LP 7 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA - Rani Tiara - PROFESI NERS
LP 7 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA - Rani Tiara - PROFESI NERS
Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa : Rani Tiara
NIM : 221FK09016
2. Analisa Data
Data Fokus Masalah
Gejala dan tanda mayor : Waham (D.0105)
Subjektif :
1. Mengungkapkan isi
waham
Objektif
1. Menunjukkan prikalu
sesuai isi waham
2. Isi pikir tidak sesuai
realitas
3. Isi pembicaraan sulit
dimengerti
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
1. Merasa sulit
berkonsentrasi
2. Merasa Khawatir
Objektif
1. Curiga berlebihan
2. Waspada berlebihan
3. Bicara berlebihan
4. Sikap menentang atau
permusuhan
5. Wajah tegang
6. Pola tidur berubah
7. Tidak mapu mengambil
keputusan
8. Flight of idea
9. Produktifitas kerja
menurun
10. Tidak mampu merawat diri
11. Menarik diri
3. Diagnosa keperawatan
Gangguan proses pikir : Waham
4. Intervensi
Perencanaan
Tgl Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan Pasien mampu : Setelah pertemuan pasien SP 1
Proses Pikir : • Berorientasi kepada dapat memenuhi • Identifikasi kebutuhan pasien
Waham realitas secara bertahap kebutuhannya • Bicara konteks realita (tidak mendukung
• Mampu berinteraksi dgn atau membantah waham pasien)
orang lain & lingkungan • Latih pasien untuk memenuhi
• Menggunakan obat dgn kebutuhannya
prinsip 6 benar • Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah pertemuan SP 2
keluarga mampu : • Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
• Menyebutkan kegiatan • Latih keluarga cara merawat (langsung ke
yang sesuai dilakukan pasien)
• Mampu memperagakan • RTL keluarga
cara merawat pasien
Setelah pertemuan SP 3
keluarga mampu : • Evaluasi kemampuan keluarga
• Mengidentifikasi • Evaluasi kemampuan pasien
masalah dan mampu • RTL keluarga
menjelaskan cara Follow up
merawat pasien Rujukan
Intervensi Menurut SDKI :
Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana tindakan
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap gangguan psikotik
lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
d) Faktor Presipitasi
1) Biologi
Stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang
maladaptif, termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalisasi pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
selektif menghadapi rangsangan.
2) Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi),
lingkungan rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik, gangguan
dalam hubungan interpersonal, sikap dan perilaku (keputus asaan,
kegagalan).
e) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi:
1) Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keraguan persepsi).
3) Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghidar
sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas,
beracun dan lain-lainn, sedangkan reaksi psikologis individu
menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan. Kemudian data yang
diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai
berikut :
a. Data Subjektif
Data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan keluarga.
Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada pasien
dan keluarga. Data langsung didapat oleh perawat disebut data
primer, dan data yang di ambil dari hasil catatan tim kesehatan
lain sebagai data sekunder.
b. Data Objektif
Data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui
observasi atau pemeriksaan langsung.
D. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori (D.0085)
E. Analisa Data
No. Data Fokus Masalah
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
Strategi Pelaksanaan :
DAFTAR PUSTAKA
Adaptif Maladaptif
V. ANALISA DATA
No Data Masalah Keperawatan
Do :
b. Strategi Pelaksanaan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko 1. Klien 1.Menjawab SP 1
Bunuh mendapat salam 1. Menemani klien secara terus
Diri perlindungan 2.Ada kontak menerus sampai ia dapat
dari mata dipindahkan ketempat yang aman
lingkungannya 3.Menerima 2. Menjauhkan semua benda yang
2. Klien dapat perawat berbahaya (mis., pisau, silet, gelas,
mengungkapka 4.Mau berjabat tali pinggang)
n perasaannya tangan 3. Memeriksa apakah klien benar-
3. Klien dapat 5.Menceritakan benar telah meminum obatnya, jika
meningkatkan penderitaan secara klien mendapatkan obat
harga dirinya terbuka dengan 4. Menjelaskan pada Klien bahwa
4. Klien dapat orang lain akan melindungi klien sampai tidak
menggunakan 6.Klien dapat ada keinginan bunuh diri
cara menyebutkan cara SP 2
penyelesaian mengatasi 1. Mendiskusikan tentang cara
yang baik keinginan Bunuh mengatasi keinginan bunuh diri,
Diri dan yaitu dengan meminta bantuan dari
menyelesaikan Perawat atau teman
masalah yang 2. Meningkatkan harga diri klien
sudah mampu dengan cara :
dilakukan a. Memberi kesempatan klien untuk
mengungkapkan persaannya
Memberikan pujian bila klien
mengatakan perasaan yang
positif
c. Meyakinkan Klien bahwa dirinya
penting
d. Membicarakan tentang keaadaan
yang sepatutnya disyukuri oleh
Klien
3. Meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah dengan
cara :
a. Mendiskusikan dengan klien
cara menyelesaikan masalah
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1
dan SP 2)
2. Diskusikan dengan Klien
efektivitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
3. Diskusikan dengan Klien cara
menyelesaikan masalah yang lebih
baik
DAFTAR PUSTAKA
Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran : EGC.
Fitria, N. (2009), Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.
Sadock, BJ., Sadock, V.A. dan Kaplan & Sadock’s., 2010. Ganggaun Pervasif dalam
: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta : EGC
Ariani, M., Soeselo, D. A., & Surilena. (2014). Karakteristik Pola Asuh dan
Psikopatologi Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan di Sekolah
Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu. Damianus Journal of Medicine, 13(2)
(74-83).
2. Instrumental agression
Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu. Misalnya untuk mencapai tujuan politik tertentu dilakukan tindak
kekerasan secara sengaja dan terencana.
3. Mass agression
Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat kehilangan
individualitas dari masing-masing individu. Pada saat orang berkumpul terdapat
kecenderungan berkurangnya individualitas, bila ada ada seseorang yang
mempelopori tindak kekerasan maka secara otomatis semua akan ikut
melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling
membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan tersebut bisa saja
melakukan agresi instrumental (sebagai provokator) maupun agresi permusuhan
karena kemarahan tidak terkendali (Keliat, 1996 dalam Muhith, 2015).
N. Rentang Respon
Menurut yosep (2010) rentang respon marah dibagi menjadi 5 yaitu:
2. Factor Psikologis
1) Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-Frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berprilaku agresif karena perasaan prustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
3. Faktor Sosiokultural
1) Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
merespon asertif atau agresif.
P. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian)
amaupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta,
takut terhadap penyakit fisik). Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat,
kritikan yang mengaruh pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu
perilaku kekerasan (Deden dan Rusdin, 2013)
Q. Mekanisme Koping
Menurut Prastya, & Arum (2017). Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme
koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan koping yang
konstruktif dalam mengekpresikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi. Perilaku yang berkaitan dengan risiko
perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epinefrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah marah, pupil melebar, mual, sekresi HCL
meningkat, peristaltik gaster menurun, kewaspadaan juga meningkat, tangan
mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan perilaku asertif adalah
cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku
tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain.
R. Penatalaksanaan
Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan terapi restrain.
Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa injin individu
tersebut, untuk mengatasi kebebasan gerak, terapi ini melibatkan penggunaan alat
mekanis atau manual untuk membatasi mobilitas fisik pasien. Terapi restrain dapat
diindikasikan untuk melindungi pasien atau orang lain dari cidera pada saat pasien
lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina, & Widiyatmoko 2019). Tindakan yang
dilakukan perawat untuk mengatasi resiko perilaku kekerasan yaitu melakukan
Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh klien dengan perilaku kekerasan
adalah diskusi mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat,
verbal, dan spiritual.
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat dilakukan dengan cara latihan
tarik nafas dalam, dan pukul kasur atau bantal. Mengontrol secara verbal yaitu
dengan cara menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan mengungkapka
dengan baik. Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan
berdoa. Serta mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur
dengan prinsip lima benar (benar klien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat), (Sujarwo & Livana, 2018).
IX. PROSES TERJADINYA MASALAH (PSIKODINAMIKA)
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu:
mengungkapkan secara verbal, menekan dan menantang. Kemarahan diawali oleh
adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti
penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor ekternal bisa berasal dari
ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan
sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem
individu(disruption and loss). Videbeck (2008) mengatakan pemaknaan dari individu
pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal terpenting.
X. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) data perilaku kekerasan dapat diperoleh
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut,marah tanpa sebab, muka
merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, menggepalkan
tangan, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal dan
fisik, melempar atau memukul benda atau orang lain, merusak barang atau benda dan
tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.
XI. MASALAH KEPERAWATAN
1. Perilaku Kekerasan
1 DS : Resiko perilaku
Objektif :
b. Strategi Pelaksanaan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Perilaku 1.Mengidentifikasi 1. Menyebutkan SP 1
Kekerasan penyebab dan penyebab, tanda, 1. Identifikasi penyebab tanda dan
tanda perilaku gejala dan akibat gejala serta akibat perilaku
kekerasan perilaku kekerasan
2.Menyebutkan kekerasan 2. Latih secara fisik 1 : tarik nafas
jenis perilaku 2. Memperagakan dalam
kekerasan yang cara fisik 1 untuk 3. Masukkan dalam jadwal harian
pernah dilakukan mengontrol pasien
3.Menyebutkan perilaku SP 2
cara mengontrol kekerasan 1. Evaluasi SP1
perilaku 2. Latih cara fisik 2 : pukul kasur /
kekerasan bantal
4.Mengontrol 3. Masukkan dalam jadwal harian
perilaku pasien
kekerasan secara SP 3
: fisik, sosial / 1. Evaluasi SP1 dan SP2
verbal spiritual, 2. Latih secara sosial / verbal
terapi 3. Menolak dengan baik
psikofarmaka 4. Memeinta dengan bik
5. Mengungkapkan dengan baik
6. Memasukan dalam jadwal kegiatan
klien
SP 4
1. Evaluasi SP 1, 2 dan 3
2. Latih secara spiritual berdo’a
3. Masukan dalam jadwal klien
SP 5
1. Evaluasi SP 1, 2, 3 dan 4
2. Latih patuh obat : minum obat secara
teratur dengan prinsip 5B
3. Susun jadwal minum obat dengan
teratur
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
klien
DAFTAR PUSTAKA
Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, S. P. R. (2014). Hubungan Antara Pasien
Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang
Kenari RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel, 4, 470-475
Hadiyanto. 2016. Teori dan Pengembangan Iklim Kelas dan Iklim Sekolah. Jakarta:
Kencana.
Keliat, B.A., dan Akemat. (2013). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok,
ED. 2
Jeffrey S. Nevid, J.S, Rathus, S.A & Green, B.2006. Psikologi Abnormal Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Iyus, Yosep., 2010, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama
Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Adaptif Maladaptif
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart & Sundeen,
2000), yaitu :
• Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah : Klien bisa
memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
c) Diagnosa keperawatan
• Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri
• Menurunnya motivasi dalam merawat diri
d) Rencana keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak berdaya
Data Objektif :
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan
2. Diagnosa Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
c. Ajarkan klien mempraktekan cara perawatan diri : mandi, gosok gigi dan
cuci rambut
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Assalamualaikum..!! Selamat Pagi Bu, Perkenalkan nama saya Suster bekti, Saya
Mahasiswa Praktik dari Stikes Pertamedika, saya akan dinas diruangan Ini selama
3 minggu. Hari ini saya dinas pagi, dari jam 07 pagi sampai jam 2 siang. Saya akan
merawat ibu selama di RS ini, nama ibu siapa? Senang nya dipanggil apa.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini..? Apakah ibu sudah mandi & gosok gigi..? ”
c. Kontrak
• Topik :
“Berapa kali ibu mandi dalam sehari..?, Menurut ibu, apa sih kegunaan mandi..?,
Apa alasan ibu sehingga tidak mau mandi..?, Menurut ibu, apa manfaatnya kalau
kita menjaga kebersihan dir kiti,,? Kira – kira tanda tanda orang yang merawat diri
dengan baik, seperti apa yaa..? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri,
masalah apa menurut ibu yang bias timbul..? Sekarang coba ibu sebutkan alat apa
saja yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita mandi, cuci
rambut, gosok gigi… apa saja yang disiapkan..? Benar sekali..!! Ibu perlu
menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun, sikat gigi, sampo dan odol serta sisir.
Wahhhh… Bagus sekali..!! Ibu bias menyebutkan dengan benar..”.
3. Fase Terminasi
“ Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika kita menjaga
kebersihan diri, dan kita juga sudah melakukan latihan, cara Merawat diri,
masukan kedalam jadwal yaa..! Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai
jadwal ya bu..! mandi 2 X Sehari, gosok gigi 2 X sehari juga, keramas 2 X
Seminggu. Bagaimana bu..? Bisa dilakukan..? Baguss sekali, ibu mau mencoba
melakukannya..!”
c. Kontrak yang akan datang
• Topik :
“..Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu lagi, dan
membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara makan dan minum yang
baik dan benar, apakah ibu bersedia..?..”
• Waktu :
“.. Ibu mau jam berapa dan berapa lama..? bagaimana kalau jam 11,,? Baik
bu kita akan berbincang selama 15 menit”
• Tempat :
4. Saling
ketergantungan
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang
dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T.
(2013) respon ini meliputi:
1. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa
yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu
mamapu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
member, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama
dan masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon
maladaptive tersebut adalah:
1. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang
lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan
orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap
kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada
orang lain.
2. Impulsif
merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan
miskin penilaian
3. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
ogosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain
4. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain
3. Factor Predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi sosial yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas perkembangan
yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal
pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel
dalam limbic dan daerah kortikal.
4. Factor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhi kebutuhan individu.
5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial menurut
Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
6. Gejala Subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang atau singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7. Gejala objektif
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
g. Ekspresi wajah tidak berseri
h. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
i. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
j. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia, 2011:
15)
6. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
2) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
3) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
4) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014:113)
7. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan
rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat
empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan
jujur kepada pasien.
3. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitias klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b. Alasan masuk
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain),
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, bercerai
dengan suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
(korban perkosaan, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1. Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi
negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2. Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
3. Peran : Perubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4. Ideal diri : Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5. Harga diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
c) Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubunga sosial
dengan orang lain/terdekat, kelempok masyarakat.
d) Kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spiritual).
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan denga orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan. Klien mampu BAB
dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikandan
merapikan pakaian. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat
rapih. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan
benar.
h. Mekanisme Koping
Apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri.
i. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi social
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi
3. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
effect
Core problem
Isolasi Sosial
Terurapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang di alami
2. Fasilitasi memilih aktifitas
dan tetapkan tujuab
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psiologis, dan sosial.
3. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
5. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari – hari, jika
perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang di pilih
3. Anjurkan melakukan
aktifitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
Kesehatan
4. Ajarkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
5. Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dala
aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terap
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitorprogram
akitivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
5. Sterategi Pelaksanaan
(Stuart, 2013)
1. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta
bersifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam diri sendiri.
a. Aktualisasi diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengespresikan kemampuan yang dimiliki.
b. Konsep diri positif
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan
secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berfikir
secara positif dan realistis.
2. Respon Maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif
serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri
a. Harga Diri Rendah : Transisi antara respon konsep diri adaptif
dan maladaptif.
b. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
c. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta
tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain. (Fajariyah,
2012)
Pohon Masalah
1.5.Psikopatologi
1.7.Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gail (2013), faktor predisposisi harga diri rendah sebagai
berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidakrealistis, kegagalan yang berulang, kurang
memiliki tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Factor yang mempengaruhi performa peran adalah steriotif peran
gender,tuntutan peran kerja,dan harapan peran budaya,nilai- nilai
budaya yang tidak dapat di ikuti oleh individu. Di masyarakat
umumnya peran seseorang disesuaikan dengan jenis kelamin. Misalnya
seorang wanita dianggapkurang mampu, kurang mandiri, kurang
obyektif dan rasional. Sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang
hangat kurang ekspresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar
tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka
dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur
social. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak
menjadi kurang percaya diri,ragu dalam mengambil keputusan dan
dihentikan rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja akan menimbulkan
perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain
yang berpengaruh pada identitas.
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmiter diotak.
1.8.Faktor Pesipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang
dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan situasi atas stresor
dapat mempengaruhi komponen. Stresor yang dapat mempengaruhi
gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses
patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stressor yang
dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti.
Faktor pencetus dapat berasal dari sumber internal ataupun eksternal
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kesehatan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis
transisi peran :
1. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma
budaya, nilai serta tekanan untuk menyesuaikan diri
2. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaaan
sehat kekeadaan sakit. transisi ini dapat dicetuskan oleh :
4. Kehilangan bagian tubuh
5. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
6. Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal.
7. Prosedur medis dan keperawatan. (Stuart, 2013).
1.9.Mekanisme Koping
2. Identitas negatif asimsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.
1.10. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi
yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
1) Chlorpromazine HCL
2) Haloperido
Indikasi: Skizofrenia akut dan kronik, status ansietas, gelisah dan
psikis labil disertai dengan mudah marah, menyerang, astenia,
delusi, halusinasi.
Kontraindikasi: Depresi endogen tanpa agitasi, gangguan saraf
dengangejala piramidal atau ekstrapiramidal, kondisi koma, depresi
SSP berat.
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama. (Maramis, 2005 dikutip oleh Prabowo,
2014)
c. Terapi kejang listrik
Electro convulsive therapy adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang
listrik diberikan pada
d. Terapi Modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan pengobatan untuk skizofrenia
yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik
perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Proses Terjadinya Masalah (Psikodinamika)
Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan
secara aktif dan mampu beradaptasi untuk berubah serta cenderung merasa
aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan
cara negatif dan menganggap sebagai ancaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara Kozier berikut: Level of self
esteem range from high to low. A person who has high self esteem deals
actively with the environtment, adapts effectively to change, and fells
secure.a person with low self esteem sees the environment as negative and
threatening (Driever dalam Kozier, 2003:845).
Self esteem dipengaruhi oleh pengalaman individu dalam
perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak yang beradaptasi terhadap
lingkungan internal dan eksternal biasanya memiliki perasaan aman
terhadap lingkungan dan menunjukkan self esteem yang positif. Sedangkan
individu yang memiliki harga diri rendah cenderung untuk
mempersepsikan lingkungan negatif dan sangat mengancam. Mungkin
pernah mengalami depresi atau gangguan dalam fungsi egonya (Otong,
1995:297).
Sebuah hasil riset menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan
oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan
upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan
seseorang yang tidak optimal (Malhi, 2008).
Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
sering tidak dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan.
Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya.
B. Kemungkingan Data Fokus Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien : Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelmain,
pendidikan, agama, pekerjaan, status marital, suku/bangsa, alamat,
nomor medrek, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, dan diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab.
b) Alasan masuk : Tanya kepada pihak klien/keluarga atau pihak yang
berkaitan dantuliskan hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang
kerumah sakit, dan Apa yang sudah dilakukan klien/keluarga
sebelum atau sesudah berobat kerumah sakit.
c) Faktor predisposisi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang (Stuart, 2006).
1) Riwayat ganguan jiwa
2) Pengobata
3) Aniaya
4) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
5) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan
d) Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital , Ukur dan observasi tanda-
tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan klien, berat
badan, dan tinggi badan.
e) Pengkajian psikososial
1) Genogram
Kaji meliputi gambaran klien dengan tiga generasi ke atas, pola
asuh, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
dengan anggota keluarga lainnya. Keluarga dari klein
sebelumnya pernah mengalami penyakit gangguan kejiwaan,
pola asuh yang kurang dari orang tuanya saat/sejak dari kecil,
jarang diikitsertakan dalam pengambilan keputusan, dan
hubungan klien dengan keluarga lainnya kurang harmonis.
pengambilan keputusan, dan faktor herediter (Azizah : 2011).
2) Konsep diri
a. Gambaran`diri : Disukai dan tidak disukai, klien akan
mengatakan tidak ada keluhan apapun.
b. Identitas diri : Kaji bagaiman kepuasan klien terhadap jenis
kelaminnya, status sebelum dirawat dirumah sakit. Klien
merasa tidak berdaya dan rendah diri sehingga tidak
mempunyai status yang dibanggakan atau diharapkan
dikeluarga maupun masyarakat
c. Peran : Biasanya pasien mengalami penurunan
produktifitas, ketegangan peran dan merasa tidak mampu
dalam melaksanakan tugas.
d. Ideal diri : Tanyakan harapan terhadap tubuh, posisi, status,
tugas/peran. Harapan klien terhadap lingkungan (keluarga,
sekola, tempat kerja, masyarakat),harapan klien terhadap
penyakitnya.
e. Harga diri : Pasien mengejek dan mengkritiki diri sendiri,
menurunkan martabat, menolak kemampuan yang dimiliki
yang nyata dan perasaan dirinya lebih penting.
f) Hubungan sosial
1) Klien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau
meminta dukungan
2) Pasien merasa berada dilingkungan yang mengancam.
3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien.
4) Klien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan
mengeksploitasi orang lain
g) Spiritual
1) Falsafah hidup
Pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan ancaman,
tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit
serta engan penyembuhannya.
2) Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan
Pasien mengakui adanya tuhan tetapi kurang yakin terhadap
Tuhan, putus asa karena tuhan tidak memberikan sesuatu yang
diharapkan dan tidak mau menjalankan kegiatan keagamaan.
h) Status mental
1) Penampilan
Penampilan tidak rapih, tidak sesuai karena klien kurang minat
untuk melakukan perawatan diri.
2) Pembicaraan
Klien dengan frekuensi lambat, tertahan, volume suara rendah,
sedikit bicara, inkoheren, dan bloking (Yosep, 2013).
3) Aktivitas motorik
Tegang, lambat, gelisah, dan terjadi penurunan aktivitas
interaksi (Yosep, 2013).
4) Alam perasaan
Klien biasanya merasa tidak mamapu dan pandangan hidup
yang pesimis (Yosep, 2013).
5) Afek
Afek klien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon
bila ada stimulus emosi yang bereaksi (Yosep, 2013).
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya kurang kooperatif dan mudah tersinggung
(Yosep,2013).
7) Persepsi
Klien mengalami halusinasi dengar/lihat yang mengancam atau
member perintah. (Keliat: 2011).
8) Proses pikir
Data diperoleh dari hasil observasi ketika wawancara tentang
sirkumtansial (pembicaraan yang berbelit-belit, tetapi samapai
pada tujuan pembicaraan). Tangensial (pembicaraan yang
berbelit-belit, tetapi tidak sampai pada tujuan pembicaraan).
Kehilangan asosiasi (pembicaraan tidak memiliki hubungan
antara satu kalimat dengan kalimat lainnya, serta klien tidak
menyadarinya). Fight of ideas (pembicaraan yang meloncat dari
satu toipik ke topik lain, masih ada hubungan yang tidak logis
dan tidak sampai pada tujuan). Blocking (pembicaraan terhenti
secara tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali). Perseverasi (pembicaraan yang diulang berkali-kali.
9) Isi pikir
Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri (Yosep, 2013)
10) Tingkat kesadaran
Data tentang bingung (tampak bingung dan kacau) dan sedasi
(klien mengatakan malu bila bertemu orang lain karena dirinya
mengalami gangguan jiwa) diperoleh melalui wawancara dan
observasi, stupor (gangguan motorik seperti ketakutan, gerakan
yang di ulang-ulang, anggota tubuh klien dalam sikap canggung
yang dipertahankan dalam waktu lama.
11) Memori
Klien dengan harga diri rendah, umumnya tidak terdapat
gangguan pada memorinya, baik memori jangka pendek
ataupun memori jangka panjang. (Keliat : 2011).
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi terganggu dan mudah beralih atau tidak
mampu mempertahankan konsentrasi dalam waktu lama,
karena merasa cemas. Dan biasanya tidak mengalami gangguan
dalam berhitung. (Keliat : 2011).
13) Kemampuan menilai
Gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil
keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain,
14) Daya tilik diri
Klien tidak tahu alasan dibawa ke Rumah Sakit dan tidak
menyadari mempunyai gangguan jiwa. (Keliat: 2011).
C. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika (2015) :
1. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif :
a) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
b) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli.
c) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.
d) Mengungkapkan dirinya tidak berguna.
e) Mengkritik diri sendiri.
f) Perasaan tidak mampu.
Data obyektif :
a) Merusak diri sendiri.
b) Merusak orang lain.
c) Ekspresi malu.
d) Menarik diri dari hubungan sosial.
e) Tampak mudah tersinggung.
f) Tidak mau makan dan tidak tidur.
2. Masalah keperawatan
Penyebab tidak efektifan koping individu.
Data subyektif :
a) Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang
lain.
b) Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan
sesuatu.
c) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
Data obyektif :
a) Tampak ketergantungan terhadap orang lain.
b) Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat
dilakukan.
c) Wajah tampak murung.
3. Masalah keperawatan
Akibat isolasi sosial menarik diri
Data subyektif :
a) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
b) Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
Data obyektif :
a) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak bicara.
b) Suara pelan dan tidak jelas.
c) Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak).
d) Menghindar ketika didekati.
D. Analisa Data
Analisa adalah kemampuan mengkaitkan data menghubungkan data
tersebut dengan konsep diri, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
Menurut SDKI :
Data Fokus Masalah Keperawatan
E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah situasional
2. Isolasi sosial : Menarik diri
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana tindakan
Harga diri rendah Setalah dilakukan tindakana Promosi Harga Diri (I.09308)
situasional keperawatan 3x24 jam Tindakan :
diharapkan terjadi Observasi :
peningkatan terhadap 1. Identifikasi budaya, agama,
perasaan poitif terhadap diri ras, jenis kelamin, dan usis
sendiri , dengan kriteria hasil : terhadap harga diri
1. Penilaian diri positif 2. Monitor verbalisasi yang
meningkat (5) merendahkan diri sendiri
2. Perasaan memiliki 3. Monitor tingkat harga diri
kelebihan atau setiap waktu,sesuai kebutuhan
kemampuan positif Terapeutik :
meningkat (5) 1. Motivasi terlibat dalam
3. Penerimaan penilaian verbalisasi untuk diri sendiri
positif terhadap diri 2. Motivasi menerima tantangan
sendiri menngkat (5) atau hal baru
4. Minat mencoba hal 3. Diskusikan pernyataan harga
baru meningkat (5) diri
5. Berjalan 4. Diskusikan pengalaman yang
menampakkan wajah meningkatkan harga diri
meningkat (5) 5. Diskusikan persepsi diri
6. Postur tubuh negative
menampakkan wajah 6. Diskusikan alasan mengkritik
meningkat (5) diri atau rasa bersalah
7. Konsentrasi 7. Diskusikan penetapan tujuan
meningkat (5) realistis untuk mencapai harga
8. Tidur meningkat (5) diri yang lebih tinggi
9. Perasaan malu 8. Diskusikan bersama keluarga
menurun (5) untuk menetapkan harapab dan
10. Perasaan bersalah batasan yang jelas
menurun (5) 9. Berikan umpan balik postif
11. Perasaan tidak mampu atas peningkatan mencapai
melakukan apapun tujuan
menurun (5) 10. Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas yang meningkatkan
harga diri
Edukasi :
1. Jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan dalam
perkembangan konsep positif
diri pasein
2. Anjurkan mengidantifikasi
kekuatan yang dimiliki
3. Anjurkan mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi dengn orang
lain
4. Anjurkan membuka diri
terhadap kritik negative
5. Anjurkan mengevaluasi
perilaku
6. Ajarkan cara mengatasi
bullying
7. Latih peningkatan tanggung
jawab untuk diri sendiri
8. Latih pernyataan/kemampuan
positif diri
9. Latih cara berpikir dn
berperilaku postitif
10. Latih meningkatkan
kepercayaan pada kemampuan
dalam menangani situasi
ASUHAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
TGL DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
Gangguan konsep diri: Pasien mampu: Setelah…..pertemuan klien mampu: SP.1 (Tgl… ......................... )
harga diri rendah ▪ Mengidentifikasi ▪ Mengidentifikasi kemampuan aspek positif ▪ Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
kemampuan dan aspek yang dimiliki - Diskusikan bahwa pasien masihmemiliki
posiif yang dimiliki ▪ Memiliki kemampuan yang dapat digunakan. sejumlah kemampuan dari aspek positif
▪ Menilai kemampuan Memilih kegiatan sesuai kemampuan seperti kegiatan pasien di rumah adanya
yang dapat digunakan ▪ Melakukan kegiatan yang sudah dipilih. keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
▪ Menetapkan/memilih Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih. - Beri pujian yang realistis dan hindarkan
kegiatan yang sesuai setiap kali bertemu dengan pasien
dengan kemampuan penilaian yang negative.
▪ Melatih kegiatan yang ▪ Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat
sudah dipilih, sesuai ini
kemampuan - Diskusikan dengan pasien kemampuan
▪ Merencanakan yang masih digunakan saat ini
kegiatan yang sudah - Bantu pasien menyebutkannya dan
dilatihnya memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan pasien
- Perlihatkan respon yang kondusif dan
menjadi pendengar yang aktif
▪ Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Diskusikan dengan pasien beberapa
aktivitas yang dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan pasien
lakukan sehari-hari
- Bantu pasien menetapkan aktivitas mana
yang dapat pasien lakukan secaramandiri
✓ Aktivitas yang memerlukan bantuan
minimal dari keluarga
✓ Aktivitas apa saja yang perlu bantuan
penuh dari keluarga atau lingkungan
terdekat pasien
✓ Beri contoh pelaksanaan aktivitas yang
dapat dilakukan pasien
✓ Susun bersama pasien aktivitas atau
kegiatan sehari-hari pasien
▪ Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien untuk
menetapkan urutan kegiatan (yang sudah
dipilih pasien)yang akan dilatihkan
- Bersama pasien dan keluarga
memeperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien
- Berikan dukungan dan pujian yang nyata
sesuai kemajuan yang diperlihatkan
pasien.
▪ Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien untuk
mencoba kegiatan
- Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi dan setiap perubahan
- Susun daftar aktivitas yang sudah
dilatihkan bersama pasien dan keluarga
- Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah pelaksanaan
kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivitas yang
dilakukan pasien
SP.2 (Tgl… .................................. )
▪ Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
▪ Pilih kemampuan kedua yang dapat
dilakukan
▪ Latih kemampuan yang dipilih
▪ Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP.3 (Tgl… ................................ )
▪ Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1 dan 2)
▪ Memilih kemampuan ketiga yang dapat
dilakukan
▪ Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu: Setelah……pertemuan keluarga mampu: SP.1 (Tgl…......................... )
Merawat pasien dengan ▪ Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki ▪ Identifikasi masalah yang dirasakan dalam
harga diri rendah di pasien merawat pasien
rumah dan menjadi ▪ Menyediakan fasilitas untuk pasien ▪ Jelaskan proses terjadinya HDR
system pendukung yang melakukan kegiatan ▪ Jelaskan tentang cara merawat pasien
efektif bagi pasien ▪ Mendorong pasien melakukan kegiatan ▪ Main peran dalam merawat pasien HDR
▪ Memuji pasien saat pasien dapat melakukan ▪ Susun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
kegiatan merawat pasien
▪ Membantu melatih pasien
▪ Membantu menyusun jadwal kegiatan pasien
▪ Membantu perkembangan pasien
SP.2 (Tgl… ......................... )
▪ Evaluasi kemampuan SP.1
▪ Latih keluarga langsung ke pasien
▪ Menyusun RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat pasien
SP.3 (Tgl… ................................. )
▪ Evaluasi kemampuan keluarga
▪ Evaluasi kemampuan pasien
▪ RTL keluarga:
- Follow up
- Rujukan
DAFTAR PUSTAKA
: Refika Aditama.
Yogyakarta.
Jakarta : TIM.
Farida K, Yudi H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Salemba Medika: Jakarta.
Fitria, Nita. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP Dan SP Tindakan
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Stuart, W.Gail. (2013). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi
Elsevier.:Singapoer.
Medika: Jakarta.