Anda di halaman 1dari 65

Patomekanisme Penyakit Sarkoid Jantung

© Penerbit Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran


UNPAD

Windi Elsantia

Desain sampul: Departemen Kardiologi dan Kedokteran


Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD
Desain isi : Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD

Cetakan Pertama, Juni 2021

Diterbitkan oleh penerbit Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas


Kedokteran UNPAD :

Telp/Fax : 022 82602524


Email : kardiologifkup@yahoo.com
Alamat : Jl. Eyckman No. 38 Bandung

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku, tanpa izin
tertulis dari penulis dan penerbit.

Percetakan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas


Kedokteran UNPAD
Isi diluar tanggung jawab percetakan
KATA SAMBUTAN
Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Ilmu pengetahuan kedokteran khususnya bidang kardiologi senantiasa


berkembang, oleh karena itu pembelajaran yang berkelanjutan sangat diperlukan
dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat. Gagal jantung
merupakan kondisi yang umum dijumpai pada praktik klinis sehari-hari mulai dari
pelayanan kesehatan tingkat pratama hingga tingkat lanjut. Pengetahuan
komperhensif mengenai gagal jantung diperlukan oleh semua tenaga medis agar
dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang merupakan akibat dari
kelainan genetik, injuri atau luka pada otot jantung dan infitrasi jaringan otot
jantung Kardiomiopati infiltratif merujuk pada kelainan otot jantung yaitu
amyloidosis, sarcoidosis dan hemokromatosis. sarkoid jantung merupakan penyakit
yang tidak jarang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung namun sering tidak
terdiagnosa. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia kedokteran pada
umumnya, dan kardiologi khususnya untuk mendiagnosa dan memberikan
tatalaksana lebih baik, sehingga mampu menekan angka kematian dan perawatan di
rumah sakit

Buku ini akan mengulas karidiomiopati secara lengkap, baik etiologi,


epidemiologi, faktor risiko, cara mendiagnosa hingga tatalaksana. Hal ini menjadi
tantangan bagi para tenaga kesehatan untuk menangani dan mencegah
progresivitas dari kardiomiopati, terutama bagi tenaga kesehatan primer sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan.

ii
Akhir kata, semoga dengan diterbitkannya buku ini para tenaga medis di bidang
kesehatan dapat lebih memahami dan mendapatkan pengetahuan yang lengkap
mengenai karidiomiopati sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan
berkualitas.

Selamat membaca ! 

Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

DR. Mohammad Rizki Akbar, dr., Sp.JP(K)., M.Kes

iii
KATA PENGANTAR

Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang merupakan akibat


dari kelainan genetik, injuri atau luka pada otot jantung dan infitrasi jaringan otot
jantung. Kardiomiopati infiltrative merupakan kelainan baik yang diturunkan
maupun yang didapat dan merupakan kelainan sistemik. Kardiomiopati infiltrative
merujuk pada kelompok kelainan otot jantung yaitu amyloidosis, sarkoidosis dan
hemokromatosis

Penyakit kardiomiopati infiltratif memiliki berbagai macam faktor risiko.


Sarkoidosis tidak jarang dijumpai pada pasien dengan gagal jantung namun sering
kali terjadi kesalahan diagnosis. Hal ini menjadi tantangan bagi para tenaga
kesehatan untuk menangani dan mencegah progresivitas terutama bagi tenaga
kesehatan primer sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan.

Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit kardiomiopati infiltratif terus


berkembang seiring makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan penelitian di
bidang kedokteran, sehingga penulis merasa perlu untuk menyusun buku mengenai
penyakit kardiomiopati infiltratif terutama sarkoidosis yang mengikuti
perkembangan terkini. Buku ini disusun guna memberikan pengetahuan yang
komperhensif mengenai sarkoidosis, baik dalam perkembangan terminologi,
patofisiologi, pendekatan penegakan diagnosis, tatalaksana secara paripurna,
hingga pencegahan progresivitas, dengan harapan angka kematian dan perawatan
di rumah sakit akibat penyakit kardiomiopati infiltratif pada pasien gagal jantung
dapat semakin menurun.

Semoga buku ini bermanfaat bagi para tenaga medis, terutama bagi tenaga
kesehatan primer. Segala kritik dan saran kami terima untuk kesempurnaan buku
ini.

iv
v
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN....................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................

DAFTAR TABEL........................................................................................................

DAFTAR DIAGRAM................................................................................................

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................

PENDAHULUAN........................................................................................................

PENYAKIT KARDIOMIOPATI INFILTRATIF........................................................

PATOMEKANISME SARKOIDOSIS........................................................................

DIAGNOSIS SARKOID JANTUNG.........................................................................

TATALAKSANA SARKOID JANTUNG.................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab kardiomiopati restriktif
…………………………………..8
Tabel 3.1 Keterlibatan organ pada sarkoidosis ……………………...
………..10
Tabel 4.1 Perbandingan kriteria diagnosa sarkoid jantung berdasarkan JMHW
dan HRS…........................................................................................................28
Tabel 4.2 Rekomendasi diagnosis kriteria sarkoid jantung berdasarkan
konsensus ahli.............................................................................................…..28
Tabel 4.3 Panduan diagnosis sarkoid jantung ……....………………………..29
Tabel 4.4 Panduan diagnosis sarkoid jantung berdasarkan HRS ………….…
29
Tabel 4.5 Panduan revisi oleh Japanese Society of Sarcoidosis and Other
Granulomatous Disorders ..........................…………………………….
….....30
Table 4.6 keuntungan dan kerugian modalitas pencitraan dalam penegakkan
diagnosa sarkoid jantung ….……………………………………………..
…...34
Table 4.7 Rekomendasi skrining pasien dengan sarkoid jantung ……...….
….35
Tabel 4.8 Rekomendasi skrining pasien dengan sarkoid jantung .……………
35
Tabel 5.1 Tatalaksana sarkoid jantung
……………………………………….39
Tabel 5.2 Tatalaksana Sarkoid jantung berdasarkan rekomendasi ACC, AHA,
dan HRS ……...................................................................................................40
Tabel 5.3 Tatalaksan alat dan terapi operasi pada sarkoid jantung berdasarkan
rekome.ndasi ACC, AHA dan HRS …………………………............
……….40
Tabel 5.4 Rekomendasi ICD pada sarkoid jantung
…………...........................42

vii
Tabel 5.5 Rekomendasi waktu pemasangan ICD pada sarkoid jantung ...….…
42
Tabel 5.6 Rekomendasi consensus ahli untuk tatalaksana abnormalitas
konduksi pada sarkoid jantung ..............................
……………………………………...44
Tabel 5.7 Rekomendasi consensus ahli tatalaksana aritmia atrium pada sarkoid
jantung
………………………………………………......................................46
Tabel 5.8 Rekomendasi consensus ahli tatalaksana aritmia ventrikel pada
sarkoid jantung ……………………………………………………………….46
Tabel 5.9 . Ringkasan Rekomendasi Tatalaksana Sarkoid Jantung ……......…
47

DAFTAR DIAGRAM
Diagram 3.1 Ilustrasi pathogenesis penyakit sarcoid jantung...………...........14
Diagram 4.1 Penemuan sarcoidosis pada jantung…...……………………….22
Diagram 4.2 Algoritme diagnose sarkoid jantung …………………………...24

viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Hipotesa imunopatogenesis dari sarcoid
……...............................14
Gambar 3.2 Gambaran histologi sarcoid pada jaringan ………………………
15
Gambat 3.3 Gambaran histologi granuloma pada miokard
…………………...15
Gambar 3.4 Patofisiologi penyakit kardiomiopati restriktif…………….……
19

Gambar 3.5 Manifestasi Klinis Sarkoidosis Jantung ………….......…….……


19

Gambar 4.1 Ekokardiografi sarkoidosis dengan aneurisma apikal…………..21


Gambar 4.2 Ekokardiografi sarcoidosis jantung …………………......….…..22
Gambar 4.3 Perbedaan fungsi diastolic pada kardiomiopati restriktif
……......23
Gambar 4.4 Gambaran histopatologi miokardium pasien sarkoid jantung..…25
Gambar 4.5 Gambaran tipikal MRI pada pasien sarkoid jantung……......
…...26
Gambar 4.6 Gambaran tipikal FDG-PET pada pasien sarkoid
jantung….........27
Gambar 4.7 Gambaran ekokardiografi dan GLS sarcoid pada jantung ….
…...31
Gambar 4.8 FDG-PET pasien dengan sarkoid jantung dan diluar jantung
…..33
Gambar 4.9 Algortima skrining pasien sarkoid jantung yang memiliki blok
atrioventricular derajat lebih dari II pada usia dibawah 60 tahun ...................36
Gambar 5.1 Panduan penggunaan ICD pada tatalaksana sarkoid …….......…43

x
PENDAHULUAN
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang merupakan
akibat dari kelainan genetic, injuria tau luka pada otot jantung dan infitrasi
jaringan otot jantung.1 Penyakit kardiomiopati infiltrative merupakan bagian
dari kardiomiopati restriktif. Restriktif kariomiopati dikarakteristikkan adanya
penebalan dan kekakuan dari dinding ventrikel jantung. Kardiomiopati
infiltrative merujuk pada kelompok kelainan otot jantung yaitu amyloidosis,
sarcoidosis dan hemokromatosis dengan adanya deposisi abnormal dalam
selular dan ruang interselular sehingga mengakibatkan terdapat gangguan
pada fungsi diastolic ventrikel dan sistolik. Kardiomiopati infiltrative
merupakan kelainan baik yang diturunkan maupun yang didapat dan
merupakan kelainan sistemik.2

Secara epidemiologi pasien dengan kardiomiopati infiltrative sangat


jarang ditemukan sehingga sering terjadi underdiagnose dalam mendiagnosa
kelainan tersebut sedangkan jika diagnosis dapat ditegakkan pada saat awal
maka dapat mengakibatkan prognosis yang lebih baik. Sebagai tambahan,
prevalensi penyakit tersebut tidak terdata secara lengkap, namun kelainan
tersebut dapat menyebabkan kematian akibat gangguan konduksi atau aritmia
yang ditimbukan. Studi yang dilakukan di US dan UK mengatakan bahwa
kejadian cardiac sarcoidosis tercatat sebantak 19,5 sampai 28% pada pasien
yang terdiagnosa sarcoidosis dan kejadian paling tinggi terdapat di jepang
dengan angka kejadian sebanyak 50-78%.1

Faktor risiko yang terdapat pada penyakit kardiomiopati infiltrative


yaitu usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan komorbid seperti kencing
manis, tekanan darah tinggi, penyakit gagal ginjal kronis dan obesitas.
Manifestasi yang dapat ditimbulkan pada penyakit kardiomiopati infiltrative
yaitu blok total pada konduksi atrioventricular, gagal jantung kongesti,
hipertensi pulmonal, aritmia ventricular dan aneurisma ventrikel pada

1
sarcoidosis dan penebalan dari dinding ventrikel kiri pada amyloid. Pada
penyakit amyloid sendiri diklasifikasikan atas beberapa kelompok namun
yang memberikan gambaran fatal yaitu tipe amyloid transthyretin (ATTR)
yang berprogresif dengan cepat pada otot jantung.2

Patomekanisme pada penyakit kardiomiopati infiltrative tidak


sepenuhnya dipahami namun tiap-tiap klasifikasi pada masing-masing
penyakit tersebut memberikan gambaran yang berbeda. Prognosis yang
bervariasi pada kardiomiopati infiltrasi berbeda-beda tergantung
penyebabnya. Paling sering pada kasus amyloid yang menyebabkan
percepatan pada mortalitas. 5

Penyakit sarkoid jantung merupakan penyakit yang tidak jarang


ditemukan pada pasien dengan gagal jantung namun sering tidak terdiagnosa.
Sarkoid jantung merupakan penyakit penyumbang gangguan irama jantung
dikarenakan dapat mengakibat blok atrioventricular, takikardi ventrikel dan
fibrilasi ventrikel terkait adanya jaringan parut pada otot jantung. Prognosis
akan menjadi buruk dikarenakan meningkatnya risiko kematian jantung
mendadak. Robert et al melaporkan terdapat 30-60% kematian diakibatkan
blok atrioventricular. Oleh karena itu menjadi sangat penting dalam
mendiagnosa sarkoid jantung atau penyakit kardiomiopati infiltrative pada
pasien dengan gagal jantung.14

2
3
PENYAKIT KARDIOMIOPATI INFILTRATIF

Kardiomiopati infiltratif merupakan bagian dari kardiomiopati


restriktif. Pada klasifikasi pada penyakit kardiomipati infiltrative dibagi atas
beberapa yaitu amyloidosis, sarcoidosis, penyakit gaucher’s, penyakit hurlers
dan infiltrasi lemak (fatty infiltration). Penyebab paling sering yang
ditemukan yaitu kelainan amyloid. Manifestasi klinis pada penyakit ini yaitu
adanya intoleren pada aktivitas akibat kegagalan meningkatkan cardiac output
selama meningkatnya denyut jantung karena terganggunya pengisian darah
pada ventrikel jantung. Gejala lain yaitu kelemahan, sesak nafas, dan bengkak.
Nyeri dada saat aktivitas fisik dapat terjadi namun tidak pada semua pasien.

Pada penyakit yang lebih advans atau lanjut dapat ditemukan edema
atau pembengkakan pada organ tubuh yang sangat jelas terlihat yaitu edema
pada ekstremitas bawah, pembesaran hati, asites dan anasarca. Pemeriksaan
fisik yang daoat ditemukan yaitu adanya peningkatan vena jugular disertai
dengan kussmaul sign, S3 dan S4 gallops dan cenderung untuk mengalami
fibrilasi atrium.

Tabel 2.1. Penyebab kardiomiopati restriktif2

4
Berbagai cara dapat dilakukan dalam menegakkan kelainan tersebut
yaitu menggunakan MRI untuk membedakan kardiomiopati restriktif maupun
konstriktif. Elektrokardiografi untuk menentukan penebalan pada dinding
jantung maupun aritmia yang ditimbulkan. Ekokardiografi dalam menentukan
terdapatnya gangguan fungsi diastolic maupun sistolik. Pemeriksaan
laboratorium lainnya yaitu BNP.

PATOMEKANISME SARKOIDOSIS
Sarkoidosis merupakan penyakit granulomatous di mana penyebabnya
tidak dapat dipastikan.2 Penelitian menunjukkan bahwa sarkoidosis
disebabkan oleh faktor respon imunologis terhadap antigen yang tidak
teridentifikasi pada individu yang rentan secara genetik. 24 Sarkoid melibatkan
banyak organ dan memiliki manifestasi klinis yang berbeda-beda pada tiap
organ.18 Penyakit tersebut utamanya mengenai system paru dan limfatik.
Kejadian sarcoidosis tiap tahunnya mencapai 5-40 kasus per 100.000 di US
dan eropa di mana orang dengan kulit hitam memiliki risiko 3 kali lipat
mengalami hal tersebut dan melibatkan jantung sebanyak 25-40%. Penyakit
sarkoid dapat mengenai semua usia namun paling banyak dibawah 50 tahun.2
Keterlibatan jantung ditemukan pada 7% pasien dan dapat terjadi dengan atau
tanpa keterlibatan organ lain. Di US, angka kematian sarcoidosis berkisar dari
1% sampai 8% hingga 50% dikaitkan dengan keterlibatan jantung dan 40%
dari pasien ini tidak terdeteksi sebelum kematian. 24 Bagian jantung yang
sedikit terkena dari miokard yaitu otot papilari, dinding atrium, dan ventrikel
kanan, namun dapat terjadi pada katup, perikard, system konduksi jantung dan
pembuluh koroner jantung.

5
Tabel 3.1. Keterlibatan organ apda sarkoidosis18

Mengingat sarkoidosis adalah penyakit inflamasi multisistem, gejala


sangat bergantung pada organ yang terlibat. Diantara 30% hingga 60%
individu yang menderita sarkoidosis umumnya tidak bergejala dan penyakit
ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala yang
terjadi cenderung tidak spesifik dan meliputi kelelahan, anoreksia, kekurangan
energi dan artralgia yang dapat menyerupai berbagai kondisi seperti
keganasan, gangguan autoimun atau infeksi kronis.1

Faktor genetic berperan mengakibatkan sarcoidosis “familial


clustering, monozygotic twins”. Human leucocyte antigen dan non-HLA
berperan dalam suseptibilitas sarcoidosis. Kromosom 5 pada suku ras kulit
hitam, dan kromosom 6 pada german familial. BTNL2 (butyrophilin-like 2),

6
annexin A11, RAB23 genes berkaitan dengan sarcoidosis. Sarcoidosis
berkaitan dengan angiotensin-converting enzyme memiliki hubungan terhadap
kejadian sarcoid pada suku kulit hitam dan finns.11

Meskipun beberapa penelitian telah menemukan peningkatan risiko


yang signifikan untuk sarkoidosis di antara saudara kandung, studi kembar
baru-baru ini memperkirakan heritabilitas sarkoidosis sebesar 66%, hanya
33% dari heritabilitas penyakit tercatat oleh varian genetik umum, dan 27%
tersisa setelah memperhitungkan asosiasi HLA yang diketahui.25

Sarkoidosis juga dihubungkan dengan faktor lingkungan seperti


paparan terhadap partikel inorganik, insektisida, dan lingkungan yang
berjamur.26 Agen lingkungan yang juga berperan meliputi logam seperti:
seperti aluminium, zirkonium, titanium, dan berilium; organic debu seperti
serbuk sari pohon pinus dan serbuk kayu; dan anorganik debu seperti tanah
liat, bedak, serat kaca, dan silicon.24 Studi okupasional telah menemukan
bahwa resiko sarkoidosis meningkat pada pada pekerja besi dan pemadam
kebarakan. Nanopartikel atau metal dan asap kimia yang berasal dari
pekerjaan atau kontaminan dari lingkungan lain dapat berperan penting
sebagai pemicu sarcoidosis.26 Paparan lingkungan diduga memainkan peran
dalam patogenesis sarkoidosis dengan secara langsung memicu peradangan
granulomatosa dan secara tidak langsung menginduksi perubahan epigenetik
dan imunologi yang mengubah risiko sarcoidosis.24

Pembentukan sarkoid dapat terjadi dalam konteks infeksi dan non-


infeksi, tergantung pada latar belakang genetic penderita. Dalam konteks
eberapa pathogen sudah diinvestigasi dan diimplikasikan sebagai etiologi dari
sarcoidosis, terutama Mycobacterium, walaupun agen mikroba lain juga
dicurigai memiliki peran.27 Paparan terhadap mikroorganisme tertentu
mengekspresikan hsps mikroba atau pathogen-associated molecular patterns
(PAMPs), yang dikenali oleh sel imun melalui pattern recognition receptors

7
(PRR), dapat menghasilkan pelepasan peningkatan dan pengeluaran persisten
dari HSPs manusia dan hsp mikroba. Mengingat tingginya homologi hsp
mycobacterium, khususnya hsp mycobacterium tuberculosis (mTB-hsp) dan
HSP dapat menyebabkan respon imun berlebih yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sarkoidosis.26 Satu organisme lain yang umum, bertanggung
jawab untuk jerawat di banyak populasi yaitu propionibacterium, telah
dianggap terlibat dalam patogenesis sarkoidosis. Organisme ini dianggap
mengaktifkan sistem kekebalan untuk menciptakan lingkungan bagi
perkembangan sarkoidosis.26

Di sisi lain, penyebab non-infeksi dari sarcoidosis, paparan terus-


menerus terhadap sekumpulan faktor-faktor yang merusak seperti asap logam
yang difagosit, pigmen-pigmen dan bahan kimia lainnya dapat mengakibatkan
pelepasan damange-associated molecular patterns (DAMPs), juga dikenal
sebagai pola molekul terkait bahaya dimana biomolekul penderita mampu
memulai dan melangsungkan respon inflamasi noninfeksius.26

Komponen patogenik utama dari sarkoidosis adalah berkembangnya


granuloma nonkaseosa yang dapat timbul di berbagai organ. Bukti saat ini
menunjukkan bahwa kombinasi predisposisi genetik dan kondisi lingkungan
memainkan peran sentral dalam reaksi imun yang mengarah pada
perkembangan sarcoidosis. Granuloma berasal dari respon imun berlebih yang
bertujuan untuk mengontrol atau menghilangkan antigen. Antigen yang
dimaksud meliputi berbagai mikroorganisme atau produknya, partikel
anorganik, partikel logam atau kontaminan lingkungan yang tidak diketahui
dan karena dominasi keterlibatan paru-paru, antigen diyakini masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan dalam bentuk udara atau partikel mikro.25

Berkembangnya sarcoidosis melibatkan 3 kejadian yaitu tereksposur


terhadap antigen, imunitas selular yang didapat langsung melawan antigen
melalui antigen presenting cell dan antigen spesifik T limfosit, keterlibatan sel

8
imun dalam promote respon inflamasi yang tidak spesifik. 1
Infiltrasi
granulomatosa mengakibatkan kelainan dari fungsi organ normal. Perubahan
pada profil sitokin dari respon T helper tipe 2 pada stadium lebih lanjut
mengakibatkan terdapat skar pada jaringan.sarkoid melibatkan multisystem,
limfadenopati hilus bilateral, infiltrasi paru, uveitis atau lesi pada kulit.
Jantung, hati, limpa, system saraf, sumsum tulang, ginjal, tulang, sendi otot
dan organ lain juga terlibat.11

Respon sel T helper 1 (Th1) yang berlebihan terhadap antigen yang


tidak diketahui diperkirakan mendorong peradangan granulomatosa
nonnekrotikans. Makrofag dan sel penyaji antigen bawaan lainnya dari pasien
sarkoid dianggap hiperresponsif terhadap antigen. Reseptor pengenalan pola
seperti reseptor seperti tol dipicu oleh antigen untuk menghasilkan respons
Th1 yang ditingkatkan, ditandai dengan peningkatan faktor nekrosis tumor-α
(TNF-α), interferon-γ, dan interleukin 2, dan presentasi antigen ke efektor sel
T pada molekul MHC kelas I dan kelas II. Peristiwa ini menyebabkan
agregasi makrofag dan masuknya sel CD4+ Th1. Respon Th1 yang berlebihan
dapat dikaitkan dengan variasi molekul HLA kelas I dan kelas II. Secara
khusus, penelitian genetik telah menunjukkan bahwa variasi pada gen HLA-
DRB1 dapat memberikan risiko atau perlindungan terhadap sarkoidosis.24

Sel T dalam darah dan BAL pasien dengan sarkoidosis mengalami


gangguan induksi faktor nuklir-kB dan ekspresi sitokin. Disfungsi sel T ini
berhubungan dengan ekspresi yang lebih tinggi dari kematian sel terprogram 1
protein, a reseptor coinhibitory, yang berkorelasi dengan aktivitas klinis
penyakit. Temuan serupa telah terlihat pada sel T CD4+ antigen spesifik dari
darah dan BAL subjek dengan penyakit berilium kronis. Temuan-temuan ini
menandakan peningkatan regulasi coinhibitory reseptor pada sel T CD4+,
kemungkinan dari paparan antigen yang persisten.24

9
Granuloma melibatkan presenting dari CD4+ T cells yang berinteraksi
dengan sel antigen presenting untuk menginsiasi pembentukan dan
mempertahankan granuloma. Granuloma sarkoid tersusun atas makrofag dan
derivatifnya, sel epiteloid, Giant cells dan sel T. Granuloma dapat tetap ada,
sembuh atau mengakibatkan fibrosis. Granuloma memproduksi angiotensin-
converting enzyme (ACE) dimana pada 60% pasien dengan sarkoid
mengalami hal tersebut. Granuloma dapat melibatkan banyak organ pada lebih
dari 90% pasien, manifestasi klinis pasien yaitu terdapat pembesaran kelenjar
getah bening intratorak, keterlibatan paru-paru, kulit dan pada mata. Gejala
umumnya berupa lemah badan, keringat pad amalam hari dan penurunan berat
badan. Fibrosis paru dapat terjadi pada 20-25% pasien dengan sarkoid,
Lofgren’s syndrome yaitu suatu kondisi varian akut dari sarkoid yang terjadi
pada 9-34% pasien dan terdiri dari peradangan pada sendi (artritis, erythema
nodosum, dan bilateral hilar adenopathy) . Granuloma pada jantung dapat
ditemukan sebanyak 25% dari penemuan autopsy pasien namun sarkoid
jantung ditemukan hanya 5% pada smeua pasien.2

Sarcoid pada jantung melibatkan ketiga otot jantung yaitu


myocardium, endocardium dan pericardium. Stadium sarcoidosis ditandai
dengan 3 kejadian utama yaitu edema, pembentukan dari granuloma dan
fibrosis yang nantinya membentuk skar. Namun Roberts meneliti bahwa
keterlibatan sarcoid utamanya pada dinding ventrikel kiri dan aspek basal dari
interventricular. 2

Hal tersebut mengakibatkan dinding miokard menebal dan terjadi


kegagalan fungsi diastolic pada fase awal dari penyakit tersebut. Manifestasi
yang terjadi yaitu dilatasi ventrikel, hypokinesia global dan segmental dan
terjadi kelainan fungsi sistolik, aneurima namun lokasinya tidak tipikal,
kardiomiopati dilatasi, gangguan system konduksi, aritmia, regurgitasi katup,
efusi perikard dan walaupun jarang dapat mengakibatkan sindrom koroner
akut disebabkan oleh vasculitis koroner.

10
Diagram 3.1. Ilustrasi patogensis penyakit sarcoid jantung.1

Gambar 3.1. Hipotesa imunopatogenesis dari sarcoid1

11
Gambar 3.2. Gambaran
Histologi sarcoid pada jaringan8

Gambar 3.3 Gambaran histologi granuloma pada miokard9

12
Secara histologi lesi sarcoid terlihat dalam bentuk granuloma oval atau
bundar yang berbatas tegas yang tersusun secara radial pada sel-sel epiteloid
dengan pale-staining nuclei. Sel epiteloid yang merupakan modifikasi dari sel
makrofag. Limfosit dapat ditemukan dalam tuberkel tetapi biasanya terlihat
pada perifer. Tidak terdapat caseation, nekrosis fibrinoid dapat terlihat.
Nekrosis fibrinoid dapat dibedakan dengan caseation dengan adanya pola
retikulin pada pewarnaan silver. 8

Sel raksasa langhans yang tersebar dengan banyak inti yang tersusun
secara linier menuju pinggiran sel berbentuk setengah lingkaran, juga
merupakan karakteristik granuloma sarkoid. Sel raksasa tipe benda asing,
dengan inti yang berada dan tumpang tindih, dapat ditemukan pada granuloma
di sarkoidosis tahap awal. Inklusi intraseluler seperti badan Schaumann dan
badan asteroid dapat diidentifikasi tetapi tidak spesifik untuk sarkoidosis.
Badan Schaumann adalah laminasi konsentris dari kalsifikasi protein yang
ditemukan di dalam sitoplasma sel raksasa hingga 88% dari kasus sarkoid.
Badan asteroid lebih jarang diidentifikasi dalam sel raksasa sarkoid dan
terdiri dari lengan berserabut yang dikelilingi oleh area pembersihan
sitoplasma. Secara ultrastruktural, lengan filamen badan asteroid diselimuti
oleh membran mielinoid yang berhubungan dengan kalsium. Sel CD4 + sering
tampak di dalam dan dapat membentuk pinggiran yang mengelilingi
granuloma. Meskipun secara klasik terjadi tanpa nekrosis sentral, nekrosis
fibrinoid dapat terjadi dalam 20% kasus. Dalam kasus penting untuk
menyingkirkan etiologi infeksi.24

Penampilan mikroskopis granuloma sarkoid dapat bervariasi


tergantung pada stadium penyakit. Granuloma awal umumnya terasosiasi
dengan makrofag dengan dominasi limfosit. Perkembangan penyakit dikaitkan
dengan granuloma yang lebih rapat dan limfosit yang sedikit. Perkembangan
lebih lanjut dari penyakit kronis dapat menyebabkan pembungkusan
granuloma dalam jaringan fibrosa dan pergantian granuloma dengan fibrosis

13
padat. Dengan perkembangan klinis menjadi gagal jantung stadium akhir,
terdapat fibrosis yang berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit. Jumlah
fibrosis juga berbanding terbalik dengan jumlah granuloma yang ada di
jantung asli. Studi otopsi kematian mendadak pada sarkoidosis jantung tidak
terdiagnosis juga telah menunjukkan adanya fibrosis padat dengan agregat
limfositik pada mayoritas kasus.24

Natural history dari granuloma sarcoid yaitu granuloma tidak dapat


sembuh spontan atau setelah terapi yang cukup, granuloma akan berubah
menjadi jaringan yang avaskular atau tidak teraliri darah, aselular dan jaringan
konektif. Granuloma yang tetap ada dalam jangka waktu panjang lebih dari
setahun atau lebih dari dua tahun menunjukkan hialinisasi yang lengkap dan
fibrosis akibat dari jaringan yang terluka.8

Mekanisme yang meregulasi perkembangan fibrosis dimediasi oleh


makrofag dari alveolar yang memproduksi sejumlah mediator berupa factor
makrofag atau alveolar macrophage-derived fibroblast growth factor yang
mengaktivasi fibroblast, fibronectin, factor VII dan interleukin. Prostaglandin,
neutrofil ikut berperan serta dalam memodulasi pertumbuhan fibroblast. 8

Sarkoidosis jantung adalah kondisi yang jarang namun berpotensi fatal


yang dapat hadir dengan berbagai manifestasi klinis. Manifestasinya
bervariasi dari granuloma miokardium yang tidak bergejala, yang dapat
menyebabkan kematian mendadak, hingga gangguan konduksi simtomatik,
aritmia ventrikel, dan gagal jantung progresif.(1) Pada pasien sarkoid jantung
yang datang sebagai ARVC (arrhytmogenic right ventricular
cardiomyopathy), penyakit ditandai dengan hilangnya protein desmosomal
dengan penggantian lemak berserat dari dinding ventrikel dan pelebaran
ventrikel, penelitian telah menunjukkan penurunan plakoglobin (γ-catenin),
protein desmosomal, di disk interkalasi jantung.24

14
Faktor risiko spesifik untuk sarkoidosis jantung juga tidak
terkarakterisasi dengan baik. Ada beberapa studi genetik pada populasi
Jepang, mengingat mereka mencatat tingkat yang lebih tinggi untuk
sarkoidosis jantung. Peningkatan frekuensi reseptor seperti tol 3 rs3775291
alel T, yang diperkirakan condong ke arah inflamasi Th1, ditemukan pada
pasien di Jepang dengan sarkoidosis jantung. Polimorfisme di TNFA, yang
mengkode TNF-α, juga telah dikaitkan dengan sarkoidosis jantung.24

Sarkoid pada jantung memiliki 3 sekuele utama yaitu abnormalitas


dari konduksi, aritmia ventrikel dan gagal jantung.19 Jantung yang terlibat
yaitu ventrikel kiri atau kanan, septum interventricular (dinding diantara
ventrikel), otot papiler, pericardium, system konduksi jantung, dan yang
paling jarang adalah atrium kanan dan kiri.10 Kelainan pada jantung terjadi
sekunder setelah terdapat kelainan pada paru-paru yang berupa fibrosis paru
dan mengakibatkan kelainan juga pada gagal jantung kanan. Manifestasi klinis
diakibatkan infiltrasi pada system konduksi dan miokard. Gejala klinisnya
yaitu gagal jantung, pingsan, berdebar, sesak nafas, lemah badan, nyeri
dada.2,11 Paling banyak yang ditemukan yaitu kematian jantung mendadak
akibatkan aritmia malignan.7,11

Peradangan akibat granuloma dan luka yang menyebabkan jaringan


parut pada otot jantung mengakibatkan disfungsi fungsi ventrikel sistolik kiri
dan diastolic dan dapat melibatkan dua ventrikel jantung termasuk ventrikel
kanan. Gambaran pasien dengan sarkoid seperti pasien dengan Giant Cell
Myocarditis yang dikarakteristikkan sebagai gagal jantung akut, aritmia
ventrikel dan penyakit konduksi yang terdiagnosa dengan biopsy endomiokard
dan diterapi dengan imunosupresi, mechanical support dan transplantasi
jantung. Pasien dengan sarkoid jantung dapat dibedakan dengan kardiomiopati
dilatasi karena lebih banyak mengenai wanita dan blok atrioventricular,
hipertrofi ventrikel kiri dan keterlibatan dinding ventrikel kiri.17

15
Aritmia pada sarkoid jantung merupakan akibat dari peradangan pada
miokard yang mengakibatkan terjadinya triggered activity dan
macroreentrant pada area granuloma. Peradangan yang masih berlangsung
berperan dalam monomorphic VT karena reentri baik dengan percepatan atau
perlambatan dari reentri.19
Peradangan perikardial dan epicardial biasanya merupakan
perpanjangan langsung dari keterlibatan miokard dan dapat berhubungan
dengan efusi perikardial eksudatif. Katup jantung dan arteri koroner biasanya
tidak terlibat. Jaringan parut yang sangat terlihat terkait dengan penyakit
kronis subepikardial dan bisa berupa transmural. Jaringan parut dalam sering
ditemukan pada Individu dengan penyakit kronis yang membutuhkan
transplantasi jantung dan pada pasien yang meninggal dari kematian jantung
mendadak akibat sarkoidosis jantung.24
Sarkoid melibatkan paru dapat mengakibatkan hipertensi paru tipe IV
berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 2008. Sarkoid pada paru berkaitan
dengan kerusakan dari kapiler paru oleh proses fibrotic dan vasokonstriksi
pada area paru yang mengalami hipoksemia. Pembentukan granuloma paru
pada pasien dengan sarkoid dilaporkan sebanyak 69-100% pasien. Non-
caesating granulomas dan fibrosis membedakan PH menjadi kelompok I PAH
yang melibatkan pembuluh paru. Remodeling dari parenkim paru akibat dari
vessel tortuosity, turbulensi aliran dan mekanisme shear stress berperan pada
progresi PH. Fibrosis pada sirkulasi arteri paru mempengaruhikapasitansi
pembuluh darah dan kekakuan pembuluh darah.16

Pasien dengan sarkoidosis sistemik juga memiliki risiko tinggi


terhadap penyakit kardiovaskular, termasuk gagal jantung kongestif, penyakit
arteri koroner, dan atrial fibrilasi. Khususnya pada pasien sarcoidosis dengan
penyakit paru stadium akhir, fibrosis paru luas yang mengarah ke hipertensi
pulmonal dapat menyebabkan kegagalan sisi kanan jantung (cor pulmonale).

16
Selain itu, dikatakan bahwa peradangan sistemik kronis akibat sarkoidosis
dapat memicu aterosklerosis dini dan penyakit arteri koroner.24

Gambar 3.4. Patofisiologi penyakit kardiomiopati restriktif

Gambar 3.5. Manifestasi Klinis Sarkoidosis Jantung28

17
DIAGNOSIS SARKOID JANTUNG
Mendiagnosis sarkoid jantung terkadang sulit dikarenakan gambaran
EKG dan ekokardiografi yang tidak spesifik. Bahkan, terkadang sarkoid
jantung salah didiagnosis sebagai kardiomiopati terdilasi atau aneurisma
ventrikuler idiopatik, dimana biopsi endomiokard dibutuhkan. Saat ini, MRI
dan emisi positron F-fluorodeoxyglucose telah menjadi salah satu alat non-
invasif untuk mendiagosis sarkoid jantung, namun hasilnya masih belum
cukup memuaskan.15

Saat sudah mengenai organ jantung, sarkoidosis umumnya


menyebabkan penyakit nodus atrioventrikuler (AV), aritmia, dan
kardiomiopati yang menyebabkan gagal jantung. Penyakit nodus AV adalah
mode umum dari presentasi di antara pasien dengan CS. Dalam penelitian 110
pasien Finlandia dengan sarkoid jantung yang dikonfirmasi secara histologis,
48 (45%) datang dengan penyakit nodus AV, 35 (32%) di antaranya memiliki
blok AV derajat tiga yang membutuhkan implantasi alat pacu jantung
permanen. manifestasi klinis awal, tidak ada prediktor yang diketahui untuk
perkembangan penyakit nodus AV; namun, LGE di regio anteroseptal basal
pada CMR dapat menandakan peningkatan risiko penyakit nodus AV.20

Aritmia atrium juga umum terjadi pada pasien sarkoid jantung.


Hipotesis mengenai mekanisme aritmia atrium termasuk aktivitas yang dipicu
dari peradangan aktif hingga masuk kembali secara sekunder ke pembentukan
bekas luka. Dalam sebuah penelitian terhadap 100 pasien dengan sarkoid
jantung, aritmia supraventrikular terdeteksi pada 32% berdasarkan EKG rawat
jalan dan pemantauan perangkat elektronik implan kardiovaskular, dengan
aritmia atrium yang paling umum adalah AF pada 18% dari semua pasien
yang diteliti.21

18
Selain penyakit nodus AV dan aritmia, pasien dengan sarkoid jantung
berada pada peningkatan risiko takikardia ventrikel (VT) dan kematian
jantung mendadak (SCD).22 Penelitian sebelumnya mengamati bahwa, di
antara 18 pasien dengan penyakit nodus AV dan akhirnya didiagnosis dengan
sarkoid jantung, penyakit nodus VA kembali berkembang selama rata-rata
tindak lanjut selama 48 bulan. Pasien dengan blok jantung derajat dua CS dan
Mobitz II atau blok jantung lengkap berkemungkinan mengembangkan VT
atau SCD selama rata-rata tindak lanjut 2,8 tahun.23

Pemeriksaan fisik menunjukkan murmur sistolik karena regurgitasi


katup mitral, tricuspid. Elektrokardiografi memperlihatkan abnormalitas pada
T wave, blok pada AV, dan terbentuknya Q wave akibat terbentuknya fibrosis
pada dinding jantung. Ekokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan,
pembentukan aneurisma ventrikel kiri, gangguan fungsi ventrikel kiri baik
global maupun regional, dilatasi seluruh ruang jantung akibat infiltrasi otot
papilari.15

Peran ekokardiografi pada penyakit sarcoid yaitu untuk evaluasi dari


penebalan dinding septal yang abnormal awalnya tebal kemudian mengalami
penipisan. Kelainan fungsi sistolik ventrikel kiri jantung, kelainan gerak pada
dinding jantung pada bagian yang bukan merupakan distribusi koroner.
Aneurisma ventrikel merupakan lokasi yang atipikal, kelainan fungsi dari
ventrikel kanan, abnormalitas katup, dan efusi perikard dapat terlihat.7

Karakteristik ekokardiografi pada sarcoid yaitu penipisan dinding


septum basal interventricular. Aneurisma ventrikel umumnya ada pada
dinding basal inferior. Abnormalitas gerak pada jantung umumnya terjadi
pada segmen anterior dan ventrikel kiri apical. Tanda awal terdapat kelainan
sarcoid yaitu rendahnya velositas mitral annular dari dinding septal. Kelainan
katup disebabkan oleh akumulasi/deposit granuloma pada katup atau sekunder
terhadap disfungsi ventrikel atau hipertensi pulmonal. Regurgitasi katup

19
mitral atau tricuspid merupakan abnormalitas yang umumnya ditemukan pada
TEE.7

Gambar 4.1.

Ekokardiografi sarkoidosis dengan aneurisma apikal

20
Gambar 4.2. Ekokardiografi sarcoidosis jantung7

Diagram 4.1. Penemuan sarcoidosis pada jantung7

21
Fungsi diastolic pada orang normal tidak bergantung diantara ventrikel
kanan dan ventrikel kiri selama bernafas baik inspirasi maupun respirasi
karena pericardium mentrasnmisikan tekanan intratoraks ke intraperikardium
dan ruang intrakardiak. Selama inspirasi tidak terdapat penurunan pada
tekanan intratoraks yang akan ditransmisikan ke ruang intrakardiak yang
parallel dengan berkurangnya tekanan kapiler paru dan tekanan diastole
ventrikel sehingga gradien diastolik transmitral dan trans-trikuspid tidak
berubah (<20%), peningkatan venous return atau darah yang balik ke ruang
jantung dan sedikit peningkatan pada ukuran ventrikel kanan. 2

Gambar 4.3. Perbedaan fungsi diastolic pada kardiomiopati restriktif 2

22
Diagram 4.2. Algoritme diagnosa Sarkoid6

Pemeriksaan histopatologi miokardium yang terkena sarkoidosis


menunjukkan gambaran granuloma non-kaseosa, sel raksasa berinti banyak
dan badan asteroid (Gambar 1). Eosinofil dan nekrosis miosit jarang terjadi
dan dapat membantu membedakan sarkoid jantung dari penyebab peradangan
lainnya, seperti giant cell myocarditis. Dalam beberapa presentasi
kardiomiopati tertentu, biopsi endomiokardial diindikasikan untuk diagnosis,
tetapi peran biopsi terbatas pada sarkoid jantung karena sensitivitas yang
rendah, yang mungkin disebabkan oleh sifat penyakit yang tidak merata.
Dalam kasus di mana biopsi dilakukan, bimbingan dengan elektroanatomi
pemetaan tegangan dapat meningkatkan hasil diagnostik. Pada pasien dengan

23
diagnosis klinis sarkoid jantung, biopsi endomiokardial positif diketahui
sebagai indikator prognostik yang buruk.

Gambar 4.4. Gambaran histopatologi miokardium pasien sarkoid


jantung20

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu alat


diagnosis non-invasif yang bisa mendeteksi subklinis dari sarkoid jantung.
Gambaran T2-weighted memungkinkan untuk mendeteksi adanya inflamasi
akut dan late gadolinium enhancement (LGE) memungkinkan deteksi
gambaran dari fibrosis atau jaringan parut. Studi saat ini melaporkan bahwa
gambaran MRI dapat menunjukan hasil terapi kortikosteroid dan juga
memberikan prognosis untuk sarkoid jantung.

24
Gambar 4.5. Gambaran tipikal MRI pada pasien sarkoid jantung
Adanya penipisan dari septal basalis, yang tipikal pada sarkoid jantung (ditunjuk oleh
panah).

18
F-Fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET)
adalah analog glukosa yang dilaporkan menjadi alat yang berguna untuk
mendeteksi adanya lesi aktif inflamasi. FDG-PET ditemukan lebih sensitif
dari (67Ga)-scintigraphy, thallium-201 or technicium-99m single photon
emission CT. FDG-PET juga dapat memprediksi prognosis dari sarkoid
jantung. Pada gambar 4.5. dari atas, masing-masing gambar adalah FDG-PET
yang memindai gambar dari anterior ke inferior, septal ke lateral, dan apex ke
dasar. Pemindaian menunjukkan septum basal dan serapan FDG lateral (pola
heterogen) di daerah sugestif dari peradangan miokard. 15 Penyerapan FDG
abnormal juga penting untuk prognosis dan dikaitkan dengan peningkatan
angka kematian, terutama bila terletak di ventrikel kanan. Akhirnya,
pencitraan PET serial berguna dalam memantau aktivitas penyakit dan
respons terhadap terapi imunosupresif.20

25
Gambar 4.6. Gambaran tipikal FDG-PET pada pasien sarkoid jantung

Kriteria diagnosis pada sarkoid yang digunakan pada umumnya adalah


Japanese Ministry of Health and Welfare (JMHW) dan Heart Rhythm Society
(HRS) konsensus. JMHW dikeluarkan pada tahun 1999 dan di update pada
tahun 2006. Kriteria JMHW meliputi adanya noncaesating granuloma pada
EMB dan biopsi positif pada extrakardiak atau diagnosis klinis berdasarkan
kriteria mayor dan minor. LGE pada CMR dan adanya defek perfusi pada
pemeriksaan nuklir yang tidak sesuai atau tepat pada FGD-PET sebagai
kriteria diagnosis. JMHW tidak menjelaskan bagaimana mereka memutuskan
standar pencitraan yang termasuk minor atau major kriteria. Panduan ini tidak
secara jelas tervalidasi menurut standar referensi. Sama dengan JMHW, HRS
tahun 2014 menyatakan menyediakan alur secara histologi menggunakan
jaringan miokard dan alur diganosa klinis untuk mendiagnosa sarkoid jantung.

26
Alur klinis HRS memiliki kriteria blok jantung yang advans, takikardi
ventrikel, skan jantung menggunakan gallium-67 dan berkurangnya fungsi
ejeksi fraksi ventrikel kiri, pencitraan FDG-PET dan kardiomiopati atau blok
jantung kriteria yang responsif terhadap terapi kortikosteroid.11

Tabel 4.1 Perbandingan kriteria diagnosa sarkoid jantung berdasarkan


JMHW dan HRS11

27
Tabel 4.2 Rekomendasi diagnosis kriteria sarkoid jantung berdasarkan
konsensus ahli15

28
Table 4.3. Panduan diagnosis sarkoid jantung15

29
Tabel 4.4. Panduan diagnosis sarkoid jantung berdasarkan HRS14

Table 4.5. Panduan revisi oleh Japanese Society of Sarcoidosis and Other
Granulomatous Disorders9
Abnormalitas elektrokardiografi pasien dengan sarcoid terlihat pada
gangguan konduksi atau repolarisasi abnormal. Pada clinically silent disease
CS keabnormalan EKG berada pada < 10%. Paling umum yang ditemukan
adalah total AV blok dan blok cabang bundle kanan (RBBB). Blok AV dapat
terjadi pada pasien dibawah usia 60 tahun. VT merupakan gambaran aritmia
yang paling umum terjadi, namun aritmia supraventricular, PVC frekuen, dan
fibrilasi ventrikel terjadi sebelum diagnose ditegakkan. Blok atrioventricular
merupakan akibat dari keterlibatan dari septum intraventricular basal karena
granuloma sarkoid atau jaringan parut.14 Holter 24 jam pada pasien pada
pasien dengan kecurigaan sarcoid untuk mendokumentasikan abnormalitas

30
system konduksi termasuk blok AV derajat tinggi, aritmia supraventricular,
PVC berlebihan dan NSVT. 3

Ekokardiografi berperan dalam menilai fungsi diastolic dan sistolik


ventrikel kanan dan kiri dan memperkirakan tekanan arteri pulmonal.
Ekokardiografi memiliki sensitiftas yang rendah dalam mendeteksi sarcoid
jantung awal. Pencitraan dengan speckle tracking menujukkan penilaian
diagnosis awal yang baik untuk mendiagnosa sarcoid jantung. Abnormalitas
pada ventrikel kiri yaitu berkurangnya fungsi ventrikel kiri mewakili
gambaran awal dari keterlibatan miokard pada pasien dengan sarcoid jantung.
Abnormalitas akhir dengan kecurigaan kea rah sarcoid jantung yaitu adanya
basilar septal wall thinning, aneurysm, regional wall motion abnormalities
pada yang bukan distribusi aliran koroner. Gambaran tidak spesifik pada
diagnose sarcoid jantung yaitu penebalan pada dinding miokard dan dilatasi
ruang ventrikel kiri. Dilatasi ventrikel kanan dan berkurangnya fungsi sistolik
bisa terjadi namun terjadi sekunder karena hipertensi paru akibat sarcoid paru,
terjadi juga anuerisma pada ventrikel kanan.4,5

Biomarker dalam mendiagnosa dan menindaklanjuti perjalanan


penyakit sarcoid yaitu dapat dilakukan dengan beberapa parameter, tetapi
tidak ada satupun yang telah tervalidasi. Serum angiotensin-converting
enzyme, lysozyme, high-sensitivity troponin, dan BNP seringnya meningkat
namun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Biomarker lain yang
diteliti yaitu serum AA, micro-RNAs, TGF-beta, TNF-Alfa, dan protein yang
terkait, Vitamin D metabolism, Lipid metabolism, dan metabolomics. 11

31
Gambar 4.7. Gambaran ekokardiografi dan GLS sarkoid pada jantung11

Evaluasi atau penilaian diagnosis pada pasien dengan sarcoid jantung


dapat dilakukan dengan angiografi koroner, studi elektrofisologi, biopsy
endomiokard. Angiografi koroner dilakukan untuk mengeksklusi adanya
keterlibatan penyakit jantung koroner Ketika pemeriksaan non-invasive
menyatakan terdapat Gerakan abnormal dari dinding jantung. Sarcoidosis
jarang sekali mengakibatkan vasculitis granuloma pada arteri koroner. Studi
elektrofisiologi untuk menstratifikasi kematian jantung mendadak sehingga
dipertimbangkan pemasangan ICD pada pasien. Biopsy endomiokard
merupakan standar baku emas dalam mendeteksi noncaseating granulomas.
Sensitifitas biopsy dalam mendeteksi granuloma pada sarcoid jantung yaitu <

32
20%. Ketika hasil biopsy negative pada ekstrakardiak atau sarkoid jantung
yang terisolasi maka disarankan untuk dilakukan CMR pada jantung atau
electroanatomic mapping versus PET-image-guided biopsy
direkomendasikan. Teknik tersebut meningkatkan angka EMB diagnostic
sampai 50%. 11
Infeksi menyebabkan pembentukan granuloma seharusnya di eksklusi
dengan menggunakan pewarnaan khusus dan kultur dari specimen biopsy
untuk mengeksklusi mikroorganisme. Diagnosis diferensial dari kardiomiopati
sarcoid yaitu penyakit granuloma-forming seperti tuberculosis, berylliosis,
pine polen inhalation dan penyakit granuloma lainnya. Pasien dengan sarkoid
jantung yang terisolasi maka dibutuhkan pendekatan khusus yaitu dengan
FDG-PET dan CMR untuk pendekatan mendeteksi inflamasi dan skar atau
fibrosis. FDG-PET juga dapat mendeteksi sarkoid ekstrakardiak yang
terisolasi.11
Pemeriksaan dengan pencitraan gallium-67 dipertimbangkan menjadi
kriteria mayor untuk mendiagnosa sarkoid jantung menurut paduan JMHW
namun memiliki sensitifitas yang rendah dibandingkan dengan pencitraan
lainnya. Defek perfusi terlihat pada pencitraan menggunakan single-photon
emission computed tomography yang merupakan kriteria minor JMHW.
Defek perfusi membaik dengan stress namun fenomena ini tidak spesifik
untuk sarkoid jantung.11
PET-scan menggambarkan sarkoid jantung melalui 2 skan yang
berbeda yaitu untuk menilai perfusi jantung saat istirahat dan wilayah yang
fibrosis atau skar. Rubidium atau N-ammonia dan skan lainnya untuk
menggambarkan peradangan menggunakan FDG. Pada stadium pertama
terdapat peningkatan area fokal dari penangkapan FDG dan defek perfusi saat
istirahat, pada stadium lanjut terjadi defek perdusi saat istirahat pada saat tidak
terdapat penangkapan pada FDG yang mengindikasikan adanya skar tanpa
inflamasi. FDG-PET serial berperan dalam menilai respon terapi pada pasien

33
dengan sarkoid jantung, perubahan gejala, abnormalitas konduksi jantung,
aritmia dan fungsi ejeksi fraksi kiri.11
Standar baku emas untuk menilai ukuran dari ventrikel kiri dan
ventrikel kanan dan fraksi ejeksi digunakan dengan CMR. Hasil CMR
menunjukkan penipisan dinding, aneurisma, dan gerak abnormalitas dari
dinding jantung yang bukan merupakan wilayah distribusi non koroner.
Identifikasi sarkoid jantung menggunakan CMR berdasarkan identifikasi area
dari LGE melihat distribusi subepicardial atau transmural. Selama stadium
inflamasi CMR menunjukkan abnormalitas dinding regional jantung dan
peningkatan ketebalan dinding jantung. Pada stadium lanjut menunjukkan
penebalan dinding atau aneurisma dan peningkatan sinyal pada pencitraan
LGE yang memperkirakan suatu fibrosis dan skar.11

Gambar 4.8. FDG-PET pasien dengan sarkoid jantung dan di luar


jantung11

34
Table 4.6. keuntungan dan kerugian modalitas pencitraan dalam
penegakkan diagnosa sarkoid jantung.13

Skrining pasien dengan sarkoid berdasarkan HRS yaitu rekomendasi


kelas I yaitu menanyakan pasien mengenai pingsan yang tidak dapat
dijelaskan, presinkop dan berdebar yang signifikan dan melakukan
elektrokardiografi pada pasien. Rekomendasi kelas II yaitu melakukan
ekokardiografi dan CMR atau FDG-PET. Pasien yang tidak memiliki gejala
dan tidak ada abnormalitas pada elektrokardiografi atau ekokardiografi
seharusnya tidak dilakukan CMR atau FDG-PET (rekomendasi kelas III).11

35
Tabel 4.7. Rekomendasi skrining pasien dengan sarkoid jantung19

Tabel 4.8. Rekomendasi skrining pasien dengan sarkoid jantung19

36
Gambar 4.9. Algoritma skrining pasien sarkoid jantung yang
memiliki blok atrioventricular derajat lebih dari II pada usia dibawah 60
tahun19

Tatalaksana pasien dengan gagal jantung yaitu berdasarkan GDMT


terapi untuk gagal jantung, termasuk ACE-inhibitors atau ARBs, diuretic dan
inhibitor aldosterone harus diinisiasi pada pasien dengan ejeksi ventrikel kiri
yang berkurang. Digoxin harus dihindari pada fase awal atau akut karena
dapat mengakibatkan risiko blok pada jantung dan aritmia pada inflamasi atau

37
peradangan aktif. Terapi antiaritmia dengan menggunakan amiodarone namun
penggunaan jangka panjang harus dihindari karena mengakibatkan toksik
pada paru. Paduan tatalaksana HRS baru-baru ini menyarankan dilakukannya
ablasi kateter jika terjadi aritmia ventrikel yang refrakter terhadap
imunosupresif dan terapi antiaritmia. Ablasi kateter berulang dikatakan
berguna pada pasien jika terjadi aritmia ventrikel yang berulang.11
Tidak ada pengobatan khusus untuk sarkoid jantung, walaupun
kortikosteroid dianggap sebagai pengobatan pada pasien namun data untuk
mendukung hal tersebut tidak cukup kuat untuk menilai keefektifitasan
terapinya. Tidak ada panduan tatalaksana yang benar-benar jelas mengenai
terapi pada sarkoid. Steroid sparing agents sering digunakan untuk kasus yang
refrakter atau Ketika pasien mengalami efek samping terhadap steroid.
Antimetabolit seperti methotrexate, azathriopine, leflunomide,
myocophenalate mofetil, dan siklofosfamid digunakan sebagai agen lini
kedua. Beberapa pusat studi seperti klinik mayo menggunakan steroid sparing
agent dan melanjutkan terapi sampai minimal 6-12 bulan setelah prednisone
dihentikan. 11
Agen biologi seperti TNF alpha inhibitor dapat digunakan pada
penyakit yang refrakter.17

38
TATALAKSANA SARKOID JANTUNG

Terdapat 5 pilihan metode tatalaksana yang dapat dilakukan pada


pasien sarkoid jantung, yaitu:17
1. Obat Imunosuppresif: yang merupakan pengobatan utama dari sarkoid
jantung. obat yang diberikan merupakan obat golongan kortikosteroid.
2. Obat Jantung: Pengobatan dengan terapi medis yang berpaku pada
pedoman gagal jantung, seperti beta-blocker dan obat blokade sistem
renin-angiotensin dengan inhibitor enzim pengubah angiotensin,
penghambat reseptor angiotensin, atau kombinasi inhibitor neprilysin-
angiotensin reseptor (sacubitril/valsartan), biasanya dimulai pada
pengaturan fungsi sistolik LV yang berkurang.
3. Terapi Perangkat: terapi menggunakan perangkat seperti alat pacu
jantung permanen dan/atau Implantable Cardiac Defibrillator (ICD).
terapi ini penting sekali dilakukan pada pasien sarkoid jantung dengan
adanya gejala aritmia jantung.
4. Ablasi Kateter: metode ini hanya direkomendasikan pada kasus
ventricular arrythmia (VA) refrakter terhadap obat aritmia dan
imunosupresi.
5. Terapi Gagal Jantung Tingkat Lanjut: Terapi gagal jantung tingkat
lanjut, seperti dukungan sirkulasi mekanis atau transplantasi jantung,
dapat diberikan pada pasien yang mengalami gagal jantung refrakter
atau VA, yang merupakan penyebab utama kematian dalam kelompok
penyakit ini.
Tatalaksana awal pada sarkoid jantung menggunakan kortikosteroid
menjadi penting karena menentukan prognosis pada pasien dengan sarkoid
jantung. Dosis harian 60-80 mg kortikosteroid dan ditapering 10 mg biasanya
digunakan, namun studi dari jepang mengatakan efek dari dosis tinggi awal >
40 mg tidak berbeda dari dosis rendah < 30 mg, sehingga pengaturan dosisi

39
untuk tiap pasien dengan sarkoid jantung harus dilakukan. Studi oleh The
Cardiac Sarcoidosis Multi-Center Randomized Controlled Trial (CHASM
CS–RCT) membahas mengenai evaluasi dosis rendah prednisone dikombinasi
dengan methotrexate.17 Blok atrioventriukular membaik setelah diberikan
steroid namun tidak dengan VT/VF. Salah satu laporan mengatakan bahwa
kombinasi prednisolone dosis rendah 5-15 mg/ hari dengan methotrexate 6
mg/minggu dapat menstabilisasi fungsi jantung pada sarkoid ajntung, namun
data untuk obat imunosupresif lain masih kurang.15

Terapi menggunakan kortikosteroid merupakan standar dari


pengobatan sarkoid jantung. Untuk menghindari efek samping dari
penggunaan kortikosteroid yang bersifat kronik tersebut. Dapat diberikan
beberapa obat steroid-sparing agents lain, seperti methotrexate atau
adalimumab yang merupakan antibodi monoklonan terhadap tumor necrosis
factor-alpha, yang merupakan mediator penting pada peradangan
granulomatosa.17,29 menurut penelitian Rosenthal, et. al. dijelaskan bahwa pada
pasien sarkoid jantung, regimen steroid-sparing agents seperti
methotrexate/adalimumab efektif untuk menekan peradangan miokardium
pada sarkoid jantung.29

40
Tabel 5.1. Tatalaksana sarkoid jantung13

Sebagian besar individu dengan sarkoidosis paru atau jantung tidak


menunjukkan gejala. Maka, ketika pasien datang dengan tidak menunjukkan
gejala apapun (asimptomatis), dokter harus mempertimbangkan apakah
tatalaksana medikamentosa (seperti pengobatan steroid jangka panjang atau
imunosupresif) dapat lebih berbahaya daripada penyakit itu sendiri. Sehingga,
tatalaksana lini pertamanya ialah melakukan observasi, dan berfokus lebih
ketika terdapat tanda fungsi organ terganggu. Segera mulai pengobatan
medikamentosa.13

41
6t

Table 5.2. Tatalaksana Sarkoid jantung berdasarkan rekomendasi


ACC, AHA, dan HRS. 14

42
Table 5.3. Tatalaksan alat dan terapi operasi pada sarkoid jantung
berdasarkan rekomendasi ACC, AHA dan HRS14
Implantable cardiac defibrillators (ICDs) merupakan suatu perangkat
yang dapat digunakan pada pasien sarkoid jantung, dimana berfungsi untuk
mencegah kematian jantung mendadak. Penggunaan ICD ini pertama kali
direkomendasikan oleh Heart Rhythm Society (HRS). Kemudian rekomendasi
penggunaan ICD pada sarkoid jantung ini juga direkomendasikan dalam
panduan internasional seperti 2017 American Heart Association
(AHA)/American College of Cardiology (ACC)/Heart Rhythm Society (HRS)
pada panduannya yang berjudul "Management of Patients with Ventricular
Arrhythmias and the Prevention of Sudden Cardiac Death". Hal ini karena
penyakit sarkoid jantung berhubungan dengan beberapa komplikasi yang
dapat meningkatkan resiko kematian jantung mendadak, seperti aritmia
ventrikular.30
Bersamaan dengan terapi levofloxacin, ethambutol, azithromycin dan
rifampin (CLEAR) dilaporkan efektif falam menangani sarkoid kutan dan
paru. Efikasi CLEAR pada pasien tidak dilaporkan. Terapi device pada pasien
dengan av blok derajat tinggi dapat menggunakan implantasi pacemaker.
Implantasi ICD diindikasikan pada pasien dengan aritmia ventrikel yang
spontan termasuk kematian jantung mendadak, fungsi ejeksi fraksi ventrikel
kiri dibawah sama dengan 35% sedangkan penggunaan obat-obatan sudah
optimal direkomendasikan sebagai kelas I. Antiartimia yang
direkomendasikan menggunakan amiodarone dan sotalol untuk tatalaksana
Takikardia ventrikel.19 Rekomendasi kelas II pada pasien dengan gejala
pingsan atau hampir pingsan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya dan
aritmia ventrikel yang menetap. Pada akhirnya pemasangan ICD
dipertimbangkan pada pasien dengan fungsi ejeksi fraksi ventrikel kiri 36%
sampai 49% dan atau fungsi ejeksi fraksi ventrikel kanan diabwah 40%

43
sedangkan terapi dengan obat-obatan sudah optimal digunakan dan periode
imunosupresi jika terdapat peradangan atau inflamasi.11

Tabel 5.4. Rekomendasi ICD pada sarkoid jantung19


Menurut rekomendasi konsesus pada tabel 5.4, Implantasi ICD tidak
direkomendasikan (kelas III) pada pasien dengan tidak adanya riwayat hilang
kesadaran/pingsan (syncope), ejeksi LVEF/RV normal, hasil negatif pada
studi EF, dan tidak adanya indikasi pemasangan alat pacu permanen.
Kontraindikasi dilakukannya pemasangan ICD lainnya adalah aritmia
ventrikular yang terus-menerus dan gagal jantung kelas 4.30 Waktu
pemasangan ICD yang disarankan adalah setelah dilakukannya prosedur
ablasi, apabila juga terdapat indikasi untuk dilakukan ablasi seperti pada
pasien kelas IIa.19

44
Tabel 5.5. Rekomendasi waktu pemasangan ICD pada sarkoid
jantung19

Gambar 5.1. Panduan penggunaan ICD pada tatalaksana


sarkoid19

Ablasi kateter, khususnya ablasi frekuensi radio telah merevolusi


pengobatan untuk takiaritmia. Prosedur ini telah berkembang pesat selama
bertahun-tahun dan telah terbukti menjadi terapi lini pertama untuk banyak

45
takikardia di sebagian besar pasien yang memiliki gejala berulang sehingga
membatasi produktivitas mereka dan menghambat gaya hidup mereka.
Prosedur ini memiliki beberapa komplikasi serius seperti kematian, stenosis
vena pulmonal, perforasi esofagus, stroke, cedera saraf frenikus, dan
komplikasi akses vaskular.31 Tatalaksana aritmia menggunakan ablasi kateter
dipertimbangkan setelah implantasi ICD atau gagal menggunakan terapi
dengan obat antiartimia. Mekanisme terjadinya VT tidak diketahui secara
pasti namun studi oleh Naruse et al mengatakan bahwa pengambulan Ga pada
miokard pada saat awal berhubungan secara signifikan terhadap kekambuhan
takikardi ventrikel, mengindikasikan mekanisme hubungan jaringan parut
dengan mekanisme re-entrant. Namun, studi tersebut menyatakan bahwa tipe
lain yaitu Purkinje related focal VT (no-reentrant type) dapat terjadi pada
beberapa pasien. Sirkuit pada intramural free wall atau pada septum tidak bisa
dicapai dengan ablasi kateter dan proksimal dari his bundle dapat
mengakibatkan blok AV. Studi lebih lanjut dibutuhkan terkait keefektifitasan
dari kateter ablasi.14

Penggunaan obat jantung bergantung pada gangguan atau gejala


patologis apa yang ada pada jantung akibat dari penyakit sarkoid tersebut.
Sarkoid jantung dapat menyebabkan adanya abnormalitas konduksi, aritmia
atrial, dan aritmia ventrikular. Aritmia atrial dan ventrikular pada pasien
sarkoid jantung merupakan hasil dari proses peradangan dan pembentukan
jejas luka. oleh karena itu, untuk menghilangkan proses peradangannya makan
dapat diberikan obat imunosupresif dan untuk mengobati jejas luka yang
terbentuk dapat dilakukan ablasi atau pemberian obat antiaritmik.30,32

46
Table 5.6. Rekomendasi consensus ahli untuk tatalaksana abnormalitas
konduksi pada sarkoid jantung19

Pada pasien dengan abnormalitas konduksi dapat diperbaiki hanya


dengan pemberian kortikosteroid (obat imunosupresif) tanpa adanya
pemberian obat jantung atau obat antiaritmik, hal ini karena kortikosteroid
sendiri sudah dapat memperbaiki dari konduksi AV. Menurut rekomendasi
konsensus yang ada pada tabel 5.6, dijelaskan bahwa pemasangan perangkat
juga dapat diberikan (rekomendasi: kelas IIa) pada pasien dengan indikasi
pemsangan alat pacu walay konduksi AV dapat kembali pulih sementara.19

Tabel 5.7. Rekomendasi consensus ahli tatalaksana aritmia atrium


pada sarkoid jantung19

Pada pasien dengan aritmia atrial selain dapat diberikan obat


imunosuppresif, obat antikoagulan juga dapat diberikan (rekomendasi: kelas
I), khususnya pada pasien yang berisiko tinggi. Resiko ini dapat dilihat dari
skor CHADS2 atau CHA2-DS2-VASc.19

47
Tabel 5.8. Rekomendasi consensus ahli tatalaksana aritmia ventrikel
pada sarkoid jantung19

Pada pasien dengan aritmia ventrikular, dapat diberikan obat


imunosuppresif, obat antiaritmik seperti amiodarone dan sotalol, dan kateter
ablasi. Pada pasien sarkoid jantung dengan resiko kematian jantung mendadak
diperlukan studi elektrofisiologikal lebih lanjut.19

Tabel 5.8. Algoritma Tatalaksana Aritmia Ventrikular pada Pasien Sarkoid Jantung32

Kematian mendadak VT akibat jaringan parut granulomatosa


aritmogenik merupakan risiko pada pasien dengan sarkoidosis jantung.
Namun demikian, ada banyak pasien dengan bukti jantung bahwa VT tidak
mungkin terjadi dengan bekas luka kecil. 19 Angka keselamatan pasien dengan
sarkoid jantung dengan adanya gagal jantung berdasarkan studi retrospektif
oleh Finnish cohort 53% memiliki 10 tahun angka harapan hidup pada pasien
dengan transplantasi jantung. Pada analisis multicenter oleh Fussner et al

48
terdapat 47 pasien (52%) dengan gambaran primer mengalami kardiomiopati.
Kardiomiopati memiliki angka keselamatan hidup lebih rendah dengan
menggunakan LVAD, transplantasi jantung atau kematian. Keterlibatan
ventrikel kanan merupakan prediksi angka keselamatan hidup yang lebih
jelek.17 Pasien transplantasi jantung dengan sarkoidosis jantung memiliki
luaran jangka panjang yang bagus, dimana tidak adanya kekambuhan
sarkoidosis ketika mereka didampingi dengan penggunaan kortikosteroid
dosis rendah. Perkembangan sarkoid ekstrakardiak jarang terjadi, mungkin
terjadi pada kasus imunosupresi. Transplantasi jantung adalah metode
pengobatan yang layak untuk pasien dengan sarkoidosis jantung.33

49
Tabel 5.9. Ringkasan Rekomendasi Tatalaksana Sarkoid Jantung34

50
(cont'd) Tabel 5.9. Ringkasan Rekomendasi Tatalaksana Sarkoid Jantung34

51
DAFTAR PUSTAKA
1. Albakri Aref. Infiltrative cardiomyopathy: A review of literature on
clinical status and meta-analysis of diagnostic and clinical management
methods. St-Marien hospital Bonn Venusberg, Department of internal
medicine, Bonn, Germany. Review Article. Volume 3(2): 1-13. doi:
10.15761/CMI.1000160.
2. Nihoyannopoulos Petros, Dawson David. Restrictive Cardiomyopathies.
European Journal of Echocardiography (2009) 10, iii23–iii33.
doi:10.1093/ejechocard/jep156.
3. Yamamoto Hiroyuki, Yokochi Tomoki. Transthyretin cardiac
amyloidosis: an update on diagnosis and treatment. ESC Heart Failure
2019; 6: 1128 – 1139. DOI: 10.1002/ehf2.12518.
4. Seward B james, Casaclang-verzosa Grace. Infiltrative Cardiovascular
Diseases. Cardiomyopathies That Look Alike. Journal of the American
College of cardiology. 2010. Vol 55, No 17, 2010. Doi:
10.1016/j.jacc.2009.12.040.
5. Hare M. Joshua. The Restrictive and Infiltrative cardiomyopathies and
Arrhythmogenic Right Ventricular Dysplasia/Cardiomyopathy. A
companion to Braunwald’s Heart Disease. 3rd edition. P 318-329.
6. Falk H. Rodney, Hershberger E. Ray. The Dilated, Restrictive, and
Infiltrative Cardiomyopathies. A companion to Braunwald’s Heart
Disease. 11th ed. P 1580-1599.
7. Gillam D Linda, Aldaia Lillian, Koulogiannis. A Companion to
Braundwald’s Heart Disease. Essential Echocardiography. Other Systemic
Diseases and the Heart. Sarcoidosis.. Elsevier. P 416- 417.
8. Gundy Van karl, Sharma P Om. Pathogenesis of Sarcoidosis. West J Med
1987 Aug; 147:168-174). From the Department of Medicine, Pulmonary
Disease Section, Sarcoidosis Clinic, Los Angeles County-University of
Southern California Medical Center, Los Angeles.

52
9. Rigolin H Vera. American Society of Echocardiography. Northwestern
University.
10. Williams L, Agarwal S., tweed K., Thillai M., Wickremasinghe M.
Sarcoidosis and The Heart. The heart can be affected by sarcoidosis in two
ways. Firstly, sarcoidosis can occur in the heart muscle itself (cardiac
sarcoidosis). Secondly, the heart may be indirectly affected as a result of
sarcoidosis in the lungs (pulmonary hypertension). Both conditions can
have serious consequences.
11. Muchtar Eli, Blauwet A. Lori, Gertz A. Mori. Restrictive
Cardiomyopathy. Genetics, Pathogenesis, Clinical manifestations,
Diagnosis, and Therapy. (Circ Res. 2017;121:819-837. DOI:
10.1161/CIRCRESAHA.117.310982). DOI:
10.1161/CIRCRESAHA.117.310982.
12. Stevenson Warner Lynne, Loscalzo. Cardiomyopathy and Myocarditis.
Harrison’s Cardiovascular Medicine. 2nd ed. Chapter 21.
13. Dubrey Simon, Sharma Rakesh, et al. Sarcoidosis of the cardio-pulmonary
system. Royal college of Physician. 2016. Clinical Medicine 2016 Vol 16,
No 1: 34–41
14. Hulten Edward, Aslam Saira, Osborn Michael, et al. Cardiac Sarcoidosis-
State of the art review. Aug 27, 2015. Accepted for publication Nov 20,
2015. doi: 10.3978/j.issn.2223-3652.2015.12.13.
15. Kusano F Kengo, Satomi Kazuhiro. Diagnosis and Treatment of Cardiac
Sarcoidosis. Heart 2015;0:1–7. doi:10.1136/heartjnl-2015-307877.
16. Shlobin A. Oksana, Nathan D Steven. Management of end-stage
sarcoidosis: pulmonary hypertension and lung transplantation. SERIES
‘‘SARCOIDOSIS FROM BENCH TO BEDSIDE’’Edited by V. Cottin
and J. Mu¨ller-QuernheimNumber 1 in this Series. Eur Respir J 2012; 39:
1520–1533. DOI: 10.1183/09031936.00175511.

53
17. Gilotra Nisha, Okada David, et al. Management of Cardiac Sarcoidosis in
2020. Arrhythmia and Electrophysiology Review. Vol. 9. Radcliffe
Cardiology. https://doi.org/10.15420/aer.2020.09.
18. Soto-Gomez Natalia, Peters I Jay, Nambiar M. Anoop. Diagnosis and
Management of Sarcoidosis. University of Texas Health Science Center,
San Antonio, Texas. Am Fam Physician. 2016;93(10):840-848.
19. Birnie H. David. Sauer H. William. Et al. HRS Expert Consensus
Statement on the Diagnosis and Management of Arrhythmias Associated
With Cardiac Sarcoidosis. Http://dx.doi.org/10.1016/j.hrthm.2014.03.043
20. Okada, D. R., Xie, E., Assis, F., Smith, J., Derakhshan, A., Gowani, Z.
Chrispin, J. (2019). Regional Abnormalities on Cardiac Magnetic
Resonance Imaging and Arrhythmic Events in Patients with Cardiac
Sarcoidosis. Journal of Cardiovascular Electrophysiology
21. Viles-Gonzalez, J. F., Pastori, L., Fischer, A., Wisnivesky, J. P., Goldman,
M. G., & Mehta, D. (2013). Supraventricular Arrhythmias in Patients With
Cardiac Sarcoidosis. Chest, 143(4), 1085–1090. doi:10.1378/chest.11-
3214
22. Okada, D. R., Smith, J., Derakhshan, A., Gowani, Z., Misra, S., Berger, R.
D. Chrispin, J. (2018). Ventricular Arrhythmias in Cardiac Sarcoidosis.
Circulation, 138(12), 1253–1264. doi:10.1161/circulationaha.118.034687
23. Nordenswan, H.-K., Lehtonen, J., Ekström, K., Kandolin, R., Simonen, P.,
Mäyränpää, M. Kupari, M. (2018). Outcome of Cardiac Sarcoidosis
Presenting With High-Grade Atrioventricular Block. Circulation:
Arrhythmia and Electrophysiology, 11(8). doi:10.1161/circep.117.006145
24. Serei VD, Fyfe B. The Many Faces of Cardiac Sarcoidosis. Am J Clin
Pathol. 2020;153(3):294-302. doi:10.1093/ajcp/aqz169
25. Moller DR, Rybicki BA, Hamzeh NY, et al. Genetic, immunologic, and
environmental basis of sarcoidosis. Ann Am Thorac Soc.
2017;14(7):S429-S436. doi:10.1513/AnnalsATS.201707-565OT

54
26. Moller DR, Rybicki BA, Hamzeh NY, et al. Genetic, immunologic, and
environmental basis of sarcoidosis. Ann Am Thorac Soc.
2017;14(7):S429-S436. doi:10.1513/AnnalsATS.201707-565OT
27. Saidha S, Sotirchos ES, Eckstein C. Etiology of sarcoidosis: does infection
play a role? Yale J Biol Med. 2012;85(1):133-141.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22461752
28. Birnie DH, Nery PB, Ha AC, Beanlands RSB. Cardiac Sarcoidosis. J Am
Coll Cardiol. 2016;68(4):411-421. doi:10.1016/j.jacc.2016.03.605
29. Rosenthal DG, Parwani P, Murray TO, Petek BJ, Benn BS, De Marco T,
et al. Long‐Term Corticosteroid‐Sparing Immunosuppression for Cardiac
Sarcoidosis. J Am Heart Assoc [Internet]. 2019 Sep 17 [cited 2021 Jun
10];8(18). Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/JAHA.118.010952
30. Kazmirczak F, Chen K-HA, Adabag S, von Wald L, Roukoz H, Benditt
DG, et al. Assessment of the 2017 AHA/ACC/HRS Guideline
Recommendations for Implantable Cardioverter-Defibrillator Implantation
in Cardiac Sarcoidosis. Circ Arrhythm Electrophysiol [Internet]. 2019 Sep
[cited 2021 Jun 10];12(9). Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIRCEP.119.007488
31. Yousra Ghzally, Intisar Ahmed, Gregg Gerasimon. Catheter Ablation.
StatPearls Publ. 2021
32. Yada H, Soejima K. Management of Arrhythmias Associated with Cardiac
Sarcoidosis. Korean Circ J. 2019;49(2):119.
33. Perkel D, Czer LSC, Morrissey RP, Ruzza A, Rafiei M, Awad M, et al.
Heart Transplantation for End-Stage Heart Failure Due to Cardiac
Sarcoidosis. Transplant Proc. 2013 Jul 1;45(6):2384–6.
34. Okada DR, Smith J, Derakhshan A, Gowani Z, Misra S, Berger RD, et al.
Ventricular Arrhythmias in Cardiac Sarcoidosis. Circulation. 2018 Sep
18;138(12):1253–64.

55

Anda mungkin juga menyukai