Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

IAS2
INVENTORIS

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

Disusun Oleh:
Nama : Adji Rizki Nashantyawarman
NIM : 2111070360
Program Studi : S-1 Akuntansi
Dosen : Dr. Reschiwati SE.AK.MM.

PROGRAM S 1 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA PERBANAS
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... ii


I. PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
II. RUANG LINGKUP ........................................................................................................................ 4
III. DASAR PENILAIAN..................................................................................................................... 5
IV. SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN ..................................................................................... 7
V. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN....................................................................................... 9
VI. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ...................................................................................... 13
VII. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN LAINNYA .................................................................. 19
VIII. PENENTUAN KEPEMILIKAN PERSEDIAAN ........................................................................ 21
IX. NILAI REALISASI NETO .......................................................................................................... 25
X. PENGAKUAN BEBAN ............................................................................................................... 28
XI. PENGUNGKAPAN...................................................................................................................... 30
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 32

ii
I. PENDAHULUAN
Persediaan merupakan salah satu aset yang paling aktif dalam operasi kegiatan
perusahaan dagang. Sebagian besar sumber daya perusahaan diinvestasikan dalam bentuk
barang-barang yang dibeli atau diproduksi. Biaya barang – barang ini harus dicatat,
dikelompokan, dan diikhtisarkan selama periode akuntansi. Pada akhir periode, biaya
dialokasikan diantara aktivitas periode berjalan dan aktivitas periode mendatang yaitu
diantara barang – barang yang berada dalam persediaan untuk dijual periode mendatang.

Persediaan juga merupakan aset lancar terbesar dari perusahaan manufaktur


maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan
bisnis berfluktuasi. Selama iklim usaha baik, penjualan menjadi tinggi dan persediaan
bergerak lebih cepat dari pembelian ke penjualan. Namun ketika kondisi ekonomi menurun,
tingkat penjualan juga menjadi menurun, persediaan bertumpuk dan perlu dilakukan
penjualan meskipun mengalami kerugian.

IAS 2 Inventories merupakan standar yang mengatur perlakuan akuntansi untuk


persediaan. Masalah utama dalam akuntansi untuk persediaan adalah jumlah biaya yang
harus diakui sebagai aset dan diteruskan sampai pendapatan terkait diakui. Pernyataan ini
memberikan pedoman dalam penentuan biaya dan pengakuan selanjutnya sebagai beban,
termasuk setiap penurunan nilai menjadi nilai realisasi bersih. Ini juga memberikan
panduan tentang formula biaya yang digunakan untuk membebankan biaya ke persediaan.
Standar mensyaratkan persediaan untuk diukur pada biaya yang lebih rendah dan nilai
realisasi bersih (NRV) dan menguraikan metode yang dapat diterima untuk menentukan
biaya, termasuk identifikasi khusus (dalam beberapa kasus), first-in first-out (FIFO) dan
biaya rata-rata tertimbang.

Pada bulan April 2001 International Accounting Standards Board (IASB)


mengadopsi IAS 2 Inventories, yang awalnya dikeluarkan oleh International Accounting
Standards Committee pada bulan Desember 1993. IAS 2 Inventories menggantikan IAS 2
Valuation and Presentation of Inventories in the Context of Historical Cost System
(diterbitkan pada bulan Oktober 1975). Pada bulan Desember 2003 Dewan mengeluarkan
revisi IAS 2 sebagai bagian dari agenda awal proyek teknis. IAS 2 yang direvisi juga
memasukkan panduan yang terkandung dalam Interpretasi terkait (Konsistensi SIC-1—
Formula Biaya Berbeda untuk Persediaan). Standar lain telah membuat amandemen
konsekuensial kecil untuk IAS 2. Antara lain termasuk IFRS 13 Pengukuran Nilai Wajar

3
(diterbitkan Mei 2011), IFRS 9 Instrumen Keuangan (Hedge Accounting dan amandemen
IFRS 9, IFRS 7 dan IAS 39) (diterbitkan November 2013), IFRS 15 Pendapatan dari
Kontrak dengan Pelanggan (diterbitkan Mei 2014), IFRS 9 Instrumen Keuangan
(diterbitkan Juli 2014) dan Sewa IFRS 16 (diterbitkan Januari 2016). IAS 2 berlaku untuk
periode tahunan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2005.

II. RUANG LINGKUP


Persediaan mencakup aset yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
(barang jadi), aset dalam proses produksi untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
(pekerjaan dalam proses), dan bahan serta perlengkapan yang digunakan dalam produksi
(bahan mentah). [IAS 2.6]

1. IAS 2 Inventories berlaku untuk semua persediaan, kecuali:


a) pekerjaan dalam proses yang timbul di bawah kontrak konstruksi (IAS 11 Kontrak
Konstruksi);
b) instrumen keuangan (IAS 39 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran);
dan
c) aset biologis yang terkait dengan aktivitas pertanian dan hasil pertanian pada titik
panen (IAS 41 Pertanian).
2. IAS 2 tidak berlaku untuk pengukuran persediaan yang dimiliki oleh:
a) produsen produk pertanian dan hutan, hasil pertanian setelah panen, dan mineral
dan produk mineral, sejauh yang diukur pada nilai realisasi bersih (di atas atau di
bawah biaya) sesuai dengan praktik yang berlaku di industri tersebut. Ketika
persediaan tersebut diukur pada nilai realisasi bersih, perubahan nilai tersebut
diakui dalam laba rugi pada periode terjadinya perubahan dalam laba rugi pada
periode terjadinya perubahan.
b) pedagang perantara komoditas yang mengukur persediaan mereka pada nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual. Ketika persediaan tersebut diukur pada nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual, perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual diakui dalam laba rugi pada periode terjadinya perubahan.
3. Persediaan sebagaimana dimaksud dalam paragraf 2 a) diukur pada nilai realisasi
bersih pada tahap produksi tertentu. Hal ini terjadi, misalnya, ketika tanaman pertanian
telah dipanen atau mineral telah diekstraksi dan penjualan dijamin berdasarkan

4
kontrak berjangka atau jaminan pemerintah, atau ketika terdapat pasar yang aktif dan
terdapat risiko kegagalan penjualan yang dapat diabaikan. Persediaan ini dikecualikan
hanya dari persyaratan pengukuran Standar ini.
4. Pialang-pedagang adalah pedagang yang membeli atau menjual komoditas untuk
orang lain atau atas nama mereka sendiri. Persediaan sebagaimana dimaksud dalam
paragraf 2 b) terutama diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam waktu
dekat dan menghasilkan laba dari fluktuasi harga atau margin pedagang perantara.
Ketika persediaan ini diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual,
persediaan tersebut dikecualikan hanya dari persyaratan pengukuran Pernyataan ini.

III. DASAR PENILAIAN


Persediaan harus diukur pada yang lebih rendah antara biaya dan nilai realisasi neto.

1. Nilai Realisasi Neto


Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa
dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk
membuat penjualan. Nilai realisasi neto mengacu kepada jumlah neto yang entitas
berharap untuk direalisasi dari penjualan persediaan dalam kegiatan usaha biasa. Nilai
wajar mencerminkan suatu jumlah di mana persediaan yang sama dapat dipertukarkan
antara pembeli dan penjual yang berpengetahuan dan berkeinginan di pasar. Nilai
realisasi neto adalah nilai khusus entitas sedangkan nilai wajar tidak tergantung pada
nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama dengan nilai
wajar dikurangi biaya untuk menjual.

IAS 2 menyatakan bahwa estimasi net realizable value harus diterapkan untuk
setiap jenis persediaan atau item demi item, kecuali terdapat sekelompok persediaan
yang sejenis dan dapat dinilai secara tepat per kelompok jenis persediaan. Sebagai
pedoman umum, penilaian harus dilakukan untuk setiap jenis persediaan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya kompensasi unrealized gain dengan unrealized loss
kelompok persediaan lain, sehingga menurunkan jumlah rugi yang harus diakui, hal ini
penting untuk diperhatikan mengingat IFRS melarang pengakuan unrealized gain pada
laporan rugi-laba. Dikatakan bahwa evaluasi penurunan nilai persediaan yang
dilakukan atas sekelompok persediaan, tidak atas item per item persediaan, adalah
merupakan mekanisme tidak langsung atau backdoor mechanism untuk mengakui
unrealized gain yang seharusnya tidak diakui, sehingga perlu ditegaskan bahwa

5
tuntutan dasar evaluasi penurunan nilai persediaan adalah diterapkan atas item demi
item persediaan. Dua paragraf di atas menegaskan bahwa IAS 2 sangat mengatur
penerapan net realizable value, yaitu harus diterapkan item demi item demi untuk
mencegah potensi pengakuan unrealized gain secara tidak langsung, di sisi lain US
GAAP tidak mengatur hingga sedetail ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa IFRS
ternyata justru lebih condong ke rules-based dan bukannya berbasis pada konsep
principles-based.

Untuk kasus terjadinya kenaikan kembali nilai persediaan, IAS 2


mendeskripsikan bahwa pengukuran net realizable value harus dilakukan pada setiap
periode pelaporan keuangan, dan pada saat tidak terdapat lagi fakta adanya penurunan
nilai persediaan, misalnya karena nilai persediaan mengalami kenaikan kembali, maka
penurunan nilai persediaan harus dibatalkan dengan membuat jurnal koreksi, dan
karena penurunan nilai persediaan telah dimasukkan ke dalam laporan rugi-laba, maka
jurnal koreksi atas penurunan nilai persediaan juga harus direfleksikan dalam laporan
rugi-laba. Juga ditegaskan bahwa jurnal koreksi atau recovery hanya diperkenankan
maksimum sebesar penurunan nilai yang telah diakui pada periode sebelumnya.

2. Nilai Wajar
Nilai wajar adalah jumlah di mana suatu set dipertukarkan, atau kewajiban
diselesaikan, antara pihak yang berpengetahuan dan berkeinginan dalam suatu transaksi
yang wajar.

3. Komoditi
Komoditi adalah barang dagangan yang menjadi subjek kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa berjangka.

4. Nilai Khusus Entitas


Nilai khusus entitas adalah nilai kini dari arus kas yang diharapkan oleh suatu
entitas yang timbul dari penggunaan aset berkelanjutan dan dari pelepasannya pada
akhir umur manfaat atau yang diharapkan terjadi ketika penyelesaian kewajiban.

6
IV. SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN
Sistem pencatatan persediaan dapat digolongkan ke dalam dua cara, yaitu:

1. Sistem Periodik atau Fisik


Menurut sistem ini setiap pembelian atau pemasukan maupun penjualan
(pengeluaran) persediaan tidak dicatat atau dibukukan ke dalam perkiraan persediaan.
Pembelian barang dibukukan ke perkiraan-perkiraan pembelian dan beberapa perkiraan
lain seperti potongan pembelian dan pengembalian pembelian. Penjualan dibukukan ke
perkiraan penjualan. Dengan sistem ini jumlah persediaan akhir diketahui setelah
dilakukan perhitungan fisik (inventory taking) terhadap barang yang ada di gudang.
Selanjutnya setelah perhitungan fisik maka perlu dilakukan closing (penutup)
terhadap persediaan awal. Jadi dalam buku besar persediaan hanya terdapat jumlah
persediaan awan dan persediaan akhir.

Bagi perusahaan dagang jika menggunakan metode ini maka sistem


pencatatannya adalah sebagai berikut:

 Saat pembelian:
Dr. Purchase Rp xxx

Cr. Cash/Account Payable Rp xxx

 Jika barang yang telah dibeli dikembalikan karena rusak atau penyebab lainnya:
Dr. Cash/Account Payable Rp xxx

Cr. Purchase Return Rp xxx

 Saat penjualan:
Dr. Cash/Account Receivable Rp xxx

Cr. Sales Rp xxx

 Jika barang yang telah dijual dikembalikan karena suatu hal:


Dr. Sales Return Rp xxx

Cr. Cash/Account Receivable Rp xxx

2. Sistem Perpetual

7
Dalam sistem persediaan perpetual, rincian catatan mengenai setiap pembelian
dan penjualan persediaan disimpan. Sistem ini secara terus menerus menunjukkan
persediaan yang harus dimiliki untuk setiap jenis barang. Berdasarkan sistem
persediaan perpetual, harga pokok penjualan ditentukan setiap kali terjadi penjualan.
Menurut sistem ini, setiap saat harus dilakukan pencatatan atas penambahan
ataupun pengurangan persediaan akibat adanya pembelian, pemakaian bahan baku dan
penjualan sehingga jumlah maupun nilai persediaan dapat diketahui sewaktu-waktu
tanpa melakukan perhitungan fisik. Untuk perusahaan dagang, pencatatan yang
dilakukan menurut metode ini adalah sebagai berikut:

 Saat pembelian:
Dr. Merchandise Inventory Rp xxx

Cr. Account Payable/Cash Rp xxx

 Jika barang yang telah dibeli dikembalikan karena rusak atau penyebab lainnya:
Dr. Account Payable Rp xxx

Cr. Merchandise Inventory Rp xxx

 Saat penjualan:
Dr. Account Receivable/Cash Rp xxx

Cr. Sales Rp xxx

Dr. Cost of Good Sold Rp xxx

Cr. Merchandise Inventory Rp xxx

 Jika barang yang telah dijual dikembalikan karena suatu hal:


Dr. Sales Return Rp xxx

Cr. Cash/Account Receivable Rp xxx

Dr. Merchandise Inventory Rp xxx

Cr. Cost of Good Sold Rp xxx

8
V. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN
Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih
rendah, Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya
lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.

a) Biaya Pembelian

Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali
yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya
pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat dan hal
lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

b) Biaya Konversi

Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan
unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung. Termasuk juga alokasi
sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan
menjadi barang jadi. Overhead produksi tetap adalah biaya produksi tidak langsung yang
relatif konstan, tanpa memperhatikan volume produksi yang dihasilkan, seperti
penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan peralatan pabrik, dan biaya manajemen dan
administrasi pabrik. Overhead produksi variabel adalah biaya produksi tidak langsung
yang berubah secara langsung, atau hampir secara langsung, mengikuti perubahan
volume produksi, seperti bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung.

c) Biaya-biaya lain

Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya


tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Misalnya,
dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead nonproduksi atau
biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai biaya persediaan.

Biaya persediaan tidak boleh termasuk: [IAS 2.16 dan 2.18]

● Limbah abnormal
● Biaya penyimpanan
● Biaya administrasi yang tidak terkait dengan produksi
● Biaya penjualan

9
● Selisih kurs yang timbul secara langsung pada akuisisi baru-baru ini dari persediaan
yang ditagih dalam mata uang asing
● Biaya bunga saat persediaan dibeli dengan jangka waktu penyelesaian yang
ditangguhkan.
IAS 23 - Biaya Pinjaman mengidentifikasi beberapa keadaan terbatas di mana biaya
pinjaman (bunga) dapat dimasukkan dalam biaya perolehan persediaan yang memenuhi
definisi aset yang memenuhi syarat. [IAS 2.17 dan IAS 23.4]

Biaya standar dan metode eceran dapat digunakan untuk pengukuran biaya, asalkan
hasilnya mendekati biaya sebenarnya. [IAS 2.21-22]

Untuk item persediaan yang tidak dapat dipertukarkan, biaya spesifik dikaitkan dengan
item persediaan individu tertentu. [IAS 2.23]

Untuk item yang dapat dipertukarkan, IAS 2 memungkinkan menggunakan metode


FIFO atau biaya rata-rata tertimbang. [IAS 2.25] Rumus LIFO, yang telah diizinkan
sebelum revisi 2003 dari IAS 2, tidak lagi diperbolehkan.

Rumus biaya yang sama harus digunakan untuk semua persediaan dengan karakteristik
yang mirip dengan sifat dan kegunaannya kepada entitas. Untuk kelompok persediaan
yang memiliki karakteristik berbeda, formula biaya yang berbeda dapat dibenarkan.
[IAS 2.25]

10
Contoh soal perhitungan biaya perolehan (perusahaan dagang):

Perusahaan membeli persediaan sejumlah 1.000 dengan harga satuan $10. Terdapat
ketentuan diskon sebesar 2% apabila dilunasi dalam periode 30 hari. Maka perhitungan
dan jurnal adalah sebagai berikut:

Contoh soal perhitungan biaya konversi (perusahaan manufaktur):

1. Pembelian Bahan Baku

Misal selama bulan desember dibeli bahan baku secara kredit sebesar Rp 5.000.000.
Atas transaksi ini maka jurnal yang akan di buat adalah sebagai berikut:

Bahan Baku Rp 5.000.000

Utang Usaha Rp 5.000.000

2. Penggunaan Bahan Baku

Selama bulan Desember Rp 3.000.000 digunakan untuk produksi dan Rp 500.000


dikeluarkan untuk penggunaan tidak langsung. Jurnal yang dibuat untuk transaksi
tersebut adalah sebagai berikut:

Barang Dalam Proses Rp 3.000.000

Pengendali overhead pabrik Rp 500.000

11
Bahan Baku Rp 3.500.000

3. Pencatatan Gaji dan Upah

Selama bulan desember total gaji yang dibayar sebesar Rp 6.000.000 yang terdiri dari

Tenaga kerja langsung 65%, Tenaga kerja tidak langsung 15%, bagian pemasaran 13%
dan bagian administrasi 7%. Jurnal yang dibuat untuk transaksi di atas adalah sebagai
berikut:

Barang Dalam Proses Rp 3.900.000

Pengendali overhead pabrik Rp 900.000

Beban Gaji Admnistrasi Rp 780.000

Beban Gaji Penjualan Rp 420.000

Kas Rp 6.000.0000

4. Pencatatan Overhead Pabrik Selain Bahan Tidak Langsung Dan Tenaga Kerja Tidak

Langsung

Misalkan selama bulan desember overhead pabrik yang dibayar per kas Rp 1.450.000,
yang masih berupa utang usaha Rp 500.000; penyusutan mesin dan peralatan pabrik Rp
750.000; asuransi pabrik Rp 200.000. Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi
tersebut adalah:

Pengendali Overhead Pabrik Rp 2.900.000

Kas Rp 1.450.000

Utang Usaha Rp 500.000

Akumulasi Penyusutan Aktiva tetap Rp 750.000

Asuransi Di bayar Di muka Rp 200.000

5. Membebankan Overhead Pabrik Ke Barang Dalam Proses

12
Seluruh overhead pabrik yang sudah dicatat sebagai pengendali overhead pabrik
kemudian dikumpulkan ke barang dalam proses, dari transaksi-transaksi sebelumnya,
maka jurnal yang dibuat untuk mencatat pembebanan overhead pabrik adalah:

Barang Dalam Proses Rp 4.300.000

Pengendali Overhead Pabrik Rp 4.300.000

6. Pencatatan Produk Jadi


Maka selama bulan desember tersebut produk jadi yang dihasilkan adalah sebesar:

Bahan baku + tenaga kerja langsung + overhead pabrik = 3.000.000 + 3.900.000 +


4.300.000 = 11.200.000

jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah:

Barang jadi Rp 11.200.000

Barang Dalam proses Rp 11.200.000

VI. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN


Penilaian persediaan dapat ditentukan melalui 3 metode, yaitu metode identifikasi khusus,
metode FIFO, dan metode Rata-rata.

1. Metode Identifikasi khusus, digunakan untuk mengidentifikasi setiap item yang terjual
dan setiap item dalam persediaan. Perusahaan memasukkan dalam harga pokok
penjualan biaya barang tertentu yang dijual. Ini termasuk dalam inventaris biaya
barang-barang tertentu yang ada. Metode ini hanya dapat digunakan dalam kasus di
mana praktis untuk memisahkan secara fisik berbagai pembelian yang dilakukan.
Akibatnya, sebagian besar perusahaan hanya menggunakan metode ini saat menangani
sejumlah kecil item yang mahal dan mudah dibedakan.
2. Metode masuk pertama, keluar pertama (First In First Out/FIFO), mengasumsikan
bahwa persediaan yang dibeli atau diproduksi pertama, dijual pertama. Dengan
demikian barang yang tersisa pada akhir periode adalah persediaan barang yang paling
baru dibeli atau diproduksi. Metode FIFO dianggap berdampak pada nilai aktiva yang
dibeli perusahaan dan cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi.
3. Metode biaya rata-rata tertimbang, merupakan biaya perolehan setiap barang
ditentukan dengan rata-rata tertimbang dari biaya perolehan dari barang yang sejenis

13
pada awal suatu periode dan biaya perolehan barang tersebut dibeli atau diproduksi
selama periode yang bersangkutan. Pada sistem periodik, metode rata-rata disebut
metode rata-rata tertimbang (weighted average method) dan pada sistem perpetual
disebut dengan metode rata-rata bergerak (moving average method).

Contoh Soal:

1. Identifikasi khusus
Call-Mart Inc. memiliki transaksi berikut pada bulan pertama operasinya.

Dari informasi ini, Call-Mart menghitung persediaan akhir 6.000 unit dan harga
pokok barang tersedia untuk dijual (persediaan awal + pembelian) sebesar €43.900
[(2.000 @ €4,00) + (6.000 @ €4,40) + (2.000 @ € 4.75)].
Asumsikan bahwa 6.000 unit persediaan Call-Mart Inc. terdiri dari 1.000 unit dari
pembelian tanggal 2 Maret, 3.000 dari pembelian tanggal 15 Maret, dan 2.000 dari
pembelian tanggal 30 Maret. Ilustrasi di bawah menunjukkan bagaimana Call-Mart
menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan.

2. FIFO
Berikut adalah catatan persediaan PT ABC.

Tanggal Keterangan Kuantitas Harga

14
02-Jan Persediaan Awal 200 unit 9.000

10-Mar Pembelian 300 unit 10.000

05-Apr Penjualan 200 unit 15.000

07-Mei Penjualan 100 unit 15.000

21-Sep Pembelian 400 unit 11.000

18-Nov Pembelian 100 unit 12.000

20-Nov Penjualan 200 unit 17.000

10-Des Penjualan 200 unit 18.000

Dengan menggunakan metode FIFO, perusahaan akan menilai persediaan sebagai


berikut:
 Perpetual

Total nilai persediaan akhir = 3.400.000


HPP = persedian awal + pembelian – persediaan akhir

15
HPP = 1.800.000 + 8.600.000 – 3.400.000 = 7.000.000
 Periodik
Persediaan yang tersedia untuk dijual = persediaan awal + pembelian = 200 + 300
+ 400 + 100 = 1.000 unit

Persediaan akhir periode = persediaan tersedia untuk dijual – persediaan terjual =


1.000 – 200 – 100 – 200 – 200 = 300 unit

Persediaan akhir sebanyak 300 unit:

- 200 unit (21/09) @ 11.000 = 2.200.000


- 100 unit (18/11) @12.000 = 1.200.000
Total nilai persediaan akhir = 3.400.000

HPP = persedian awal + pembelian – persediaan akhir


HPP = 1.800.000 + 8.600.000 – 3.400.000 = 7.000.000
 Jurnal:
Periodik Perpetual
02‐Jan No entry 02‐Jan No entry
10‐Mar Purchase  3.000.000 10‐Mar Inventory  3.000.000
Cash  3.000.000 Cash  3.000.000
05‐Apr Cash  3.000.000 05‐Apr Cash  3.000.000
Sales  3.000.000 Sales  3.000.000
COGS  1.800.000
Inventory  1.800.000
07‐May Cash  1.500.000 07‐May Cash  1.500.000
Sales  1.500.000 Sales  1.500.000
COGS  1.000.000
Inventory  1.000.000
21‐Sep Purchase  4.400.000 21‐Sep Inventory  4.400.000
Cash  4.400.000 Cash  4.400.000
18‐Nov Purchase  1.200.000 18‐Nov Inventory  1.200.000
Cash  1.200.000 Cash  1.200.000
20‐Nov Cash  3.400.000 20‐Nov Cash  3.400.000
Sales  3.400.000 Sales  3.400.000
COGS  2.000.000
Inventory  2.000.000
10‐Dec Cash  3.600.000 10‐Dec Cash  3.600.000
Sales  3.600.000 Sales  3.600.000
COGS  2.200.000
Inventory  2.200.000

3. Rata-rata
Berikut adalah catatan persediaan PT ABC.

Tanggal Keterangan Kuantitas Harga

16
02-Jan Persediaan Awal 200 unit 9.000

10-Mar Pembelian 300 unit 10.000

05-Apr Penjualan 200 unit 15.000

07-Mei Penjualan 100 unit 15.000

21-Sep Pembelian 400 unit 11.000

18-Nov Pembelian 100 unit 12.000

20-Nov Penjualan 200 unit 17.000

10-Des Penjualan 200 unit 18.000

Dengan menggunakan metode biata rata-rata tertimbang, perusahaan akan menilai


persediaan sebagai berikut:

 Perpetual

Total nilai persediaan akhir = 3.224.000


HPP = persedian awal + pembelian – persediaan akhir
HPP = 1.800.000 + 8.600.000 – 3.224.000 = 7.176.000

17
 Periodik
Persediaan yang tersedia untuk dijual = persediaan awal + pembelian = 200 + 300
+ 400 + 100 = 1.000 unit

Persediaan akhir periode = persediaan tersedia untuk dijual – persediaan terjual =


1.000 – 200 – 100 – 200 – 200 = 300 unit

Persediaan akhir sebanyak 300 unit:

Tanggal Keterangan Unit Harga Total Harga


02‐Jan Persediaan awal          200       9.000    1.800.000
10‐Mar Pembelian          300     10.000    3.000.000
21‐Sep Pembelian          400     11.000    4.400.000
18‐Nov Pembelian          100     12.000    1.200.000
      1.000  10.400.000
Harga rata‐rata per unit     10.400

Persediaan akhir = 300 x 10.400 = 3.120.000


HPP = persedian awal + pembelian – persediaan akhir
HPP = 1.800.000 + 8.600.000 – 3.120.000 = 7.280.000
 Jurnal:
Periodik Perpetual
02‐Jan No entry 02‐Jan No entry
10‐Mar Purchase  3.000.000 10‐Mar Inventory  3.000.000
Cash  3.000.000 Cash  3.000.000
05‐Apr Cash  3.000.000 05‐Apr Cash  3.000.000
Sales  3.000.000 Sales  3.000.000
COGS  1.920.000
Inventory  1.920.000
07‐May Cash  1.500.000 07‐May Cash  1.500.000
Sales  1.500.000 Sales  1.500.000
COGS  1.960.000
Inventory  1.960.000
21‐Sep Purchase  4.400.000 21‐Sep Inventory  4.400.000
Cash  4.400.000 Cash  4.400.000
18‐Nov Purchase  1.200.000 18‐Nov Inventory  1.200.000
Cash  1.200.000 Cash  1.200.000
20‐Nov Cash  3.400.000 20‐Nov Cash  3.400.000
Sales  3.400.000 Sales  3.400.000
COGS  2.148.000
Inventory  2.148.000
10‐Dec Cash  3.600.000 10‐Dec Cash  3.600.000
Sales  3.600.000 Sales  3.600.000
COGS  2.148.000
Inventory  2.148.000

18
VII. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN LAINNYA
Metode penaksiran dapat digunakan untuk menilai persediaan dalam kondisi tertentu.
Hal ini memungkinkan dikarenakan adanya faktor tertentu seperti:
 Jumlah fisik persediaan tidak mungkin ditemukan karena gudang persediaan
terbakar/musnah karena bencana.
 Penentuan jumlah fisik persediaan yang ada di gudang akan memakan waktu
lama/berbiaya sangat besar.
 Kebutuhan laporan keuangan interim dalam waktu cepat.
Terdapat 2 jenis metode penaksiran yakni:
b. Gross Profit Method
Metode laba kotor adalah metode yang digunakan untuk mengestimasi persediaan
karena kadang-kadang perhitungan fisik tidak praktis dilakukan. Metode ini didasari
atas histori hubungan antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan, di mana
persentasenya tidak terlalu fluktuatif antar periode. Metode Laba Kotor didasarkan
pada tiga asumsi:
- Persediaan Awal + Pembelian = Total barang yang diperhitungkan
- Barang yang belum terjual harus berada di tangan
- Jika penjualan – biaya – jumlah persediaan awal + pembelian = persediaan akhir
Langkah-langkah dalam penggunaan metode ini:
1. Mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan
2. Menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba kotor
yang telah diketahui
3. Menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga pokok
penjualan terhadap barang tersedia untuk dijual

Contoh:

Diketahui:

- Penjualan = Rp 20.000.000

- Persediaan Awal = Rp 4.000.000

- Pembelian = Rp 12.000.000

- Laba Kotor 30% dari Penjualan

19
Diminta: berapa Nilai Persediaan akhirnya?

Jawab:

- Persediaan awal = Rp 4.000.000

- Pembelian = Rp 12.000.000

Total Persediaan = Rp 16.000.000

- Penjualan Bersih = Rp 20.000.000

- Laba Kotor (20.000.000 x 30% ) = (Rp 6.000.000)

= (Rp 14.000.000)

Nilai Persediaan Akhir = Rp 2.000.000

c. Retail Method (Metode Eceran)


Metode ini biasa digunakan pada perusahaan yang memiliki persediaan beraneka
ragam dan memiliki perputaran tinggi, sehingga tidak praktis menggunakan
perhitungan fisik. Contoh yang menggunakan metode ini adalah perusahaan ritel seperti
supermarket atau department store. Dalam sebagian besar perusahaan eceran, terdapat
pola yang dapat diamati antara biaya dengan harga. Karena itu, harga eceran dapat
dikonversikan menjadi biaya dengan suatu rumus. Metode ini, yang dinamakan metode
persediaan eceran (retail inventory method), mensyaratkan bahwa pencatatan dilakukan
atas:
- Total biaya dan nilai eceran dari barang yang dibeli;
- Total biaya dan nilai eceran barang yang tersedia untuk dijual;
- Penjualan periode berjalan.
Nilai Persediaan akhir dengan harga pokok akan diketahui dengan cara menghitung
rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga pokok
dibandingkan dengan pendekatan ritel. Rasio yang diperoleh dikalikan dengan
persediaan akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran. Formula Metode Eceran:
(Barang tersedia dijual menurut harga pokok X persediaan akhir menurut
eceran)/Barang tersedia dijual menurut harga eceran
Contoh:
Diketahui:

20
- Persediaan Awal = Rp 14.000.000
- Harga Eceran = Rp 21.500.000
- HP. Pembelian = Rp 61.000.000
- Harga ecerannya = Rp 78.500.000
- Harga Eceran Penjualan Bersih = Rp 70.000.000
Diminta: Berapa taksiran persediaan akhirnya?
Jawab:

Perbandingan HP terhadap Harga Eceran = (75.000.000 : 100.000.000) x 100% =


75%
75% Taksiran Persediaan Akhir = 75% x Rp 30.000.000
= Rp 22.500.000

VIII. PENENTUAN KEPEMILIKAN PERSEDIAAN


Hak kepemilikan persediaan adalah untuk menentukan apakah barang itu sudah
dicatat sebagai persediaan. Barang barang akan dicatat sebagai persediaan pihak yang
memiliki barang-barang tersebut, sehingga perubahan catatan persediaan akan
didasarkan pada perpindahan hak kepemilikan barang.
1. Barang Dalam Perjalanan
Barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam perjalanan
menimbulkan masalah apakah masih milik penjual atau sudah berpindah haknya
kepada pembeli. Untuk mengetahui barang-barang itu milik siapa, harus diketahui
syarat pengiriman barang-barang tersebut. Ada dua syarat pengiriman yaitu:
d. FOB shipping point
Dalam perjanjian ini hak kepemilikan barang berpindah dari penjual ke
pembeli pada saat barang keluar dari gudang penjual atau telah sampai pada
perusahaan jasa pengiriman barang.
Jadi barang yang berada dalam perjalanan merupakan milik pembeli sehingga
pembeli harus memasukkan barang tersebut dalam penghitungan fisik

21
persediaan. Sedangkan bagi penjual barang dalam perjalanan tersebut tidak
dimasukkan sebagai bagian dari persediaan mereka.
b. FOB destination
Dalam perjanjian ini hak kepemilikan barang berpindah dari penjual ke
pembeli pada saat barang sampai di gudang pembeli.
Jadi barang dalam perjalanan merupakan milik penjual, sehingga penjual harus
memasukkan barang tersebut dalam penghitungan fisik persediaan. Sebaliknya
bagi pembeli barang dalam perjalanan tersebut tidak boleh diakui sebagai
persediaan mereka.
2. Barang Konsinyasi
Konsinyasi (consignment) adalah pemindahan/penitipan barang dari pemilik
kepada pihak lain untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur di dalam
perjanjian. Pemilik barang atau pihak yang menitipkan barang dinamakan
konsinyor/consignor. Pihak yang dititipi barang dinamakan consignee.
Bagi consignor, barang yang dititipkan kepada pihak lain untuk dijualkan dengan
harga dan persyaratan tertentu dinamakan barang konsinyasi (consignment out).
Barang konsinyasi tidak berada di perusahaan akan tetapi masih tetap milik
perusahaan. Oleh karena itu barang konsinyasi harus tetap dimasukan sebagai
elemen persediaan. Bagi consignee barang dari pihak lain dinamakan barang komisi
atau barang titipan (consignment in). Walaupun ada di perusahaan tapi barang komisi
bukan milik perusahaan. Oleh karena itu barang titipan tidak boleh dimasukan
sebagai elemen persediaan bagi consignee.
Kegiatan konsinyasi didahului dengan dibuatnya perjanjian konsinyasi.
Perjanjian ini dibuat dengan tujuan untuk menjamin dan melindungi kepentingan
kedua belah pihak. Perjanjian ini berisi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
masing-masing pihak. Alasan masing-masing pihak mengadakan perjanjian
konsinyasi adalah:
 Bagi Consignor:
a. Barang akan lebih cepat dikenal oleh konsumen.
b. Daerah pemasaran akan semakin luas.
c. Harga jual dan syarat penjualan dapat dikendalikan.
d. Jaminan akan kembalinya barang tetap terjamin. Jika barang konsinyasi tidak
terjual, maka barang konsinyasi dapat diterima kembali oleh consignor.
 Bagi Consignee:

22
a. Terhindar dari kerugian barang tidak laku, barang rusak, atau fluktuasi
harga.
b. Menghemat kebutuhan modal kerja.
c. Menghemat biaya, karena sebagian ditanggung consignor.

Jurnal Akuntansi Konsinyasi oleh Consignor:


a. Metode terpisah
Pada metode ini, laba/rugi yang diperoleh dari kegiatan konsinyasi akan
dipisahkan dari laba atau rugi yang biasa. Alat yang digunakan untuk
mengumpulkan pendapatan dan biaya tersebut adalah rekening “barang
konsinyasi”.
Pencatatan yang dilakukan oleh consignor mencakup 4 transaksi:
1) Pengiriman barang konsinyasi.
2) Pembayaran biaya angkut barang konsinyasi.
3) Menerima laporan pertanggungjawaban dari consignee.
4) Menerima pembayaran dari consignee.
 Pengiriman Barang Konsinyasi
Barang Konsinyasi xxxx
Persediaan xxxx
 Pembayaran biaya angkut barang konsinyasi
Barang Konsinyasi xxxx
Kas xxxx
 Menerima laporan pertanggungjawaban consignee
Piutang – consignee xxxx
Barang konsinyasi xxxx
Barang Konsiyasi xxxx
 Menerima pembayaran dari consignee
Kas xxxx
Piutang – consignee xxxx

b. Metode tidak terpisah


Pada metode ini laba/rugi dari kegiatan konsinyai tidak dipisahkan dengan laba
(rugi) dari kegiatan yang reguler. Oleh karena itu biaya dan pendapatan yang

23
berhubungan dengan kegiatan konsinyasi dicampur dengan pendapatan dan
biaya yang reguler. Pencatatan yang dilakukan oleh pengamanat mencakup 3
transaksi:
1) Pembayaran biaya angkut.
2) Menerima laporan pertanggungjawaban dari consignee.
3) Menerima pembayaran dari consignee.

 Pembayaran biaya angkut


Biaya angkut xxxx
Kas xxxx
 Menerima laporan pertanggungjawaban consignee
Piutang – consignee xxxx
Biaya xxxx
Penjualan xxxx
 Menerima pembayaran dari consignee
Kas xxxx
Piutang – consignee xxxx

Jurnal Akuntansi Konsinyasi oleh Consignor:


a. Metode terpisah
Pada metode ini, laba/rugi yang diperoleh dari kegiatan konsinyasi akan
disajikan secara terpisah dari laba/rugi yang biasa. Untuk memisahkan, maka
pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan kegiatan komisioner harus
dipisahkan. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan pendapatan dan biaya
tersebut adalah “barang komisi”.
 Membayar biaya angkut atau perakitan
Barang Komisi xxxx
Kas xxxx
 Menjual barang komisi
Kas xxxx
Barang Konsinyasi xxxx
 Mengirim laporan pertanggungjawaban consignor

24
Barang Komisi xxxx
Utang – Consignor xxxx
 Mengirim pembayaran kepada consignor
Utang – Consignor xxxx
Kas xxxx

b. Metode tidak terpisah


Pada metode ini semua laba/rugi yang diperoleh dari kegiatan komisioner tidak
dipisahkan dengan laba/rugi dari kegiatan reguler. Oleh karena itu pendapatan
dan biaya yang berhubungan dengan kegiatan komisioner dicatat seperti halnya
pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan kegiatan reguler.
 Membayar biaya angkut
Utang – Consignor xxxx
Kas xxxx
 Menjual barang komisi
Kas xxxx
Penjualan xxxx
Harga Pokok Penjualan xxxx
Utang – Consignor xxxx
 Mengirim pembayaran kepada consignor
Utang – Consignor xxxx
Kas xxxx

IX. NILAI REALISASI NETO


Biaya persediaan mungkin tidak dapat diperoleh kembali jika persediaan
tersebut:

- rusak,
- seluruhnya atau sebagian telah usang,
- jika harga jualnya menurun,
- estimasi biaya penyelesaian atau estimasi biaya yang dikeluarkan untuk membuat
penjualan meningkat.

25
Penurunan nilai persediaan di bawah harga perolehan menjadi nilai realisasi
bersih konsisten dengan pandangan bahwa aset tidak boleh dicatat melebihi jumlah
yang diharapkan dapat direalisasikan dari penjualan atau penggunaannya.

Net Realisable Value atau NRV adalah taksiran harga jual dalam kegiatan usaha
biasa, dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan perkiraan biaya yang diperlukan untuk
melakukan penjualan. Setiap write-down ke NRV harus diakui sebagai beban pada
periode ketika pencatatan terjadi. Setiap pembalikan harus diakui dalam laporan laba
rugi pada periode di mana pembalikan terjadi. Nilai persediaan biasanya diturunkan ke
nilai realisasi neto terpisah untuk setiap unit dalam persediaan. Namun demikian dalam
beberapa kondisi penurunan nilai persediaan mungkin lebih sesuai jika dihitung
terhadap kelompok unit yang serupa atau berkaitan.

Estimasi nilai realisasi bersih didasarkan pada bukti paling andal yang tersedia
pada saat estimasi dibuat, dari jumlah persediaan yang diharapkan dapat direalisasi.
Estimasi ini mempertimbangkan fluktuasi harga atau biaya yang secara langsung
berkaitan dengan peristiwa yang terjadi setelah akhir periode sejauh peristiwa tersebut
menegaskan kondisi yang ada pada akhir periode. Estimasi nilai realisasi bersih juga
mempertimbangkan tujuan diadakannya persediaan. Sebagai contoh, nilai bersih yang
dapat direalisasikan dari jumlah persediaan yang dimiliki untuk memenuhi penjualan
perusahaan atau kontrak jasa didasarkan pada harga kontrak. Jika kontrak penjualan
kurang dari jumlah persediaan yang dimiliki, nilai bersih yang dapat direalisasikan dari
kelebihan tersebut didasarkan pada harga jual umum. Provisi mungkin timbul dari
kontrak penjualan perusahaan yang melebihi jumlah persediaan yang dimiliki atau dari
kontrak pembelian perusahaan. Ketentuan tersebut diatur berdasarkan IAS 37
Ketentuan, Kewajiban Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi.

Bahan dan perlengkapan lain yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi
persediaan tidak ditulis di bawah biaya jika produk jadi yang akan digabungkan
diharapkan dijual pada atau di atas biayanya. Namun, ketika penurunan harga bahan
menunjukkan bahwa biaya produk jadi melebihi nilai realisasi bersih, bahan tersebut
diturunkan menjadi nilai realisasi bersih. Dalam keadaan seperti itu, biaya penggantian
bahan mungkin merupakan ukuran terbaik yang tersedia dari nilai realisasi bersihnya.

Penilaian baru dilakukan atas nilai realisasi bersih pada setiap periode
berikutnya. Ketika keadaan yang sebelumnya menyebabkan persediaan diturunkan di

26
bawah harga perolehan sudah tidak ada lagi atau ketika terdapat bukti yang jelas
mengenai peningkatan nilai realisasi bersih karena perubahan keadaan ekonomi, jumlah
penurunan nilai tersebut dibalik (yaitu pembalikan terbatas). Dengan jumlah penurunan
nilai awal sehingga jumlah tercatat yang baru adalah yang lebih rendah antara biaya
perolehan dan nilai realisasi bersih yang direvisi. Hal ini terjadi, misalnya, ketika item
persediaan yang dicatat pada nilai realisasi bersih, karena harga jualnya turun, masih
ada di periode berikutnya dan harga jualnya naik.

Contoh:

PT Raya memiliki persediaan barang belum jadi dengan nilai biaya sebesar
Rp19.000.000 dan harga jual sebesar Rp20.000.000 untuk menyelesaikan barang
tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp1.000.000 dan biaya penjualan sebesar
Rp4.000.000. Maka perhitungan NRV adalah sebagai berikut:

Nilai jual persediaan Rp20.000.000

Dikurangi Estimasi biaya penyelesaian Rp1.000.000

Estimasi biaya penjualan Rp4.000.000 Rp5.000.000

NRV Rp15.000.000

Nilai persediaan (NRV) Rp15.000.000

Biaya Rp19.000.000

Kerugian penurunan nilai persediaan Rp(4.000.000)

Berdasarkan ilustrasi diatas, maka entitas akan melaporkan nilai persediaan di


Laporan Posisi Keuangan perusahaan sebesar Rp15.000.000 dan mencatat kerugian
penurunan nilai persediaan pada Laporan laba rugi sebesar Rp 4.000.000.

Penurunan nilai menjadi nilai realisasi neto ini mungkin saja terjadi apabila
barang persediaan mengalami kerusakan, seluruh atau sebagian persediaan telah usang,
atau harga jualnya telah turun. Selain itu, biaya persediaan juga tidak akan diperoleh
kembali (persediaan akan mengalami penurunan nilai) ketika estimasi biaya
penyelesaian atau biaya estimasi untuk membuat penjualan telah meningkat. Praktik
penurunan nilai persediaan yang relevan dengan nilai ekonomis yang sesungguhnya

27
dimana asset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat
direalisasi dari penjualan atau penggunaannya.

Ketika suatu entitas memiliki kelompok produksi yang sejenis, penerapan


penilaian persediaan dengan menggunakan metode nilai yang lebih rendah antara nilai
yang berdasarkan biaya dan nilai realisasi neto dapat diterapkan untuk barang secara
individual maupun kelompok. Penerapan secara kelompok dapat menghasilkan nilai
yang berbeda dengan penerapan secara individual karena terdapat kemungkinan adanya
saling offset antara kelompok.

X. PENGAKUAN BEBAN
IAS 18 - Pendapatan membahas pengakuan pendapatan untuk penjualan barang.
Ketika persediaan dijual dan pendapatan diakui, jumlah tercatat persediaan diakui
sebagai beban (sering disebut harga pokok penjualan). Setiap write-down ke NRV dan
setiap kehilangan persediaan juga diakui sebagai beban ketika terjadi. [IAS 2.34]

Beban penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi pada fokus arus keluar
atau depletions incurrences aset atau kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada peserta ekuitas.

Beban mencakup kerugian serta biaya yang timbul dalam rangka kegiatan
normal entitas. Namun, kerangka menyatakan bahwa kerugian mewakili penurunan
manfaat ekonomi dan karena itu tidak berbeda di alam dari biaya lainnya. Oleh karena
itu, beban tidak dianggap sebagai elemen terpisah. Perusahaan telah berusaha untuk
membedakan antara biaya dan kerugian yang terjadi dalam dan di luar aktivitas normal
dengan mengelompokkan item sebagai normal atau luar biasa dalam laporan laba rugi.
Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban (expense) didalam suatu periode
dimana persediaan dijual dan pendapatan yang terkait diakui.

Bilamana biaya perolehan persediaan pada tanggal perolehan lebih rendah


daripada nilai realisasi, atau suatu kerugian persediaan terjadi, jumlah penurunan atau
kerugian persediaan harus diakui sebagai suatu beban (expense) di dalam periode yang
sama sebagaimana penurunan penurunan atau kerugian yang terjadi. Demikian pula,
bilamana nilai realisasi neto persediaan yang diturunkan lebih awal, meningkatkan atau
melebihi nilai yang dinyatakan, jumlah pemulihan dari penurunan harus diakui sebagai

28
suatu pengurangan di dalam jumlah persediaan yang dianggap beban di dalam periode
dimana pemulihan tersebut terjadi.

Ketika persediaan dijual, jumlah tercatat persediaan tersebut harus diakui


sebagai beban pada periode saat pendapatan terkait diakui.

1. Jumlah setiap penurunan nilai persediaan menjadi nilai realisasi bersih dan semua
kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan
atau kerugian tersebut.

2. Setiap penurunan nilai persediaan dibawah biaya perolehan menjadi nilai realisasi
neto atau suatu kerugian persediaan terjadi, seluruh kerugian persediaan diakui
sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut.

3. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali


nilai realisasi neto. Diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan
pada periode terjadinya pemulihan tersebut. Beberapa persediaan dapat
dialokasikan ke pos aset lainnya.

Contoh:

PT Sejahtera membeli 1.000 unit persediaan seharga $100.000 dan biaya pengangkutan
sebesar $10.000. Selama tahun yang bersangkutan, perusahaan menjual 750 unit
dengan harga $150 per unit. Pada akhir tahun, PT Sejahtera mempunyai 250 unit
persediaan dimana 50 unit ternyata rusak. Diestimasi bahwa unit barang yang rusak
dapat dijual dengan harga $25 per unit dan sisanya 200 unit dengan harga $150 per unit.
Nilai persediaan pada akhir tahun dan dampak penjualan barang yang rusak pada
laporan laba-rugi untuk periode pelaporan keuangan berjalan adalah sebagai berikut:

● Harga perolehan persediaan


- Total harga perolehan atas pembelian persediaan $ 100.000+$10.000=$110.000
- Biaya perolehan per unit persediaan $110.000/1.000=$110 per unit
● Nilai realisasi neto
- Nilai realisasi barang rusak : $25 per unit
- Nilai realisasi barang yang tidak rusak : $150 per unit
- Di dalam laporan posisi keuangan, persediaan dibukukan atas dasar biaya
perolehan atau nilai realisasi neto yang terendah:

29
Barang rusak : 50 x $25 = $1.250
Barang yang tidak rusak : 200 x $110 = $22.000
Total nilai persediaan : $23.250
● Dampak penjualan

Pendapatan penjualan : 750 x $150 = $112.500

Beban pokok penjualan : 750 x $110 = $82.500

Rugi karena barang rusak

Nilai realisasi neto : 50 x $25 = $1.250

Biaya perolehan : 50 x $110 = ($5.500) ($4.250)

Marjin kotor atas penjualan : $25.750

XI. PENGUNGKAPAN
Laporan keuangan perlu mengungkapkan:

1. kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam mengukur persediaan,


2. total jumlah tercatat persediaan dan jumlah tercatat dalam klasifikasi yang sesuai
dengan entitas (contoh: barang dagang, perlengkapan, bahan, barang dalam proses,
barang jadi). Klasifikasi tergantung pada apa yang sesuai untuk entitas;
3. nilai persediaan yang dicatat pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual;
4. jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode tersebut;
5. jumlah penurunan nilai persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode
tersebut;
6. jumlah pembalikan penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah
persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode tersebut (jumlah pembalikan
penurunan nilai ke NRV);
7. keadaan atau peristiwa yang menyebabkan pembalikan penurunan nilai persediaan;
8. jumlah tercatat persediaan yang dijaminkan untuk kewajiban;
9. biaya persediaan diakui sebagai beban (harga pokok penjualan).
IAS 2 mengakui bahwa beberapa perusahaan mengklasifikasikan biaya laporan
laba rugi berdasarkan sifatnya (bahan, tenaga kerja, dan sebagainya) daripada
berdasarkan fungsi (harga pokok penjualan, biaya penjualan, dan sebagainya). Dengan
demikian, sebagai alternatif untuk mengungkapkan biaya pokok penjualan, IAS 2
mengizinkan entitas untuk mengungkapkan biaya operasi yang diakui selama periode

30
berdasarkan sifat biaya (bahan baku dan bahan habis pakai, biaya tenaga kerja, biaya
operasi lainnya) dan jumlah biaya bersih perubahan persediaan untuk periode tersebut).
[IAS 2.39] Hal ini konsisten dengan IAS 1 Penyajian Laporan Keuangan, yang
memungkinkan penyajian biaya berdasarkan fungsi atau sifatnya.

31
DAFTAR ISI

Amin, C. (2016). Studi Perbandingan Antara PSAK No. 1 (2009) dengan IAS No. 1 tentang Penyajian
Laporan Keuangan dan PSAK No. 3 (2010) dengan IAS No. 34 tentang Laporan Keuangan
Interim. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Aziz, M., Syafitri, E., Abdul K, M., Panji G, F., & Putra, M. (2022). Analisis Perbedaan PSAK 1 Revisi
2013 dengan IAS 1 Tentang Penyajian Laporan Keuangan dan PSAK 3 Revisi 2016 dengan
IAS 34 Tentang Laporan Keuangan Interim. EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen,
Akuntansi.

https://www.icab.org.bd/icabadmin/uploads/ckeditor/9495IAS%2002.pdf
https://www.pkf.com/media/8d891e8144729e5/ias-2-inventories.pdf https://ukirama.com/blogs/cara-
dan-contoh-perhitungan-metode-fifo-lifo-dan-average

32

Anda mungkin juga menyukai