Anda di halaman 1dari 9

Nama : Elok Ellya Nugraheni

NIM : P27226023268

UAS Dasar Pemeriksaan Laboratorium

1 Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan nyeri punggung dan subfebris 3
. hari, disertai batuk-batuk sudah 3 bulan hilang timbul, kadang-kadang batuk disertai darah
dan sesak, berkeringat malam hari, penurunan berat badan.
Pemeriksaan: Tampak sakit sedang, t 37.50C, RR 28 x/menit, T 110/70. TB ; 160 cm, BB
: 47 kg, BMI 18,4 (18,5 – 22,9). Punggung terdapat benjolan, membungkuk, nyeri diketuk
dan digerakkan. Diagnosis suspek TB paru.
a. Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan adanya infeksi paru?
● Tes Darah Lengkap (Complete Blood Count/CBC): Peningkatan jumlah sel darah
putih
● (leukosit) dalam darah dapat menunjukkanadanya reaksi tubuh terhadap infeksi.
Jumlah neutrofil (jenis sel darahputih) yang tinggi, terutama neutrofil segmen,
dapat mengindikasikan infeksi bakteri.
● Tes CRP (C-Reactive Protein) : Protein ini meningkat dalam responsterhadap
peradangan. Peningkatan kadar CRP dalam darah dapatmenunjukkan adanya
infeksi.
● Tes Procalcitonin : Kadar procalcitonin yang tinggi dalam darah juga bisa menjadi
indikator infeksi bakteri.
● Analisis Gas Darah : Tes ini dapat memberikan informasi tentang tingkat oksigen
dan karbondioksida dalam darah serta parameter lainnya yang dapat membantu
mengidentifikasi seberapa parah infeksi paru seseorang.
● Kultur dan Pewarnaan Sputum : Melakukan kultur bakteri dari dahak yang
dikeluarkan oleh pasien dapat membantu mengidentifikasi jenisbakteri yang
menyebabkan infeksi paru. Pewarnaan sputum dengan metode Gram stain juga
dapat memberikan petunjuk awal tentangjenis bakteri yang mungkin terlibat.
● Tes Serologi : Tes ini dapat mengidentifikasi adanya antibodi yang diproduksi oleh
tubuh sebagai respons terhadap infeksi paru tertentu,seperti tes IgM dan IgG untuk
mikroorganisme penyebab seperti virusatau bakteri.
● Tes PCR (Polymerase Chain Reaction): Tes ini digunakan untuk mendeteksi
material genetik dari mikroorganisme penyebab infeksi, seperti virus atau bakteri.
Dalam konteks infeksi paru-paru, tes PCR dapat digunakan untuk mendeteksi
materi genetik virus atau bakteri dalam sampel dahak atau cairan lainnya.
b Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan adanya TB paru?
.
● Tes Mantoux (Tes Tuberkulin) : Tes ini melibatkan penyuntikan bahan yang
disebut tuberkulin di bawah lapisan atas kulit. Jika seseorangmemiliki infeksi TB
sebelumnya, akan terjadi reaksi kulit di area penyuntikan dalam waktu 48-72 jam.
● Tes Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs) : Ini adalah tes darah yang
mengukur respons sel darah putih terhadap antigen yang spesifik untuk bakteri TB.
Contoh tes IGRA termasuk tes Quantiferon-TB Gold dan tes T-SPOT.TB.
● Mikroskopi Sputum : Mikroskopi dahak untuk mengidentifikasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis (penyebab TB). Ini mungkin tidak selalu sensitif,
tetapi dapat memberikan petunjuk awal.
● Kultur Sputum : Proses ini mengisolasi dan membiakkan bakteri TB dalam sampel
dahak, yang memungkinkan identifikasi jenis dan resistensi obat yang terkait.
● Tes PCR (Polymerase Chain Reaction): Tes ini dapat mendeteksimateri genetik
dari bakteri TB dalam sampel dahak atau cairan lainnya.
● Tes Serologi: Meskipun kurang umum, tes serologi tertentu mungkin digunakan
untuk mengidentifikasi adanya antibodi terhadap bakteri TBdalam darah.
c. Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan adanya TB tulang belakang?
● Tes Mantoux (Tes Tuberkulin) : Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tes ini dapat
mengindikasikan paparan sebelumnya terhadap bakteri Mycobacterium
tuberculosis, termasuk infeksi tuberkulosis tulang belakang.
● Tes Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs) : Tes ini juga dapat membantu
mendeteksi respons sel darah putih terhadap bakteri TB, termasuk infeksi tulang
belakang.
● Mikroskopi Sputum : Meskipun biasanya tidak seefektif untuk infeksi tulang
belakang seperti halnya untuk infeksi paru-paru, tes mikroskopidahak tetap dapat
menjadi opsi jika ada sekresi yang terkait denganinfeksi tersebut.
● Kultur Sputum atau Cairan Spinal : Jika ada cairan yang dapat diambildari daerah
yang terinfeksi atau dari cairan tulang belakang (cairan serebrospinal), kultur
bakteri dapat membantu mengidentifikasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
menentukan sensitivitasnya terhadap obat-obatan.
● Tes PCR (Polymerase Chain Reaction): Seperti pada kasus TB lainnya, tes PCR
dapat digunakan untuk mendeteksi materi genetik bakteri TB dalam sampel cairan
tulang belakang
● Tes Biopsi : Jika diperlukan, dokter dapat melakukan biopsi dari areayang
terinfeksi untuk mengkonfirmasi adanya infeksi TB dan
mengevaluasikerusakanjaringan.

2 Seorang anak usia 5 tahun, datang dengan keluhan febris sudah 3 hari disertai dengan nyeri
. menelan, batuk, pilek, sakit kepala, suara berubah serak, sesak nafas. Pasien diadvise
dengan nebulasi
a. Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan ada inflamasi/infeksi ?
● Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) : Peningkatan jumlah leukosit, terutama jenis
neutrofil, dalam tes darah lengkap(CBC) dapat menunjukkan adanya respons
inflamasi atauinfeksi.
● CRP (C-Reactive Protein) : Kadar CRP yang tinggi dalamdarah adalah indikator
umum dari adanya peradangan dalamtubuh, termasuk inflamasi yang disebabkan
oleh infeksi.
● Procalcitonin: Kadar procalcitonin yang tinggi dalam darahdapat mengindikasikan
infeksi bakteri yang serius.
● Sedimentasi Eritrosit (ESR) : Tingginya laju sedimentasi eritrosit dalam darah juga
dapat menunjukkan adanya peradangan dalam tubuh.
● Tes Laktat : Peningkatan kadar laktat dalam darah dapat menjadi tanda adanya
infeksi ataukerusakan jaringan.
● Jumlah Platelet (Trombosit): Pada beberapa kasus infeksiberat, jumlah trombosit
dapat menunjukkan peningkatan ataupenurunan yang tidak normal.
● Diferensial Darah Putih : Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi lebih rinci
tentang jenis sel darah putih yang dominan dalam respons inflamasi atau infeksi.
● Uji Urinalisis : Adanya perubahan abnormal dalam urin, sepertipeningkatan
jumlah sel darah putih atau bakteri, dapat menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih.
● Tes Kultur : Pemeriksaan kultur bakteri atau jamur dalam sampel seperti darah,
urine, atau cairan lainnya dapat mengidentifikasimikroorganismepenyebabinfeksi.
● Tes PCR : Tes ini dapat mendeteksi materi genetik dari mikroorganisme penyebab
infeksi dalam sampel, bahkan pada tingkat rendah.
● Tes Imunologi : Beberapa tes dapat mengukur kadar antibodiatau komponen imun
lainnya yang meningkat sebagai respons terhadap infeksi.
● Uji Imunologi C-Reactive Protein (CRP) : Pengukuran spesifik dari jenis CRP
yang terkait dengan peradangan dan infeksi.

b Sebutkan hasil laboratorium/penunjang yang menunjukkan ada asma bronkiale?


. ● Tes Darah Rutin : Meliputi hitung darah lengkap (HDL), tes fungsi hati, dan tes
fungsiginjal. Ini untuk mengidentifikasi adanya kondisi lain yang mungkin
mempengaruhigejala asma.
● Tes Eosinofil : Eosinofil adalah jenis sel darah putih yang meningkat pada
beberapajenis peradangan, termasuk peradangan yang terkait dengan asma.
Penyelidikan kadar eosinofil dalam darah dapat membantu dokter dalam
pengelolaan asma dan pemilihan pengobatan yang tepat.
● Tes Kulit atau Tes Darah IgE Spesifik Alergen : Tes ini membantu
mengidentifikasialergen tertentu yang mungkin menjadi pemicu gejala asma. Jika
alergi menjadi faktorpenting dalam asma seseorang, menghindari alergen tersebut
bisa membantu mengurangi gejala.
● Tes Gas Darah Arteri : Tes ini memberikan informasi tentang seberapa baik
oksigendan karbondioksida dialihkan dalam darah. Ini dapat membantu mengukur
sejauhmana fungsi pernapasan terganggu oleh asma.
● Tes Sputum Eosinofil : Pemeriksaan sputum (dahak yang dikeluarkan dari paru-
paru) dapat memberikan gambaran tentang tingkat peradangan di saluran
pernapasan.Kadar eosinofil dalam sputum dapat membantu dokter mengarahkan
pengobatan.

3 Pasien wanita umur 40 tahun datang dengan keluhan keluar cairan berbau tidak sedap
. dari vagina yang kadang bercampur darah, Timbul rasa sakit setiap berhubungan seksual
(dispareunia) , Nyeri panggul, disertai nyeri di tulang belakang. Diagnosis suspek Ca
serviks dengan metastase.
a. Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan ada tumor marker di atas?
● Pap Smear (Tes Pap Smear): Ini adalah pemeriksaan sitologi yang paling umum
digunakan untuk deteksi dini kanker serviks atau perubahan sel pra-kanker. Dokter
akan mengambil sampel sel-sel dari leher rahim dan serviks untuk dianalisis di
laboratorium.
● Tes HPV (Human Papillomavirus): HPV adalah virus yang umumnya terkait
dengan kanker serviks. Tes ini mendeteksi adanya infeksi virus HPV pada serviks.
Peningkatan risiko kanker serviks terkait dengan jenis-jenis tertentu dari HPV.
● Tes Hybrid Capture: Tes ini juga mendeteksi adanya infeksi HPV pada serviks dan
bisa menjadi bagian dari skrining kanker serviks.
● Tes Liquid-Based Cytology: Ini adalah variasi dari tes Pap Smear di mana sel-sel
yang diambil dari leher rahim ditempatkan dalam cairan khusus sebelum dianalisis.
Ini bisa membantu meningkatkan keakuratan tes.
● Tes Biopsi: Jika ada indikasi adanya perubahan sel yang lebih serius atau tanda-
tanda kanker, dokter mungkin akan melakukan biopsi. Ini melibatkan pengambilan
sampel kecil jaringan yang mencurigakan dari serviks untuk dianalisis lebih lanjut
di bawah mikroskop.
● Tes Pap Smear Lanjutan (LBC - Liquid-Based Cytology) dengan Tes HPV :
Kombinasi ini menggabungkan Pap Smear dengan tes HPV. Ini dapat memberikan
informasi yang lebih komprehensif tentang risiko kanker serviks.

b Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan ada metastase di atas?


. ● CA-125 (Cancer Antigen 125): Meskipun lebih sering dikaitkan dengan kanker
ovarium, CA-125 juga dapat meningkat dalam beberapa kasus kanker serviks yang
lebih lanjut atau telah menyebar ke daerah sekitarnya.
● SCC (Squamous Cell Carcinoma Antigen): SCC adalah tumor marker yang lebih
spesifik untuk kanker sel skuamosa, salah satu jenis histologi kanker serviks yang
paling umum. Peningkatan kadar SCC dalam darah dapat mengindikasikan
perkembangan kanker serviks.
● CEA(Carcinoembryonic Antigen):Meskipun Lebih Sering Dikaitkan Dengan
kanker kolorektal, CEA juga dapat meningkat dalam beberapa kasus kanker
serviks yang telah menyebar atau melibatkan jaringan lain.
● AFP (Alpha-fetoprotein): AFP umumnya dikaitkan dengan kanker hati dan
teratoma, tetapi dalam beberapa kasus langka, kadar AFP dapat meningkat pada
kanker serviks dengan komponen sel teratoma.
● Tes Imunohistokimia: Tes ini dilakukan pada sampel jaringan yang diambil dari
area yang dicurigai mengalami metastasis. Imunohistokimia melibatkan
penggunaan antibodi untuk mengidentifikasi protein spesifik dalam jaringan yang
dapat mengindikasikan jenis sel kanker dan karakteristiknya.

4 Pasien laki-laki umur 37 tahun datang dengan nyeri menelan, tenggorokan sakit, bibir
. bengkak, melepuh, sampai lubang hidung ada beberapa ulkus, mata kemerahan, ada
lepuhan2 dan bengkak di kedua kelopak mata disertai bercak merah di seluruh badan.
Pasien mengakui 1 minggu yang lalu minum obat-obat flu ditambah kotrimoxasol dan
alupurinol. Pasien disuruh mondok di RS tersebut. Diagnosis awal curiga keracunan obat.
a. Sebutkan hasil laboratorium yang menunjukkan ada keracunan obat di atas?
● Tes Elektrolit: Keracunan beberapa obat dapat mempengaruhi keseimbangan
elektrolit dalam tubuh. Tes elektrolit meliputi natrium, kalium, kalsium, dan
lainnya.
● Tes Fungsi Ginjal dan Hati: Keracunan obat tertentu dapat merusak organ hati dan
ginjal. Tes fungsi hati (seperti ALT, AST, bilirubin) dan ginjal (seperti kreatinin,
BUN) dapat memberikan informasi mengenai kerusakan organ tersebut.
● Tes Koagulasi Darah : Beberapa obat dapat mempengaruhi pembekuan darah. Tes
seperti PT (Prothrombin Time) dan INR (International Normalized Ratio)
digunakan untuk mengevaluasi status koagulasi.
● Tes Gas Darah : Jika terjadi keracunan obat yang mempengaruhi fungsi pernapasan
atau sirkulasi, tes gas darah arteri dapat memberikan informasi mengenai oksigen
dan karbon dioksida dalam darah.
● Uji Urine : Uji urin dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa obat atau zat
metabolitnya dalam tubuh.
● Tes Toksin Spesifik : Jika jenis toksin atau obat tertentu dicurigai, ada tes spesifik
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi toksin tersebut dalam darah atau urin.
● Tes Uji Obat Penyakit : Tes obat penyakit adalah tes darah yang mengukur
konsentrasi obat- obatan tertentu dalam darah untuk memastikan bahwa obat
digunakan dalam kisaran terapeutik yang aman.
● Tes Pemantauan Sistemik : Tes seperti tes darah lengkap (CBC), tes fungsi tiroid,
dan tes fungsi hati dapat memberikan indikasi umum tentang perubahan yang
terjadi dalam tubuh akibat keracunan.
b Sebutkan perbedaan keracunan obat dengan sindrom steven johnson?
. Keracunan obat & Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) adalah dua kondisi medis yang
berbeda. Berikut adalah perbedaan utama antara keduanya, keracunan obat (Drug
Poisoning):
● Definisi : Keracunan obat terjadi ketika tubuh terpapar obat dalamjumlah yang
berlebihan atau dalam cara yang tidak semestinya, yangdapat mengakibatkan efek
toksik atau merugikan pada tubuh.
● Penyebab : Keracunan obat dapat disebabkan oleh overdosis sengaja atau tidak
sengaja, kombinasi obat yang tidak aman, atau paparan jangka panjang terhadap
dosis yang lebih tinggi dari yang dianjurkan.
● Gejala : Gejala keracunan obat bervariasi tergantung pada jenis obat yang terlibat,
tetapi dapat melibatkan mual, muntah, pusing, kesulitanbernapas, perubahan
tekanan darah, kebingungan, dan lainnya.
● Pemeriksaan : Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan mungkin digunakan untuk
mengidentifikasi jenis obat yang terlibat dan mengukur dampaknya pada organ
tubuh.
● Penanganan : Penanganan keracunan obat melibatkan perawatanmedis segera,
seperti pengeluaran isi lambung, pemberian karbon aktif, pemberian obat-obatan
antidotum jika tersedia, dan dukungan medis lainnya.

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) :


● Definisi : SSJ adalah gangguan kulit serius yang bersifat reaktif danumumnya
disebabkan oleh reaksi alergi terhadapobatatauinfeksitertentu. Ini termasuk dalam
spektrum penyakit yang lebih luasyang dikenal sebagai "Necrolytic Dermatitis
Syndrome".
● Penyebab : SSJ sering kali disebabkan oleh reaksi alergi terhadap obat tertentu,
termasuk obat-obatan resep dan over-the-counter. Namun, beberapa kasus juga
dapat disebabkan oleh infeksi.
● Gejala : SSJ ditandai oleh lesi kulit yang melibatkan kemerahan, bengkak, dan
pembentukan lepuhan. Gejalanya juga dapat melibatkan gejala flu seperti demam,
sakit tenggorokan, dan lemah.
● Pemeriksaan : Diagnosis SSJ biasanya didasarkan padapemeriksaan fisik, riwayat
obat yang dikonsumsi, serta uji kulit danbiopsi kulit.
● Penanganan : Penanganan SSJ biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit dan
perhatian medis intensif. Penghentian obat penyebab (jika diketahui) merupakan
langkah penting, dan pasien mungkin memerlukan perawatan kulit, dukungan
nutrisi, dan pengobatan lainnya.
Secara umum, keracunan obat melibatkan paparan berlebihan atau toksik terhadap obat
tertentu, sedangkan SSJ adalahgangguan kulit serius yang dapat disebabkan oleh reaksi
alergi terhadap obat atau infeksi tertentu.

c. Sebutkan saran awal terapi pasien di atas?


● Hubungi Bantuan Medis : Panggil ambulans atau segera bawa pasienke fasilitas
medis terdekat. Dokter dan tenaga medis yang berpengalaman dalam penanganan
keracunan dapat memberikanperawatan yang diperlukan.
● Jangan Tunda : Tanggapan cepat sangat penting dalam kasus keracunan obat.
Setiap detik bisa membuat perbedaan dalam hasil.
● Jangan Memancing Muntah (Jika Sudah Terjadi) : Meskipun beberapaorang
mungkin berpikir untuk memancing muntah, dalam beberapa situasi, hal ini bisa
lebih berbahaya. Lebih baik untuk mendapatkan panduan medis terlebih dahulu
sebelum membuat pasien muntah.
● Jika Tersedia, Bawa Informasi Obat : Jika mungkin, bawa informasi mengenai
obat-obatan yang mungkin telah dikonsumsi atau terpapar,termasuk nama obat,
dosis, dan waktu konsumsi terakhir.
● Hindari Pemberian Obat Baru : Jangan memberikan obat atau obatrumahan kepada
pasien kecuali jika direkomendasikan oleh petugasmedis yang berwenang.
● Penanganan Perawatan Umum : Selama menunggu bantuan medis,berikan
perawatan umum sesuai dengan kondisi pasien. Pastikanpasien tetap sadar,
bernapas dengan baik, dan memiliki sirkulasi yangcukup.
● Jangan Biarkan Pasien Sendirian : Jika pasien dalam kondisi yangtidak stabil atau
sulit bernapas, pastikan ada seseorang yang mengawasi mereka secara terus-
menerus sampai bantuan medis tiba.
● Pertahankan Informasi Kontak Darurat : Penting untuk memiliki nomortelepon
darurat rumah sakit atau dokter yang dapat dihubungi dalamkasus darurat.
● Hindari Minum Air : Terkadang, minum air tidak disarankan jika pasientelah
mengkonsumsi zat beracun, karena bisa memperburuk kondisiatau menyebabkan
muntah.

5 Pasien wanita 21 tahun datang dengan kedutan di daerah atas mata / supraorbital. Kedutan
. ini semakin diperparah bila sedang presentasi di ruang kuliah. Setelah dilakukan
pemeriksaan terkesan normal. Pasien didiagnosis Tics. Pasien diterapi injeksi botox lokal.
a. Apa itu Botox?
Botulinum toxin, juga dikenal sebagai Botox, adalah zat racun yang dihasilkan oleh bakteri
Clostridium botulinum. Ini adalah salah satu zat palingberacun yang dikenal manusia.
Meskipun dalam bentuk yang diencerkan dandikendalikan digunakan untuk tujuan medis
dan kosmetik, dalam bentuk murnidan konsentrasi tinggi, botulinum toxin bisa sangat
berbahaya.
Botulinum toxin bekerja dengan mengganggu sinyal saraf dan menghalangi pelepasan
neurotransmiter yang diperlukan untuk kontraksi otot.Oleh karena itu, penggunaan
terapeutik Botox telah berkembang untuk pengobatan beberapa masalah medis dan juga
untuk tujuan kosmetik.

b Indikasi dan kontraindikasi botox apa?


. Indikasi
a) Masalah Neurologis :
● Distonia : Gangguan otot yang menyebabkan kontraksi otot yang tidak terkontrol
dan menyakitkan.
● Spastisitas Otot : Kejang otot yang tidak terkontrol, biasanyaterjadi setelah cedera
otak atau kelumpuhan serebral.
● Migren Kronis : Pengobatan pencegahan untuk migrain yangsering terjadi.
● Blefarospasme : Kontraksi otot kelopak mata yang tidakterkontrol.
b) Gangguan Mata :
● Strabismus: Kelainan pada koordinasi otot mata yang dapatmenyebabkan mata
tidak sejajar.
● Hemifasial Spasms: Kontraksi otot wajah yang berlebihan disalah satu sisi wajah.
c) Gangguan Saluran Kemih :
● Inkontinensia Urin : Botox dapat membantu mengurangi kejang otot kandung
kemih yang menyebabkan inkontinensiaurin.
d) Kondisi Kulit :
● Kerutan Wajah: Botox digunakan untuk mengurangi tampilan kerutan wajah
dengan melemaskan otot-otot tertentu.
e) Keringat Berlebih :
● Hiperhidrosis: Penggunaan Botox dapat mengurangi produksi keringat berlebih
pada daerah tertentu.
Kontraindikasi :
● Alergi atau Reaksi Aneh terhadap Botox : Jika pasien memilikiriwayat alergi atau
reaksi aneh terhadap botulinum toxin ataukomponen lain dalam produk Botox,
penggunaan harus dihindari.
● Infeksi pada Area yang Akan Diobati : Penggunaan Botox pada area yang
terinfeksi bisa memperburuk infeksi.
● Kelumpuhan atau Lemah Otot yang Sudah Ada : Pada kasus-kasus tertentu,
penggunaan Botox dapat memperburuk kelumpuhan atau lemah otot yang sudah
ada.
● Kehamilan dan Menyusui : Penggunaan Botox selama kehamilanatau menyusui
biasanya dihindari karena risiko yang belum ditelitidengan baik pada janin atau
bayi.
● Gangguan Neurologis yang Parah : Dalam beberapa kasus, Botoxmungkin tidak
aman untuk digunakan pada pasien dengan gangguan neurologis yang parah.
● Penggunaan Obat Antikoagulan : Penggunaan obat antikoagulan(pencegah
pembekuan darah) dapat meningkatkan risiko perdarahan pada daerah suntikan.
● Gangguan Otot Autoimun : Pasien dengan gangguan otot autoimun mungkin
memiliki risiko lebih tinggi terhadap efek samping.

c. Terangkan mekanisme kerja botox ?


● Pengikatan Botox: Setelah diinjeksikan ke dalam area tertentu, Botox akan
berikatan dengan protein yang berperan dalam pelepasan neurotransmiter
asetilkolin pada ujung saraf yang menghubungkan saraf dengan otot. Ini mencegah
pelepasan asetilkolin dari saraf ke otot.
● Pelepasan Asetilkolin Terhambat: Saat rangsangan saraf terjadi,biasanya ada
pelepasan asetilkolin ke celah sinapsis (ruang antara saraf dan otot). Asetilkolin
adalah neurotransmiter yangmemicu kontraksi otot dengan mengirimkan sinyal
listrik dari sarafke otot.
● Kontraksi Otot Terhambat: Karena pelepasan asetilkolin terhambat oleh Botox,
sinyal kontraksi otot tidak diteruskan dengan efektif. Akibatnya, otot tidak
berkontraksi sekuat biasanyaatau bahkan bisa sepenuhnya relaks.
● Efek Pada Kondisi Medis : Dalam kasus gangguan neurologis seperti distonia atau
spastisitas, penghambatan pelepasan asetilkolin membantu mengurangi kontraksi
otot yang tidak terkendali atau berlebihan. Dalam kasus kosmetik, efek ini
digunakan untuk mengurangi tampilan kerutan dan garis-gariswajah dengan
melemaskan otot-otot yang bertanggung jawabatas kerutan.

Terima kasih sudah mengerjakan soal-soal UAS

Anda mungkin juga menyukai