Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ngurah Bintang Adisva

NIM : 200030122
Tugas Senibudaya

KESENIAN KUDA LUMPING DI


JAWA TIMUR

Kuda Lumping adalah salah satu kesenian tradisional Indonesia yang sangat populer,
terutama di daerah Jawa Timur. Kesenian ini merupakan pertunjukan tari yang melibatkan
sekelompok penari yang menunggangi kuda lumping atau 'jaran kepang' yang terbuat dari
anyaman bambu. Kesenian Kuda Lumping Jawa Timur biasanya disajikan dengan diiringi oleh
musik gamelan atau kendang, dan seringkali dilengkapi dengan nyanyian dan gerakan-
gerakan yang khas. Kuda Lumping sendiri memiliki makna simbolis yang erat kaitannya
dengan tradisi animisme dan Islam di Jawa Timur.

Kuda Lumping Jawa Timur biasanya memiliki ciri khas yang berbeda dengan Kuda
Lumping dari daerah lain. Seperti, gerakan penari yang lebih dinamis dan atraktif, anyaman
bambu yang lebih rumit, serta kostum penari yang lebih berwarna-warni. Bahkan di Jawa
Timur sendiri, ada berbagai varian Kuda Lumping yang berbeda-beda tergantung dari wilayah
dan komunitas yang mempersembahkannya. kesenian kuda lumping jawa timur telah menjadi
bagian dari identitas budaya Indonesia dan seringkali dipertunjukkan dalam berbagai acara
seperti pernikahan, festival seni, atau acara budaya lainnya. Kesenian ini memiliki daya tarik
yang besar bagi wisatawan yang ingin merasakan dan mempelajari budaya Jawa Timur.

Asal-usul Kuda Lumping Jawa Timur masih menjadi perdebatan, namun beberapa
sumber menyebutkan bahwa kesenian ini telah ada sejak masa Kerajaan Majapahit sekitar
abad ke-14. Selama berabad-abad, Kuda Lumping menjadi bagian dari tradisi rakyat Jawa
Timur yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Ada beberapa legenda yang berkaitan dengan asal-usul Kuda Lumping Jawa Timur.
Salah satu legenda yang populer adalah kisah tentang Raja Brawijaya V, raja terakhir
Kerajaan Majapahit, yang sedang mempersiapkan pasukannya untuk berperang melawan
kerajaan tetangga. Raja Brawijaya V memerintahkan para prajuritnya untuk berlatih
menunggangi kuda untuk meningkatkan keahlian mereka dalam bertempur. Namun, kuda-
kuda yang tersedia pada saat itu tidak cukup, sehingga para prajurit memanfaatkan tumbuhan
bambu untuk membuat kuda lumping sebagai pengganti. Selain itu, ada juga legenda tentang
Kuda Lumping sebagai sarana ritual animisme dalam masyarakat Jawa Timur. Konon,
kesenian ini muncul sebagai bentuk perayaan atas panen yang berhasil atau sebagai upacara
untuk merayakan kemenangan dalam pertempuran. Para penari dan penunggang kuda
lumping percaya bahwa mereka dihuni oleh roh-roh yang melindungi mereka dan membantu
mereka dalam pertempuran. Seiring berjalannya waktu, Kuda Lumping menjadi semakin
populer dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Jawa Timur. Kesenian ini sering
dijadikan sarana hiburan dan penyambutan tamu-tamu penting. Di samping itu, Kuda Lumping
juga dipertunjukkan dalam acara-acara religius seperti perayaan Idul Adha dan Maulid Nabi.

Namun, pada masa penjajahan Belanda, Kuda Lumping sempat dilarang karena
dianggap memiliki unsur mistis yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama Kristen.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Kuda Lumping kembali dihidupkan dan semakin dikenal
hingga ke berbagai negara di dunia. Dengan sejarah dan legenda-legenda yang kaya, Kuda
Lumping Jawa Timur menjadi sebuah kesenian yang memiliki nilai historis, estetis, dan religius
yang tinggi. Kesenian ini juga menjadi simbol dari keanekaragaman budaya Indonesia dan
perpaduan antara tradisi animisme dan Islam di Jawa Timur.

Kuda Lumping di Jawa Timur memiliki banyak makna simbolis yang terkait dengan
keagamaan, sosial, dan budaya. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

1. Hubungan dengan keagamaan: Meskipun Kuda Lumping dianggap berasal dari


kepercayaan animisme, kesenian ini juga memiliki pengaruh Islam yang kuat. Dalam
pertunjukan Kuda Lumping, terdapat unsur-unsur yang menunjukkan hubungan
dengan agama Islam, seperti adanya puasa dan doa sebelum pertunjukan dimulai.
Selain itu, pada saat penampilan, penari dan penunggang kuda lumping sering
membawa bendera bertuliskan kalimat-kalimat suci Islam. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun Kuda Lumping memiliki akar animisme, kesenian ini juga telah diadaptasi
dan disesuaikan dengan agama Islam yang menjadi mayoritas di Jawa Timur.
2. Hubungan dengan sosial: Kuda Lumping juga memiliki makna sosial yang kuat, karena
kesenian ini sering dipertunjukkan dalam acara-acara yang melibatkan banyak orang.
Pertunjukan Kuda Lumping menjadi sarana untuk mempererat hubungan antara
masyarakat, serta memperlihatkan kemampuan dan keahlian penari dan penunggang
kuda lumping. Selain itu, Kuda Lumping juga dapat menjadi sumber penghasilan bagi
para penari dan penunggang kuda lumping, sehingga dapat membantu meningkatkan
taraf ekonomi masyarakat.
3. Hubungan dengan budaya: Kuda Lumping di Jawa Timur juga memiliki makna budaya
yang sangat kuat, karena kesenian ini telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat
Jawa Timur selama berabad-abad. Penampilan Kuda Lumping juga sering diiringi
dengan musik dan lagu-lagu tradisional yang khas, seperti gamelan dan jaranan.
Kesenian ini juga memiliki kostum dan perlengkapan yang khas, seperti topeng dan
kain batik, yang mencerminkan keanekaragaman budaya masyarakat Jawa Timur.
4. Makna mistis: Kuda Lumping juga memiliki makna mistis yang kuat, karena dalam
kesenian ini diyakini terdapat roh atau jin yang menempati kuda lumping. Para penari
dan penunggang kuda lumping percaya bahwa mereka dihuni oleh roh-roh tersebut
yang melindungi dan membantu mereka dalam pertunjukan. Hal ini menambah daya
tarik dan keunikan Kuda Lumping, serta mencerminkan kepercayaan masyarakat
Jawa Timur terhadap dunia gaib dan spiritual.

Secara keseluruhan, Kuda Lumping di Jawa Timur memiliki makna simbolis yang
sangat kuat, yang mencerminkan keanekaragaman budaya, kepercayaan, dan tradisi
masyarakat Jawa Timur.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kuda Lumping adalah salah satu
kesenian tradisional Indonesia yang populer dan memiliki makna simbolis yang mendalam
dalam keagamaan, sosial, dan budaya. Perkembangan Kuda Lumping di Jawa Timur
dipengaruhi oleh peran kolonialisme dan nasionalisme, namun tetap menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari identitas budaya Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai