kehilangan melalui saluran cerna : diare, ileostomi, fistula pancreas,
biliaris atau usus halus ureterosigmoidostomi.
2) Kehilangan melalui ginjal
Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA ) Inhibitor karbonik anhidrase
(asetozolamid ) Hipoaldosteronisme
3) Peningkatan beban asam:
Ammonium klorida (NH4Cl àNH3+HCl ) Cairan cairan hiperamentasi.
4) Lain-lain

26

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Pemberian IV larutan salin secara cepat


2.2.3.2 Selisih anion meningkat
1) Peningkatan produksi asam
Asidosis laktat: laktat (perfusi jaringan atau oksigenasi yang tidak memadai
seperti pada syok atau henti kardiopulmonal )

- Ketoasidosis diabetic : beta-hidrosibutirat Kelaparan : asam-asam keto

- Intoksikasii alcohol : peningkatan asan-asan keto

2) Menelan subtansi toksik

- Overdosis salisilat : salisilat ,laktat,keton

- Methanol atau formal dehid : format

- Etilen glikol (anti beku ) : oksilat, glikolat


3) Kegagalan ekskresi asam :tidak adanya ekskresi NH4+; retensi asam
sulfat dan asam fospat Gagal ginjal akut atau kronis.
2.2.4 Komplikasi
Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
2.2.4.1 Komplikasi akut
1) Komplikasi metabolik
a) Ketoasidosis diabetic
b) Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik
c) Hipoglikemia
d) Asidosis lactate
2) Infeksi berat
2.2.4.2 Komplikasi kronik
1) Komplikasi vaskuler
a) Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
b) Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
2) Komplikasi neuropati Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik
gastroporesis, diare diabetik, buli – buli neurogenik, impotensi, gangguan
refleks kardiovaskuler.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Asidosis Metabolik


2.2.5.1 EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.

27

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit


dan obat jantung.
2.2.5.2 Elektrokar diogram untuk mencari perubahan EKG yang khas
(hiperkalemia : gelombang T tinggi, interval PR memanjang,
blokjantunglengkap, danasistole atrial; hipokalemia : gelombang T
mendataratauterbalik, gelombang U, dansegmen ST menunjukkan
'sagging')
2.2.5.3 Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
2.2.5.4 Scan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
2.2.5.5 Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
2.2.5.6 Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat menyebabkan disritmia.
2.2.5.7 Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
2.2.5.8 GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.
2.2.6 Penatalaksanaan Asidosis Metabolik
Tujuan penatalaksanaan adalah mengatasi penyebab dasar dan
mengembalikan kadar kalium serum ke normal. Penatalaksanaan ini berbeda-beda
tergantung dari beratnya ketidak seimbangan.
2.2.6.1 Subakut
1) Kation yang mengubah resin(mis, Kayexalate): diberikan baik secara oral,
nasogastric, atau melalui retensi enema untuk menukar natrium dengan
kalium diusus. Larutan biasanya dikombinasi dengan sorbitol untuk
mencegah konstipasi dari Kayexalatedan karena diare, sehingga
meningkatkan kehilangan kalium diusus.
2) Penurunan masukan kalium : Diet menghindari makanan yang
mengandung kalium tinggi.

28

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.2.6.2 Akut
1) IV kalsium glukonat : Untuk meniadakan efek neuromuskular dan jantung
terhadap hiperkalemia. Kadar kalsium serum akan tetap tinggi. Kalsium
klorida juga dapat digunakan.
2) IV glukosa dan insulin : untuk memindahkan kalium ke dalam sel-sel.
Penurunan kalium serum ini sementara (kira-kira 6 jam). Biasanya glukosa
hipertonik (ampul D50W atau 250-500ml D10W) diberikan dengan insulin
reguler.
3) Bikarbonat natrium : untuk memindahkan kalium kedalam sel-sel.
Penurunan kalium serum sementara (selama kira-kira 1-2 jam).
4) Dialisis : Untuk membuang kalium dari tubuh. Dialisis paling efektif
untuk membuang kelebihan kalium.
5) Obat-obatan yang mengobati hiperkalemia dimaksudkan untuk
menstabilkan fungsi jantung, meningkatkan pergerakan kalium dari aliran
darah kembali ke dalam sel, dan mendorong ekskresi kalium yang
berlebih. Hemodialisis adalah alat yang paling dapat diandalkan untuk
menghilangkan kalium dari tubuh pada pasien dengan gagal ginjal.
Obatberkaitan Hiperkalemia adalah sebagai berikut.
a) Kalsium Klorida atau glukonat - meminimalkan efek dari
hiperkalemia pada jantung
b) Natrium bikarbonat - mempromosikan pergeseran kalium dari darah
ke sel-sel
c) Agonis beta - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel
d) Diuretik - menyebabkan ekskresi kalium dari ginjal
e) Resin Binding - mempromosikan dan pertukaran kalium natrium
dalam sistem pencernaan
f) Insulin - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel.

29

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.2.7 Patofisiologi Asidosis Metabolik


Asidosis metabolik ditimbulkan oleh perubahan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi asam. Asidosis juga merangsang ginjal untuk meningkatkan
produksi amonia dan ekskresi ion hidrogen di urin. Laju filtrasi glomerulus yang
rendah dapat membatasi kemampuan ginjal untuk mengeluarkan amonia dan
mengekskresi ion hidrogen. Asidosis metabolik dengan terjadinya penurunan pH
darah merangsang pusat pernafasan untuk meningkatkan ventilasi alveolus, yang
menurunkan PCO2 dan mengembalikan pH darah menjadi normal. Kejadian pada
asidosis metabolik adalah penurunan konsentrasi HCO3 plasma, penurunan pH
darah dan mekanisme kompensasinya adalah penurunan PCO2 yang dapat dicapai
dengan meningkatkan ventilasi untuk mengembalikan rasio PCO 2/HCO3 dan pH
darah kembali normal (Behrman, Kliegman and Arvin, 2019).
Sekitar 1 mEq/kg berat badan, asam endogen diproduksi setiap harinya
pada orang dewasa dengan fungsi ginjal normal terutama dari hasil metabolisme
protein. Untuk menjaga keseimbangan asam-basa, tubulus ginjal harus kuantitatif
menyerap kembali HCO3- (4500 mEq pada orang dewasa dengan fungsi ginjal
normal) untuk disaring setiap harinya. Selain itu juga harus mensistesis HCO 3-
yang cukup dan menetralkan asam endogen. Hasil dari proses inilah yang
digunakan untuk mempertahankan serum HCO 3-. Pada pasien asidosis metabolik
memiliki keterbatasan dalam mensistesis bikarbonat, keterbatasan inilah yang
membuat pasien dengan gagal ginjal kronik lebih rentan mengalami
hipobikarbonatemia daripada individu normal, baik dengan ada atau tidaknya
peningkatan asam endogen atau peningkatan ekskresi HCO3- (Kraut and Madias,
2019).
Bila terjadi penurunan pH atau terjadi penambahan keasaman, bikarbonat
akan mengompensasinya. Namun, cadangan bikarbonat menjadi berkurang dan
apabila produksi asam terus berlanjut maka buffer tidak mampu untuk
mengompensasi. Peningkatan produksi asam terjadi pada waktu timbul
ketoasidosis, asidosis uremia dan asidosis laktat. Hasil pemeriksaan laboratorium
pada pasien dengan asidosis metabolik akan menunjukan penurunan pH, PaCO2
normal kemudian lama-lama akan menurun karena adanya proses kompensasi,
HCO3- menurun, pH urin akan kurang dari 6.0 dan pH darah akan kurang dari

30

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

7.35. Kompensasi yang dilakukan oleh tubuh dalam keadaan ini adalah
hiperventilasi untuk mengeluarkan CO2 (Asmadi, 2018).
Pasien dengan asidosis metabolik akan menyebabkan perkembangan pada
penyakit gagal ginjal kronik. Hal ini dikarenakan pasien dengan asidosis
metabolik meningkatkan produksi aldosteron, endotelin dan juga angiotensis II.
Asidosis metabolik juga dikaitkan dengan peningkatan dari produksi amonia
ginjal. Peningkatan asam yang terjadi pada pasien asidosis metabolik ini
merangsang sitokin pro inflamasi (Kraut and Madias, 2019).

31

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Penyakit Diabetes
WOC Asidosis Melitus
Metabolik
Tubuh memecah lemak

Hasilkan asam (Keton)

Asidosis Metabolik
HCO3-, pH

Kompensasi dengan penurunan PCO2 dan hiperventilasi

Kompensasi akhir ginjal

Seksresi H₊, sebagai NH4₊/H3PO4

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Pemecahan lemak Asimtomatis Keasaman meningkat Ginjal Kompensasi Ketosis dan


liposis Cardiovaskuler Perubahan Insulin dalam
Asidosis
fungsi tulang tubuh tidak
adekuat
Diubah menjadi badan Penurunan kontraksi Asidosis berat Asam meningkat, Asam
keton oleh hati Jantung produksi air kemih Hidroklorida Osteodistrofi
meningkat (HCL) di sel- Ginjal VLDL&LDL
Penumpukan keton bersifat sel lambung
Vasodilitasi perifer Letargi
asam dalam darah meningkat Risiko perfusi
Dehidrasi renal tidak
Asidosis metabolik Kontraksi GI efektif Aliran darah
Stupor ke kaki
Perfusi Jaringan
Perifer Tidak Efektif Risiko berkurang
HCO3, pH Ketidakseimbangan Jumlah
Koma glukosa
Elektrolit Mual,muntah Kerusakan
dalam sel
berkurang
jaringan atau
Penurunan PCO2 dan lapisan kulit
hiperventilasi Sel beta
pancreas Penurunan BB Defisit ATP
rusak/terganggu
Gangguan Pertukaran Pola Nafas Tidak Gangguan
32 Defisit Nutrisi
Gas Efektif Penurunan masa Integritas
Produksi Insulin
otot dan tulaang Kulit
kelemahan
Ketidakstibilan kadar Keletihan
Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)
glukosa darah
lOMoARcPSD|28599845

2.3 Konsep Hemodialisa


2.3.1 Definisi Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat.
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien.
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit seperti
kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT).
2.3.2 Tujuan

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam


urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara
darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus
darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses
ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisa dan dialisa peritoneal.

33

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

1. Pada hemodialisa, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dipompa ke


dalam mesin yang akan menyaring zat-zat racun keluar dari darah dan
kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan lagi ke dalam tubuh
penderita. Jumlah total cairan yang dikembalikan dapat disesuaikan.
2. Pada dialisa peritoneal, cairan yang mengandung campuran gula dan
garam khusus dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap zat-
zat racun dari jaringan. Cairan tersebut kemudian dikeluarkan lagi dan
dibuang.
2.3.3 Indikasi Hemodialisa

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan
6. Perikarditis dan konfusi berat
7. Hiperkalsemia dan hipertensi
2.3.4 Proses Hemodialisa
Darah dari arteri pasien Arterial Blood Line(Merah)Dializer
terjadiproses pencucian (Difusi dan Ultrafiltrasi )Venous Blood Line
(Biru)kembali ke vena pasien
a. Difusi: Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melewati
membrane semipermeable
b. Ultrafiltrasi: Perpindahan cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah
melewati membrane semi permiable
2.3.5 Prinsip Hemodialisis

1. Akses Vaskuler
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien.Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf
sementara.Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.

34

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2. Membran semi permeable


Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvensional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi.Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah.Gradien konsentrasi
tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat
pelarut yang diinginkan.Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai
ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk
tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat
cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan
dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula
tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.
b. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar
membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan
negative “menarik” cairan keluar darah.
c. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan
yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan
tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik
cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang
menyebabkan membrane permeable terhadap air.
2.3.6 Kontraindikasi Hemodialisa

35

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

1. Umur : dulu ditetapkan usia maksimum adalah 50 tahun, tetapi belakangan


ini batas tersebut sudah dinaikkan. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya tenologi HD dan bertambahnya pengalaman-pengalaman.
2. Adanya penyakit-penyakit di luar ginjal yang tidak dapat disembuhkan
misalnya : keganasan.
3. Adanya penyakit kardiovaskular yang berat, misalnya : adanya infark dan
lainnya.
4. Keadaan umum yang terlalu buruk.
5. Sirkulasi pada haemodilisis
6. Extra coly oreal blood carculation → untuk sekali pakai.
7. Dialysat circulation, Dialisat terbentuk dari 2 bahan : cairan dialisat pekat
dan air.
2.3.7 Peralatan
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat.Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur
fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen
darah.Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan
produk-produk sisa (klirens).

2. Dialisat atau Cairan dialisis

Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama
dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air
keran dan bahan kimia disaring.Bukan merupakan system yang steril,

36

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial


terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk
sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial.Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun
dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada
kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur
serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi
pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan

2.3.8 Lama Terapi Hemodialisa


Efektifitas hemodialisis tercapai bila dilakukan 2-3 kali
dalam seminggu selama 4-5 jam atau paling sedikit 10 -12 jam
seminggu (Australia and New Zealand Dialysis and Transplant
Registry, 2015; Black & Hawk, 2015). Hemodialisis diindonesia
biasanya dilakukan 2 kali seminggu dengan lama hemodialisis 5

37

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

jam, atau dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan lama


hemodialisis 4 jam (Raharjo, Susalit & Suharjono, 2016).
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Ruang Hemodialisis waktu
tindakan hemodialisis dalam seminggu dilakukan 2 kali dengan
lama hemodialisis 5 jam (RSU Haji, 2019).
2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) lebih menekankan
pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh
(hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya fungsi ginjal,
maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang
kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan
berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut
ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan CKD :
2.4.1.1 Biodata
Tidak ada spesisfikasi khusus untuk kejadian CKD, namun laki-laki sering
mengalami resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
2.4.1.2 Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
2.4.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk ke ruang
perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu:
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal
yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan gagal ginjal mengeluh
sesak, mual dan muntah.
Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa sesak

38

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

akan membuat lelah atau letih sehingga sulit beraktivitas.


R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan. Sesak akan
membuat kepala terasa sakit, nyeri dada di bagian kiri, mual-mual, dan anoreksia.
S : Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
Sesak akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat dan dalam.
T :Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan freukensinya,
waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus-menerus.
2.4.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah
jantung, penggunaan obat yang bersifat nefrotoksis, BPH dan lain sebagainya
yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus,
hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
2.4.1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit,
misalnya minum jamu saat sakit.
2.4.1.6 Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi
pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri
(murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama
proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
2.4.1.7 Pola aktivitas sehari
1) Pola nutrisi
Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan makanan

39

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari. Pada pasien
gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi
kurang dari kebutuhan karena klien mengalami anoreksia dan
mual/muntah.
2) Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi, serta
warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang berhubungan dengan
pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola eleminasi penurunan urin,
anuria, oliguria, abdomen kembung, diare atau konstipasi.
3) Pola istirahat tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah ada
masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan ditemukan
gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal kronik seperti
nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam, dan lain-lain.
4) Personal Hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan
memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan dianjurkan untuk
tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam kebersihan diri.
5) Aktifitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan orang lain. Pada
pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi kelemahan otot,
kehilangantonus, penurunan rentang gerak. (Prabowo dan Pranata, 2014)
2.4.1.8 Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat


kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai
RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi
fluktuatif.
2) Sistem pernafasan

Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis

40

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis


gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk
kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi (Kussmaull).
3) Sistem kardiovaskuler

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis


salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan
memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban
jantung.
4) Sistem pencernanaan

Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress


effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
5) Sistem hematologi

Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi


jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi
ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam
tubuh karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis
darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
6) Sistem Endokrin

Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis


akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan
dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi
insulin yang berdampak pada proses metabolisme.
7) Sistem neuromuskuler

Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan


sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan
terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
8) Sistem perkemihan

Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,

41

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol


adalah penurunan urine output
B1 Penilaian :
B1 (Breathing) Sistem Pernafasan
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest atau
Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 12-24 x/ menit, Bradipnea/ nafas
lambat (Abnormal), frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepat
dan dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek penggunaan
otot bantu nafas (otot sternokleidomastoideus)  Normalnya tidak
terlihat. Cek Pernafasan cuping hidung  Normalnya tidak ada. Cek
penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker, ventilator).

Palpasi: Vocal premitus (pasien mengatakan 77) Normal (Teraba


getaran di seluruh lapang paru)

Perkusi dada: sonor (normal), hipersonor (abnormal, biasanya pada


pasien PPOK/ Pneumothoraks)

Auskultasi: Suara nafas (Normal: Vesikuler, Bronchovesikuler,


Bronchial dan Trakeal). Suara nafas tambahan (abnormal): wheezing 
suara pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diakhir ekspirasi,
disebabkan penyempitan pada saluran pernafasan distal). Stridor 
suara pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diawal inspirasi.
Gargling  suara nafas seperti berkumur, disebabkan karena adanya
muntahan isi lambung.
B2 Penilaian :
B2 (Circulation) Sistem Peredaran Darah

Inspeksi: CRT (Capillary Refill Time) tekniknya dengan cara menekan


salah satu jari kuku klien  Normal < 2 detik, Abnormal  > 2 detik.
Adakah sianosis (warna kebiruan) di sekitar bibir klien, cek konjungtiva
klien, apakah konjungtiva klien anemis (pucat) atau tidak  normalnya
konjungtiva berwarna merah muda.

Palpasi: Akral klien - Normalnya Hangat, kering, merah, frekuensi nadi


- Normalnya 60 - 100x/ menit, tekanan darah Normalnya 100/ 80
mmHg – 130/90 mmHg.

B3 Penilaian :
B3 (Neurologi) Sistem Persyarafan
Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat kesadaran dapat
digunakan suatu skala (secara kuantitatif) pengukuran yang disebut
dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk
menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen
yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon verbal, dan
respon motorik (E-V-M). Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-

42

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

nilai dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran


dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran (secara kualitatif) dibedakan menjadi:
a. Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri
f. Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Pemeriksaan Reflek:
a. Reflek bisep: ketukan jari pemeriksa pada tendon muskulus biceps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b. Reflek patella: ketukan pada tendon patella.
Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi muskulus quadriceps
femoris
Nervus 1(Olfaktorius): Tes fungsi penciuman (pasien mampu mencium
bebauan di kedua lubang hidung)
Nervus 2 (Optikus): Tes fungsi penglihatan (pasien mampu membaca
dengan jarak 30 cm (normal)
Nervus 3, Nervus 4, Nervus 6 (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen):
Pasien mampu melihat ke segala arah (Normal)
Nervus 5 (Trigeminus):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rangsangan di dahi, pipi dan
dagu (normal)
b. Motorik : pasien mampu mengunyah (menggeretakan gigi) dan otot
masseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rasa makanan (normal)
b. Motorik : pasien mampu tersenyum simetris dan mengerutkan dahi
(normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan weber)
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien mampu menelan
dan ada refleks muntah (Normal)
Nervus 11 (Aksesorius): pasien mampu mengangkat bahu (normal)

43

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Nervus 12 (Hipoglosus): pasien mampu menggerakan lidah ke segala


arah (normal)
B4 Penilaian :
B4 (Bladder) Sistem Perkemihan

Inspeksi: integritas kulit alat kelamin (penis/ vagina)  Normalnya


warna merah muda, tidak ada Fluor Albus/ Leukorea (keputihan
patologis pada perempuan), tidak ada Hidrokel (kantung yang berisi
cairan yang mengelilingi testis yang menyebabkan pembengkakan
skrotum.

Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada distensi kandung
kemih
B5 Penilaian :
B5 (Bowel) Sistem Pencernaan

Inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi abdomen, tidak


accites, tidak ada muntah,

Auskultasi: peristaltik usus Normal 10-30x/menit


B6 Penilaian :
B6 (Bone) Sistem Muskuluskeletal dan Integumen
Skala Kekuatan Otot :
0 (0) Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)
1 (10) Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 (25) Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan
3 (50) Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 (75) Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 (100) Kekuatan otot normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh

Inspeksi: warna kulit sawo matang, pergerakan sendi bebas dan


kekuatan otot penuh, tidak ada fraktur, tidak ada lesi

Palpasi: turgor kulit elastis, 3 turgor kulit ( kekenyalan, elastisitas


kulit) : dengan cara dicubit didaerah perut dengan cubitan agak lebar,
sekitar 3 cm, dipertahankan selama 30 detik, kemudian dilepas. Bila
kulit kembali normal dalam waktu kurang 1 detik; turgor baik, bila 2-5
detik ; turgor agak kurang, bila 5-10 detik; turgor kurang dan bila lebih
10 detik: turgor jelek.

Skala Penilaian Pitting Edema


1+ = Pitting ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat
menghilang

44

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2+ = Lebih dalam dari 1+, tidak ada distorsi (perubahan) yang langsung
terdeteksi, menghilang dalam 10-15 detik
3+ = Cukup dalam, dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ekstremitas
yang terkena tampak lebih lebar dan membengkak
4+ = Sangat dalam, berlangsung 2-5 menit, ektremitas yang terkena
telihat sangat mengalami perubahan.

2.4.1.9 Data Psikososial


1) Body image
Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi ukuran dan
bentuk.
2) Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan
standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.
3) Identitas diri
Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan penilaian diri
sendiri.
4) Peran diri
Perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi
individu pada berbagai kelompok.
2.4.1.10 Data sosial dan budaya
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi
interpersonal,gaya hidup, faktor sosio kultur serta keadaan lingkungan sekitar dan
rumah.
2.4.1.11 Data spiritual
Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan
terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan sebelum atau
selama dirawat.
2.4.1.12 Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk
memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan penunjang.
Menurut Padila, 2012 data penunjang pada pasien CKD adalah sebagai berikut:
1) Laboratorium

45

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara ureum


dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi saluraan
kemih. Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi
asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun,
BE yang menurun, HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi
asam-asam organik pada gagal ginjal.
2) Radiologi

Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal,
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3) Ultrasonografi (USG)

Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang


mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat
4) Renogram

Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular,
parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) EKG

Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda


perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis
keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis
positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau
beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan

46

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

pencegahan.
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien gagal ginjal kronis
(CKD), menurut SDKI (2018) antara lain:
2.4.2.1 Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
dan kerusakan alveoli.
2.4.2.2 Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.
2.4.2.3 Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung.
2.4.2.4 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
2.4.2.5 Defisit nutrisi berhubungan dengan mual/muntah.
2.4.2.6 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan
2.4.2.7 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

47

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.4.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Kriteria Hasil
Gangguan Pertukaran Gas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x Pemantauan Respirasi
4 jam diharapkan masalah Gangguan Pertukaran
Observasi
Gas dapat teratasi.
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Kriteria Hasil
nafas
- Tingkat kesadaran meningkat
2. Monitor pola nafas (seperti bradypnea, takipnea,
- Dyspnea menurun hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot,
ataksik)
- Bunyi nafas tambahan menurun
3. Monitor kemampuan batuk efektif
- Pusing menurun
4. Monitor adanya produksi sputum
- Penglihatan kabur menurun
5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Diaphoresis menurun
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Gelisah menurun
7. Auskultasi bunyi nafas
- Nafas cuping hidung menurun
8. Monitor saturasi oksigen
- PCO2 membaik
9. Monitor nilai AGD
- PO2 membaik
10. Monitor hasil x-ray toraks
- Takikardi membaik
Teraupetik
- pH arteri membaik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
- Sianosis membaik
kondisi klien
- Pola nafas membaik
12. Dokumentasi hasil pemantauan
- Warna kulit membaik
Edukasi

48

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


14. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Pola Napas Tidak Efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x Manajemen jalan nafas
4 jam diharapkan masalah Pola Napas Tidak
Observasi
Efektif dapat teratasi.
Kriteria Hasil
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
nafas,)
- Ventilasi semenit meningkat
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
- Kapasitas vital meningkat gurgling, mengi, wheezhing, ronkhi kering)
- Diameter thorak anterior posterior 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
meningkat
Terapeutik
- Tekanan ekspirasi meningkat
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-
- Tekanan inspirasi meningkat tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
- Dispnea menurun servikal)
- Penggunaan otot bantu nafas menurun 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
- Pemanjangan fase ekspirasi menurun 6. Berikan minum hangat
- Ortopnea menurun 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Pernapasan pursed-lip menurun 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
- Pernapasan cuping hidung menurun detik
- Frekuensi nafas membaik 9. Melakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Kedalaman nafas membaik
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
- Ekskursi dada membaik
McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu

49

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian bronkodilator
ekspektoran mukolitik, Jika perlu
Penurunan Curah Jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x Perawatan Jantung
4 jam diharapkan masalah Penurunan Curah
Observasi
Jantung dapat teratasi.
1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
Kriteria Hasil
jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema
- Kekuatan nadi perifer meningkat ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea,
peningkatan CPV)
- Ejection fraction (EF) meningkat
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
- Cardiac todec (Ci) meningkat
curah jantung (meliputi peningkatan berat
- Left ventricular stroke work index badan, hepatomegali ditensi vena jugularis,
(LVSW) meningkat palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
- Stroke volume index (SVI) meningkat pucat)

- Palpitasi menurun 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah


ortostatik, jika perlu)
- Bradikardia menurun
4. Monitor intake dan output cairan
- Takikardia menurun
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
- Gambaran EKG aritmia menurun sama
- Lelah menurun 6. Monitor saturasi oksigen
- Edema menurun 7. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang

50

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

- Distensi vena jugularis menurun mengurangi nyeri)


- Dyspnea menurun 8. Monitor EKG 12 sadapoan
- Oliguria menurun 9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
- Pucat/sianosis menurun 10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
menurun 11. Monitor fungsi alat pacu jantung
- Ortopnea menurun 12. Periksa tekanan darah dan frekuensi
nadisebelum dan sesudah aktifitas
- Batuk menurun
13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
- Suara jantung S3 menurun
sebelum pemberian obat (mis. Betablocker,
- Suara jantung S4 menurun ACEinhibitor, calcium channel blocker,
- Murmur jantung menurun digoksin)

- Berat badan menurun Terapeutik

- Hepatomegali menurun 1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan


kaki kebawah atau posisi nyaman
- Pulmonary vascular resintace (PVR)
menurun 2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan
- Systemic vascular resitance menurun tinggi lemak)
- Tekanan darah membaik 3. Gunakan stocking elastis atau pneumatik
- Capillary refill time (CPT) membaik intermiten, sesuai indikasi

- Pulmonary artery wedge pressure 4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
(PAWP) membaik hidup sehat

- Central venous pressure membaik 5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres,
jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spiritual

51

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

7. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi


oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x4 Observasi :
dengan agen pencedera jam diharapkan nyeri menurun dan kontrol 1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi
fisik nyeri meningkat frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri pasien men nurun. (5) 3. Identifikasi respon nyeri secara non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Meringis pasien menurun. (5)
memperingan nyeri
3. Skala nyeri berkurang 0-3. (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
4. Kegelisahan pasien menurun. (5)
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
5. Ketegangan otot pasien. (5) nyeri
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer
6. Kesulitan tidur pasien menurun. (5)
yang sudah diberikan

52

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

8. Monitor efek samping penggunaan analgesic


7. Kemampuan menuntaskan aktivitas
Terapeutik :
pasien meningkat. (5)
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
8. TTV dalam batas normal. (5) mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik secara
tepat
5. Anjurkan teknik nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesic
Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Elektrolit (SIKI. I.03122)
ketidakseimbangan
selama 1 x 4 jam diharapkan pasien dapat Observasi
elektrolit berhubungan
dengan mencapai kriteria hasil :
ketidakseimbangan cairan 1. Identifkasi kemungkinan penyebab
1. Serum Natrium dalam batas normal ketidakseimbangan elektrolit
2. Serum Kalium dalam batas normal 2. Monitor kadar eletrolit serum
3. Monitor mual, muntah dan diare
3. Serum Klorida dalam batas normal 4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
4. Serium Kalsium dalam batas normal 5. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis.

53

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

5. Serum Magnesium dalam batas normal Kelemahan otot, interval QT memanjang,


gelombang T datar atau terbalik, depresi
6. Serum fosfor dalam batas normal
segmen ST, gelombang U, kelelahan,
parestesia, penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas usus menurun, pusing,
depresi pernapasan)
6. Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis.
Peka rangsang, gelisah, mual, muntah,
takikardia mengarah ke bradikardia,
fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung mengarah asistol)
7. Monitor tanda dan gejala hipontremia (mis.
Disorientasi, otot berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa kering, hipotensi postural,
kejang, letargi, penurunan kesadaran)
8. Monitor tanda dan gejala hipernatremia (mis.
Haus, demam, mual, muntah, gelisah, peka
rangsang, membrane mukosa kering,
takikardia, hipotensi, letargi, konfusi, kejang)
9. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis.
Peka rangsang, tanda IChvostekI [spasme
otot wajah], tanda Trousseau [spasme karpal],
kram otot, interval QT memanjang)
10. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis.
Nyeri tulang, haus, anoreksia, letargi,
kelemahan otot, segmen QT memendek,
gelombang T lebar, kompleks QRS lebar,
interval PR memanjang)

54

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

11. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia


(mis. Depresi pernapasan, apatis, tanda
Chvostek, tanda Trousseau, konfusi,
disritmia)
12. Monitor tanda dan gejala hipomagnesia (mis.
Kelemahan otot, hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi, koma, depresi
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x4 Observasi
berhubungan dengan jam diharapkan status nutrisi terpenuhi 1. Identifikasi status nutrisi
mual/muntah Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi aktivitas
1. Porsi makanan yang dihabiskan cukup 3. Identifikasi makan yang disukai
meningkat. (4) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
2. Perasaan cepat kenyang cukup menurun. nutrien.
(5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
3. Nyeri abdomen menurun. (5) nasogastrik.
4. Berat badan indeks Massa Tubuh (IMT) 6. Monitor asupan makanan
membaik. (5) 7. Monitor berat badan
5. Frekuensi makan membaik. (5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
6. Nafsu makan membaik. (5) Terapeutik
7. Bissing usus membaik. (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
8. Membran mukosa membaik. (5) perlu.
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet

55

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

(mis.piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai.
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan jika perlu.
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x4 Observasi
berhubungan dengan jam diharapkan pasien dapat beraktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kelemahan. tanpa mengalami kelemahan mengakibatkan kelelahan.
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria hasil : 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi meningkat. (5) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
2. Keluhan lelah menurun. (5) melakukan aktivitas.
3. Dispnea saat aktivitas menurun. (5) Terapeutik
4. Dispnea setelah aktivitas menurun. (5) 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

56

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

5. Perasaan lemah menurun. (5) stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan).


6. Sianosis menurun. (5) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
7. Warna kulit membaik. (5) aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan.
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang.
4. Ajarkan strategi koping mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.

57

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

2.4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019).
2.4.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Harahap, 2019).
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul
masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien

58

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN HEMODIALISIS


Hari,Tanggal/Jam : Rabu, 10 November 2021 Rujukan dari : TTD/NURSE /TRANFER.
Nama Pasien : Ny.S (L/P) Time pertama serangan : -
Tanggal Lahir : 01/04/1970 Tindakan : Hemodialisis
No. RM : 38.37.82 Riw. Alergi Obat : □ Tidak □ Ya, .
Dx. Medis : CKD on HD Asidosis Metabolik Cara Bayar : JKN/(BPJS) Umum / Dll. :
Alamat /HP : Jl. Cilik Riwut km 13 Datang Pukul : 08.00 Wib
Pekerjaan : IRT Imformed Consent Ada

PENGKAJIAN KEPERAWATAN dan SKRINNING AWAL (PRE HD)


1. KELUHAN UTAMA : PQRST Tidak ada ( Px Somnolen)
Pasien mengalami penurunan kesadaran, kaki kiri edema (+) Lemah dan pucat, demam (-), Riwayat hipertensi (+), Diabetes mellitus (+), asma (-).

2. AMPLE : MPLE : Alergi: Medikasi: Riw. Pengobatan LastMeal Even

Nyeri : Tidak Ya: ...... Ringan 0-3 Keterangan : 0 = Tidak sakit 6=mengganggu aktivitas
Sedang 4-6 2 = Sedikit sakit 8=sangat menggangu
Berat 7-10 4 = Agak Mengganggu 10 =tak tertahankan
Lokasi :...................................... Durasi :................................... □ Akut □ Kronis
3. PEMERIKSAAN FISIK: ACCESS PUNKSI : FEMURALIS/ CDL/ AV SHUNT
 Keadaan Umum □ Baik □ Sedang □ Buruk Lain-Lain.......................................
 Tekanan Darah 171/86 mmHg MAP: 114
 Nadi dan Temp □ Reguler □ Ireguler Frekuensi: (130x/Mnt)/.................
 Airway Jalan Nafas Paten □ Obstruksi ( Lidah……...Cairan………...Benda asing………) Suara Nafas Stridor □ Snoring □
Gurgling □ Edema Paru / Ronchi/Wheezing □ Kusmaul □ Lain……………… □ Normal
 Breathing □ Gerakan Dada Simetris/Asimetris □ Pola Nafas: Tackipnea, Dyspnea, Kusmaul, Eupnea, Orthopnea □ Lain-lain
vesikuler □ Irama Nafas Teratur/ Tidak □ Cuping Hidung/Tidak □ Retraksi Otot Dada Ada/ Tidak □ Bentuk Dada…….

□ Lain……….……………… □ Normal □ Frekw.........30.....(x/Mnt)


 Circulation □ Nadi Teraba/Tidak □ Nadi Kuat/Lemah □ CRT<2 detik/>2 detik □ Perdarahan □ Wajah Pucat,
………………….□ Perfusi Perifer Hangat/ Dingin □ Sianosis □ Basah/Kering □ Pucat □ Berkeringat Dingin,
Lain…………………...
 Disability Respon: Alert/ Verbal/ Pain/ Unrespon □ Kesadaran CM □ Apatis □ Somnolen □ Sopor □ Soporo Coma □ Coma

GCS Nilai : 9 Eye: 3 Verbal: 2 Motorik: 4 □ Pupil Isokor/Unisokor □ Pinpoint □ Medriasis □ Reflek Cahaya
Ada/Tidak
 Exposure □ Oedema □ Acites □ Oedema Anasarka □ Deformitas □ Combustio □ Contusio □ Abrasi □ Laserasi □ Jejas
□ Hematom □ Terpasang………………………………………………………/ Post Op Debridement
 Resiko Jatuh : berikan = √(checlist) pada kotak score Skor
Tidak □ 0
1. Riwayat jatuh yang baru atau dalam bulan terakhir
Ya □ 25
Tidak □ 0
2. Dianosis medis sekunder
Ya □ 15
Normal □ 0
3. Alat bantu jalan Penopang, tongkat □ 15
Furniture/Bed Rest □ 30
Tidak □ 0
5. Memakai terafi heparin lock/iv
Ya □ 20
Normal □ 0
6. Cara berjalan /berpindah Lemah □ 15
Terganggu/Bed Rest □ 30
Orientasi sesuai kemampuan □ 0
8. Status Mental
Lupa keterbatasan □ 15
Kesimpulan : □ 0-24 (Tidak Beresiko) □ 25-50 (risiko rendah) □ >50 (risiko tinggi) Skor total = 110

4. Pemeriksaan Fisik B1 s/d B6


B1 Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest atau Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 30 x/ menit,
Bradipnea/ nafaslambat (Abnormal), frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepatdan dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/
menit. Cek penggunaanotot bantu nafas (otot sternokleidomastoideus)  Normalnya tidakterlihat. Cek Pernafasan cuping hidung 
Normalnya tidak ada. Cek penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker, ventilator).
Palpasi: Vocal premitus (pasien mengatakan 77 )Normal (Teraba getaran di seluruh lapang paru)
Perkusi dada: sonor (normal), hipersonor (abnormal, biasanya padapasien PPOK/ Pneumothoraks)
Auskultasi: Suara nafas (Normal: abnormal
Bronchovesikuler, Bronchialdan Trakeal). Suara nafas tambahan (abnormal): wheezing  suara pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar
diakhir ekspirasi, disebabkanpenyempitan pada saluran pernafasan distal). Stridor  suara pernafasanfrekuensi tinggi yang terdengar
diawal inspirasi. Gargling  suara nafasseperti berkumur, disebabkan karena adanya muntahan isi lambung.
B2 Inspeksi:
Inspeksi: CRT (Capillary Refill Time) tekniknya dengan cara menekan salah satu jari kuku klien  Normal < 2 detik, Abnormal 
> 2 detik. Adakah sianosis (warna kebiruan) di sekitar bibir klien, cek konjungtiva klien, apakah konjungtiva anemis (pucat) atau tidak 
konjungtiva klien berwarna merah muda.
Palpasi: Akral klien  Hangat, kering, merah, frekuensi nadi 130 kali /menit  Normalnya 60 - 100x/ menit, tekanan darah 171/86
mmhg, Normalnya 100/ 80 mmHg – 130/90 mmHg.
B3 Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala (secara kuantitatif) pengukuran yang disebut
dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen
yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon verbal, dan respon motorik (E4-V5-M6). Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-

59

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

nilai dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran (secara kualitatif) dibedakan menjadi:
a. Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal, sadarsepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungandengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, responpsikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran
dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada responterhadap nyeri
f. Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadaprangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
B4 Inspeksi: integritas kulit alat kelamin (penis/ vagina)  Normalnya warna merah muda, tidak ada Fluor Albus/ Leukorea(keputihan
patologis padaperempuan), tidak ada Hidrokel (kantung yang berisi cairan yang mengelilingi testis yang menyebabkan pembengkakan
skrotum.
Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih.Tidak ada distensi kandung kemih
B5 Inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi abdomen, tidak accites, tidak ada muntah,
Auskultasi: peristaltik usus 15 kali/menit  Normal 10-30x/menit supel, timpani
B6 Skala Kekuatan Otot :
0 (0) Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)
1 (10) Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 (25) Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan
3 (50) Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 (75) Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 (100) Kekuatan otot normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh

Inspeksi: warna kulit sawo matang, pergerakan sendi bebas dan kekuatan otot penuh, tidak ada fraktur, tidak ada lesi

Palpasi: turgor kulit elastis, 3 turgor kulit ( kekenyalan, elastisitas kulit) : dengan cara dicubit didaerah perut dengan cubitan agak lebar,
sekitar 3 cm, dipertahankan selama 30 detik, kemudian dilepas. Bila kulit kembali normal dalam waktu kurang 1 detik; turgor baik, bila 2-
5 detik ; turgor agak kurang, bila 5-10 detik; turgor kurang dan bila lebih 10 detik: turgor jelek.

Skala Penilaian Pitting Edema


1+ = Pitting ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat menghilang
2+ = Lebih dalam dari 1+, tidak ada distorsi (perubahan) yang langsung terdeteksi, menghilang dalam 10-15 detik
3+ = Cukup dalam, dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ekstremitas yang terkena tampak lebih lebar dan membengkak
4+ = Sangat dalam, berlangsung 2-5 menit ektremitas yang terkena telihat sangat mengalami perubahan.
5. Berat Badan : Pre HD 56 Kg, Post HD 55 Kg, BB Kering……………….Kg, Tinggi Badan……………………..Cm
6. Status Mental : baik
7. Nutrisi : Mual/ Muntah/ Puasa/ Tidak ada nafsu makan, Diare/ Lain………………………………….NGT…………..Diit TKTP/………………..
8. Pemeriksaan Penunjang (Lab, Rx, Lain-lain): Tanggal………………………………………………………………………………

Tanggal : 04 November 2021


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Ph 7,15 7,38-7,42
pCO2 14 38-42
pO2 112 80-100
Na 129
K 5,4
Ca 0,28
Hct 22
HCO3 4,9 22-26
HCO3std 7,9
TCO2 5,3
Beecf -24,0
BE (B) -21,9 -2 s/d +2
SO2 97 95-97
Tanggal 06 November 2021
Glukosa Sewaktu 293 <200
Ureum 90 21-53
Kreatinin 4,30 0,17-1,5
Albumin 2,41 3.5-5.5
Natrium (Na) 130 135-148
Kalium (K) 4,8 3.5-5.3
Calcium (Ca) 1,00 0.98-1.2
Tanggal 10 November 2021
Glukosa Sewaktu 308 <200 mg/dl

Ureum 189 21-53 mg/dl


Kreatinin 7,17 0.17-1.5 mg/dl
Natrium (Na) 128 135-148 mmol/l
Kalium (K) 5,3 3.5-5.3 mmol/l
Calcium (Ca) 0,95 0.98-1.2 mmo/l
Tanggal 11 November 2021
WBC 7,57 4.50-11.00 10̂3/uL
RBC 3,23 4.00-6.00 10̂6/uL
HGB 9,1 10.5-18.00 g/dL

60

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

HCT 28,2 37.0-48.0 %


MCV 87,3 86.6-102.0
MCH 28,2 25.6-30.7
MCHC 32,3 28.2-31.5
PLT 250 150-400
RDW-SD 48,1 38.0-50.0
RDW-CV 14,9 11.2-13.7
PDW 8,4 9.5-15.2
MPV 9,0 9.2-12.1

Hasil EKG…………………………………………Hasil USG…………………………………Rontgent……………………….C T-Scan…………..


No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1 Golongan Darah - -
2 HBs- AG Negatif
3 AIDS/ HIV Negatif Negatif
4 Hasil Covid Negatif Negatif
5 HB/ GDS -
6 UR/CR -
7 Trombosit/ Lain – lain - -

DIAGNOSA KEPERAWATAN
□ 1. Kelebihan volume cairan □ 3.Penurunan curah jantung □ 7. Keseimbangan asam basa
□ 2. Ketidakefektifan pola nafas □ 5.Nurisi kurang dari kebutuhan tubuh □ 8 Defisit pengetahuan
□ 4. Intoleransi aktivitas □ 6. Gangguan rasa nyaman ; Nyeri

ANALISA DATA (DXN KEPERAWATAN, DO/DS, TUJUAN, KRITERIA HASIL)

Data Subjektif dan Data Objektif Etiologi Masalah Keperawatan


Ds : Pemecahan lemak liposis Keseimbangan asam
Do : 
- Pasien tampak sesak Diubah menjadi badan keton oleh hati
- Pasien tampak pucat 
- Pasien tampak lemah Penumupukan keton bersifat asam
- Pola napas kussmaul dalam darah

- pH 7,15 mg/dl HCO3, pH
- pO2 112 mmHg 
- pCO2 14 mmHg Penurunan PCO2 dan hiperventilasi
- HCO3 4,9 mmol/L
- SpO2 97%
- Terpasang Oksigen NRM 15L/m
- TTV
- TD : 171/86 mmHg
- RR : 30x/menit
- N : 130 x/menit
- S : 36,40C
Ds :- Ginjal kompensasi Hipervolemia
Do : 
- Edema dikaki kiri derajat 1 Asam meningkat produksi air kemih
- kedalamannya 2 mm meningkat
- Pasien sesak napas 
- Kadar Hemoglobin menurun 9,1 g/dl Ketidakseimbangan elektrolit

- Suara napas tambahan kussmaul Kerusakan membran kapiler
Ureum : 189 mg/dl (Meningkat dari 
nilai normal) Edema pulmonal
Kreatinin : 7,17 mg/dl (Meningkat
dari nilai normal)
Natrium (Na) : 128 mmol/l (Kurang
dari nilai normal)
Kalium (K) : 5,3 mmol/l (Normal)
Calcium (Ca) : 0,95 mmol/l (Kurang
dari nilai normal)
Ds : Kurang terpapar informasi Defisit pengetahuan
Keluarga pasien mengatakan tidak 
mengerti dan mengetahui diet yang Persepsi tentang masalah kesehatan yang
tepat untuk kasus penyakit pasien salah
Do : 
- Tampak keluarga pasien bingung saat Defisit pengetahuan
ditanya
- Keluarga pasien tampak tidak paham
dengan kondisi yang dialami pasien

TUJUAN KEPERAWATAN
Setelah dilakukan tindakan 5 jam diharapkan :
1. Keseimbangan cairan tercapai dengan kriteria BB
2. Pola nafas efektif dengan kriteria RR 16-20 x/menit, tidak ada sianosis, edema paru berkurang/hilang
3. Hipotensi tidak terjadi dengan kriteria TTV px dalam batas normal 120/80 mmHg, px tidak mengeluh keringat dingin, badan lemah, dan
pandangan gelap.
4. Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi dengan kriteria berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih,

61

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

berpartisipasi dalam peningkatan aktivitas dan latihan, istirahat dan aktivitas seimbang
5. Px bisa mengkonsumsi makanan saat Hemodialisa dengan kriteria px tampak makan makanan ringan seperti kue dan roti, px tampak
menghabiskan makanan/bekal yang dibawa dari rumah.
6. Px mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria skala nyeri 0-1, px tampak tenang, px tampak bisa beristirahat .
7. Ketidakseimbangan asam basa tidak terjadi ditandai dengan nadi dalam batas normal, mual dan muntah tidak terjadi, haus berlebih,
kelelahan, disorientasi dan pernafasan kusmaul tidak terjadi.
8. Pasien dan keluarga tingkat pengetahuan membaik, perilaku sesuai anjuran membaik, Kemampuan menjelaskan
pengetahuan suatu topik meningkat

INTERVENSI KEPERAWATAN :
□ Intervensi Skrinning Awal (Rajal/Ranap Tranfer)
□ Intervensi Pre HD
□ Intervensi Nyeri
□ Intervensi Nutrisi (mual, muntah dll)
□ Intervensi Oksigenasi
□ Intervensi Aktivitas
□ Intervensi Mobilisasi
□ Intervensi Elektrolit
□ Obsevasi Pasien (monitor vital sign) dan mesin
□ Intervensi Peningkatan Suhu Tubuh
□ Intervensi Emergency
□ Intervensi Intra HD
□ Lakukan Komunikasi Terapeutik
□ Lakukan Fiksasi Pada Pasien
□ Fasilitasi keluarga untuk mengekspresikan perasaan
□ Dampingi pasien menjelang ajal (proses kehilangan, berduka dan kematian)
□ Observasi Pasien Kritis (TTV dan GCS)
□ Intervensi Pemerisaan Lab
□ Lakukan fasilitasi lingkungan yang tenang dan aman
□ Intervensi kebutuhan istirahat dan tidur pasien
□ PENKES : diit dll
□ Monitor tanda dan gejala infeksi (lokal dan sistemik)
□ Rawat luka : Ganti balutan luka dan rawat luka
□ Intervensi Post HD
□ Intervensi tranfusi

Intervensi Kolaborasi : □ Program tindakan □ Nutrisi □ Operasi □ Pengobatan □ Obat-obat emergency (Morphine, Nitrate, Aspirin, Co
Pidrogel, Epineprin, Amiadarone) □ Intubasi □ DC Shock

INTRUKSI MEDIK
Inisiasi □ Akut □ Rutin □ Pre Op □ SLED □ Dialiset : □ Asetat □ Bicarbonat
Time :.5. Jam QB : 250 ml/mnt UF Goal : 1000 Ml □ Conductivity.............14........

Prog. Profiling : □ Na : .............140............... □ Temp : ......37........ □ QD : 500 ml/mnt


Heparinisasi
□ Dosis sirkulasi ................. .iu Catatan Medis : TTD dan Nama Dokter
□ Dosis awal :...................... iu
□ Dosis Maintenance :
□ Continue :.......................iu/jam
□ Intermiten :.....................iu/jam Obat-obatan :
□ LMWH : ......................................
□ Tanpa Heparin, Penyebab : Post op debridemen
□ Program bilas Nacl 0,9 % 100 cc/Jam ½ jam

Penyulit selama Tindakan:


□ Masalah akses □ Perdarahan □ Nyeri □ Sakit Kepala □ Mual & muntah □ Sesak Nafas □ Hyperkalemia □ Hipotensi □ Hipertensi
□ nyeri dada □ Aritmia □ Gatal-gatal □ Demam □ Menggigil/dingin □ Lain-lain

62

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

OBSERVASI INTRA HD
Dengan Diagnosa : CKD on Hd dengan Asidosis metabolik

Out-
Observasi

Intake (cc) Put (cc) Paraf &


UF TD Nadi/ ASKEP
QB Nama
Jam RATE (mmHg) Saturasi RR (DIAGNOSA, INTERVENSI, INPLEMENTATASI, DAN EVALUASI KEPERAWATAN)
MAP Jelas
(ML) O2 NaCl Dex Makan Tran CLOT
0,9% 40% minum fusi T

14.00 250 0,17 171/86 97 24 - - + - Dx. Gangguan keseimbangan asam basa berhubungan dengan ketidakseimbangan asam
dalam darah
PRE-

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1x 5 jam diharapkan keseimbangan asam basa
dalam batas normal dengan kriteria hasil :
Kriteria hasil :
INTRA

14.00 250 0,20 160/80 97 24 dx.Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam diharapkan pasien dapat mencapai
kriteria hasil :
1. Kelembaban membrane mukosa meningkat
2. Asupan makanan meningkat
3. Edema menurun
4. Dehidrasi menurun
5. Tekanan darah membaik
Intervensi Keperawatan
Pemantauan Cairan (SIKI. I.03122)
Observasi
1. Memeriksa tanda dan gejala hypervolemia dipsnea, edema, suara napas tambahan
2. Memonitor intake dan ouput cairan
3. Memonitor tanda hemokonsentrasi .kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine.
4. Memonitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma.kadar protein dan albumin
meningkat.
Terapeutik
1. Membatasi asupan cairan dan garam
2. Meninggikan kepala tempat tidur 30-400
Edukasi
1. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
2. Mengajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Berkolaborasi pemberian diuretic
2. Berkolaborasi untuk dilakukan tindakan Hd selama time 5 jam, Qb 250, Qd 500, Uf 1000 ml Na 140,
Temp 37

63

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Dx. Defisit Pengetahuan informasi berhubungan dengan kurang terpapar


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 5 jam diharapkan tingkat
pengetahuan membaik
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik meningkat
3. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
4. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
5. Perilaku meningkat
Edukasi Kesehatan
Observasi:
1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik:
1. Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Memberikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
1. Menjelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

15.00 250 0,35 155/85 97 27


POST

Jumlah : Balance:

Total : .........................................ml

EVALUASI KEPERAWATAN POST HD


DX 1
S:
O:
- Tingkat kesadaran pasien somnolen
64

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

- sesak napas pasien cukup menurun

- Pasien tampak pucat

- Pasien tampak lemah

- Pola napas kussmaul

- pH 7,15 mg/dl

- pO2 112 mmHg

- pCO2 14 mmHg

- HCO3 4,9 mmol/L

- SpO2 97%

- Terpasang Oksigen NRM 15L/m

- TTV

- TD : 171/86 mmHg

- RR : 30x/menit

- N : 130 x/menit

- S : 36,40C

A : Masalah Belum Teratasi

Post HD KT/V…………….Clott……………..cc Tindakan utk Clott.........................


A:
1. Dx 1 teratasi / sebagian Dx 2 teratasi / sebagian Dx.3 teratasi/sebagian
2. Dx 4 teratasi / sebagian Dx 5 teratasi / sebagian Dx 6 teratasi / sebagian
3. Dx 7 teratasi / sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Observasi
1. Mengidentifikasi penyebab terjadinya asidosis metabolik (Diabetes mellitus, GGA,GGK)
2. Memonitor pola napas (frekuensi dan kedalaman)
3. Memonitor intake dan ouput cairan
4. ,muntah)
5. Memonitor hasil analisa gas darah
Terapeutik
1. Mempertahankan kepatenan jalan napas
2. Memberikan posisi semi fowler
3. Memberikan oksigen sesuai, indikasi

65

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Kolaborasi
1. Berkolaborasi pemberian bikarbonat,
2. Berkolaborasi untuk dilakukan tindakan Hd selama time 5 jam, Qb 250, Qd 500, Uf 1000 ml Na 140, Temp 37

DX 2
S:
O:
- Edema dikaki kiri derajat 1 kedalamannya 2 mm

- Sesak napas mulai berkurang

- Kadar Hemoglobin menurun 9,1 g/dl

- Suara napas tambahan kussmaul

- Ureum : 189 mg/dl (Meningkat dari nilai normal)

- Kreatinin : 7,17 mg/dl (Meningkat dari nilai normal)

- Natrium (Na) : 128 mmol/l (Kurang dari nilai normal)

- Kalium (K) : 5,3 mmol/l (Normal)

- Calcium (Ca) : 0,95 mmol/l (Kurang dari nilai normal)

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
Observasi
1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia dipsnea, edema, suara napas tambahan
2. Memonitor intake dan ouput cairan
3. Memonitor tanda hemokonsentrasi .kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine.

Terapeutik
1. Membatasi asupan cairan dan garam
Edukasi
1. Mengajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Berkolaborasi pemberian diuretic
2. Berkolaborasi untuk dilakukan tindakan Hd selama time 5 jam, Qb 250, Qd 500, Uf 1000 ml Na 140, Temp 37

DX 3
S : Keluarga pasien mengatakan mulai mengerti dan mengetahui diet yang tepat untuk kasus penyakit pasien
O:
- Perilaku sesuai anjuran meningkat
- Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik meningkat
- Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
- Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
- Perilaku meningkat
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

66

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

Discharge Planning:……………….. □ Catatan Medik Post HD □ Instruksi Medik Post HD □ TTD dan Nama Dokter

Nama/Tanda Tangan Perawat Tranfer Nama/Tanda Tangan Perawat Yang bertugas

( ) ( Melatia Paska )

Yang Melakukan Access

(……………………………………………………..)

67

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
CKD merupakan masalah kesehatan global dengan insidensi, prevalensi dan
angka mortalitas yang terus meningkat. Oleh karena itu, pencegahan dini di
pelayanan kesehatan primer mengenai faktor-faktor resiko terjadinya CKD harus
dilakukan lebih intensif. Perubahan gaya hidup memiliki peran yang sangat penting
dalam perbaikan kondisi pasien, tanpa melupakan farmakoterapi yang adekuat.
Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi pada saat
menjalani hemodialisis. Komplikasi umum intradialisis adalah hipotensi, kram, mual
dan muntah, nyeri kepala, nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil
(Holley, 2017).
Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik penyakit ginjal,
oleh karena itu pasien yang menderita gagal ginjal kronik harus menjalani dialisa
sepanjang hidupnya (Smeltzer & Bare, 2013). Pasien yang menjalani hemodialisis
mengalami penurunan perfusi yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit yang ada dalam tubuhnya karena proses hemodialisis sehingga
mengakibatkan munculnya beberapa komplikasi intradialisis (Armiyati, 2019).
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi klien
secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan
keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan
keperawatan diperlukan .

68

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

DAFTAR PUSTAKA
Ahee, P., Alexander, V. C., 2014. The Management of Hyperkalemia in The
Emergency Department. Liverpool
Alim, T., 2013. Biologi Sel dan Molekul – Ginjal. Indonesia. 30 November 2013.
http://www.biologi-sel.com/2013/11/ginjal.html. Diakses pada tanggal 25
Desember 2014.
Alrafa, 2014. Penyebab Hipokalemia atau Kurang Kalium. Indonesia. 04 Juni 2014.
http://alrafa.org/penyebab-hipokalemia-atau-kurang-kalium/. Diakses pada
tanggal 24 Juni 2014.
Apel, J., Reutrakul, S., and Badwin, D., 2014. Hypoglycemia in The Treatment of
Hyperkalemia with Insulin in Patients with End Stage Renal Disease. USA.
Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : Selemba Medika
Herdmand.T, Heather dan Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-I Diagnosis
Pearce,C Evelyn.2010.ANATOMI DAN FISIOLOGI UNTUK
PARAMEDIS. Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama Blackwell, Wiley. 2014. Nursing
Diagnoses definitions and classification 2015-2017. United Ki ngdom: Blackwell
Permana, Sari, 2012. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic
Kidney Disease Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’. [Online]
Jurnal. Dari Jurnal. http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (29 Desember
2018)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia, Edisi 1, DPP PPNI Jl. Raya Lenteng Agung No. 64 Jagakarsa, Jakarta
Selatan 12610
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 1, DPP PPNI Jl. Raya Lenteng Agung No. 64 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Edisi 1, DPP PPNI Jl. Raya Lenteng Agung No. 64 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610

69

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Acidosis Metabolik

DI SUSUN OLEH:
Kelompok 6

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN TAHUN
AJARAN 2020/2021

70

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

SATUAN ACARA PENYULUHAN


1.1 Topik
Pendidikan Kesehatan keluarga dan pasien Pada Ny. S Dengan Diagnosa CKD
on Hd Asidosis Metabolik di Keperawatan Hemodialisis.
1.2 Sasaran :
Pasien dan Keluarga
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x 30 menit, pasien dan keluarga memahami
dan mampu menjelaskan tetang diet makanan sesuai dengan penyakit yang
dialami pasien.
1.3.2 Tujuan Instruksi Khusus:
1. Menyebutkan tujuan diet
2. Menyebutkan macam-macam makanan yang mengandung asam
3. Mengetahui cara diet makanan dan cairan
1.4 Metode
1. Ceramah dan Tanya Jawab
1.5 Media
1. Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam bentuk
selembar mengenai informasi manajemen nyeri.
1.6 Waktu Pelaksanaan
1. Hari/tanggal : Senin, 20 Desember 2021
2. Pukul : 08:00 s/d 08 :30 WIB
3. Alokasi : 30 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pendahuluan : 5 Menit  Menjawab salam
 Memberi salam dan  Mendengarkan
memperkenalkan diri  Menjawab

71

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

 Menjelaskan maksud pertanyaan


dan tujuan penyuluhan
 Melakukan evaluasi
vadilasi
2 Penyajian : 10 Menit  Mendengarkan
 Pengertian tujuan diet dengan seksama
 Macam-macam  Mengajukan
makanan yang pertanyaan
mengandung asam
 Mengetahui cara
membatasi cairan dan
makanan yang
dikonsumsi
3 Evaluasi : 10 Menit  Menjawab
 Memberikan pertanyaan  mendemontrasi
akhir dan evaluasi
4 Terminasi : 5 Menit  mendengarkan
 Menyimpulkan  menjawab salam
bersama-sama hasil
kegiatan penyuluhan
 Menutup penyuluhan
dan mengucapkan salam

1.7 Tugas Pengorganisasian


1) Moderator : Sapta
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau
pendiskusi masalah
Tugas:
a. Membuka acara penyuluhan.
b. Memperkenalkan diri.

72

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

c. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.


d. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
e. Mengatur jalan diskusi
2) Penyaji : Sarpika Yena Amalia
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan memberitahukan
kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan selanjutnya kepada
peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
3. Mengucapkan salam penutup.
3) Fasilitator : Melatia Paska
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir.
4) Simulator : Igo Gunawan
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu
peralatan kepada audience.
Tugas :
1. Memperagakan macam-macam gerakan.
5) Dokumentator : Bella Azsaria
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen
pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.

73

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

6) Notulen : Thomas Erik Helvin

Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,


seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara.
Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal penting.
Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
1.8 Setting Tempat

Keterangan :
: Kamera

: Moderator,Penyaji,Simulator, Fasilitator,
Dokumentator dan Notulen
: Pasien dan Keluarga

74

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

75

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)


lOMoARcPSD|28599845

76

Downloaded by 201801099 Devi Fanesa Pakaya (201801099@stikeswnpalu.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai