Anda di halaman 1dari 3

Seorang mahasiswa De La Salle bukan hanya mengandalkan aspek

pendidikan yakni intelektual, tapi juga kehidupan relasional, kedekatan dan


persahabatan. Turut menjadi sehati dan sejiwa dengan mereka yang dilayani,
memberi teladan dan kesaksian hidup. Dengan demikian dalam proses
pendidikan terjadi suatu pembaruan dalam kehidupan “transforming live”.
Sehingga dalam proses pendidikan di Universitas Katolik De La Salle terdapat
perpaduan antara pikiran (mind), hati (heart), dan kehidupan yang
transformative (life). (Kinzler, Campos dan Ricci, 2009).
Motto De La Salle: Religio – Mores – Cultura. Sebagai bagian dari
pendidikan Katolik, maka hakekat utama pendidikan menurut De La Salle
adalah karya iman, yakni karya Tuhan untuk menyelamatkan manusia dan
membangun kesatuan kasih dengan Tuhan yang maha kasih melalui pendidikan.
Para guru dan dosen adalah utusan Tuhan untuk mengembangkan semua potensi
yang ada dalam anak didiknya yang adalah anak-anak Allah, yang diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Karena itu, aspek utama pendidikan adalah
iman atau Religio. Dalam cahaya iman ini maka pendidikan mendapatkan makna
terdalam yakni pembangunan manusia seutuhnya sebagai anak Allah, oleh para
pendidik yang adalah utusan-utusan Allah sendiri. Mereka adalah serentak
pendidik profesional, duta karya keselamatan Allah dan saksi iman. Iman ini
akan menjadi penerang dalam pencarian kebenaran akademik, yang menjadi
tujuan utama ilmu pengetahuan, yakni mencari kebenaran. Dalam terang iman,
proses pendidikan didorong untuk mengupayakan yang terbaik di segala bidang,
baik intelektual – akademik, moral – spiritual, fisik – emosional, bahkan
komunal dan relasional. (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009)
Iman terwujud pertama-tama dalam cinta kasih, baik terhadap Tuhan maupun
sesama. Dengan demikian seorang beriman adalah seorang yang bermoral yang
terwujud dalam perbuatan cinta kasih. Oleh karena itu, motto ke dua Unika De
La Salle adalah “Mores” (Moral). Mores berarti panggilan bagi semua orang
untuk mengabdikan diri seutuhnya untuk karya cinta kasih dalam pelayanan.
Nilai-nilai ini yang merupakan perwujudan spirit of service yang mewarnai
seluruh karya pendidikan De La Salle (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009).
Menurut Paus Yohanes Paulus II, “Iman yang tidak termanifestasikan dan
meresap dalam budaya adalah iman yang tidak diterima dengan sepenuh hati,
yang tidak sungguh-sungguh dipikirkan secara mendalam, dan tidak dihidupi
secara penuh.” Oleh karena itu, kesatuan dialektis antara iman (religio) dan
kasih (mores), yang terus menerus ditanamkan dan ditumbuh kembangkan menjadi
suatu pola yang terintegrasi baik secara individual maupun kolektif menjadi nilai
dan norma serta tindakan dan tradisi yang terus menerus dihidupi dan diwariskan
dalam semangat “spirit of faith, service, community”, sehingga terbangun suatu
budaya (cultura) yang manusiawi dan Kristiani. Menurut Webster’s Dictionary
(2002) dalam Kinzler (2009), “Budaya adalah penanaman dan pengembangan
semua kemampuan intelektual dan moralmelalui pendidikan,
membentuk suatu rangkaian sistem kepercayaan, pengetahuan, tingkah laku
yang tergantung pada kemampuan manusia untuk belajar dan meneruskannya
kepada generasi selanjutnya” (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009). Oleh karena itu,
pendidikan De La Salle menjadi kesatuan integrative antara Iman (Religio)–Moral
(Mores)–Budaya (Cultura) sama halnya dengan integrasi iman–budaya–kehidupan.
Prinsip dan semangat inilah yang kiranya menjadi pemersatu, daya dorong dan
pemberi semangat seluruh keluarga besar lasallian untuk melanjutkan tugas
perutusan bersama atau “the shared mission of religio–
mores–cultura”. (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009)
2.1 Konsep Teori
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka
kegiatan tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan prilaku tersebut. Dengan
perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan
(faktor yang mempengaruhi prilaku itu sendiri). Menurut Lawrence Green ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya. Faktor predisposisi
(predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factors), factor penguat
(reinforcing factors).(Notoadmojo,2005).
Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor pengetahuan dan sikap
yang dapat mempermudah mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat
terhadap apa yang dilakukan dan dimana melakukannya. Faktor pemungkin
(enabling factors) merupakan faktor pendukung seperti fasilitas, saran dan prasarana
kesehatan yang dapat mendukung perilaku seseorang atau masyarakat. Factor
penguat (reinforcing factors) selain faktor pengetahuan dan

Anda mungkin juga menyukai