Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN SEJARAH, BENTUK, DAN MAKNA RUMAH BOLON BAGI

KEHIDUPAN MASYARAKAT SIMALUNGUN


Kelompok 5
Bunga Uara, Jessica Simanjuntak, Rizki Maulana,
Windi Winata
Abstrak

Artikel ini membahas tentang Rumah Bolon yang berada di Desa Pematang
Purba , aspek kajian dari artikel ini yaitu sejarah Rumah Bolon, Bentuk Rumah Bolon,
dan makna Rumah Bolon bagi kehidupan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana sejarah Rumah Bolon, bentuk, dan makna dari Rumah Bolon
bagi kehidupan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Studi
pustaka dilakukan dengan mereview artikel baik dalam buku, jurnal ilmiah, yang
terkait dengan topik yang dibahas penulis. Rumah Bolon Merupakan rumah khas adat
batak yang biasanya menjadi tempat kediaman raja beserta seluruh keluarga besarnya.
Rumah Bolon menjadi lambang kebesaran dan keindahan arsitektur khas Simalungun.
Dalam pembangunannya sendiri sangat sulit dilakukan karena tidak semua kayu
diperbolehkan dijadikan bahan baku dalam pembuatannya, selain itu harus melewati
berbagai macam upacara yang panjang dan ketat. Dalam arsitektur rancangannya dari
bagian atas sampai bawah, sudah diatur dengan begitu detail. Selain itu, didalam
Rumah Bolon juga terdapat ukiran-ukiran didalam Rumah Bolon yang melambangkan
makna-makna kebesaran, gotong royong, dan kebersamaan.

1. PENDAHULUAN
Arsitektur tradisional sebagai salah satu unsur kebudayaan sebenarnya tumbuh
dan herkernbang seiring dengan pertumbuhan suatu suku bangsa. Oleh karena itu,
tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa arsitektur tradisional merupakan suatu hal
yang dapat memberikan ciri serta identitas dari suatu suku bangsa sebagai pendukung
suatu kebudayaan tertentu. Sementara itu batasan tentang arsitektur tradisional telah
banyak diberikan oleh para ahli. Batasan-batasan tersebut, secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa arsitektur tradisional merupakan suatu bangunan yang bentuk,
struktur, fungsi, ragam hias, dan cara membuatnya diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya, serta dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk melaksanakan
segala aktivitas kehidupan. Dari hasil penelitian arkeoiogis yang telah dilaksanakan
terharlap semua peninggalan arsitektur tradisional di wilayah nusantara, dapat diketahui
bahwa berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bangunan
profan seperti rumah tempat tinggal dan bangunan sakral/suci seperti rumah adat,
bangunan tempat-tempat ibadah, dan sebagainya.
Sebagai salah satu contoh Indonesia dengan keberagaman suku yang terdapat
pada pulau Sumatera, tepatnya di Sumatera Utara dengan ibukota Medan. Suku-suku
bangsa di Sumatera Utara terdiri dari delapan suku etnik, yaitu suku Melayu, Batak
Toba, Simalungun, Karo, Pakpak-Dairi, Angkola-Mandailing, Pesisir dan Nias juga
diwarnai oleh beraneka ragam jenis kesenian.
Setiap daerah memperlihatkan identitas bangunannya sesuai aspirasi tradisi
daerahnya masing-masing. Di provinsi Sumatera perbedaan suku etnis setiap daerah
secara jelas akan ditemukan pada bentuk rumah daerah Simalungun, Batak Toba, Karo,
Pakpak-Dairi, Mandailimg dan Nias. Ungkapan nilai-nilai tradisi masyarakat yang
terlihat pada bentuk rumah tradisional mencerminkan sosial budaya masing-masing
daerah. Bangunan rumah tradisional suku Batak dikenal dengan rumah Bolon, arti kata
Bolon adalah Besar. Bentuk rumah Bolon merupakan bangunan dengan tampilan fisik
khusus yang dilengkapi dengan berbagai ornamen berupa ukiran, hiasan maupun warna
yang melambangkan suatu makna adat sebagai suatu wujud dan kepribadian
masyarakatnya. Maka dari itu didalam artikel ini kami akan mengungkap tentang
sejarah, bentuk, dan makna dari ornamen yang terdapat dirumah bolon bagi kehidupan
sosial budaya masyarakat simalungun.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka dengan
menggunakan sumber-sumber data berupa buku-buku referensi dan artikel-artikel jurnal
ilmiah sesuai dengan topik yang dibahas, dimana penulis membahas tentang sejarah,
Bentuk, dan Makna dari Rumah Bolon bagi kehidupan masyarakat. Pada penelitian ini
rangkaian kegiatannya berkenaan dengan pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat, lalu mengolah informasi yang sesuai dengan rumusan masalah yang akan
dipecahkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Sejarah Berdirinya Rumah Bolon Simalungun
Rumah bolon pamatang purba diperkirakan mulai dibangun sejak Tuan Raendan
(pangultop) dinobatkan resmi sebagai raja purba I sekitar tahun 1515 M. saat pertama
kali di bangun bentuk dan konstruksinya masih sangat sederhana. Seiring dengan sukses
kekuasaan yang berlangsung selama 432 tahun lebih (1515-1947), lokasi istana raja
purba ini telah beberapa kali mengalami renovasi (jalatua H. & Andreas, 2022).
Dari berbagai sumber yang dapat ditelusuri, bahwa asal usul kerajaan purba
merupakan bagian teritorial kerajaan Nagur dengan daerah bawahannya adalah kerajaan
panei (Agustono et al., 2012).
Asal mula pengembaraan Tuan Raenda dikisahkan, terjadi karena mengikuti
pertandingan membunuh manuk-manuk (burung) Nanggordaha di Tuntunga Batu yang
masuk dalam kawasan negeri Silima pungga-pungga (pakpak). Dimana semakin dikejar
burung Nanggordaha semakin terbang jauh hingga akhirnya sampai ke wilayah kerajaan
Nagur. Saat itu kerajaan Nagur tengah berperang melawan kerajaan lain, sehingga
kedatangan Tuan Raendan (pagultop) dianggap membawa keberuntungan. Pihak
kerajaan menjadikan pagultop sebagai panglima perang pasukan panah beracun. Oleh
karena perangainya dikenal baik, Raja Nagur mengizinkan putrinya Bou Tapiomas
Damanik menikah dengannya.
Suatu ketika saat pagultop tengah kembali berburuh, ia melihat burung
Nanggordaha di Dolog simbolon dan ia pun segera mengejar burung tersebut, tetapi
sayangnya pagultop tidak berhasil menangkap burung tersebut. Ia malah menemukan
burung tersebut dalam keadaan sudah mati dilokasi pematang purba sekarang dan
akhirnya pagultop tidak kembali ke negerinya dia memilih menetap di pematang purba.
Dengan bermodalkan sisa-sisa bibit tumbuhan yang ada di tembolok burung
Nanggurdaha, dan ia pun berhasil menjadi petani yang makmur. Keberhasilannya
tersebut membuat penduduk setempat banyak meminta bantuan pada musim panen, jika
mereka gagal panen.
Kabar kemurahan hati Tuan Raendan alias pangultop membuat Tuan
Simallobong berang dan mencurigai adanya Partuanon baru di wilayah kekuasaannya
yang kelak menjadi saingannya. Sang raja memanggilnya dan meminta Tuan Raendan
untuk bersumpah, bahwa ia memang pemilik wilayah yang dikuasainya. Tuaan raendan
menyetujuinya, namun sebelum tiba waktunya bersumpah, ia menyempatkan diri
pulang ke kampung leluhurnya di batu sarindan dan kembali dengan membawa
segenggam tanah, satu tatabu air dan selembar kulit kambing.
Saat tiba acara sumpah, ia mengeluarkan peralatannya sekaligus
menggunakannya sebagai wadah saat bersumpah, sehingga ia tidak termakan oleh
sumpahnya sendiri. Tuan Raendan mengucap sumpah di hadapan datu-datu dan rakyat
kerajaan purba dengan mengucap bija : “ Anggo lang tanah ku nahu hunduli on,pakon
bah nahu inum hun bagas tatabu on, on ma mamateihon au.” ( jika bukan tanahku yang
kududuki ini dan air yang ku minum dari labu ini, air ini yang membuatku mati) lalu
diminumnyalah air tersebut. Lazimnya jika seseorang sudah bersumpah tetapi
sumpahnya palsu maka dalam waktu singkat dia akan binasa. Namun hal itu tidak
terjadi pada Tuan Raenda, dia tetap sehat karena apa yang ia sumpahkan adalah benar.
Demikianlah selanjutnya, Tuan Raendan menjadi raja di Pamatang purba dan
penerusnya dilanjutkan keturunannya. Karena berasal dari daerah pakpak dan wilayah
kekuasaannya setelah jadi raja merupakan pemisahan dari kekuasaan marga purba
Dasuha. Ia lebih dikenal sebagai tuan Raendan Purba pakpak. Sehingga keturunanya
kemudian juga menggunakan marga purba pakpak hingga sekarang (S. Purba, 1991).
Dimasa silam, rumah bolon telah beberapa kali mengalami kerusakan, terutama
akibat terjadinya perang dengan kerajaan aceh, ketika raja Purba III (tuan nanggar)
memerintah. Saat itu aceh diperintahkan sultan iskandar muda yang terkenal sangat
ambisi menyerang kerajaan-kerjaan di sekitarnya. Mereka juga gencar melakukan
politik ekspansinya sejak tahun 1612 M dengan menyerbu kota-kota di sepanjang pantai
timur sumatera termasuk kesultanan deli. Merujuk pada penelitian Denys Lombard,
sangat beralasan apabila kerajaan-kerajaan di simalungun yang berbatasan dengan
kesultanan deli turut menjadi sasaran penaklukan sultan iskandar muda. Apalagi ketika
itu penetrasi asing, baik portugis dan belanda cukup gencar merambah ke sekitar
kerajaan aceh (Lombard, 2008).
Pada tahun 1782 M, semasa pemerintahan raja purba ke VIII (Tuan Rajaulan)
renovasi kembali dilakukan. Selanjutnya pada tahun 1904 M, saat Raja Purba ke XII
(Tuah Rahalim) memerintah, mulai dibangun model rumah bolon permanen secara
bertahap dengan bangunan pertamanya adalah lapou (bagian depan rumah bolon), yang
dilanjutkan dengan bangunan utama Rumah Bolon (bagian tengah dan belakang).
Renovasi yang dilakukan Tuan Rahalim inilah yang masih tersisa sampai sekarang,
meskipun dalam proses selanjutnya juga sudah banyak mengalami berbagai perbaikan.
Dilihat dari sejarah pendirian awalnya, situasi dan letak bangunan Rumah Bolon
terdahulu sudah jauh berbeda dengan keadaan sekarang karena telah banyak mengalami
perubahan. Meski demikian seluruh bangunan masih tetap menggunakan ornament
simalungun, yang sarat makna dan filosofis kebudayaan etnik simalungun (Dongoran et
al., 2016).
Sejumlah bangunan lama sempat berdiri di komplek Rumah Bolon kini sudah
tidak terlihat lagi. Sementara untuk merekontruksi bangunan lama sesuai bentuk aslinya
sangat sulit dilakukan. Mengingat pembangunan rumah bolon diwilayah simalungun
mempunyai proses yang sangat rumit dan cukup melelahkan. Sejak merencanakan dan
membangun rumah ini sampai siap untuk ditinggali, memerlukan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi secara adat local. Tidak sembarangan kayu dihutan boleh
digunakan untuk membangun rumah tersebut. Ada 14 jenis kayu yang tidak baik
digunakan untuk membangun rumah yaitu libungan, rob-rob, baraat, sande, tunggar,
siring bayoh, runag purih, mabungkur, usop, ranggasan, mardorob, hapit, sogsog, dan
rohap (Sitopu, 1987). Jenis-jenis kayu diatas tidak boleh dipakai membangun rumah
karena dianggap akan membawa sial atau celaka kepada sang pemilik rumah nantinya.
Pengelolaan rumah bolon pematang purba, kini ditangani oleh yayasan museum
simalungun, yang berkantor di jalan sudirman pematang siantar. Selain mengelola
rumah bolon mereka juga mengelola museum simalungun yang berada di kota
pematang siantar. Awalnya pada tanggal 24 januari 1961 M, dilakukan penyerahan
rumah bolon beserta seluruh bangunan yang berada di atas lahan seluas 72.726 meter
persegi oleh ahli waris keluarga kerajaan purba, yakni Tuan Djomat purba dan Tuan
Maja Purba kepada bupati Simalungun yang ketika itu dijabat Radjamin Purba (Jalatua
H., Andres, 2022).
Penyerahan ini dimaksudkan agar perawatan dan pemanfaatan rumah bolon
sebagai objek wisata sejarah di simalungun dapat lebih di maksimalkan tanpa
menghilangkan nuansa etnik dan budaya simalungun yang melekat sejak awal
berdirinya rumah bolon. Dengan demikian, keberadaan rumah bolon pematang purba
diharapkan memberikan cerminan tentang budaya etnik simalungun melalui rumah
adatnya. Sebab pada bentuk-bentuk tertentu bagian rumah bolon mengandung nilai,
fungsi, makna serta symbol-simbol tertentu dari nilai-nilai utama budaya etnik
simalungun (Regita, 2018).
3.2. Bentuk/Arsitektur Rumah Bolon
Sebagai bangunan arsitektur Batak Simalungun berbentuk asimetris dan unik
yang menghadap ke timur. Rata-rata bangunannya berukuran besar. Dari segi arsitektur
bangunannya masih sangat sederhana,dari zaman pra-Hindu. Namun, bagian kaki,
badan, atap bangunan ternyata menciptakan kesatuan bentuk yang serasi dan indah.
Berbagai ornamen dan ragam hias yang dipercaya memiliki makna tertentu yang
dilukiskan di bangunan. Adat dan budaya yang dianut masyarakatnya tercermin pada
perwujudan arsitekturnya. Keseluruhan bentuk bangunan tradisonal menampilkan nilai
arsitektural dengan cita rasa seni.
Keistimewaan arsitektur Simalungun terletak pada kontruksi balok susun yang
tidak ada duanya diseluruh Nusantara. Bentuk atap yang tinggi sudah dilengkapi jurai
mendominasi wajah bangunan. Puncak atapnya adalah ciri khas arsitektur Simalungun.
Penutup atapnya menggunakan ijuk. Badan bangunan berdinding miring seperti pada
rumah gadang. Pintu yang kecil dan tidak adanya jendela menyebabkan ruang menjadi
gelap dan pegap.
Rumah adat Bolon terdiri atas :
1. Bagian depan (lopou) dan bagian belakang (rumah) dengan ukuran yang sangat
besar. Fungsi lopou untuk tempat tinggal raja dan menerima tamu, sedangkan
rumah dihuni oleh istri-istri dan keluarga raja. Keistimewaannya terletak pada
perbedaan menyolok anatara lopou dan ruma.Bagian lopou beralaskan balok-
balok kayu selendris diameter 50 cm yang disusun horizontal sebanyak 3 lapis.
Bagian rumah ditopang tiang-tiang berdiamter 60 cm setinggi 2,75 m. Atap
Lopou berbentuk limas dan ujung bubungan yang menonjol ditutup lambe-
lembe. Hiasan kepala kerbau sebagai lambang istana raja. Atap rumah bersudut
pelana dan ujungnya ditutup keong (halikkip).

2. Di bagian depan terdapat teras bertingkat di kiri-kanan tangga, yang tempo dulu
untuk pengawal raja berjaga. Untuk keluar masuk bangunan hanya ada satu
pintu dan satu tangga dibagian lopou. Satu-satunya jendela di badan rumah,
terdapat di sisi tengah rumah antara ruang raja dan ruang permaisuri dibatasi
penyekat ruangan. Di dalam lopou (ruang raja) terdapat ruang tidur raja, tempat
pengawal, dan tungku.

3. Balai Bolon Adat berfungsi sebagai sebagai tempat pelaksanaan rapat adat serta
pengadilan. Lokasinya adalah di sebelah kiri rumah bolon adat, berorientasi ke
timur, dibatasi oleh pattangan puang bolon. Kaki bangunan berupa urnpak-
urnpak batu yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan urnpak pada
bangunan yang lain. Balok-balok penyangga disusun secara horisontal turnpang
tindih di atas umpak. Balai Bolon adat memiliki beranda dua tingkat di bagian
depan bangunan, di tengah-tengahnya terdapat tangga masuk yang berupa
tangga ganda. Pada bagian atap diikatkan seutas tali rotan sebagai alat bantu
menaiki bangunan.
4. Patangga Raja merupakan bangunan kecil yang terletak di depan rumah bolon
adat dengan arah hadap yang berlawanan tepat di sebelah kanan jambur.
Pattangan raja adalah tempat peristirahatan raja. Bangunan ini berukuran kecil
dan sederhana. Kaki bangunan berupa umpak batu dengan 2 buah balok yang
disusun secara horizontal pada masing-masing sisinya. Di atasnya terdapat
sebuah ruang terbuka yang pada masing-masing sudutnya memiliki tiang
penyangganya berukuran kecil. Di atas tiang-tiang tersebut tersebut terdapat
bilik kecil yang dilengkapi sebuah pintu. Dinding-dindingnya terbuat dari
anyaman bambu. Bangunan ini berwarna coklat muda dan potongan balok-balok
penyangganya merupakan perpaduan antara warna hitam dan putih. Pattangan
raja berukuran panjang 2 m, lebar 1,5 m, dan tingginya 3 m. Permaisuri
(Pattangan Puang Bolon) Bangunan ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan
permaisuri (menenun kaïn). Pada keempat sisi bagian atasnya dibatasi oleh
dinding, memiliki pintu-pintu kecil. Ruangan kecil ini merupakan tempat
penyimpangan alat-alat tenun milik permaisuri. Bangunan ini berwarna coklat,
terletak di antara rumah baton dan batai baton, berorientasi ke t imur. Potongan
balok-balok penyangga memiliki kombinasi warna hitam dan putih berselang-
seling. Ukurannya bangunan adalah panjang 2,50 m, lebar 1,67 m, dan tinggi 3,5
m.

5. Jambur atau lumbung merupakan berfungsi sebagai tempat para tamu raja
menginap. Bangunan ini terletak di depan rumah bolon adat, tepat di samping
kanan pattangan raja berorientasi ke barat, bagian kolongnya memiliki dinding-
dinding penutup dari papan dan dimanfaatkan sebagai kandang kuda milik raja
rnaupun para tamu. Bagian depan kolong merupakan teras yang memiliki 5 buah
tiang sedangkan teras atas disangga oleh 3 buah tiang. Bangunan ini hanya
ditopang oleh 1 lapis balok horisontal yang ditumpu umpak-umpak batu.
Bangunan ini juga digunakan sebagai tempat menyimpan padi milik keluarga
raja.

6. Losung ialah bangunan tanpa dinding tempat menumbuk padi. Kaki


bangunannya balok susun 2 lapis yang terdiri diatas 6 fondasi. Tinggi lantai
sekitar 1,00 m dan terdapat tangga yang langsung ke selasar antara 2 lesung.
Losung ditopang 6 tiang tepi dan 1 tiang tengah,yang semuanya dipenuhi ukiran.
Di dalam ruangan terdapat 2 lesung memanjang dan sejumlah alat penumbuk
pada yang sangat panjang.

7. Rumah jungga terdiri atas 2 lantai, dengan bentuk arsitektur yang berbeda
dengan lainnya. Tempat ini berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para pegawai
kerajaan. Belum jelas fungsi sebenarnya,karena selain pintu masuk tidak
terdapat jendela atau lubang ventilasi di lantai bawah dan atas. Badan rumah
memakai struktur rangka tiang, dengan dinding ditutup papan-papan.

8. Balai buttu terdapat dibagian depan kompleks, sesuai fungsinya sebagai tempat
pengawal istana. Separuh dinding bawah dari papan,separuh dinding atas berupa
kisi-kisi. Hanya ada 1 ruangan besar yang kosong. Kaki bangunan berupa balok
susun 3 lapis diatas 6 batu fondasi. Bangunan dilengkapi tangga pada sudut
bagian paling depan. Bentuk atapnya sama dengan losung dan jambur.

3.3. Makna Dibalik Ornamen atau Motif Rumah Bolon


Macam motif ornamen – ornamen yang terdapat pada rumah bolon;
1. Motif manusia yaitu, ragam hias dengan dengan pola dasarnya adalah bentuk
manusia.
2. Motif hewan yaitu, ragam hias dengan pola dasarnya bebtuk binatang dari
berbagai jenis dan tingkatan maupun bagian dari motif tersebut, ragam hias
dimaksud ada kalanya sekedar bentuk, sederhana dengan suatu pengertian yang
mempunyai makna, juga sering terdapat bentuk yang lebih menjurus kedalam
motif bentuk lainnya, terutama motif geometris.
3. Motif tumbuh tumbuhan yaitu, ornamen dengan pola dasarnya motif tumbuh
tumbuhan atau hanya merupakan suatu bagian, yang penggabungannya sering
berbentuk geometris, ragam hias dimaksud sering melengkapi motif ragam hias
lainnya, disusun secara tergabung atau merupakan elemen tersendiri.
4. Motif geometris yaitu, suatu hiasan dengan pola dasarnya adalah gambar-
gambar ilmu ukur dalam bentuk garis-garis sejajar, lingkaran-lingkaran kecil,
diagonal, dan lain-lain.

Motif Manusia
1. Bohi-bohi. Motifnya mirip wajah manusia. Ornamen ini dianggap sebagai
lambang keramah-tamahan, kewaspadaan, dan penangkal roh jahat. Terdapat
pada setiap ujung sambahou rumah bolon, balai bolon, dan pintu balai bolon,
juga pada pangkal lesung tradisional.

Motif Hewan
1. Pinar ulu ni horbou. Bentuknya menyerupai kepala kerbau, kepala dibentuk
dai ijuk, sedangkan tanduknya dari tanduk kerbau asli. Hiasan ini
melambangkan kebesaran, keberanian, dan kebenaran serta sebagai penangkal
roh jahat. Terdapat pada anjungan rumah bolon bagian depan dan pada keempat
ujung puncak bubungan balai bolon.
2. Hambing mardugu. Hambing dianggap sebagai sebagai binatang suci pada
masyarakat simalungun, yang sering dijadikan sebagai kurban persembahan
kepada dewa-dewa atau roh-roh, agar permintaannya dikabulkan. Hambing
mardugu artinya kambing berlaga, digunakan dalam posisi dua kepala kambing
seolah-olah hendak berlaga. Ornamen ini melambangkan keberanian
menghadapi tantangan dari luar. Terdapat pada dinding bagian depam sebelah
kiri rumah bolon.
3. Pinar Boras pati. Boras Pati adalah sejenis binatag merayap menyerupai cicak.
Pinar boras pati terbuat dari ijuk, dipintal dan dijalin sebingga berbentuk cicak.
Ornamen ini dianggap sebagai penangkal roh jahat dan sebagai lambang
kesuburan. Ornamen ini terdapat disekeliling dinding rumah bolon tempat
tinggal permaisuri dan selir, sehingga dinding balai bolon, jabu jungga, rumah
pattangan dan pada halipkip serta urug manik balai bolon.
4. Pinar Apul-Apul. Motif seperti kupu-kupu sedang mengembangkan sayap,
dibentuk sistematis segingga berbentuk kupu-kupu. Ornamen ini melambangkan
rencana yang matang, realistis, pragmatis. Ornamen ini terdapat pada tiang
rumah bolon di Pematang purba.
5. Gatip-gatip. Ular gatip-gatip adalah sejenis ular kecil, kulitnya berbelang-
belang putih hitam, binatang itu berbisa. Menurut kepercayaan masyarakat
simalungun bila seseorang melihat atau bertemu dengan ular itu, pertanda akan
ada perubahan besar dalam hidupnya dalam waktu singkat, menyangkut rezeki,
bahaya, dan sebagainya. Terdapat pada basikan rumah bolon, beranda balai
bolon, sambahou lesung.
6. Bodat Marsihutuan. Bodat marsihutuan artinya monyet saling mencari kutu.
Motifnya menggambarkan monyet duduk berbaris saking mencari kutu.
Maknanya agar sama meringankan beban, menghindari kericuhan, memelihara
ketertiban. Terdapat pada lisplank rumah bolon dan beranda balai bolon.
7. Pinar sisik ni tanggiling. Bentuknya menyerupai sisik trenggiling, mempunyai
makna bahwa sebuah makhluk yang mempunyai pertahanan sendiri. Terdapat
pada halipkip lisplank rumah bolon, tiang beranda.
8. Porkis Morodor. Hiasan ini berbentuk semut beriring. Dianggap sebagai
lambang sifat gotong royong dan rajin bekerja. Biasanya dibuat pada pinggiran
induk ukiran untuk memperindah seluruh ukiran yaitu pada semabhou dan
beranda rumah bolon, maupun balai molon serta sekeliling dinding jabu jungga.

Motif Tumbuh-tumbuhan
1. Pinar Bunlung Andudur. Motifnya seperti daun andudur, mengandung makna
agar selalu menepati janji dan memupuk keakraban sengan siapa saja. Terdapat
pada samping kiri dan kanan pintu belakang rumah bolon.
2. Pinar Rumbak-rumbak Sinandei. Bentuknya menyerupai susunan batang dan
daun kincung, searah dan teratur. Maknanya agar tetap setia dan memelihara
keteraturan hidup. Ornamen ini terdapat pada tiang lesung.
3. Pinar Assi-Assi. Assi-Assi adalah sejenis tumbuhan rumput, dan daunnya sering
digunakan untuk obat. Maknanya sebagai simbol kesehatan rakyat,
kesejahteraan dan kerukunan dalam kehidupan bersama.
4. Pinar Silobur Pinggan. Silobur Pinggan adalah sejenis tumbuhan yang
menjalar melilit, sering dibuat obat penangkal racun. Ornamen ini dianggap
sebagai lambang sifat tolong menolong sesama manusia, terdapat pada tiang
penyangga lesyng.
5. Sulih Ni Rotak. Sulih ni rotak yaitu kecambah kacang rotak, menggambarkan
generasi penerus yang penyh rasa tanggung jawab, siap mengabdi kepada
bangsa dan negara. Terdapat pada bagian bawah pintubelakang rumah bolon.
6. Pahu-Pahu Patundal. Pahu-pahu patundal artinya pakis saling membelakangai
atau bertolak belakang. Motifnya seperti lengkung pucuk pakis, melambangkan
persatuan yang kuat, berbeda pendapat tetapi tetap satu tujuan.
7. Pinar Horishotala. Motifnya seperti daun horishotala, sejenis tumbuhan obat
yang melambangkan keteraturan hidup.
8. Sihilap Bajaronggi. Sihilap bajaronggi adalah sejenis tumbuhan yang hidup di
air. Ornamen ini dianggap sebagai sifat simpati dan saling mengingat walau
tempat berjauhan.
9. Pinar Guntur Manggulapa. Guntur adalah sejenis tumbuhan yang hidup di air,
manggulapa artinya tumbuh subur. Ornamen ini dianggap sebagai lambang
kemakmuran dan kesuburan.
10. Pinar Pahu-Pahu. Pahu adalah sejenis tumbuhan yang dapat dijadikan sayuran.
Motifnya seperti lengkung pucuk pakis. Motif ini melambangkan persatuan
untuk mencapai tujuan.
11. Pinar Bung Hambili. Hambili sejenis tumbuhan bunganya dijadikan benang.
Oenamen ini dianggap sebagai simbol penghematan.
Motif Geometris
1. Pinar Bunga Bong-Bong. Ornamen ini terbuat dari anyaman bambu dan diberi
warna, bentuknya seperti belah ketupat yang berlapis-lapis. Melambangkan
keselamatan, murah rezeki, dan terhindar dari marabahaya.
2. Tali si Ubar-Ubar. Ornamen ini tebuat dari ijuk yang dipintal ketat saling
menjalin, sehingga menjadi indah. Ornamen ini melambangkan persatuan yang
kuat.
3. Suleppat. Ornamen ini dianggap sebagai hiasan utama rumah adat simalungun.
Bentuknya menyerupai tangan yang saling berkaitan, melambangkan persatuan
dan kesatuan satu sama lain yang saling membutuhkan, hidup rukun dipimpin
raja.
4. Tukkot Matua. Tukkot Matua berarti tongkat yang dipakai orang tua. Ornamen
ini mempunyai makna agar tetap merawat kesehatan untuk mencapai umur yang
panjang.
5. Hasil Putor. Artinya mata pancing berputar, oernamen ini memiliki makna
sebagai lambang persatuan, mempererat hubungan pergaulan satu dengan yang
lain.
6. Ipon-Ipon. Ipon-ipon artinya bergerigi, bentuknya seperti gerigi gergaji teratur.
Simbol ini mempunyai makna agar ramah dan hormat pada setiap orang.
7. Bindu Matoguh. Motifnya berbentuk dua buat segiempat yang diletakkan
sedemikian rupa sehingga berbentuk segidelapan penjuru. Dianggap sebagai
lambang keselamatan rakyat dan segala penjuru sebagai tangkal penyakit.
8. Pinar Palit. Bentuknya seperti salib. Dianggap sebagai lambang penangkal roh-
roh dan penyakit menular.
9. Pinar Dormani. Domani berasal dari kata dorma yang berarti simpatik,
sepadan, anggun dan cantik. Ornamen ini melambangkan keagungan, kebesaran,
keperkasaan seorang pemimpin.
10. Pinar Rajah. Bentuknya geometris garis-garis bersambung tanpa ujung
pangkal. Dianggap sebagai lambang penagkal setan dan roh jahat.

4. KESIMPULAN

Rumah adat bolon pamatang purba dibangun sejak tahun 1515 M dan
dinobatkan secara resmi oleh raja purba I. Saat pertama kali di bangun bentuk dan
konstruksinya masih sangat sederhana. Seiring berjalannya waktu kekuasaan yang
berlangsung selama 432 tahun lebih (1515-1947), lokasi istana raja purba ini telah
beberapa kali mengalami renovasi. Dilihat dari asal usulnya kerajaan purba merupakan
bagian teritorial kerajaan Nagur dengan daerah bawahannya adalah kerajaan panei.
Sebagai bangunan arsitektur Batak Simalungun berbentuk asimetris dan unik
yang menghadap ke timur. Dari segi arsitektur bangunannya masih sangat
sederhana,dari zaman pra-Hindu. Namun, bagian kaki, badan, atap bangunan ternyata
menciptakan kesatuan bentuk yang serasi dan indah. Berbagai ornamen dan ragam hias
yang dipercaya memiliki makna tertentu yang dilukiskan di bangunan. Adat dan budaya
yang dianut masyarakatnya tercermin pada perwujudan arsitekturnya.
Rumah adat bolon terdiri atas beberapa bagian, yaitu bagian depan (lopou)
sebagai tempat tinggal raja dan menerima tamu. Bagian depan sebagai teras. Balai bolon
sebagai sebagai tempat pelaksanaan rapat adat serta pengadilan. Patangga raja sebagai
tempat peristirahatan raja. Jambur atau lumbung sebagai tempat para tamu raja
menginap. Losung sebagai tempat menumbuk padi. Rumah jungga sebagai tempat
tinggal bagi para pegawai kerajaan. Balai Buttu sebagai tempat pengawal istana. Pada
bagian - bagian rumah bolon juga terdapat ornamen ornamen yang menghiasi rumah
tersebut seperti ornamen manusia terdiri dari satu ornamen, ornamen heran terdiri dari
delapan ornamen, ornamen tumbuhan terdiri dari sebelas ornamen, dan ornamen
geometris terdiri dari sepuluh ornamen.
DAFTAR PUSTAKA

Agustono, B., Suprayitno, Dewi, H., Dasuha, J.R.P., Saragih, H., Turnip, K., & Purba,
S.D. (2012). Sejarah Etnis Simalungun. Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional
Pemuda Simalungun Indonesia.
Budi Wibowo.Agus, Arsitektur Tradisional Suku Bangsa Simalungun,Banda Aceh:
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh,2011
Dongoran, H. , Sinaga, R.M., & M.Syaiful. (2016). Makna Simbol Pada Bangunan
“Rumah Bolon” di Desa Pematang Purba Sumatera Utara. PESAGI, 4(3).
Dwi. Wilujeng,Yuk Mengenal Rumah Tradisional Sumatra,Jakarta Timur : Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017
Hakimi Arsya Saragih, dkk. 2020. Rumah Adat Bolon Sebagai Warisan Budaya Di
Desa Pematang Purba Kabupaten Simalungun. Vol. 1. Desember 2020.
Jalatuah H. Hsugian & Andres M. Ginting. 2022. Sejarah Rumah Bolon Sebagai Pusat
Kerajaan Purba Di Simalungun. Vol. 6. Agustus 2022.
Purba, D.K. (1995). Sejarah Simalungun. Jakarta : Bina Budaya Simalungun.
Purba, D.K., & Poerba, J.D. (1994). Sejarah Dan Perkembangan Marga Purba Pakpak.
Jakarta.
Rahmadhani, Wahidah. 2018. Rumah Bolon Istana Sang Raja Purba. Badan
pengembangan dan pembinaan bahasa. Jakarta.
Regita, R. (2018). Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna Ragam Hias Rumah Bolon
Simalungun Berdasarkan Tatanan Sosial Budaya Masyarakat Simalungun. Arti,
2, 73-82.
Wahid, Julaihi dan Bhakti Alamsyah. (2013). Aristektur dan Sosial Budaya Sumatera
Utara. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai