Anda di halaman 1dari 9

EFEKTIVITAS OPIOID-SPARRING DAN MULTIMODAL

ANALGESIA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL


ENHANCED RECOVERY AFTER SURGERY (ERAS) YANG
DIAPLIKASIKAN PADA KONSEP BAKTI SOSIAL
DI RUMAH SAKIT TERAPUNG ”KSATRIA AIRLANGGA”
Pratama Ananda1* Bambang Pujo Semedi2 Christrijogo Sumartono2 Arie Utariani2
1
Residen, Departemen Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
2
Konsultan, Departemen Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
*
pratama.anestesi@gmail.com /+6281311343832

Abstrak

Protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) merupakan suatu program pelayanan
perioperative multimodal yang dirancang untuk mencapai masa pemulihan pembedahan
yang lebih cepat dan outcome yang lebih baik, kunci dalam mengurangi morbiditas dalam
pembedahan yaitu dengan mengurangi “surgical injury” dan mengurangi stress respon
tubuh akibat operasi. Keberhasilan protokol ERAS bergantung pada interpretasi serta
kolabolarasi tim multidisplin, sehingga walaupun protokol tersebut dijalankan pada
rumah sakit yang memiliki fasilitas dan sumber daya lengkap, hambatan dalam
implementasi ERAS masih dapat terjadi. Penerapan protokol ERAS pada fasilitas
kesehatan rumah sakit non-permanen menjadi sebuah tantangan tersendiri. Dari dua
laporan kasus penerapan protokol ERAS di Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga
(RST-KA) didapatkan bahwa kunci keberhasilan anestesia pada protokol ERAS diatas
terletak pada memberikan terapi opioid-sparring dimana akan mengurangi penggunaan
opioid. Walaupun banyak keterbatasan yang didapat di RST-KA penggunaan protokol
ERAS dapat dilakukan dengan mengefektifkaan penggunaan opioid-sparring dipadu
dengan pemberian multimodal analgesia. Sehingga dapat disimpulkan protokol ERAS
dapat diterapkan pada konsep bakti sosial di fasilitas kesehatan non-permanen.

Kata kunci : Enhanced Recovery After Surgery (ERAS), Perioperatif protokol


Pendahuluan

Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) adalah perawatan perioperatif

multimodal yang dirancang untuk mencapai pemulihan dini bagi pasien yang

menjalani pembedahan mayor. Keuntungan dari protokol ERAS telah

dipublikasikan dalam banyak literatur. Hal ini berkaitan dengan masa pemulihan

pasien yang lebih cepat, mengurangi tingkat morbiditas mengurangi jumlah

komplikasi pasca pembedahan.1 Uji coba terkontrol secara acak (randomize

controlled trial) telah mengkonfirmasi keamanan protokol ERAS.2

Prinsip utama dari Protokol ERAS meliputi berbagai elemen diantaranya

adalah konseling preoperatif, puasa preoperatif, intake oral lebih dini, mobilisasi

lebih cepat, penggunaan drain dan kateter urin yang tepat, perioperative

euvolemia, normothermia, dan multimodal analgesia serta beberapa komponen

lainnya.3,4

Terlepas dari keberhasilan metode tersebut, protokol ERAS pada praktik

sehari-hari mempunyai beberapa keterbatasan dalam implementasinya. Pertama,

implementasi ERAS yang efektif membutuhkan kolaborasi erat dari tim

multidisiplin yang terdiri dari ahli bedah, ahli anestesi, perawat, fisioterapis, dan

ahli gizi. Kekhususan dari pendekatan komprehensif perioperatif dapat mengarah

pada situasi bila salah satu anggota tim tidak mengikuti protokol, maka dapat

mencegah implementasi penuh dari protokol ini.1,5 Kedua, meskipun mempunyai

protokol yang jelas, interpretasi setiap individu anggota tim bedah pada protokol

tersebut dapat bervariasi, sehingga menghasilkan elemen individual pada protokol


tersebut, sehingga keefektivan dapat bergantung pada profil dan jumlah anggota

tim bedah.6

Hal ini menyebabkan, walaupun protokol tersebut dijalankan pada rumah

sakit yang memiliki fasilitas dan sumber daya lengkap, hambatan dalam

implementasi ERAS masih dapat terjadi. 7 Menjadi sebuah tantangan bagaimana

protokol tersebut diterapkan pada fasilitas kesehatan rumah sakit non-

konvensional seperti Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RST-KA), yaitu

sebuah rumah sakit mobile non-permanen berbentuk perahu layar, yang berfokus

pada pemberian pelayanan pembedahan bagi daerah-daerah dengan fasilitas

kesehatan kurang memadai. Dalam laporan kasus berseri ini, akan dipaparkan

empat buah kasus dimana 2 kasus penerapan protokol ERAS dan 2 kasus dengan

protokol konvensional pada konsep bakti sosial di RST-KA.

Gambar 1. Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RST-KA)

Laporan Kasus
Pada laporan kasus ini dipaparkan dua buah laporan kasus protokol ERAS

dan dua buah kasus non-protokol ERAS yang seluruhnya dilaksakan dalam

rangka bakti sosial di RST-KA.

Kasus I

Tn. C, Laki-laki, 48 tahun, dengan Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra, Pro

Herniotomi, pasien dinilai sebagai ASA I, teknik anestesi yang digunakan adalah

Spinal Anesthesia Block (SAB). Post-Operatif diberikan injeksi Paracetamol 1 gr

IV dan selanjutnya diberikan Paracetamol 3x500 mg PO dan Tramadol 3x50 mg

PO.

Kasus II

Tn. K, 58 tahun, dengan Diabetic Foot (S) Wagner 5 Digiti 1-2, ASA 2

Comorbid DM Tipe II terkontrol obat dengan Obat Anti Diabetikum dari

Puskesmas 6 bulan ini Pro Mutilasi Digiti 1-2 dan debridemen, teknik anestesi

yang digunakan adalah Ankle Block dengan Lidokain 2%. Post-Operatif

dilanjutkan dengan diberikan Paracetamol 3x500 mg PO dan Tramadol 3x50 mg

PO.

Kasus III

Tn. Z, 35 tahun dengan Hernia Inguinalis Lateral Sinistra Pro Herniotomi

dan Hernioraphy, ASA 2, Komorbid Hipertensi terkontrol. Teknik anestesi yang

digunakan adalah SAB, Post-Operatif diberikan injeksi Pethidin 50 mg IM.

Kasus IV
Ny. W, 55 tahun dengan Diabetic Foot (D) Wagner 3 Digiti 1-5 regio

maleolus interna Pro Mutilasi Digiti 4-5 dan debridemen, ASA 3 DM tak

terkontrol, hipertensi tak terkontrol, baru dikenal DM 1 bulan ini, dikerjakan

dengan teknik anestesi SAB. Post-Operatif diberikan injeksi Pethidin 50 mg IM.

Pada kasus I dan II dilakukan Protokol ERAS dengan menerapkan

konseling preoperatif, puasa preoperatif, intake oral lebih dini, mobilisasi lebih

cepat, tidak ada penggunaan drain dan kateter urin, perioperative euvolemia,

normothermia, dan pemberian multimodal analgesia berupa Paracetamol 500 mg

tiap 8 jam PO dan Tramadol 50 mg tiap 8 jam PO dan apabila Wong Baker Face

Scale (WBFS) > 4, diberikan injeksi Ketorolac 30 mg IV (pada pasien ini tidak

memerlukan Analgesi tambahan/Rescue analgesia karena WBFS 2-3).

Pada kasus III dan IV dengan prosedur konvensional dimana dilakukan

pemberian opioid Pethidin post-operasi, dan apabila Wong Baker Face Scale

(WBFS) > 4, diberikan injeksi Ketorolac 30 mg IV (pada pasien ini tidak

memerlukan Analgesi tambahan/Rescue analgesia karena WBFS <4), tetapi

pasien mengeluhkan mual dan muntah saat di ruang pemulihan, sehingga perlu

diberikan injeksi Metoklopramid 10 mg IV.

Keempat pasien direncanakan untuk pulang keesokan harinya setelah

perawatan satu malam di Puskesmas. Tetapi pasien keempat masih mengeluh

mual dan nyeri di area operasi sehingga memerlukan perawatan lebih lama,

hingga tiga hari.

Tabel 1. Perbandingan Kasus Penggunaan Protokol ERAS dan Konvensional


Kasus I Kasus II Kasus III Kasus IV
Diagnosa Kerja HIL (S) Diabetic HIL (S) Diabetic
Foot (S) Foot (D)
Wagner 5 Wagner 3
Digiti 1-2 Digiti 1-5
regio
maleolus
interna
Tindakan Bedah Herniotomi Mutilasi Herniotomi- Mutilasi
Digiti 1-2 + Hernioraphy Digiti 4-5 +
Debridemen Debridement
t
Tindakan Anestesi SAB Ankle Blok SAB SAB
Medikasi Post- Paracetamol Paracetamol Inj. Pethidin Inj Pethidin
Operatif 500 mg PO 500 mg PO 50 mg IM 50 mg IM
+Tramadol +Tramadol
50 mg PO 50 mg PO
WBFS 1-2 1-2 1-2 3-4
Efek samping& Tidak ada Tidak ada Mual, Mual dan
Komplikasi post- Kepala Muntah 2x
operatif yang Pusing
terjadi
Lama perawatan 1 hari 1 hari 1 hari 3 hari

Diskusi

Pengenalan protokol ERAS pada konsep bakti sosial pada fasilitas

kesehatan non-permanen adalah hal yang sangat memungkinkan dan dapat

memberikan hasil yang menguntungkan berkaitan dengan masa pemulihan

pembedahan yang lebih cepat dan outcome yang lebih baik, kunci dalam

mengurangi morbiditas dalam pembedahan yaitu dengan mengurangi “surgical

injury” dan mengurangi stress respon tubuh akibat operasi.3,4

Pada laporan kasus diatas didapatkan bahwa kasus yang menggunakan

protokol ERAS length of stay (LOS) lebih rendah di karenakan opioid-sparring

dan penggunaan multimodal analgesia.3,8 Durasi perawatan post operasi pada

kasus I dan II lebih pendek dibandingkan dengan kasus III dan IV, dimana kasus I
dan II hanya memerlukan rawat inap post-operasi selama 1 hari sedangkan untuk

kasus III dan IV lama rawat post-operasi adalah 3-4 hari. Efek samping Post

Operative Nausea & Vomiting (PONV) pada kasus I dan II jarang ditemukan,

berbeda dengan kasus IV dimana harus diberikan ekstra Antiemetic pada kasus

tersebut.

Pada kasus-kasus diatas prinsip utama dalam memberikan analgesia pada

protokol ERAS adalah memberikan terapi opioid-sparring dimana mengurangi

penggunaan opioid dengan mengkombinasikan dengan anestesi regional

sehingga dapat mencegah terjadinya efek samping terkait opioid (sedasi, mual

muntah, retensi urin, depresi nafas, disfungsi kandung kemih, ileus, dan

gangguan tidur). Teknik analgesia multimodal melibatkan kombinasi berbagai

macam modalitas kontrol nyeri telah berkembang ke arah analgesia sintetis

dalam rangka mengurangi konsumsi opioid dan efek sampingnya. Diantara

berbagai modalitas tersebut, obat NSAID telah dikenal dapat memberikan

analgesia paska operatif moderat dengan efek opioid sparring 20-30%, dengan

sedikit manfaat pada respon stres serta disfungsi organ. 3,9,10


Gambar 2. Komponen dari Protokol Enhanced Recovery After Surgery

(ERAS)11

Pada fasilitas kesehatan non permanen seperti RST-KA dengan konsep

bakti sosial, penggunaan TEA sulit dilakukan dikarenakan keterbatasan sumber

daya. Masalah tersebut dapat ditangani dengan penggunaan teknik anestesia

lokal dan regional lain yang tetap menggunakan terapi opioid-sparring, seperti

pada kasus I, kami menggunakan teknik Spinal Anesthesia Block yang dipadukan

pemberian multimodal analgesia berupa Paracetamol 500 mg tiap 8 jam PO dan

Tramadol 50 mg tiap 8 jam PO yang terbukti menjadi salah satu hal yang dapat

mempercepat pemulihan pasien dan meminimalkan efek samping anestesi di

fasilitas kesehatan non-permanen dengan konsep bakti sosial seperti RST-KA.

Kesimpulan

Protokol ERAS dengan memaksimalkan prinsip opioid-sparring dan

multimodal analgesia, dapat diterapkan pada Konsep Bakti Sosial di Rumah Sakit

Terapung ”Ksatria Airlangga”. Namun hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut

yang bertujuan menilai efektifitas protokol ERAS pada konsep bakti sosial

sehingga dapat digunakan lebih lanjut.

Referensi

1. Pędziwiatr M, Kisialeuski M, Wierdak M, et al. Early implementation of


Enhanced Recovery After Surgery (ERAS®) protocol – Compliance
improves outcomes: A prospective cohort study. Int J Surg. 2015;21:75-81.
doi:10.1016/j.ijsu.2015.06.087
2. Khoo CK, Vickery CJ, Forsyth N, Vinall NS, Eyre-Brook IA. A
Prospective Randomized Controlled Trial of Multimodal Perioperative
Management Protocol in Patients Undergoing Elective Colorectal
Resection for Cancer. Ann Surg. 2007;245(6):867-872.
doi:10.1097/01.sla.0000259219.08209.36
3. Mukhopadhyay D, Khalil Razvi. Enhanced recovery programme in
gynaecology: outcomes of a hysterectomy care pathway. BMJ Qual Improv
Reports. 2015;4(1):u206142.w2524.
doi:10.1136/bmjquality.u206142.w2524
4. Wijk L, Franzén K, Ljungqvist O, Nilsson K. Enhanced Recovery after
Surgery Protocol in Abdominal Hysterectomies for Malignant versus
Benign Disease. Gynecol Obstet Invest. 2016;81(5):461-467.
doi:10.1159/000443396
5. Polle SW, Wind J, Fuhring JW, Hofland J, Gouma DJ, Bemelman WA.
Implementation of a Fast-Track Perioperative Care Program: What Are the
Difficulties? Dig Surg. 2007;24(6):441-449. doi:10.1159/000108327
6. Ahmed J, Khan S, Lim M, Chandrasekaran T V., MacFie J. Enhanced
recovery after surgery protocols - compliance and variations in practice
during routine colorectal surgery. Color Dis. 2012;14(9):1045-1051.
doi:10.1111/j.1463-1318.2011.02856.x
7. Ahmed J, Khan S, Gatt M, Kallam R, MacFie J. Compliance with enhanced
recovery programmes in elective colorectal surgery. Br J Surg.
2010;97(5):754-758. doi:10.1002/bjs.6961
8. Geltzeiler CB, Rotramel A, Wilson C, Deng L, Whiteford MH, Frankhouse
J. Prospective Study of Colorectal Enhanced Recovery After Surgery in a
Community Hospital. JAMA Surg. 2014;149(9):955.
doi:10.1001/jamasurg.2014.675
9. Feldheiser A, Aziz O, Baldini G, et al. Enhanced Recovery After Surgery
(ERAS) for gastrointestinal surgery, part 2: consensus statement for
anaesthesia practice. Acta Anaesthesiol Scand. 2016;60(3):289-334.
doi:10.1111/aas.12651
10. Alkatout İ, Mettler L. Hysterectomy A Comprehensive Surgical Approach.
J Turkish-German Gynecol Assoc. 2017;18(4):221-223.
doi:10.4274/jtgga.2017.0097
11. Baldini G. Perioperative Medicine. In: Springer, Cham; 2016:1-8.
doi:10.1007/978-3-319-21960-8_1
12. Kitayama M. Role of regional anesthesia in the enhanced recovery after
surgery program. J Anesth. 2014;28(1):152-155. doi:10.1007/s00540-013-
1772-8

Anda mungkin juga menyukai