Anda di halaman 1dari 2

Mengenai suara keras yang dihasilkan oleh toa masjid, hal ini sudah menjadi tradisi dari dahulu

dan masyarakat sendiri memiliki penerimaan yang positif saat mendengar lantunan adzan, dzikir, serta
oengajian yang keras. Tradisi ini tidak menimbulkan masalah ketika diterapkan di lingkungan seperti
pedesaan yang jarak antar rumahnya tidak terlalu jauh serta lingkungan yang homogen. Bahkan
Legistlator Dapil Jawa Tengah mengatakan dalam konstruksi kebudayaan masyarakat pedesaan, bunyi
lantunan dzikir serta adzan ini sudah dijadikan bunyi lingkungan dimana dengan dihilangkannya ini dapat
mempengaruhi kebiasaan serta kebatinan masyarakatnya.

Memang fenomena di pedesaan ini tidak bisa disamakan dengan fenomena di perkotaan yang
lebih heterogen dan bising dimana ketenangan menjadi hal langka yang diidam-idamkan masyarakatnya.
Dalam beberapa kondisi tertentu seperti ini tentu saja diperlukann adanya pengatur suara untuk
menghormati masyarakat sekitar dengan agama yang berbeda, misalnya saat umat Hindu merayakan hari
raya mereka yaitu Hari Raya Nyepi, ataupun hari raya lainnya. Hal ini memang akan menjaga
keharmonisan lingkungan dengan saling bertoleransi.

Namun ini bukan merupakan suatu hal yang harus dibatasi secara ekstrim seperti adanya
intervensi negara terhadap peribadatan. Adanya aturan seperti ini akan membuat para takmir merasa
peribadatan dibatasi dan seakan negara berusaha menghilangkan tradisi, yang dimana di Indonesia sendiri
merupakan negara yang menjunjung tinggi agama dan bedasar padanya, seperti yang disebutkan dalam
Pancasila sila ke-1. Sehingga persoalan mengenai agama dan tradisinya memang menjadi hal yang
ditanam keras oleh masyarakat. Salah satu jalan lainnya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan
keterbukaan pikiran masyarakat dalam mewujudkan keharmonisaln sosial. Toleransi tidak harus
menghilangkan tradisi.

Sebagai salah satu contoh bahwa peningkatan kesadaran dan keterbukaan masyarakat dapat
mengatasi masalah toleransi adalah toleransi antara umat Islam dan Hindu di Bali. Pada saat umat Hindu
merayakan Hari Raya Nyepi, umat muslim disana sama sekali tidak menyalakan speaker dan beribadah
dalam diam tanpa mengganggu umat Hindu. Begitu pula dengan umat Hindu yang memaklumi speaker
keras umat muslim saat merayakan Hari Raya Idul Fitri. Hal ini sudah otomatis terjadi karena memang
sudah bangkit rasa kesadaran dan keinginan untuk menjaga keharmonisan social dari diri masing-masing.

Tanpa peraturan yang mengekang, apabila sudah ada kesadaran dan persetujuan masyarakat
sekitar, maka keharmonisan akan otomatis terbentuk. Selain itu, apabila ada yang terganggu dengan suara
adzan atau dzikir yang terlalu keras, masyarakat dapan melaksanakan musyawarah mereka sendiri dan
mengaturnya melalui tradisi kampung atau lingkungan masing-masing. Satu daerah dan daerah lain
pastinya memiliki tradisi dan aturan yang berbeda-beda, oleh sebab itu, permasalahan seperti ini
sebaiknya diserahkan pada masyarakat dalam lingkungan itu sendiri, entah suara masjid mau dibatasi
ataupun tidak sama sekali, itu bukan hal yang dapat diatur oleh negara, karena warga daerah itu sendiri
pasti lebih tahu yang terbaik bagi daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai