Anda di halaman 1dari 3

Karakteristik Pendidikan Islam Kontemporer

Pendidikan Islam Kontemporer adalah sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islami
bersumber pada Al-Qur’an, Al-sunnah dan hasil ijtihad pakar pendidikan Islam yang berorientasi
kekinian selaras dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern serta kebutuhan dan tuntutan
masyarakat modern.
Hakikat pendidikan Islam ialah potensi dinamis dalam tiap diri manusia yang terletak pada
keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlaq dan pengalamannya yang mengandung tiga
dimensi pengembangan kehidupan manusia yaitu :
1. Dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba Allah untuk
mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
mendasari kehidupan yaitu nilai-nilai Islam.
2. Dimensi kehidupan Ukhrawi mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya dalam
pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan Tuhannya. Dimensi inilah yang
melahirkan berbagai usaha agar kegiatan ubudiahnya senantiasa berada di dalam nilai-nilai
agamanya.
3. Dimensi hubungan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi mendorong manusia untuk
berusaha menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang utuh dan paripurna dalam ilmu
pengetahuan dan keterampilan, sekaligus menjadi pendukung serta pelaksana (pengamal)
nilai-nilai agamanya.
Ketiga dimensi tersebut kemudian dijabarkan dalam program operasional kependidikan yang
makin meningkat kearah tujuan yang telah ditetapkan. Dalam program itulah tergambar adanya
materi kependidikan Islam yang secara difusif (menyebar) dan integratif (menyatu)
dioperasionalisasikan ke dalam rangkaian program pendidikan atau kurikulum, sehingga terserap
ke dalam pribadi manusia sebagai objek pendidikan Islam. Dari terjadinya internalisasi nilai-nilai
Islam itu, anak didik menjadi wujud dari kehendak Allah, karena secara aktual dan fungsional
mampu mengamalkan perintah dan menjauhi larangannya, yaitu menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa melalui ilmu pengetahuan, keterampilan, serta prilakunya yang sesuai dengan nilai-
nilai agama.
Inilah proses dasar dalam sistem pendidikan Islam yang perlu dipegangi dalam operasionalisasi
kependidikan Islam. Proses demikian memerlukan pengarahan operasional berdasarkan teori
pendidikan sesuai cita-cita agama (menurut Al-Qur’an dan Hadis).

Sistem nilai yang mendasari Islam kontemporer terdiri dari :


1. Nilai Physical Values yaitu nilai-nilai yang bersifat fisik/ jasmaniah yang perlu menjadi
standarisasi pertumbuhan fisik sesuai dengan pertumbuhan jasmaniah manusia dari masa
konsepsi, masa orok, masa kanak-kanak, masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, dan
masa tua.
2. Nilai etikal yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan moral budi pekerti atau ahklaqul
karimah sebagai dasar-dasar berprilaku secara standar normatif Islam baik kepada dirinya,
kepada orang lain, terhadap alam terhadap sang kholiq.
3. Nilai logikal ialah kemampuan daya nalar yang harus dikuasai oleh seorang manusia dari
mulai mumayyiz baligh sampai dewasa yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan oral, kecerdasan kultural dan kecerdasan
berpolitik
4. Nilai estetikal yaitu nilai yang berhubungan dengan mengapresiasikan keindahan baik
dalam pemeliharaan lingkungan, kebersihan, keindahan, sampai mengekspresikan nilai-
nilai seni budaya yang Islami sampai menciptakan seni untuk Tuhan (arts for god).
5. Teleologikal instrumental yaitu nilai azas manfaat yaitu suatu kemampuan dalam
memanfaatkan segala fasilitas hidup dan kehidupan baik langsung maupun tidak langsung
baik sederhana maupun yang kompleks sehingga dapat menjadikan kehidupannya lebih
sejahtera dan bermakna.
6. Teologikal Values yaitu nilai yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan artinya
perkembangan kehidupan beragama dari mulai mengenal agama secara verbalistis, kepada
tingkatan kritis sampai kesadaran baragama dengan penuh tanggung jawab dalam kerangka
menjunjung tinggi agama Allah (Al-Islam) sesuai dengan peran dan fungsi dalam
kehidupan berpribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dunia pendidikan hari ini dihadapkan dengan pelbagai persoalan: ledakan informasi teknologi,
industrialisasi, globalisasi, dan liberalisasi. Ditengah ini semua, dunia pendidikan dituntut
untuk bersikap lebih realistik dan pragmatik dalam arti kata bisa memenuhi kebutuhan pasar:
mensupply tenaga kerja yang siap pakai. Untuk tujuan ini, tidak sedikit sekolah dan institusi-
institusi pendidikan yang banting stir, mengorbankan idealismenya, mengubur cita-cita
luhurnya.
Kenyataan ini tentu kontras sekali dengan pandangan hidup Islam (Islamic Worldview) dimana
tugas pendidik adalah untuk melahirkan manusia-manusia yang memiliki keilmuan yang
mumpuni serta beradab sementara tugas peserta didik adalah mencari ilmu. Adab dalam
konteks ini bukan hanya berarti moral seperti yang biasa kita pahami dalam bahasa Indonesia.
Adab yang kami maksud disini adalah seperti yang dijelaskan oleh S. M. Naquib al-Attas yang
berkonotasi ilmu, yaitu:
”the discipline of body, mind, and soul; the discipline that assures the recognition and
acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s self, society, and Community; the
recognition and acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s physical,
intellectual, and spiritual capacities and potentials, the recognition and acknowledgment of the
fact that knowledge and being are order hierarchically.”

Ilmu dalam pandangan hidup (worldview) Islam menempati posisi sentral sampai-sampai
Franz Rosenthal berkesimpulan bahwa ilmu adalah Islam itu sendiri (’ilm is Islam), karena
menurutnya, “there is no other concept that has been operative as a determinant of Muslim
civilization in all its aspects to the same extent as ‘ilm.”[12] (tidak ada konsep yang bekerja
sebagai penentu Peradaban Islam dalam seluruj aspeknya sebagaimana halnya ‘ilm.) Mungkin
hanya Islamlah satu-satunya agama yang memberikan apresiasi sedemikian besar terhadap
ilmu. Hal ini terlihat dari penghargaan yang diberikan al-Qur’an dan Hadits kepada mereka
yang menuntut ilmu. Al-Qur’an menempatkan kedudukan orang berilmu sebaris dengan orang
beriman dan malaikat. Bahkan kemulian Adam as pun tidak terlepas dari keilmuan yang ia
miliki yang ia peroleh dari Allah SWT. Para pencari ilmu, disebutkan dalam salah sebuah
Hadits, turut didoakan oleh seluruh yang ada di langit dan dibumi; mereka juga dilapangkan
jalannya masuk ke surga. Sedemikian utamanya ilmu, al-Qur’an pun tetap memerintahkan
sekelompok orang untuk tetap bergiat dalam bidang keilmuan meski kondisi darurat perang.
(Dr. Nirwan Syafrin Manurung (Dosen Pasca Sarjana UIKA Bogor).

Anda mungkin juga menyukai