Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

1
DAFTAR GAMBAR

2
DAFTAR TABEL

3
BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Analisis Situasi


Tak dapat dipungkiri, pada masa pandemic Covid 19 ini dengan diberlakukannya PSBB
maka desa wisata mendapatkan imbas dan berujung pada eksistensi UMKM yang ada
didalamnya. Wabah pandemi Covid-19 memberi pengaruh terhadap keberlangsungan industri
pariwisata, termasuk desa wisata. Survei yang dilakukan Desa Wisata Institute tentang pengaruh
wabah covid-19 terhadap kondisi masyarakat di desa wisata menunjukkan bahwa seluruh desa
wisata yang menjadi responden telah menutup kegiatan usaha wisatanya (Dwina, 2020). Namun
terdapat satu kekuatan yang menjadi keuntungan dari desa wisata yaitu tidak hilangnya
pekerjaan utama masyarakat sebagai upaya bertahan di tengah Covid-19 (Ardiansyah, Sawitri
Subiyanto, 2015; Dio et al., 2019)a. Dimana 89,6 persen masyarakat di desa wisata masih
memiliki pekerjaan pokok di luar pariwisata seperti petani, pekerja swasta, pengrajin, dan
lainnya. Kekuatan yang dimiliki desa wisata mengindikasikan karakter kemandirian yang
sebenarnya sudah dimiliki oleh masyarakat di desa wisata, sebelum adanya pandemi Covid-19
(Puspitawati & Rahdriawan, 2012).. Selain itu, tren menunjukkan bahwa wisatawan akan
cenderung mencari destinasi yang berupa alam dimana tidak berpotensi menimbulkan
kerumunan dan lebih mencari kesehatan.
Suatu model Sustainable Rural Tourism diharapkan dapat mengembangkan pengembangan
desa wisata beserta UMKM didalamnya pada masa pandemic Covid 19 ini. Pilar-pilar dalam
Sustainable Rural Tourism adalah manajemen pariwisata berkelanjutan, ekonomi lokal, menjaga
nilai budaya untuk komunitas dan pengunjung, serta konservasi lingkungan. Pandemi corona
yang kini tengah terjadi dinilai saat yang tepat bagi industri pariwisata Indonesia
mengembangkan sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan (Satoto et al., 2012;
Yudhiantoro & Pujiastuti, 2015). Wisatawan akan lebih kepada memilih destinasi wisata yang
pro pada nature, senang melihat culture, belanja ekonomi lokal, menginap di homestay, beli barang-

barang lokal. Kali ini, pandemi memungkinkan stakeholder pariwisata untuk benar-benar
meningkatkan mutu destinasi wisata, yang tidak sekadar berlomba memikat arus kunjungan
wisatawan, tetapi mempertimbangkan sustainability, keamanan dan kenyamanan berwisata.
Sustainable rural tourism memiliki sembilan indikator, yakni economic viability, local
prosperity, employment quality, social equity, visitor fulfillment, local control, community
wellbeing, cultural richness, physical integrity, biological diversity, resource efficiency,
environmental purity. Jika dikaitkan maka keberadaan Desa Wisata di tengah industry pariwisata

4
pada masa pandemic ini dengan menggunakan pendekatan Sustainable Rural Tourism maka
dapat menciptakan wisata yang dari segi ekonomi memberikan kesempatan bagi masyarakat desa
untuk membuka usaha dan menciptakan lapangan pekerjaan di desa. Sedangkan dari sisi
lingkungan, desa wisata dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dalam
konservasi lingkungan. Kemudian dari sisi social budaya, maka dapat meningkatkan literasi
kepariwisataan, kesehatan, hingga teknologi digital serta meningkatkan kesadaran masyarakat
desa untuk memelihara dan mengembangkan khazanah seni budaya yang telah dimilikinya. Oleh
karena itu, bisa dikatakan bahwa Konsep Sustainable Rural Tourism merupakan konsep dengan
tujuan utama meningkatkan aktivitas pariwisata pedesaan dengan basis pengelolaannya berasal
dari sumber daya. Konsep ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah dengan
tetap menjaga kelestarian alam. Oleh karena itu, konsep ini sangat kompatibel dalam
pengembangan potensi desa wisata dalam kontek keberlanjutan secara ekonomi, social, dan
lingkungan di era pandemic Covid 19 saat ini.
Kabupaten Klaten tidak hanya wisata mata air yang menjadi ikon. Berbagai desa yang
mempunyai tempat wisata saat ini menjadi tren dikalangan wisatawan. Sampai saat ini tercatat
ada 15 desa wisata yang sedang berlomba-lomba untuk meningkatkan potensi yang ada. Salah
satunya adalah Desa Wisata Angkringan Ngerangan yang berada di Kecamatan Bayat Kabupaten
Klaten. Desa ini merupakan desa yang sebagian besar ekonomi penduduknya bergantung pada
kegiatan pedangan angkringan dan UMKM. Desa Ngerangan ini menjadi suatu ikon cikal bakal
perkembangan angkringan di jawa tengah. Sejarah penduduk desa ini sebagai penjual angkringan
sudah dirintis sejak 1980an. Sekitar 600 keluarga dari total 1.900 keluarga yang
menggantungkan nasib dari berjualan angkringan. Mereka merantau ke berbagai wilayah di
Indonesia mulai dari Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, sampai ke Pulau
Kalimantan. Bekerja sebagai pedagang angkringan menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga
Ngerangan. Warung-warung angkringan dengan ciri khas menu nasi kucing serta tiga
cerek nangkring di atas anglo berisi arang membara itu masih eksis dan terus menjamur, meski
warung-warung modern bermunculan. Selain itu, potensi ekonomi local lainnya baik dari aspek
budaya, kegiatan ekonomi seperti usaha UMKM, dan aspek lingkungan alam mampu menjadi
magnet daya Tarik pengembangan Desa Wisata Angkringan Ngerangan. Mulai dirintis tahun
2019 oleh BUMDes dan KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa). Sudah terdapat
pelatihan dari desa terkait pengelolaan desa. Pemberdayaan di desa ini, baru dimulai pada tahun
2019 namun belum mempunyai dana dari desa. Pola pengembangan desa yang diterapkan yaitu
melalui pemberdayaan masyarakat dimana seluruh lapisan masyarakat akan diberdayakan untuk
mengelola wisata. Desa wisata mengacu pada tagline one village one product. Desa Wisata

5
gerangan pada dasarnya memiliki beberapa potensi yang cukup signifikan dikembangkan
menjadi atraksi wisata. Jumlah UMKM berdasarkan infromasi BUMDes sebanyak kurang lebih
1000 UMKM atau sekitar 60% dari jumlah penduduk. UMKM tersebut bergerak di bidang
olahan makanan dan kuliner khas Klaten dengan tematik-tematik pengembangan yang sudah
berkembang saat ini. UMKM dan desa wisata yang berkembang di Desa Ngerangan ini seperti
Kampung Pecel, Kampung Lumpang, Kampung Tiwul, Kampung Sejarah Angkringan,
Kampung Dolanan, Kampung Jahe, Kampung Ketela, dan masih banyak lagi pengembangan
kampong-kampung tematik sebagai destinasi desa wisata.

6
Pada masa pandemic Covid 19 ini turut memberikan andil dalam menurunnya omset desa
wisata Ngerangan yang berimbas pada UMKM yang ada didalamnya dan tergantung pada sector
ini. Permasalahan yang dihadapi lebih kepada keberlanjutan dalam konteks Sustainable Rural
Tourism. Dari aspek pariwisata dimana masih beluma da pengembangan digitalisasi sebagai
bentuk adaptasi adanya pandemic Covid 19. Atraksi yang ditampilkan dan dukungan sarana
prasarana masih sangat minim dimana masih sebatas mengandalkan apa yang dimilki
masyarakat. Padahal jika dilihat masih sangat banyak atraksi wisata yang bisa dikembangkan
termasuk alam dan social budaya masyarakatnya. Dari aspek ekonomi, dimana banyak UMKM
yang tidak dapat memasarkan produknya dengan menggunakan teknologi dimana pada masa era
pandemic ini teknologi berupa digital marketing menjadi sangat penting dalam hal promosi
porduk. Selain itu dari hal manajerial belum mampu berjalan secara mandiri dengan
mengandalkan sector pariwisata serta inovasi diversifikasi produk juga belum banyak
berkembang mengikuti kebutuhan di masa pandemic Covid 19 ini. Dari aspek lingkungan, masih
terdapat lingkungan yang belum dikonservasi maksimal sebagai destinasi wisata serta
pengolahan sampah UMKM maupun wisata yang belum menerapkan konsep 3R.
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat UNDIP dengan skim Penguatan Komoditi
Unggulan Masyarakat (PKUM) ini adalah mampu memberikan nilai tambah dan responsive
terhadap Covid 19 dalam pengembangan Desa Wisata Ngerangan Klaten melalui konsep
Sustainable Rural Tourism. Dengan adanya dukungan dari UNDIP maka diharapkan sector
UMKM dan desa wisata pada desa ini mampu bertahan dan terus berkembang di masa
pandemic Covid 19 secara mandiri dan tangguh. Melalui pendampingan bimbingan dan praktek
dari UNDIP berupa sarana, prasarna, alat, dan digitalisasi teknologi diharapkan mampu
mengembangan Desa Wisata Ngerangan menjadi desa wisata yang responsive terhadap
pandemic Covid 19 sehingga mampu menjadi destinasi wisata turis local maupun inetrnasional.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh mitra pengabdian dalam mengembangkan
komoditas unggulannya, maka solusi yang ditawarkan berupa pengembangan sarana dan
prasarana penunjang pengembangan wisata, UMKM dan pengelolaan lingkungan. Selain itu,
solusi lain yang ditawarkan adalah berupa pengembangan teknologi digitalisasi sebagai sarana
peningkatan kualitas, kuantitas, dan pemasaran baik dari sector wisata, ekonomi UMKM dan
konservasi lingkungan sehingga terciptanya Sustainable Rural Tourism di masa pandemic Covid
19.
Dalam meningkatkan komoditi unggulan masyarakat di Desa Wisata Ngerangan ini, maka
pengabdian ini dengan skema Program Penguatan Komoditi Unggulan Masyarakat (PKUM)

7
akan bermitra dengan BUMDes Ngerangan, Kader PKK, dan POKDARWIS sebagai embrio
pengembangan desa wisata dan UMKM yang ada di Desa Ngerangan yang responsif terhadap
dampak pandemi Covid 19.
I.2. Permasalahan Mitra
Permasalahan yang dihadapi mitra pada pengabdian skim PKUM ini terkait dengan
beberapa aspek dalam konteks Sustainable Rural Tourism terutama di masa pandemic Covid 19
yang dijelaskan pada Tabel 1.

Aspek
No Deskripsi Permasalahan
Permasalahan
1 Aspek Wisata a) Atraksi wisata (alam dan budaya)
- belum mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki untuk atraksi wisata
alam seperti sungai, pegunungan, persawahan, outbond alam, dankomoditas
pertania (kacang, kedelai, dans ebagainya)
- belum mengoptimalkan potensi budaya yang dimiliki untuk atraksi wisata
budaya seperti seni tari, sejarah angkringan, dans ebagainya
- belum mampu beradaptasi di masa pandemic seperti misalnya dengan
menyediakan layanan Virtual Tour
- Belum menyediakan paket wisata yang ebrsifat edukasi dan live in sehingga
meningkatkan quality tourism di masa pandemic Covid 19
b) Sarana prasarana wisata
- Masih minimnya sarana prasarana penunjang wisata karena selama ini masih
mengandalkan properti yang dimiliki oleh warga desa ngerangan
- Belum tersedianya sarana prasarana untuk dapat lebih mengembangkan atraksi
wisata di desa ngerangan missal seperti sarana prasarana terkait camping
ground, museum sejarah, showroom UMKM, dan sebagainya.
- Belum tersedianya sarana prasarana protokol kesehatan dalam konteks yang
responsive terhadap pandemic Covid 19 baik pada destinasi maupun untuk
homestay, terkait safety, healthy, flexibility, dan sustainibility.
c) Informasi dan promosi wisata
- Belum maksimalnya upaya pemasaran desa wisata Ngerangan melalui web
ataupun media social karena keterbatasan pengetahuan teknologi terutama di
amsa pandemic ini
- Belum tersedianya papan informasi dan rute perjalanan wisata di dalam Desa
Wisata Ngerangan untuk menghindari kerumumunan massa wisatawan dan
mampu mengembangkan masing-masing kampong tematik yang ada pada
masa pandemic Covid 19
- Belum maksimalnya branding potensi wisata dalam promosi desa wisata
Ngerangan
2 Aspek a) Diversifikasi produk UMKM di masa pandemi
Ekonomi - Belum optimalnya pengembangan diversifikasi produk UMKM yang ada di
Desa Ngerangan dalam hal teknologi untuk meningkatkan diversifikasi produk
UMKM
- Belum optimalnya proses produksi karena keterbatasan alat-alat dan modal
untuk meningkatkan diversifikasi produk UMKM di masa pandemi
- Belum menciptakan produk kekinian sesuai permintaan pasar terutama di masa
pandemic yang lebih kepada higienitas makanan, alat-alat pelindung diri dan
sebagainya
b) Manajemen pengelolaan UMKM di masa pandemi

8
Aspek
No Deskripsi Permasalahan
Permasalahan
- Belum optimalnya teknik dalam mendesain kemasan produk UMKM yang
dihasilkan untuk menarik konsumen
- Belum ada suatu teknik manajemen pengelolaan yang baik di masa pandemic
misalnya dengan menggunakan sarana prasarana yang memadai sesuai
protocol kesehatan seperti cara mengemas, cara memproduksi dans ebagainya
- Belum optimalnya pengelolan pembukuan yang responsive di masa pandemic
misalnya terkait dengan manajemen keuangan yang fleksibel di masa pandemi
- Belum optimalnya penamaan logo brand produk UMKM sehingga masih
belum menjual dengan baik dan meningkatkan permintaan konsumen
- Belum optimalnya pengemasan produk sehingga bisa dikirimd alam jarak jauh
selama pandemic karena missal pemesanan secara online
c) Manajemen promosi dan pemasaran produk di masa pandemic dengan
digital marketing (e-commerce)
- Belum adanya tagline promosi online yang mampu menjual dan menimbulkan
rasa keingintahuan konsumen akan produk yang dipasarkan
- Belum maksimalnya pengelolaan akun media social untuk promosi produk
UMKM yang dihasilkan karena keterbatasan informasi dan pengetahuan
- Belum tersedianya kemudahan akses untuk konsumen dalam mengakses hasil-
hasil produk UMKM yang ada
- Belum optimalnya konten promosi yang harus dikembangkan dalam hal
pemasaran produk UMKM
3 Aspek a) Pengolahan sampah 3R
Lingkungan - Belum optimalnya teknik-teknik dalam pengolahan sampah oleh warga dengan
system 3R walapun tempatnya sudah tersedia yaitu berupa TPS3R di Desa
Ngerangan
- Belum banyak dukungan alat yang tersedia di TPS3R dalam pengolahan
sampah dengan sistem 3R seperti bantalan mesin pengolah sampah, dan
sebagainya
- Tingginya jumlah timbulan sampah dari UMKM, sector wisata dan rumah
tangga baik limbah padat maupun cair
b) Pengolahan produk sampah menjadi sentra UMKM dan wisata edukasi
- Belum adanya pengolahan produk sampah yang ebrkelanjutan sebagai
komoditas unggulan untuk produk UMKM missal berupa Ecobrick, Pupuk
organic (kompos dan cair) dan Arang sekam
- Belum adanya wisata edukasi pengolahan sampah dalam rangka peningkatan
pengetahuan pengolahan sampah 3R

9
I.3. Permasalahan prioritas yang akan ditangani
Permasalahan prioritas yang akan ditangani pada konteks pengembangan model
Sustainable Rural Tourism dalam mengembangkan Desa Wisata Ngerangan sebagai destinasi
wisata yang mampu responsif terhadap Covid 19 yaitu dirinci pertahun kegiatan pengabdian
PKUM sebagai berikut:

10
Tahun I Tahun II Tahun III
“ASPEK WISATA” “ASPEK EKONOMI” “Aspek Lingkungan”

Atrakasi wisata Diversifikasi produk UMKM Pengolahan sampah 3R


Belum terdapat layanan Virtual Belum omptimalnya teknologi untuk Beluma da teknologi dalam
Tour diversifikasi produk pengolahan sampah 3R
Belum terdapat wisata edukasi Keterbatasan alat dan teknologi produksi Belum tersedia alat
dan live in berbasis alam dan Belum menciptakan produk UMKM dengan pengolahan sampah yang
budaya konteks kekinian memadai di TPS3R
Sarana prasarana wisata Manajemen pengelolaan UMKM Tingginya jumlah volume
Belum tersedia sarana prasarana Belum optimalnya teknik desain kemasan timbulan sampah dari
wisata memadai produk UMKM, sector wisata dan
Belum tersedia sarana prasarana Belum tersedia arana prasarana penerapan limbah rumah tangga
protokol kesehatan pada protocol kesehatan dalam pengemasan Produk pengeolahan sampah
destinasi dan homestay produk 3R menjadi komoditas
Informasi dan promosi wisata Belum optimalnya manajemen keuangan di UMKM
Belum optimalnya media masa pandemic Beluma da teknologi dalam
pemasaran dengan system Belum ada teknologi dalam pengemasan mengolah sampah 3R
online produk lebih tahan lama menajdi komoditas
belum tersedia sarana informasi Belum optimalnya logo brand UMKM
dan rute wisata yang safety dan Manajemen promosi produk UMKM Belum adanya edukasi
tidak menimbulkan kerumunan Belum optimalnya teknik tagline promosi wisata mengenai
belum maksimalnya branding melalui media social pengolahan sampah 3R
wisata Keterbatasan pengelolaan teknologi dalam
promosi online

MODEL SUSTAINABLE RURAL TOURISM DI DESA WISATA NGERANGAN

DESA WISATA NGERANGAN YANG RESPONSIF TERHADAP PANDEMI COVID 19

11

Anda mungkin juga menyukai