Anda di halaman 1dari 54

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN SPRITUAL, PERILAKU

BELAJAR, DAN MINAT BELAJAR TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN


AKUNTANSI MANAJEMEN (STUDI PADA MAHASISWA JURUSAN
AKUNTANSI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU
SOSIAL UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU)

PROPOSAL

Oleh:

TANTI PRATIWI
NIM. 11870320242

JURUSAN AKUNTANSI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIFKASIM RIAU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan akuntansi khususnya pendidikan tinggi akuntansi yang

diselenggarakan di perguruan tinggi ditujukan untuk mendidik mahasiswa agar

dapat bekerja sebagai seorang Akuntan Profesional yang memiliki pengetahuan di

bidang akuntansi. Untuk dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas maka

perguruan tinggi harus terus meningkatkan kualitas pada sistem pendidikannya.

Sundem (1993) (dalam Nuraini, 2007) mengkhawatirkan akan ketidakjelasan pada

industri akuntansi yang dihasilkan oleh pendidikan tinggi akuntansi, hal ini

dikarenakan banyak perguruan tinggi tidak mampu membuat anak didiknya

menguasai dengan baik pengetahuan dan keterampilan hidup. Mahasiswa terbiasa

dengan pola belajar menghafal tetapi tidak memahami pelajaran tersebut,

sehingga mahasiswa akan cenderung mudah lupa dengan apa yang pernah

dipelajari atau kesulitan untuk memahami apa yang diajarkan selanjutnya.

Akuntansi bukanlah bidang studi yang hanya menggunakan angka-angka dan

menghitung penjumlahan atau pengurangan, akan tetapi akuntansi juga

merupakan bidang studi yang menggunakan penalaran yang membutuhkan logika.

Konsentrasi sangat dibutuhkan dan mempengaruhi hasil belajar yang

dicapai. Konsentrasi belajar merupakan suatu kefokusan diri pribadi mahasiswa

terhadap mata kuliah ataupun aktivitas belajar serta aktivitas perkuliahan. Faktor

dari permasalahan tersebut diantaranya pemahaman terhadap mata kuliah, tidak

memperhatikan pemaparan materi di kelas, sikap cuek dengan situasi kelas, dan

juga tidak memperhatikan tugas yang diberikan. Oleh karena itu, kecerdasan yang
dimiliki oleh mahasiswa sangat mempengaruhi bagaimana suatu materi yang

disajikan dapat dipahami dan diminati, terutama kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual (wismandari, 2012). Menurut

Gianjara dalam Zakiah, (2013) menyatakan bahwa ketiga bentuk kecerdasan di

atas sangat penting dan harus dikembangkan dalam kehidupan seseorang.

Hal ini disebabkan karena kecerdasan intelektual dibutuhkan untuk

mengatasi masalah- masalah yang kognitif, kecerdasan emosional diperlukan

untuk mengatasi masalah afektif, dan kecerdasan spiritual digunakan untuk

mengatasi masalah bermaknaan dalam menjalani kehidupan. Melalui tingkat

pemahaman akuntansi dapat diketahui seberapa cukupkah ilmu akuntansi yang

sudah dimiliki seorang akuntan agar bisa melaksanakan peran profesi akuntan di

dunia bisnis. Tingkat pemahaman akuntansi mahasiswa dinyatakan dengan

seberapa mengerti seorang mahasiswa terhadap apa yang sudah dipelajari dalam

konteks ini mengacu pada mata kuliah akuntansi.

Tanda seorang mahasiswa memahami akuntansi tidak hanya ditunjukkan

dari nilai-nilai yang didapatkannya dalam mata kuliah tetapi juga apabila

mahasiswa tersebut mengerti dan dapat adalah kurangnya manajemen waktu,

kondisi kesehatan, kurang minat terhadap mata kuliah, adanya masalah pribadi

atau masalah keluarga, dan cara penyampaian materi oleh dosen. Karena adanya

faktor penyebab tersebut, terdapat potensi dampak negatif untuk mahasiswa

sendiri (Wismandari, 2012). Dampak negative tersebut diantaranya adalah

kurangnya menguasai konsep - konsep yang terkait. Oleh karena itu, perguruan

tinggi yang menyediakan pendidikan akuntansi bertanggung jawab


mengembangkan keterampilan mahasiswanya untuk tidak hanya memiliki

kemampuan lain yang diperlukan untuk berkarir di lingkungan yang selalu

berubah dan ketat persaingannya.

Kecerdasan emosi merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh

seseorang dan sangat berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau

mengubah kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang

wajar untuk diatasi. Masih menurut Goleman (2007:105), biasanya pada orang-

orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung

memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung

menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan

kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan

emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ariantini (2017), Fanikmah

(2016), dan Khajehpour (2011) mendapatkan hasil bahwa kecerdasan emosional

berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi. Namun, hasil berbeda yang

ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Suryaningrum

(2003), Hakim (2010), Laksmi dan Sujana (2017) bahwa kecerdasan emosional

berpengaruh negatif terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

Zohar dan Marshall (2001) mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual

yaitu kecerdasan yang bertujuanuntuk menghadapi juga memecahkan persoalan

makna dan juga nilai, yaitu menempatkan perilaku dan juga hidup manusia

didalam konteks makna yang lebih luas dan karya, serta menilai bahwa tindakan

ataupun hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Khavari
(2000) mengemukakan kecerdasan spiritual sebagai dimensi nonmaterial atau jiwa

manusia. Kecerdasan spiritual juga diartikan sebagai permata yang belum diasah

dan manusia harus mengenali seperti adanya lalu menggosoknya sehingga

menjadi mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakan nya menuju kearifan,

dan nuga untuk mencapai kebahagiannya yang abadi. Kecerdasan spiritual

merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual

dan juga kecerdasan emosional memiliki keterkaitan satu sama lain, yaitu

kecerdasan spiritual mengatur emosi seseorang dalam menanggapi masalah yang

sedang dihadapinya (Ronnel, 2008).

Kecerdasan spiritual yang baik dapat dilihat dari ketuhanan, kepercayaan,

kepemimpinan pembelajaran, berorientasi masa depan, dan juga keteraturan. Oleh

sebab itu, mahasiswa yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi akan

memotivasi dirinya sendiri untuk untuk lebih giat lagi dalam belajar karena

mahasiswa yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi, mempunyai rasa

ingin tahu yang tinggi, sehingga mempunyai motivasi untuk selalu belajar dan

mempunyai kreativitas yang tinggi juga. Begitu juga sebaliknya, mahasiswa yang

mempunyai kecerdasan spiritual yang rendah akan kurang termotivasi didalam

belajar yang terjadi yaitu melakukan segala cara untuk mendapat nilai yang baik,

sehingga pemahaman di dalam akuntansi menjadi kurang.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sahara (2014), Juliastantri (2014),

Laksmi dan Sujana (2017), serta Clarken (2010), mendapatkan hasil dari

kecerdasan spiritual yang berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.

Selain itu, Junifar (2015) juga meneliti pengaruh kecerdasan spiritual dalam
tingkat pemahaman akuntansi mahasiswa S1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Indonesia angkatan 2011 dan mendapatkan hasil bahwa kecerdasan spiritual

berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi. Namun penelitian lain yang

telah dilakukan oleh Artana (2014) menemukan bahwa kecerdasan spiritual

berpengaruh negatif terhadap pemahaman akuntansi.

Selanjutnya perilaku belajar juga dapat mempengaruhi mahasiswa didalam

tingkat pemahaman akuntansi. Perilaku belajar mahasiswa terdiri dari kebiasaan

didalam mengikuti mata pelajaran, kebiasaan dalam membaca buku, mengunjungi

perpustakaan, serta kebiasaan didalam menghadapi ujian menjadi sangat penting

peranannya (Lunenburg, 2011). Menurut Smith (2001) belajar yang efisien dapat

diraih apabila menggunakan strategi yang sangat tepat, yakni adanya pengaturan

waktu yang baik didalam mengikuti perkuliahan, belajar di rumah, berkelompok

dan juga untuk mengikuti ujian. Semakin baik perilaku belajar seorang mahasiswa

maka akan semakin baik juga tingkat pemahaman akuntansinya (Mulyana dan

Kurniawan, 2019).

Penelitian yang telah dilakukan oleh (Filla, Aditya, 2013), (Rizal,

Ade ,2017) mendapatkan hasil dari prilaku belajar yang berpengaruh positif

terhadap pemahaman akuntansi. Namun penelitian lain yang telah dilakukan oleh

(Dheo, Meilya, 2016) menemukan bahwa prilaku belajar berpengaruh negatif

terhadap pemahaman akuntansi.

Minat belajar diartikan sebagai suatu situasi yang terjadi jika seseorang

melihat ciri-ciri serta makna sementara situasi yang dihubungkan dengan cita-cita

atau kebutuhannya sendiri (Sardiman, 2011). Oleh sebab itu, apa yang dapat
dilihat dari seseorang sudah tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh mana

yang dilihat itu memiliki hubungan dengan kepentingannya sendiri. Hal tersebut,

menjelaskan bahwa minat yaitu cenderung kepada jiwa seseorang (bisanya akan

disertai dengan perasaan senang), sebab merasa ada kepentingan dengan sesuatu

itu. Aktivitas belajar mahasiswa cenderung sebagian besar dipengaruhi oleh minat

belajar yang besar, oleh karena itu, seseorang akan melakukan segala sesuatu yang

akan mereka minati. Sebaliknya tanpa memiliki minat, seseorang tidak akan

melakukan sesuatu (Usman, Husaini, 2013).

Penelitian yang telah dilakukan oleh (Mayang, Luqman, 2013)

mendapatkan hasil dari minat belajar yang berpengaruh positif terhadap

pemahaman akuntansi. Namun penelitian lain yang telah dilakukan oleh (Dini,

ayu, 2020) menemukan bahwa minat belajar berpengaruh negatif terhadap

pemahaman akuntansi.

Kemampuan untuk memahami akuntansi adanya minat belajar merupakan

hal yang penting juga untuk dipertimbangkan. Seorang mahasiswa yang menaruh

minat besar terhadap mata kuliah akuntansi akan memusatkan perhatiannya lebih

banyak dari mahasiswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang

intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan mahasiswa tadi untuk belajar

lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Minat belajar yang

besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi sebaliknya minat belajar

kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah. Minat belajar mahasiswa erat

kaitannya dengan penggunaan waktu yang baik untuk belajar maupun kegiatan

lainnya. Minat belajar yang tinggi akan dapat terwujud apabila mahasiswa sadar
akan tanggung jawab mereka sebagai mahasiswa, sehingga mampu meningkatkan

motivasi dan disiplin diri agar mampu mencapai target yang diinginkan dalam

memahami suatu materi terlebih lagi akuntansi (Prenichawati,2011).

Mahasiswa yang bakat terhadap mata kuliah akuntansi akan mempelajari

akuntansi dengan tekun seperti rajin belajar, mereka merasa senang dalam

mengikuti perkuliahan akuntansi, serta dapat mendapatkan kesulitan–kesulitan

dalam menyelesaikan belajar soal-soal latihan karena adanya daya tarik yang

diperoleh dengan mempelajari akuntansi. Proses belajar akan berjalan lancar bila

disertai minat belajar yang tinggi. Oleh sebab itu, dosen perlu mengembangkan

minat mahasiswa supaya perkuliahan yang diberikan oleh dosen dapat diterima

dan mudah dipahami oleh mahasiswa.

Dari beragam hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya penulis akan

melakukan penelitian dengan objek penelitian pada Mahasiswa Jurusan Akuntasi

Manajemen ankatan 2019 karena terbutki dari adanya beberapa temua dari

penelitian sebelumnya yang berbeda di temukan fenomena bahwa kecerdasan

spiritual berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi, masih ada siswa

urangnya kecerdasan spiritual sehingga bisa mengakibatkan siswa kurang

termotivasi untuk belajar dan juga sulit untuk dapat berkonsentrasi sehingga hal

tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku belajarnya yang menjadikan

mahasiswa tersebut akan sulit untuk memahami dan mengerti suatu mata kuliah.

Dengan melihat uraian latar belakang masalah di atas, penulis merasa perlu untuk

melakukan penelitian pada mahasiswa mahasiswa Jurusan Akuntansi Manajemen

Angkatan Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial dengan rancangan penelitian


berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spritual, Perilaku

Belajar, Dan Minat Belajar Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi

Manajemen (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Manajemen

Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Sultan Syarif Kasim Riau).

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang

masalah penelitian ini, maka masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi ?

2. Apakah kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap tingkat pemahaman

akuntansi?

3. Apakah perilaku belajar berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi ?

4. Apakah minat belajar berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman

akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan masalah yang disebutkan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap

tingkat pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi ?

2. Untuk mengetahui kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap tingkat


pemahaman akuntansi?

3. Untuk mengetahui perilaku belajar berpengaruh signifikan terhadap

tingkat pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi ?

4. Untuk mengetahui minat belajar berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi ?

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan kkontribusi pada perusahaan

terhdap literature-literatur maupun penelitian dibidang akuntansi,

khususnya bidang akuntansi manajemen.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan

sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis maupun civitas academia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti memperluas pengetahuan penelitian mengenai

Kecerdasan emosional, perilaku belajar, kecerdasan spritual, dan minat

belajar terhadap tingkat pemahaman akuntansi manajemen. Selain itu

dapat mengasah kemampuan dan keterampilan berpikir dalam hal

penyelesaian masalah sehingga dapat bermanfaat di masa depan.

b. Bagi penelitian selanjutnya, penelitinan ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai wahana dan referensi dalam pemikiran dan penalaran untuk

merumuskan masalah yang baru dalam penelitian selanjutnya guna

memperluas pemehaman.
1.5 Sistematika Penelitian

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penelitian yang

dilakukan, maka disusunlah sistematika penulisan yang berisi tentang hal – hal

yang akan dibahas dalam setiap bab, sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan latar belakang

masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat

penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini penulis menguiraikan mengenai landasan teori,

kerangka pemikiran, penelitian terdahulu, dan hipotesis dari

masalah yang muncul.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini digunakan untuk menguraikan lokasi

penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,

populasi dan sampel, serta analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

1. Theory Of Reasoned Action (Teori Niat untuk Berperilaku)

Theory of Reasoned Action (Teori Niat untuk Berperilaku) dikembangkan

oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang menjelaskan bahwa perilaku dilakukan

karena individu mempunyai niat untuk melakukannya dan terkait pada kegiatan

yang dilakukan atas kemauan sendiri (volitional). Perilaku volitional didasarkan

asumsi, pertama, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal.

Kedua, manusia mempertimbangkan semua informasi. Ketiga, secara eksplisit

maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka. Teori niat

untuk berperilaku (Fishbein dan Ajzen, 1975) hanya mendasarkan dan

menyatakan niat berperilaku dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sikap berperilaku

dan norma subyektif. Sehingga masih terbuka luas untuk konstruksi

pengembangan perilaku khusus. Perilaku individu secara tidak langsung juga

dipengaruhi oleh variabel eksternal yang kemudian berinteraksi pula dengan

faktor-faktor lingkungan saat menentukan perilaku. Variabel eksternal tersebut

adalah demografi, karakteristik personalitas, keyakinan mengenai obyek, sikap

terhadap obyek, karakteristik tugas, dan situasional. Sehingga niat untuk

berperilaku seorang individu akan direspon ketika faktor-faktor dikeadaan

sekitarnya terefleksi untuk mengambil tindakan individu.

TRA dikembangkan untuk menguji hubungan antara sikap dan perilaku.

Ada dua konsep utama dalam TRA : “prinsip-prinsip kompatibilitas” dan konsep
“niat perilaku”. Prinsip-prinsip kompatibilitas menentukan bahwa untuk

memprediksi perilaku tertentu diarahkan ketarget tertentu dalam konteks tertentu

dan waktu, sikap tertentu yang sesuai dengan target tertentu, waktu dan konteks

harus dinilai. Konsep niat perilaku menyatakan bahwa motivasi individu untuk

terlibat dalam perilaku yang didefinisikan oleh sikap-sikap yang mempengaruhi

perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975). Niat perilaku menunjukkan berapa banyak

usaha seorang individu ingin berkomitmen untuk melakukan perilaku tersebut.

Komitmen yang lebih tinggi lebih berarti memungkinkan perilaku yang akan

dilakukan.

2. Teori Motivasi

Teori motivasi yang banyak dikemukakan oleh para ahli terbentuk dari

definisi motivasi yaitu “kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan

tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik

yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun

dari luar individu (motivasi ekstrinsik)”. Unsur intrinsik dan ekstrinsik yang

mendasari motivasi inilah, melahirkan teori-teori motivasi menurut para ahli

berikut ini :

1. Teori Motivasi Maslow (Teori Kebutuhan)

Abraham H. Maslow mengemukan pendapat bahwa manusia

mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan yaitu meliputi :

a. Kebutuhan fisiologika (physiological needs). Contohnya rasa lapar,

haus, dan istirahat.


b. Kebutuhan rasa aman (safety needs). Meliputi keamanan fisik,

mental, psikologikal dan intelektual.

c. Kebutuhan akan kasih sayang (love needs). Meningkatkan kasih

sayang keluarga.

d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Menggambarkan status

sosial seseorang.

e. Aktualisasi diri (selft actualization). Memiliki kesempatan bagi

seseorang, untuk dapat mengembangkan potensi yang terdapat

dalam dirinya untuk mengubahnya menjadi kemampuan nyata.

2. Teori Motivasi Vroom (Teori Harapan)

Dalam buku karangannya yang berjudul “Work And Motivation”

membahas motivasi dari “Teori Harapan” adalah sebagai akibat suatu

hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang

bersangkutan bahwa tindakannya tidak akan mengarah kepada hasil

yang diinginkan itu.

Bisa dijelaskan mengenai teori harapan, berarti berkata jika

seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh

sesuatu itu cukup besar, maka akan membuatnya sangat terdorong

untuk memperoleh hal yang diinginkannya tersebut. Sebaliknya, jika

harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis motivasinya

untuk berupaya akan menjadi rendah.

3. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)


Edwin Locke memberikan pendapat bahwa pada penetapan tujuan

mempunyai empat jenis mekanisme motivasional yang meliputi :

a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian

b. Tujuan-tujuan mengatur upaya

c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi

d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana

kegiatan.

3. Teori Belajar

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan maka bermunculan

pula berbagai macam teori tentang belajar. Wasty (2006) mengelompokkan teori

belajar menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikologi behavioristik.

Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh

ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.

Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat

antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya. Para pengajar yang

menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid atau

siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan

masa sekarang, dan bahwa semua tingkah laku adalah merupakan hasil

belajar.

b. Teori Belajar Kognitif


Teori ini muncul karena adanya ketidak puasan beberapa para ahli

mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus response

reinforcement. Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak

hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement melainkan didasarkan

pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana

tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung

dalam sebuah situasi dan memperoleh pemahaman untuk memecahkan

sebuah masalah.

c. Teori Belajar Humanistik

Teori ini lebih menekankan pada masalah bagaimana tiap-tiap individu

dipengaruhi dan dibimbing oleh pengalaman mereka sendiri. Menurut para

pendidik dalam teori humanistik penyusunan dan penyajian materi

pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan

utamanya adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu

membantu masing-masing individu untuk mengenal diri sendiri sebagai

manusi yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi

yang ada pada diri sendiri.

2.1.1 Kecerdasan emosional.

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

membaca, menulis dan berhitung yang merupakan ketrampilan kata dan angka

yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah) dan sesungguhnya

mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses dibidang akademis. Tetapi


definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang

berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual

(IQ) seperti bakat, ketajaman sosial, hubungan sosial, kematangan emosi dan lain-

lain yang harus dikembangkan juga. Kecerdasan yang dimaksud adalah

kecerdasan emosional (EQ) (Melandy dan Aziza, 2006).

Kecerdasan emosional petama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh

psikolog bernama Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas

emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara

lain (Nuraini, n.d):

a. Empati (kepedulian)

b. Mengungkapkan dan memahami perasaan

c. Mengendalikan amarah

d. Kemandirian

e. Kemampuan menyesuaikan diri

f. Disukai

g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi

h. Ketekunan

i. Kesetiakawanan

j. Keramahan

k. Sikap hormat

Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional

menurut para ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:


a. Salovey dan Mayer (1990)

Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional

sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan

membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan

dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga

dapat membantu perkembangan emosi dan intelektual.

b. Cooper dan Sawaf (1998)

Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional

sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,

koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa

kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui,

menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya

dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan

sehari-hari.

c. Howes dan Herald (1999)

Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional

sebagai komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan

emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di

wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi

emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan

menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang

diri sendiri dan orang lain.


d. Goleman (2003)

Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai

kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,

ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan

menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan

emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi

yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.

Dari beberapa pendapat yang ada Mellandy dan Aziza (2006)

menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar

mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, dan untuk

menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam

kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

3.1 Komponen Kecerdasan Emosional

Goleman (2003) membagi kecerdasan emosional menjadi lima bagian

yaitu tiga komponen berupa kompetensi emosional (pengenalan diri, pengendalian

diri dan motivasi) dan dua komponen berupa kompetensi sosial (empati dan

keterampilan sosial). Lima komponen kecerdasan emosional tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Pengenalan Diri (Self Awareness)

Pengenalan diri adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui

perasaan dalam dirinya dan digunakan untuk membuat keputusan bagi diri

sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan

memiliki kepercayaan diri yang kuat. Unsur-unsur kesadaran diri, yaitu:


1) Kesadaran emosi (emosional awareness), yaitu mengenali emosinya

sendiri dan efeknya.

2) Penilaian diri secara teliti (accurate self awareness), yaitu mengetahui

kekuatan dan batas-batas diri sendiri.

3) Percaya diri (self confidence), yaitu keyakinan tentang harga diri dan

kemampuan sendiri.

b. Pengendalian Diri (Self Regulation)

Pengendalian diri adalah kemampuan menangani emosi diri

sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata

hati, sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran,

dan mampu segera pulih dari tekanan emosi. Unsur-unsur pengendalian

diri, yaitu:

1) Kendali diri (self-control), yaitu mengelola emosi dan desakan hati

yang merusak.

2) Sifat dapat dipercaya (trustworthiness), yaitu memelihara norma

kejujuran dan integritas.

3) Kehati-hatian (conscientiousness), yaitu bertanggung jawab atas

kinerja pribadi.

4) Adaptabilitas (adaptability), yaitu keluwesan dalam menghadapi

perubahan.

5) Inovasi (innovation), yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap

gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru.

c. Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat agar setiap saat

dapat membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang

lebih baik, serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif.

Unsur-unsur motivasi, yaitu:

1) Dorongan prestasi (achievement drive), yaitu dorongan untuk menjadi

lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.

2) Komitmen (commitmen), yaitu menyesuaikan diri dengan sasaran

kelompok atau lembaga.

3) Inisiatif (initiative), yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.

4) Optimisme (optimisme), yaitu kegigihan dalam memperjuangkan

sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.

d. Empati (Emphaty)

Empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh

orang lain. Mampu memahami perspektif orang lain dan menimbulkan

hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan

berbagai tipe individu. Unsur-unsur empati, yaitu:

1) Memahami orang lain (understanding others), yaitu mengindra

perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif

terhadap kepentingan mereka.

2) Mengembangkan orang lain (developing other), yaitu merasakan

kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan

kemampuan orang lain.


3) Orientasi pelayanan (service orientation), yaitu mengantisipasi,

mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.

4) Memanfaatkan keragaman (leveraging diversity), yaitu menumbuhkan

peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.

5) Kesadaran politis (political awareness), yaitu mampu membaca arus-

arus emisi sebuah kelompok dan hubungannya dengan perasaan.

e. Ketrampilan Sosial (Social Skills)

Ketrampilan sosial adalah kemampuan menangani emosi dengan

baik ketika berhubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi,

memimpin, bermusyawarah, menyelasaikan perselisihan, dan bekerjasama

dalam tim. Unsur-unsur ketrampilan sosial, yaitu:

1) Pengaruh (influence), yaitu memiliki taktik untuk melakukan persuasi.

2) Komunikasi (communication), yaitu mengirim pesan yang jelas dan

meyakinkan.

3) Manajemen konflik (conflict management), yaitu negoisasi dan

pemecahan silang pendapat.

4) Kepemimpinan (leadership), yaitu membangitkan inspirasi dan

memandu kelompok dan orang lain.

5) Katalisator perubahan (change catalyst), yaitu memulai dan mengelola

perusahaan.

6) Membangun hubungan (building bond), yaitu menumbuhkan

hubungan yang bermanfaat.


7) Kolaborasi dan kooperasi (collaboration and cooperation), yaitu

kerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama.

8) Kemampuan tim (tim capabilities), yaitu menciptakan sinergi

kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.

2.1.2 Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada

pertengahan tahun 2000. Zohar dan Marshall (2001) menegaskan bahwa

kecerdasan spiritual adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ.

Spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang

memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari

bahasa Latin sapientia (sophia) dalam bahasa Yunani yang berati ’kearifan’

(Zohar dan Marshall, 2001). Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa

spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek

ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki spiritualitas

tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa. Orang yang

memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai hidup dengan memberi

makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang

dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan mampu membangkitkan

jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan spiritual menurut

para ahli dalam Zohar dan Marshall (2001) dan Agustian (2001):

a. Sinetar (2000)
Sinetar (2000) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pikiran yang

mendapat inspirasi, dorongan, efektivitas yang terinspirasi, dan

penghayatan ketuhanan yang semua manusia menjadi bagian di dalamnya.

b. Khalil A. Khavari (2000)

Khavari (2000) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai fakultas

dimensi non-material atau jiwa manusia. Lebih lanjut dijelaskan oleh

Khavari (2000), kecerdasan spiritual sebagai intan yang belum terasah dan

dimiliki oleh setiap insan. Manusia harus mengenali seperti adanya lalu

menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar,

menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan

yang abadi.

c. Zohar dan Marshall (2001)

Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai

kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber

terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri, yang memungkinkan otak

untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan

persoalan.

d. Ary Ginanjar Agustian (2001)

Agustian (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan

untuk meberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui

langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang

seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik, serta berprinsip

hanya karena Allah.


Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi

kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang

menjadikan seseorang dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta

cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup karena

merasa sebagai bagian dari keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat

menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan,

kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki (Utama, 2010). Prinsip- prinsip

kecerdasan spiritual menurut Agustian (2001), yaitu:

a. Prinsip Bintang

Prinsip bintang adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada Allah SWT.

Semua tindakan yang dilakukan hanya untuk Allah dan tidak mengharap

pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.

b. Prinsip Malaikat (Kepercayaan)

Prinsip malaikat adalah prinsip berdasarkan iman kepada Malaikat. Semua

tugas dilakukan dengan disiplin dan baik sesuai dengan sifat malaikat yang

dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah Allah SWT.

c. Prinsip Kepemimpinan

Prinsip kepemimpinan adalah prinsip berdasarkan iman kepada

Rasullullah SAW. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh,

agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti Rasullullah SAW

adalah seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.

d. Prinsip Pembelajaran
Prinsip pembelajaran adalah prinsip berdasarkan iman kepada kitab. Suka

membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari

kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan

Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak.

e. Prinsip Masa Depan

Prinsip masa depan adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada ”hari

akhir”. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka

menengah maupun jangka panjang, disertai keyakinan akan adanya ”hari

akhir” dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap

tindakan yang dilakukan.

f. Prinsip Keteraturan

Prinsip keteraturan merupakan prinsip berdasarkan iman kepada

”ketentuan Tuhan”. Membuat semuanya serba teratur dengan menyusun

rencana atau tujuan secara jelas. Melaksanakan dengan disiplin karena

kesadaran sendiri, bukan karena orang lain.

Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual berdasarkan teori Zohar dan

Marshall (2001) dan Sinetar (2001) dalam Bowo (2009), yaitu:

a. Memiliki Kesadaran Diri

Memiliki kesadaran diri yaitu adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan

mendalam sehingga bisa menyadari berbagai situasi yang datang dan

menanggapinya.

b. Memiliki Visi
Memiliki visi yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan

memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

c. Bersikap Fleksibel

Bersikap fleksibel yaitu mampu menyesuaikan diri secara spontan dan

aktif untuk mencapai hasil yang baik, memiliki pandangan yang pragmatis

(sesuai kegunaan), dan efisien tentang realitas.

d. Berpandangan Holistik

Berpandangan holistik yaitu melihat bahwa diri sendiri dan orang lain

saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat

memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan

memanfaatkan, melampaui kesengsaraan dan rasa sehat, serta

memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.

e. Melakukan Perubahan

Melakukan perubahan yaitu terbuka terhadap perbedaan, memiliki

kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo dan juga

menjadi orang yang bebas merdeka.

f. Sumber Inspirasi

Sumber inspirasi yaitu mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain

dan memiliki gagasan-gagasan yang segar.

g. Refleksi Diri

Refleksi diri yaitu memiliki kecenderungan apakah yang mendasar dan

pokok.
2.1.3 Perilaku Belajar

Suwardjono (2004) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi

merupakan suatu pilihan srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang.

Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi

oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan

yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman

mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih

penting daripada hasil atau nilai ujian. Jika proses belajar dijalankan dengan baik,

nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memilki arti berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar

adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Ada beberapa

pendapat tentang belajar menurut para ahli (Sobur, 2003):

a. Crow dan Crow (1958)

Menurut Crow dan Crow (1958), belajar adalah memperoleh kebiasaan-

kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar, dalam pandangan Crow dan

Crow (1958), menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah

laku. Belajar dapat memuaskan minat individu utntuk mencapai tujuan.

b. Laurine (1958)

Menurut Laurine (1958), belajar adalah modifikasi atau memperteguh

perilaku melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan

proses, kegiatan, dan bukan hasil atau tujuan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa belajar bukan hanya mengingat dan bukan hanya penguasaaan

hasil latihan, melainkan perubahan perilaku.

c. C.T. Morgan (1961)

Menurut Morgan (1961), belajar adalah suatu perubahan yang relatif

menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman

yang lalu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan tingkah laku dapat

diamati pada perkembangan seseorang sejak bayi hingga dewasa.

d. Good dan Boophy (1977)

Menurut Good dan Boophy (1977), belajar adalah suatu proses yang tidak

dapat dilihat dengan nyata. Proses tersebut terjadi dalam diri seseorang

yang sedang mengalami belajar. Jadi menurut pandangan Good dan

Boophy (1977), belajar bukanlah suatu tingkah laku yang tampak, tetapi

yang paling utama adalah proses yang terjadi secara internal pada individu

dalam usaha memperoleh hubungan baru.

e. Hintzman (1978)

Menurut Hintzman (1978), belajar adalah suatu perubahan yang terjadi

dalam diri organisme disebabkan pengalaman tersebut yang bisa

mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa pengalaman hidup sehari-hari, dalam bentuk apapun, sangat

mungkin untuk diartikan sebagai belajar. Sebab, samapi batas tertentu,

pengalaman hidup juga mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan

kepribadian organisme yang bersangkutan.

f. Hillgard dan Bower (1975)


Hilgard dan Bower (1975) mengemukakan bahwa belajar berhubungan

dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang

disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi tertentu,

dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar

kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat

seseorang (misalnya: kelelahan atau pengaruh obat)

Dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan, bahwa belajar

merupakan proses yang dilakukan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari

tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya, untuk memperoleh tingkah laku

yang lebih baik secara keseluruhan akibat interaksinya dengan lingkungannya.

Terdapat beberapa ciri-ciri belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007), yaitu:

a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior).

Ini berarti bahwa, hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku,

yaitu adanya perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu dan dari

tidak terampil menjadi terampil.

b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti bahwa perubahan

tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap

atau tidak berubah-ubah.

c. Perubahan perilaku yang bersifat potensial. Ini berarti bahwa perubahan

tingkah laku yang terjadi tidak segera nampak pada saat proses belajar

sedang terjadi, tetapi akan nampak dilain kesempatan.

d. Perubahan tingkah laku yang merupakan hasil latihan atau pengalaman. Ini

berarti bahwa, pengalaman atau latihan dapat memberi kekuatan.


Kekuatan itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah

tingkah laku.

Belajar merupakan kegiatan yang di pengaruhi oleh berbagai macam

faktor. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan

atas dua kategori (Baharuddin dan Wahyuni, 2007) , yaitu:

a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu

dan dapat mempengaruhi proses belajar individu. Faktor-faktor internal ini

meliputi:

1) Faktor fisiologis, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi

fisik individu.

2) Faktor psikologis, yaitu keadaan psikologis seseorang yang dapat

mempengaruhi proses belajar. Faktor psikologis yang mempengaruhi

proses belajar adalah kecerdasan, motivasi, minat, sikap dan bakat.

b. Faktor eksogen atau eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari

sekeliling individu yang dapat mempengaruhi nproses belajar individu.

Faktor eksternal ini meliputi:

1) Lingkungan sosial yang terdiri dari lingkungan sosial sekolah, ma

syarakat, dan keluarga.

2) Lingkungan non-sosial yang terdiri dari lingkungan alamiah,

instrumental, dan faktor materi pelajaran yang diajarkan ke

mahasiswa.

Dalam proses belajar diperlukan perilaku belajar yang sesuai dengan

tujuan pendidikan, dimana dengan perilaku belajar tersebut tujuan pendidikan


dapat dicapai secara efektif dan efisien, sehingga prestasi akademik dapat

ditingkatkan. Perilaku belajar sering juga disebut kebiasaan belajar yaitu

merupakan proses belajar yang dilakukan individu secara berulang-ulang sehingga

menjadi otomatis atau spontan. Perilaku ini yang akan mempengaruhi prestasi

belajar (Hanifah dan Syukriy ,2001). Menurut Suwardjono (2004) perilaku belajar

yang baik terdiri dari:

a. Kebiasaan Mengikuti Pelajaran

Kebiasaan mengikuti pelajaran adalah kebiasaan yang dilakukan

mahasiswa pada saat pelajaran sedang berlangsung. Mahasiswa yang

mengikuti pelajaran dengan tertib dan penuh perhatian serta dicatat dengan

baik akan memperoleh pengetahuan lebih banyak. Kebiasaan mengikuti

pelajaran ini ditekankan pada kebiasaan memperhatikan penjelasan dosen,

membuat catatan, dan keaktifan di kelas.

b. Kebiasaan Membaca Buku

Kebiasaan membaca buku merupakan merupakan ketrampilan membaca

yang paling penting untuk dikuasai mahasiswa. Kebiasaan membaca harus

di budidayakan agar pengetahuan mahasiswa dapat bertambah dan dapat

meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam mempelajari suatu pelajaran.

c. Kunjungan ke Perpustakaan

Kunjungan keperpustakaan merupakan kebiasaan mahasiswa mengunjungi

perpustakaan untuk mencari referensi yang dibutuhkan agar dapat

menambah wawasan dan pemahman terhadap pelajaran. Walaupun pada

dasarnya sumber bacaan bisa ditemukan dimana-mana, namun tempat


yang paling umum dan memiliki sumber yang lengkap adalah

perpustakaan.

d. Kebiasaan Menghadapi Ujian

Kebiasaan menghadapi ujian merupakan persiapan yang biasa dilakukan

mahasiswa ketika akan menghadapi ujian. Setiap ujian tentu dapat dilewati

oleh seorang siswa dengan berhasil jika sejak awal mengikuti pelajaran,

siswa tersebut mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,

siswa harus menyiapkan diri dengan belajar secara teratur, penuh disiplin,

dan konsentrasi pada masa yang cukup jauh sebelum ujian dimulai.

2.1.4 Minat Belajar

Minat merupakan variabel penting yang berpengaruh terhadap tercapainya

sebuah prestasi atau cita-cita yang diharapkan, bahwa belajar dengan minat akan

jauh lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan belajar tanpa disertai dengan

adanya minat (KBBI, 2002). Penelitian Ishak (2013) yang meneliti tentang

pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan minat belajar terhadap

pemahaman akuntansi, menunjukkan bahwa faktor minat belajar memiliki

pengaruh yang dominan terhadap pemahaman akuntansi daripada faktor

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Minat merupakan variabel penting yang berpengaruh terhadap

tercapainya sebuah prestasi atau cita-cita yang diharapkan, bahwa belajar

dengan minat akan jauh lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan belajar

tanpa disertai dengan adanya minat (KBBI, 2002). Minat belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu keinginan yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun

untuk melakukan apa yang disukainya. Minat disini adalah keinginan peserta

didik yang benar-benar datang dari lubuk hatinya yang paling dalam untuk

mempelajari suatu ilmu. Minat seseorang bisa diketahui saat orang tersebut

merasa suka dan nyaman dengan apa yang mereka lakukan, selain itu minat

dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu hal dengan serius dan dengan

hasil maksimal.

Slameto (2001:213) menyatakan bahwa “Minat adalah suatu rasa dan

suatu ketertarikan pada sesuatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh

dan timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat

partisipasi, pengetahuan dan kebiasaan”Minat juga diartikan sebagai kondisi

yang terjadi disertai perasaan senang dihubungkan dengan kebutuhan atau

keinginannya sendiri”. Minat dianggap sebagai perantara faktor-faktor

motivasional yang mempunyai dampak pada suatu perilaku (Mahmud,

2008:39). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa ada beberapa hal

yang

perlu diperhatikan pada minat ini yaitu:

1. Minat menunjukkan seberapa besar seseorang berani mencoba sesuatu

yang baru meskipun sulit.

2. Menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang

untuk melakukan sesuatu.

3. Minat juga dianggap sebagai awal pembentukkan motivasi yang akan

berdampak pada cara berpikir dan perilaku seseorang.


2.1.4 Tingkat Pemahaman Akuntansi

2.1.4.1 Pengertian Akuntansi

American Accounting Association mendefinisikan akuntansi sebagai

proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi, untuk

memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka

yang menggunakan informasi tersebut (Soemarso, 2000). Definsi ini mengandung

beberapa pengertian, yaitu:

a. Akuntansi merupakan proses yang terdiri dari identifikasi, pengukuran dan

pelaporan informasi ekonomi.

b. Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan beguna

dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha

yang bersankutan.

Suwardjono (1991) menyatakan akuntansi merupakan seperangkat

pengetahuan yang luas dan komplek. Cara termudah untuk menjelaskan

pengertian akuntansi dapat dimulai dengan mendefinisikannya. Akan tetapi,

pendekatan semacam ini mengandung kelemahan. Kesalahan dalam pendefinisian

akuntansi dapat menyebabkan kesalahan pemahaman arti sebenarnya akuntansi.

Akuntansi sering diartikan terlalu sempit sebagai proses pencatatan yang bersifat

teknis dan prosedural dan bukan sebagi perangkat pengetahun yang melibatkan

penalaran dalam menciptakan prinsip, prosedur, teknis, dan metode tertentu.

Akuntansi manajemen atau akuntansi manajerial adalah sistem akuntansi

yang berkaitan dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi sampai


menyajikan bentuk laporan suatu satuan usaha untuk kepentingan internal yaitu

manajer atau manajemen dalam suatu organisasi dan menjadikan dasar kepada

manajemen untuk membuat keputusan bisnis berupa perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang akan memungkinkan

manajemen akan lebih siap dalam pengelolaan dan melakukan fungsi kontrol

2.1.4.2 Pemahaman Akuntansi

Paham dalam kamus besar bahasa indonesia memiliki arti pandai atau

mengerti benar sedangkan pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami

atau memahamkan. Ini berarti bahwa orang yang memiliki pemahaman akuntansi

adalah orang yang pandai dan mengerti benar akuntansi. Dalam hal ini,

pemahaman akuntansi akan diukur dengan menggunakan nilai mata kuliah

akuntansi yaitu pengantar akuntansi 1, pengantar akuntansi 2, akuntansi menengah

1, akuntansi menengah 2, akuntansi keuangan lanjutan 1, akuntansi keuangan

lanjutan 2, auditing 1, auditing 2, dan teori akuntansi. Mata kuliah tersebut

merupakan mata kuliah yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang

menggambarkan akuntansi secara umum.

2.2 Pandangan Islam Tentang Akuntansi, Motivasi , dan Minat.

a. Allah berfirman dalam QS. Al-Qaf ayat 18

ِ ‫ْدي ِه َر ْقِي ٌب َِعت اَّل َل ُظ ِم ْن َ ْقو ٍل ِا‬


َ‫ف ْ ْيٌد َما َيل‬

Artinya : Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di

sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (QS. AlQaf : 18 )

2.3 Penelitian Terdahulu

Tabel 2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Alat Hasil
Penelitian yang analisis penelitian dan
diteliti kesimpulan
1. Syukriy Pengaruh Hasil analisis
Abdullah Perilaku menunjukkan
(2001) Belajar bahwa secara
Terhadap parsial hanya
Prestasi faktor
Akademik kunjungan
Mahasiswa keperpustakaan
Akuntans dan
kebiasaan
menghadapi
ujian yang
signifikan.
Tetapi secara
simultan
perilaku
belajar
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
prestasi
belajar.
2. Eka Indah Pengaruh Kecerdasan
Trisniawati Kecerdasan emosional
(2003) Emosional tidak
Terhadap berpengaruh
Tingkat secara
Pemahaman signifikan
Akuntansi terhadap
tingkat
pemahaman
akuntansi

3. Afifah Pengaruh Tingkat


Afuwah(2004) Pendidikan Kecerdasan
Tinggi emosional
Akuntansi mahasiswa
Terhadap junior dan
Kecerdasan mahasiswa
Emosional tingkat akhir
jurusan
akuntansi
berbeda secara
signifikan,
namun
perbedaan itu
lebih
dipengaruhi
oleh faktor
usia semata

4. Melandy dan Pengaruh Terlihat


Aziza Kecerdasan adanya
(2006) Emosional perbedaan
Terhadap tingkat
Tingkat pengenalan diri
Pemahaman dan
Akuntansi, motivasi antara
Kepercayaan mahasiswa
Diri yang memiliki
Sebagai kepercayaan
Variabel diri kuat
Pemoderasi dengan
mahasiswa
yang memiliki
kepercayaan
diri lemah,
sedangkan
untuk variabel
pengendalian
diri, empati,
dan
keterampilan
sosial
tidak terdapat
perbedaan

2.3. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis

Kerangka pemikiran merupakan konsep awal yang menjadi acuan dalam

sebuah penelitian. Kerangka pemikiran memiliki dasar-dasar dari sumber

penelitian terdahulu yang relevan yang medukung pelaksanaan sebuah penelitian

yang ingin dilakukan. Dalam konteks yang lebih sederhana, kerangka pemikiran

menjadi gambaran sebuah penelitian yang ditunjukkan oleh variabel-variabel yang


saling berhubungan satu sama lain dan landasan sebuah penelitian. Penelitian ini

dilakukan pengukuran pengaruh variabel independent yaitu sistem akuntansi

manajemen terhadap variabel dependent yaitu kinerja manajerial.

Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Kecerdasan Emosional (X1)

Kecerdasan Spiritual (X2)


Tingkat Pemahaman
Akuntansi Manajemen
(Rata-rata nilai mata
Perilaku Belajar (X3) kuliah akuntansi)

Minat Belajar (X4)

Menurut Sugiyono, (2017) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan jawaban penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

ditanyakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Fungsi utama hipotesis adalah

membuka kemungkinan untuk menguji kebenaran teori. Hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

2.4 Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Tingkat Pemahaman Akuntansi

Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang

dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan


emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (Goleman, 2003).

Kemampuan ini saling berbeda dan saling melengkapi dengan kemampuan

akademik murni yang diukur dengan IQ. Kecerdasan emosional yang baik dapat

dilihat dari kemampuan mengenal diri sendiri, mengendalikan diri, memotivasi

diri, berempati, dan kemampuan sosial. Oleh karena itu, mahasiswa yang

memiliki ketrampilan emosi yang baik akan berhasil di dalam kehidupan dan

memiliki motivasi untuk terus belajar. Sedangkan, mahasiswa yang memiliki

ketrampilan emosi yang kurang baik, akan kurang memiliki motivasi untuk

belajar, sehingga dapat merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian

pada tugas-tugas individu tersebut sebagai mahasiswa. Maka dari uraian diatas

dapat ditari hipotesis sebagai berikut:

H1: Kecerdasan emosional (pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi,

empati, keterampilan sosial) berpengaruh positif terhadap tingkat

pemahaman akuntansi.

2.5 Pengaruh Kecerdasan Spiritual dan Tingkat Pemahaman Akuntansi

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan

perilaku dan hidup seseorang dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,

kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih

bermakana dibandingkan dengan yang lain (Zohar dan Marshall, 2001).

Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ

dan EQ secara efektif. Kecerdasan spiritual yang baik dapat dilihat dari

ketuhanan, kepercayaan, kepemimpinan pembelajaran, berorientasi masa depan,


dan keteraturan. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual

yang tinggi akan memotivasi mahasiswa untuk lebih giat belajar karena

mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, memiliki rasa ingin

tahu yang tinggi, sehingga memiliki motivasi untuk selalu belajar dan memiliki

kreativias yang tinggi pula. Begitu pula sebaliknya, mahasiswa dengan kecerdasan

spiritual yang rendah akan kurang termotivasi dalam belajar yang terjadi adalah

melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik, sehingga pemahaman

dalam akuntansi menjadi kurang. Maka dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis

sebagai berikut:

H2: Kecerdasan spiritual (prinsip ketuhanan, kepercayaan yang teguh, berjiwa

kepemimpinan, berjiwa pembelajar, berorientasi masa depan, prinsip

keteraturan) berpengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

2.6 Pengaruh Perilaku Belajar dan Tingkat Pemahaman Akuntansi

Belajar adalah sebuah proses yang dilakukan seseorang dari tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya, untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang lebih baik secara keseluruhan akibat

interaksinya dengan lingkungannya. Rampengan (dalam hanifah dan syukriy,

2001) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar diperlukan perilaku belajar

yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dimana dengan perilaku belajar tersebut

tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien, sehingga prestasi

akademik dapat di tingkatkan. Hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar

yang baik dapat dilihat dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca

buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapai ujian (Marita dkk,


2008). Oleh karena itu, dengan perilaku belajar yang baik akan mengarah pada

pemahaman terhadap pelajaran yang maksimal. Sebaliknya, dampak dari perilaku

belajar belajar yg jelek akan mengarah pada pemahaman terhadap pelajaran yang

kurang maksimal. Maka dari uraian diatas dapat ditari hipotesis sebagai berikut:

H3: Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti pelajaran,

kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan, kebiasaan

menghadapi ujian) berpengaruh positif terhadap tingkat pemahaman

akuntansi.

2.7 Minat Belajar

Minat adalah suatu rasa dan suatu ketertarikan pada sesuatu hal atau

aktivitas, tanpa ada yang menyuruh dan timbul tidak secara tiba-tiba atau

spontan, melainkan timbul akibat partisipasi, pengetahuan dan kebiasaan.

Minat juga diartikan sebagai kondisi yang terjadi disertai perasaan senang

dihubungkan dengan kebutuhan atau keinginannya sendiri (Slameto

(2001:213). oleh karena itu, seseorang akan melakukan segala sesuatu yang akan

mereka minati. Sebaliknya tanpa memiliki minat, seseorang tidak akan melakukan

sesuatu (Usman, Husaini, 2013). Maka dari uraian diatas dapat ditari hipotesis

sebagai berikut:

H4: Minat belajar mahasiswa akuntansi (kesukaan terhadap pelajaran, perasaan

senang, memusatkan perhatian terhadap mata kuliah, perhatian terhadap materi

kuliah dan akhhirnya mencapai prestasi yang diinginkan) berpengaruh positif

terhadap tingkat pemahaman akuntansi


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan konsep kausal, maksud peneliti untuk

melakukan studi kausal agar mampu menyatakan bahwa variabel X menyebabkan

Y (Sekaran: 2017). Pada peneliti ini dimana variabel partisipasi penyusunan

anggaran (X1), kejelasan sasaran anggaran (Xpengendalian internal (X42),

akuntabilitas publik (X) terhadap kinerja manajerial (Y). Peneliti hanya

mengumpulkan data dari para responden yang terdaftar dengan cara menyebarkan

kuesioner pada mahasiswa Fakaultas Ekonomi Dan Ilmu Social Jurusan

Akuntansi Manajemen Universitas Uin Sultan Syarif Kasim Riau.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian

tersebut akan dilakukan. Adapun lokasi tempat yang akan dilakukan peneliti

adalah di Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Sultan Syarif Kasim

Riau

3.3. Populasi dan teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Populasi dalam

penelitian ini yaitu mahasiswa konsetrasi akuntansi manajemen fakultas ekonomi

dan ilmu sosial.


3.3.2 sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut sampel yang diambil dari populasi tersebut harus betul-betul

representative (mewakili) Sugiyono (2016:81). Ukuran sampel merupakan

banyaknya sampel yang akan diambil dari suatu populasi. Dalam penelitian ini

sampelnya adalah mahasiswa akuntansi konsentrasi perpajakan Fakultas Ekonomi

dan Sosial Uin Suska Riau. Mahasiwa yang konsentrasi akuntansi perpajakan

yang diambil sebagai sampel karena diangap memiliki pemahaman tentang pajak.

Teknik pengambilan sampel ini menggunakan purposive sampling. pengertian

purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling

dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciriciri

khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehinga diharapkan tujuan penelitian

diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

Kriteria yang dijadikan kategori sampel dalam penelitian ini yaitu

mahasiswa prodi akuntansi yang mengambil konsentrasi Akuntansi Manajemen.

Tabel 3.1 Jumlah Mahasiswa Konsentrasi Perpajakan

Tahun Angkatan Jumlah

2019 44 Mahasiswa

Total 44 Mahasiswa

Berdasarkan kategori tersebut maka didapat jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 44 mahasiswa.
3.4. Jenis dan Sumber Data

3.4.1 Jenis Data

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karna dalam penelitian ini

menggunakan data berupa angka. Data primer diperoleh secara langsung dari data

internal yaitu data yang berasal dari dalam organisasi atau dari sumber asli. Data

primer dikumpulkan secara khusus oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

Menurut Sekaran (2017:130) mendefinisikan bahwa data primer mengacu

pada informasi yang diperoleh langsung (dari tangan pertama) oleh penelititerkait

dengan variabel ketertarikan untuk tujuan tertentu dari studi. Data primer dapat

berupa opini subyek (orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi

terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.Data

primer dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dibagikan kepada responden.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data penelitian dari mahasiswa akuntansi konsentrasi manajemen

Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN SUSKA Riau. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data hasil kuesioner yang ditunjukan kepada

mahasiswa akuntansi konsentrasi manajemen fakultas ekonomi dan ilmu sosial

uin suska riau secara langsung. Kuesioner adalah cara pengumpulan data yang

dilakukan dengan menyusun daftar pernyataan yang dibagikan kepada responden

untuk diisi sesuai dengan keperluan penelitian. Tujuan dari pembuatan kuesioner
ini untuk memperoleh data yang relefan dari responden dan skala pengukuran

yang digunakan adalah skala likert.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan 3 metode,

yaitu:

1. Observasi adalah suatu pengamatan langsung tentang apa yang terjadi

dilapangan.

2. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggumpulkan

berbagai dokumen yang ada.

3. Kuisioner yakni pengumpulan data dengan cara menyediakan daftar pertanyaan

yang akan penulis ajukan pada responden. Dimana responden diminta menjawab

sesuai dengan pendapat mereka. Menurut Riduwan (2015:21) setiap jawaban

dihubungkan dengan bentuk pertanyaan atau dukungan sikap yang diungkapkan

dengan kata-kata sebagai berikut :

a. Kategori Sangat Setuju (SS) diberi skor 5

b. Kategori Setuju (S) diberi skor 4

c. Kategori Kurang Setuju (KS) diberi skor 3

d. Kategori Tidak Setuju (TS) diberi skor 2

e. Kategori Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1

3.6 Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah definisi yang diberikan bagi variabel

dengan cara memberikan arti sehingga dapat memberikan gambaran tentang


bagaimana variabel tersebut dapat diukur(Indriantoro dan Supomo 1999:69).

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

No. Variable Penelitian Indikator Skala

Ukur

1 Tingkat Pemahaman Rasio

Akuntansi Manajemen

(Y)

2 Kecerdasan Emosional 1. Percaya Ordinal

(X) a. Kendali diri

2. Motivasi

a. optimisme

3 Perilaku Belajar (X) 1. kebiasaan mengikuti pelajaran ordinal

2. kebiasaan membaca

4 Kecerdasan Spritual (X) 1. fleksibel pembelajaran tujuan ordinal

5 Minat Belajar (X) 1. ketertarikan vertikal

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang

diteliti. Instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran

dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat. Pada penelitian ini,

instrument penelitian digunakan berupa kuisioner dimana pertanyaan yang

diajukan dijawab oleh responden lalu data tersebut diolah.


3.8. Teknik Analisis Data

Data penelitian dianalisis dan diuji dengan beberapa uji statistik yang

terdiri dari statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan dan analisis regresi

berganda.Lalu untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat

analisis statistik software SPSS 25.

3.8.1 Uji Kualitas Data

3.7.1.1 Uji Validitas

Menurut Riduwan (2015: 348) Validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Semakin tinggi

tinggkat validitasnya maka semakin valid instrumen tersebut sebaliknya jike

semakin rendah tingkat validitasnya maka semakin rendah pula validitas

instrumen tersebut.Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap

data dari veriabel yang diteliti).Item dikatakan valid pasti reliable. Dianggap valid

atau layak digunakan dalam pengujian hipotesis apabila Corrected item-Total

correlation lebih besar dari 0,05 atau dikatakan valid apabila nilai rhitung lebih

besar dari pada rtabel (Riduwan, 2015: 353).

3.7.1.2. Uji Realibilitas

Realibilitas menunjukkan akurasi dan ketetapan dalam pengukurannya.

Realibilitas berhubungan dengan akurasi dan konsistensi dari pengukurannya,

dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subjek yang sama

diperoleh hasil yang tidak berbeda (terdapat kesamaan data dalam waktu yang

berbeda). Uji realibilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrument telah

dipastikan validitasnya.Suatu kuesioner dikatakan realiabel atau handal jika


jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu.

3.7.2 Analisis Statistik Deskriptif

Menurut Ghozali (2013;19) analisa statistik deskriptif memberikan

gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum,

rata-rata (mean), dan standar deviasi.

Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum.

Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan atau

mendeskripsikan data yang menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah

untuk dipahami.

Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan.

Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang

bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Nilai maksimum digunakan untuk

mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan. Nilai minimum digunakan

untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata.

3.7.3 Uji Asumsi Klasik

Untuk mengetahui apakah model regresi benar-benar menunjukkan

hubungan yang signifikan adan respretatif maka model tersebut harus memenuhi

asumsi klasik regresi. Model regresi linier berganda mengasumsikan tiga hal

penting yaitu: tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi heteroskedastisitas, dan tidak

terjadi multikolinearitas diantara koefisien regresi yang diuji. Uji asumsi klasik

yang dilakukan adalah uji normalitas, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas


Tujuan pengujian asumsi klasik adalah untuk mengetahui apakah hasil

estimasi regresi yang dilakukan terbebas dari bias yang mengakibatkan hasil

regresi yang diperoleh tidak valid dan akhirnya hasil regresi tersebut dapat

dipergunakan sebagai dasar untuk menguji hipotersis dan penarikan kesimpulan.

3. 1 Uji Normalitas Data

Menurut Ghozali (2013: 110) tujuan dari uji normalitas adalah sebagai

berikut: “Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperlukan karena untuk

melakukan pengujian-pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan bahwa

nilai residual mengikuti distribusi normal.

Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid dan

statistik parametrik tidak dapat digunakan.” Dasar pengambilan untuk uji

normalitas data adalah:

1. Jika data menyebar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik

histogramnya menunjukkan distribusi normal, maka model regresi memenuhi

asumsi normalitas.

2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan distribusi normal, maka model

regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji normalitas yang digunakan selanjutnya yaitu uji kolmogorov smirnov.

Uji kolmogorov smirnov (KS) adalah alat uji statistik yang digunakan untuk

menentukan apakah suatu sampel berasal dari suatu populasi yang miliki sebaran

data tertentu atau mengikuti distribusi statistik tertentu.


Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas KS:

1. jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05 maka data penelitian

berdistribusi normal.

2. Sebaliknya, jika nilai signifikansi(Sig.) lebih kecil dari 0,05 maka

penelitian tidak berdistribusi normal.

3.2 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2013: 105) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain, jika variance dari residual satu pengamatan

kepengamatan lain berbeda maka disebut heteroskedastisitas.Dasar pengambilan

keputusan untuk uji heteroskedastisitas:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu teratur

(bergelombang, melebur kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah

terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

3.3 Uji Multikoliniearitas

Menurut Ghozali (2013: 91) uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel- variabel bebas. Pada

model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

bebas/variabel independen. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel

ini tidak orthogal.variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi

antara variabel bebasnya sama dengan nol.


1. Jika antar variabel bebas pada korelasi diatas 0,90, maka hal ini merupakan

adanya multikolinearitas.

2. Atau multikolinearitas juga dapat dilihat dari VIF, jika VIF < 10 maka tingkat

kolinearitasnya masih dapat di toleransi.

3. Nilai Eigen Value berjumlah satu atau lebih, jika variabel bebas mendekati 0

menunjukkan adanya multikolinearitas.

3.7.4 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi berganda menurut Riduwan (2015:108) ialah suatu alat

analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebi terhadap variabel

terikat untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau hubungan

kausal antara dua variabel bebas atau lebih (X1), (X2), ..., (Xn) dengan satu

variabel terikat.

Persamaan regresi linear berganda dirumuskan sebagai berikut:

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana:

Y = tingkat pemahaman Akuntansi manajemen


A = Konstanta

b1,b2,b3 = Koefisien Regresi

X1 = Persepsi

X2 = Motivasi

X3 = Pertimbangan Pasar Kerja

X4 = Pengetahuan Tentang Manajemen

e = Error

3.8 Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis yang pakai dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi linear berganda berdasarkan uji secara parsial (Uji t), uji secara simultan

(Uji F), uji koefisien deteminasi .

3.8.1 Uji parsial (uji t)

Tujuan dari pengujian ini adalah memastikan apakah variabel independent

yang terdapat dalam persamaan secara individu berpengaruh terhadap nilai

variabel dependent. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan significance

level (α=5%). Penerimaan dan penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria

berikut:

1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hiotesis ditolak (koefisien regresi tidak

signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi

signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

3.8.2 Uji simultan (uji F)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independent

dapat menjelaskan variabel dependent. Pengujian ini dilakukan dengan

menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan dan penolakan

hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak

signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan variabel independen tersebut tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent.


2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi

signifikan). Ini berarti secara simultan variabel independent tersebut mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent.

3.8.3. Uji koefisien determinasi

Koefisien detrminasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh 563.

model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien

determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas.

Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen

(Ghozali,2013)

Anda mungkin juga menyukai