Anda di halaman 1dari 2

Runtuhnya kerajaan Medang[sunting 

| sunting sumber]
Raja Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh saingan berat kedatuan Sriwijaya. Pada
tahun 1016, Raja Wurawari (Haji Wurawari) seorang raja bawahan dari Lwaram
sekitar Cepu, Blora bersekutu dengan Sriwijaya untuk menyerang istana Wwatan sekarang
sekitar Maospati, Magetan ibu kota dari kerajaan Medang, yang pada saat itu tengah mengadakan
sebuah pesta pernikahan antara putri Dharmawangsa Teguh dengan Airlangga, raja
Dharmawangsa Teguh sendiri tewas dalam serangan tersebut sedangkan keponakannya yang
bernama Airlangga bersama dengan putri Dharmawangsa berhasil lolos ditemani pembantunya Mpu
Narotama.
Airlangga adalah putra dari pasangan Mahendradatta saudari Dharmawangsa Teguh
dengan Udayana raja dari kerajaan Bedahulu, Bali. ia lolos bersama putri Dharmawangsa dengan
ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan
sebagai pertapa di hutan pegunungan Vana giri sekarang Wonogiri, dan selanjutnya
menuju Sendang Made, Kudu, Jombang.

Berdirinya Medang Kahuripan[sunting | sunting sumber]


Pada saat pelarian dan dalam masa persembunyiannya dengan kalangan pertapa, setelah melewati
tiga tahun hidup di dalam hutan pada tahun 1019, Airlangga didatangi utusan rakyat
beserta senopati yang masih setia untuk menyampaikan permintaan agar dirinya mendirikan dan
membangkitkan kembali sisa-sisa kejayaan Medang. Atas dukungan para pendeta dari ketiga aliran
yakni (Hindu, Buddha, dan Mahabrahmana) ia kemudian membangun kembali sisa-sisa kerajaan
Medang yang istananya telah hancur tersebut. Yang lazim dikenal sekarang dengan
kerajaan Medang Koripan atau Medang Kahuripan dengan ibu kota baru yang bernama Watan
Mas.[3]
15. Kemudian dalam tahun penting yaitu 941 tahun saka, tanggal 13 paro terang, bulan magha, pada hari kamis menghadaplah
para abdi dan para Brahmana terpandang kepada raja di raja Erlangga, menunduk hormat disertai harapan tulus. Mereka dengan
penuh ketulusan mengajukan permohonan kepadanya: “perintahlah negara ini sampai batas-batas yang paling jauh ! ...”
(Calcutta Stone)
Ibu kota baru bernama Watan Mas terletak di dekat sekitar Gunung Penanggungan. Pada mulanya
wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan
sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan kerajaan Medang yang membebaskan diri
setelah keruntuhannya. Baru setelah kedatuan Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa, raja
Colamandala dari kerajaan Chola, wilayah Coromandel, India di tahun 1025, Airlangga baru bisa
dengan leluasa membangun kembali dan menegakkan kekuasaan wangsa Isyana di tanah Jawa.
Sejak tahun 1029, peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-
kerajaan di Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Periode antara tahun 1029 sampai dengan tahun
1037 adalah periode penaklukkan yang dilakukan oleh Airlangga terhadap musuh-musuhnya baik
yang berada wilayah barat, timur, maupun selatan. Berita pada prasasti Pucangan memberikan
keterangan tentang penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Airlangga atas musuh-
musuhnya tersebut. Namun demikian diantara tahun-tahun tersebut bukan berarti istana Airlangga
telah aman dari serangan musuh, keberhasilannya dalam penaklukkannya ternyata juga diselingi
dengan kekalahan bahkan pelarian. Pada tahun 1031 (953 Saka) Airlangga kehilangan kota Watan
Mas karena diserang oleh raja wanita yang kuat bagai raksasa. Raja wanita itu adalah Ratu Dyah
Tulodong, yang merupakan salah satu raja kerajaan Lodoyong (sekarang wilayah Tulungagung,
Jawa Timur). Dyah Tulodong digambarkan sebagai ratu yang memiliki kekuatan luar biasa. Salah
satu peristiwa sejarah penting adalah pertempuran antara bala tentara Airlangga yang berhasil
dikalahkan oleh Dyah Tulodong. Pertempuran tersebut terjadi lantaran Dyah Tulodong berusaha
membendung ekspansi Airlangga yang waktu itu sudah menguasai wilayah-wilayah di sekitar
kerajaan Lodoyong. Bahkan di beberapa riwayat, diceritakan pasukan khusus yang dibawa Ratu
Dyah Tulodong merupakan prajurit-prajurit wanita pilihan, pasukan ini bahkan berhasil memukul
mundur pasukan Airlangga dari pusat kota kerajaannya "Watan Mas" di dekat Gunung
Penanggungan hingga harus pergi ke Patakan (Sambeng, Lamongan, Jawa Timur).

Anda mungkin juga menyukai