Pristac - Model Ideal Pendidikan Tingkat Sma - Warta Pilihan.
Pristac - Model Ideal Pendidikan Tingkat Sma - Warta Pilihan.
LAINNYA3
Hukum & Kriminal Pendidikan Sosial Peristiwa Klipik Bisnis Asean Timur Tengah Kesehatan Tentang Kami
Tiga tahun lalu, di bulan Desember 2016, bersama Dr. Alwi Alatas, Dr.
Muhammad Ardiansyah, dan lain-lain, Dr. Adian Husaini meluncurkan
program pendidikan tingkat SMA bernama PRISTAC (Pesantren for the Study
of Islamic Thought and Civilization). © WartaPilihan.com
Adian: Prinsip dasarnya, usia SMA (15-18 tahun) adalah usia dewasa.
Mereka bukan anak-anak lagi. Sehingga konsep pendidikannya adalah
konsep pendidikan untuk orang dewasa. Di PRISTAC para santri kita latih
untuk menjadi manusia yang mandiri; mandiri dalam pemikiran, mandiri
dalam sikap, dan mandiri dalam kehidupan. Jadi, PRISTAC bukan sekedar
pendidikan semacam pra-universitas. Para santri sudah dididik seperti
mahasiswa: belajar mandiri, membaca buku, membuat resensi, menulis
makalah, memberikan presentasi, mengajar, menghadiri diskusi dan
seminar-seminar ilmiah, membuat produk-produk tertentu untuk dijual,
dan sebagainya.
Adian: Tidak! Saya sudah menelaah proses pendidikan di masa lalu, sejak
masa Nabi Muhammad saw, sampai di Indonesia sekitar tahun 1960-an.
Bahkan, SMA di masa Belanda (AMS), sudah melakukan pendidikan
seperti itu. Di pesantren-pesantren dikenal pendidikan Mu’allimin,
biasanya setingkat SMP-SMA. Para santri tingkat Mu’allimin dulu dididik
sebagai orang dewasa yang disiapkan untuk mandiri, menjadi guru
(mu’allim). Ki Hajar Dewantara membuat jenjang pendidikan ‘Taman
Dewasa’, yang berkisar pada umur 14-16 tahun. Riset empiris juga
menunjukkan, otak wanita rata-rata dewasa pada umur 12-14 tahun.
Sedangkan otak laki-laki dewasa pada umur 14-16 tahun. Di masa Nabi
saw, batas orang boleh ikut perang adalah 15 tahun. Itu batas umur
antara anak dan dewasa. Jadi, jangan sampai lulus pendidikan tingkat
SMA, santri atau siswa masih bersifat kekanak-kanakan, meskipun diberi
istilah baru yang bernama “remaja”.
Kalau di PRISTAC, ini masuk pelajaran Islamic worldview. Para santri harus
mempelajari kitab-kitab adab, seperti Ta’limul Muta’allim, Adabul Alim wal-
Muta’allim, Gurindam 12, karya Raja Ali Haji. Model pembelajaran para
santri bukan hanya melatih mereka terampil menjawab soal-soal ujian,
tetapi mereka dilatih menjawab soal-soal kehidupan dan peduli dengan
problematika masyarakat, bangsa, dan dunia internasional.
Adian: Awalnya, pimpinan PRISTAC ini adalah Dr. Alwi Alatas, seorang
doktor sejarah lulusan International Islamic University Malaysia. Beliau
dulu tinggal bersama para santri PRISTAC di pesantren, sehingga kami
punya kesempatan luas untuk berinteraksi. Sekarang beliau bertugas
menjadi dosen di Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM).
Adian: Sangat sesuai. Ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat (c), UU
Sisdiknas No 20/2003, dan juga Permendikbud No 20 tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan. Bahwa, intinya, pendidikan kita harus
membentuk lulusan yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia.
Kita mengambil sistem non-formal, yang diakui oleh Undang-undang
Sisdiknas.
Adian: Ada, tetapi tidak kami jadikan yang utama. Sebab, yang utama
adalah adab, yakni sikap dan pola pikir mereka yang benar sebagai
seorang muslim. Ini sangat berat. Kami dorong santri menghafal, sesuai
kemampuan. Ada yang hafal 10 juz, ada yang 3 juz. Bahkan, untuk santri
tertentu, kami dorong lulus PRISTAC, mereka bisa hafal 30 juz. Yang kami
tekankan, adalah adab mereka kepada al-Quran. Kalau mereka sudah
paham dan cinta al-Quran, insyaAllah, dalam waktu satu tahun, mereka
bisa secara khusus mengambil program Tahfidz, sampai hafal 30 juz.
Kami sudah teliti masalah ini. Jadi, jangan sampai Tahfidz al-Quran
menjadi beban mereka, atau mereka banyak hafal ayat-ayat al-Quran
tetapi sikap dan perilakunya tidak sesuai dengan al-Quran.
Adian: Misalnya, saat ini anak-anak pintar di SMA, biasanya akan memilih
program studi kuliah yang dianggap ‘keren’, seperti Kedokteran,
Akuntansi, dan sebagainya. Jarang sekali anak-anak pintar memilih
bidang bahasa, budaya, perbandingan agama, pendidikan sejarah,
pendidikan agama, pendidikan Kewargaan Negara, dan sebagainya.
Semua itu biasanya dianggap bukan jurusan favorit, karena dianggap
kurang menjanjikan masa depan. Padahal, secara kifayah (kecukupan),
jumlah yang mau jadi dokter sudah sangat berjubel. Sementara kita
masih sangat kekurangan ilmuwan setingkat Doktor dalam bidang
sejarah, bahasa, Islam dan budaya, perbandingan agama, dan
sebagainya. Jadi, sementara ini, kami mengarahkan, agar para santri yang
pintar-pintar di PRISTAC, mereka mendalami ilmu tertentu yang
diperlukan oleh masyarakat. Pada taraf ini, kami berusaha menanamkan
rasa cinta ilmu. InsyaAllah, mereka nanti akan siap mandalami ilmu apa
saja, karena ‘adab ilmu’ sudah tertanam.
Adian: Kami memandang, tantangan atau ujian iman terberat saat ini
adalah menghadapi hegemoni pemikiran-pemikiran yang destruktif
terhadap aqidah dan akhlak. Maka disamping memahami dan memeluk
aqidah Islam dengan baik, para santri juga harus memahami paham-
paham kontemporer yang bisa merusak iman, seperti paham liberalisme,
sekulerisme, pluralism agama, dan sebagainya. Jangan dianggap remeh
usaha untuk menyelamatkan iman di zaman seperti sekarang. Itulah yang
harus menjadi prioritas. Jangan sampai terjebak dalam paham yang
merusak iman. Sebab, jika iman rusak, maka amal menjadi sia-sia, tiada
berniai.
Jadi, PRISTAC ini secara konsep, insyaAllah sangat sesuai dengan konsep
ideal pendidikan Islam untuk orang yang sudah dewasa (akil-baligh), dan
secara empiris sudah terbukti hasilnya.
Tentu ada sejumlah kekurangan yang terus kami evaluasi dan kami
perbaiki. Misalnya, kemampuan bahasa Inggris. Mulai angkatan III, kami
semakin intensifkan, atas saran dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, saat
beliau berkunjung ke PRISTAC bulan Agustus 2019. (***7-12-2019).
by redaksi
Follow Us On
Previous post Next post
Majelis Taklim Ordonnantie Ulama Jaman ‘Now’, antara StanUp
Komedi atau StandUp ‘Ilmu’
Comment
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Comment
Name* Email*
Website
Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.
Post Comment