Anda di halaman 1dari 11

Wasista Hanung Pujangga

1706120335

Ujian Remedial Kasus Prof. dr. Agus Sjahrurachman, PhD, SpMK(K)

1. Spesimen mikrobiologi untuk Pneumonia akibat S Pneumonia non invasif dan Invasif?

Spesimen apa yang terbaik dan apa indikatornya bahwa specimen tersebut layak?
Pemeriksaan apa yang dilakukan dari awal sampai keluar hasil?

Jika hasil uji kepekaan S Pneumoniae (sputum) amoxicillin dan Ampisilin sensitive,
cefditoren pivoxyl sensitive. Sementara dari darah S pneumonia yang sensitif hanya
Cefditoren dan amoxicillin – Ampcilin resisten, isolate mana yang anda anggap sebagai
penyebab? Jelaskan mengapa terjadi perbedaan hasil uji kepekaan dari sudut pandang
mekanisme resistensi.

Yang membedakan specimen apa yang dibutuhkan dari Pneumonia Non invasive dan invasive
adalah pengertian dari keduanya, Pneumonia non invasive adalah pneumonia yang terjadi
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Dan pneumonia invasive adalah adalah sekelompok penyakit yang disebabkan bakteri
pneumokokus dan menyebar melalui darah (invasif) ke organorganpenting dalam tubuh
seperti otak, paru-paru, telinga bagian tengah

Oleh sebab itu specimen yang dibutuhkan untuk Pneumonia non invasive adalah sputum dan
Pneumonia invasive adalah darah, karena penyebaran mikroorganisme melalui darah.
Spesimen pilihan untuk infeksi saluran nafas bawah adalah sputum dan darah jika terindikasi
Pneumonia invasive, indicator specimen tersebut layak adalah jika pengambilan specimen
dari awal sampai pengiriman ke laboraturium Mikrobiologi dilakukan sesuai prosedur yaitu

- Sputum sewaktu yang tidak tercampur terlalu banyak dengan saliva.


- Tempat menaruh sputum menggunakan wadah steril, bermulut lebar dan berulir.
- Sputum dari trakeostomi dan aspirat endotrakeal diambil dengan menggunakan
exstraktor mucus.
- Pengiriman segera tidak lebih dari 2 jam dengan suhu ruang, bila tidak dapat dikirim
segera simpan <24 jam pada suhu 4C.

Spesimen sputum/darah yang sudah diterima kemudian dilakukan pewarnaan gram dan
kultur pada sputum dapat membantu untuk pemberian obat pada terapi empirik. Panduan
IDSA/ATS juga merekomendasikan agar specimen sputum dapat diperoleh sebelum
pemberian antibiotik. sebelum pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. pewarnaan gram
itu sendiri juga dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif. Tujuan lain dari
pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan sputum sudah cocok atau belum
untuk dijadikan kultur

Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur sputum dapat
membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab pneumonia komunitas kaitannya
dengan signifikansi epidemiologi, pola transmisi yang sering terjadi, atau adanya resistensi.
Kultur darah sebaiknya dilakukan pada pasien pneumonia invasif, dikarenakan kemungkinan
terjadinya multiinfeksi lebih tinggi dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada
umumnya. Cairan pleura atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga dijadikan sampel
apabila terdapat dugaan terjadi infeksi di rongga yang diisi cairan tersebut.

Mengapa hasil uji kepekaan berbeda antara specimen sputum dan darah? Karena pada
sputum dapat dimungkinkan sudah terjadinya kontaminan yang menyebabkan bakteri yang
ada bukan murni dari specimen tersebut dan masih sensitive terhadap Amoxicilin dan
Ampisilin, sedangkan dari specimen darah, kemungkinan kontaminannya lebih kecil dan
spesifik pada mikroba yang ada didarah saat specimen darah diambil.

Perbedaan hasil antara sputum dan darah juga dapat disebabkan oleh kemungkinan
kontaminasi pada sputum dari normal flora di rongga mulut dan tenggorokan sehingga
didapatkan S pnumoniae yang sensitif dan tidak murni patogen dibandingkan hasil yang
didapat dari darah yang steril.

Mekanisme resistensi antibiotic yang menyebabkan Amoxicilin dan Ampisilin resistant


adalah, Hal ini dapat terjadi akibat adanya mutasi yang mengubah porin yang terlibat dalam
transport melewati membrane luar. Hal lain yang memungkinkan terjadinya resistensi
bakteri terhadap penisilin adalah apabila bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi
β-laktamase, yang akan menghidrolisis ikatan pada cincin β-laktam molekul penisilin dan
mengakibatkan inaktivasi antimikroba.
Resistensi mikroorganisme pathogen terhadap penisilin paling sering terjadi akibat bakteri
memiliki gen pengkode β-laktamase.

Utuk Cefditoren yang merupakan sefalosporin generasi ke 3, antibiotic ini memiliki kekuatan
resistensi yang lebih tinggi terhadap S. pneumoniae atau bakteri pneumokokus lainnya,
sehingga masih sensitive terhad S. pneumoniae. Perbedaan resistensi antara ampicillin dan
cefditoren pivoxil (sefalosforin generasi 3) diliat dari sudut pandang mekanisme resistensi
bisa terjadi karena adanya point mutasi pada PBP 2b yang menyebabkan resisten pada
golongan penicilin saja.

Isolat yang dianggap penyebab adalah dari specimen darah karena isolate bakteri dalam
darah lebih murni kuman pathogen yang didapat dari pasien , atau lebih sedikit
memungkinkan terjadi kontaminan dalam pengambilannya dibandingkan sputum.

2. Cairan asites pasien sirosis hepatis diambil dengan cara punksi trans abdomen. Hasil
kultur S. pyohenes. Apa komentar anda mengenai ini dan saran untuk klinisi
S. pyogenes yang ditemukan pada cairen asites adalah kemungkinan besar karena Peritonitis
bakterial spontan yang artinya adalah bakteri dari saluran pencernaan. Hal tersebut menjadi
dasar teori translokasi bakteri sebagai penyebab Peritonitis bakterial spontan dimana terjadi
migrasi transmural bakteri dari lumen usus. Bakteri dari usus halus bertranslokasi ke kelenjar
limfa mesenterium dan kemudian menyebar secara hematogen. Bakteri memasuki cavum
peritoneum dan menemukan lingkungan yang sesuai untuk untuk berkembang biak sehingga
memudahkan timbulnya Peritonitis bakterial spontan.

Faktor predisposisi utama mungkin pertumbuhan berlebih bakteri usus pada pasien sirosis,
terutama dikaitkan dengan waktu transit usus yang tertunda. Pertumbuhan bakteri usus yang
berlebihan, gangguan fungsi fagositik , kadar komplemen yang rendah dan penurunan
aktivitas sistem retikuloendothelial menjadi prediktor timbulnya Peritonitis bakterial
spontan.( Kouaouzidis, 2011).

Hal yang dilakukan/sarankan kepada klinisi adalah melakukan uji resistensi antibiotic
terhadap S.pyogenes untuk dapat memberikan suggest terapi antibiotiknya.

3. Spesimen urin dengan keterangan leukosit esterase urine normal, darah menunjukkan
leukositosis shift to the left, pasien demam. Dari kultur agar darah didapat Bacillus spp.
Alternative apa yang dapat difikirkan mengenai hasil ini dan apa yang dilaporkan dai
dimintakan data dari klinisi?

Leukosit tinggi dalam tubuh dapat menandakan adanya infeksi bakteri, Hasil leukosit urin
normal dan leukosit darah tinggi. Jika mendapatkan kasus seperti ini maka dapat difikirkan
apakah pasien sudah mendapatkan terapi antibiotic atau belum? Karena beberapa antibiotic
dengan waktu paruh singkat lebih cepat membunuh bakteri dalam urin, sehingga bakteri
dalam urin sudah berkurang atau tidak ada sehingga jumlah leukosit kembali normal.

Alternatif yang dilakukan adalah menanyakan kepada klinisi apakah pasien sudah diberikan
terapi antibiotic sebelumnya? Bagaimana cara pengambilan sampel urin dan darah, sudahkan
sesuai prosedur laboraturium yang benar? Hal-hal tersebut harus dilakukan untuk dapat
melakukan pemeriksaan laboraturium selanjutnya jika diperlukan atau mengeluarkan hasil.
4. Menerima surat permohonan konsultasi sejawat: Pasien usia 10 tahun, batuk > 2 minggu,
nilai adenosin drainase darah tinggi, ada pembesaran KGB cervical tunggal dan tak
fluktuatif pada palpasi. Pasien sudah diterapi cefixcime 1 minggu, pemeriksaan
mikrobiologi apa yang dapat dilakukan?

adenosin deaminase (ADA) merupakan enzim yang terlibat pada proses katabolisme purin
yang mengkatalisis perubahan adenosine menjadi inosine dan deoksiadenosin menjadi
deoksiinosine dan memegang peranan penting pada diferensiasi sel limfoid . milai ADA
meningkat pada efusi pleura TB.

Yang harus difikirkan adalah dugaan infeksi TB karena riwayat batuk > 2 minggu, peningkatan
adenosine deaminase dan adanya pembesaran KGB cervical.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah Identifikasi M. tuberculosis pada pemeriksaan biakan


yang diambil dari sputum dan sampel dari KGB melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus.
Dengan media padat LJ, minimal dilakukan dengan pemeriksaan makroskopis, mikroskopis
(pewarnaan ZN), tes niacin dan tes PNB, namun bagi laboratorium yang mampu menyediakan
tes MPT64, dapat menggunakan tes MPT64 untuk menggantikan tes PNB yang memerlukan
waktu terlalu lama untuk mengeluarkan hasil. Identifikasi M. tuberculosis pada biakan cair
(MGIT) diawali dengan konfirmasi menggunakan pewarnaan ZN kemudian dilakukan uji
identifikasi minimal dengan dua tes diantara: tes niacin (diambil dari biakan dengan media
padat LJ), tes PNB (MGIT), tes MPT64.
Pemeriksaan uji kepekaan dilakukan dengan metode proporsional pada media Lowenstein
Jensen (LJ), atau dengan metode proporsional menggunakan media cair (MGIT).

Untuk pemberian cefixime tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan karena cefixime tidak
sensitive untuk bakteri TB.

5. Apakah ketertelusuran data penyebab infeksi pada tiap penderita seharusnya dimiliki oleh
laboraturium? Jelaskan

Ketertelusuran data penyebab infeksi tiap pasien harus dimiliki oleh laboraturium,
fungsinya adalah sebagai acuan jika dibutuhkan pemeriksaan selanjutnya, agar ada record
penyebab infeksinya sehingga dalam interpretasi hasil lebih terinci, selain itu data riwayat
tersebut dapat dijadikan bahan penelitian atau study terkait kasus infeksi, prevalensi,
penyebab dan acuan terapi antibiotic untuk mikroba penyebab bakteri.

6. Pasien MDR-TB diperiksa dengan gensexpert dan kultur resistensi. Dalam 24 jam hasilnya
sbb: MRB +, high, rimfapisin resistant: detected. 3 bulan kemudian keluar hasil kepekaan
konvensional sbb: Rimfapisin,INH,Ethambutol Sensitive, Streptomycin Resisten. Apa
penjelasan tentang adanya discrepancy hasil dana pa expertise anda untuk klinisi?

- Jika Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb Resistan Rifampisin, mulai pengobatan standar
TB MDR. Pasien akan dicatat sebagai pasien TB RR. Lanjutkan dengan pemeriksaan biakan
dan identifikasi kuman Mtb.

- Jika hasil pemeriksaan biakan teridentifikasi kuman positif Mycobacterium tuberculosis


(Mtb tumbuh), lanjutkan dengan pemeriksaan uji kepekaan lini pertama dan lini kedua
sekaligus yang hasilnya diperoleh 3 bulan kemudian. Uji kepekaan tidak bertujuan untuk
mengkonfirmasi hasil pemeriksaan GeneXpert, tetapi untuk mengetahui pola resistensi
kuman TB lainnya.
- Jika terdapat perbedaan hasil antara pemeriksaan GeneXpert dengan hasil pemeriksaan
uji kepekaan, maka hasil pemeriksaan dengan GeneXpert menjadi dasar penegakan
diagnosis.

- Pasien dengan hasil uji kepekaan menunjukkan TB MDR (hasil uji kepekaan menunjukkan
adanya tambahan resistan terhadap Streptomisin), catat sebagai pasien TB MDR, dan
lanjutkan pengobatan TB MDR-nya. Dan hal-hal tersebut dapat disampaikan kepada
klinisi.

7. Anak umur 3 tahun, demam mendadak diikuti kejang spastik generalisata dan penurunan
kesadaran. Tempat tinggal keluarga dekat dengan perternakan babi. Riwayat kontak
dengan penderita TB disangkal, pemeriksaan mikrobiologi apa yang disarankan? Jelaskan!

3 hari kemudian datang laki2 dewasa dengan gangguan fungus luhur 1 minggu yll yang
secara berlahan meningkat , awalnya 3 hari demam, tidak ada spastitas otot, pemeriksaan
mikrobiologi apa yang dilakukan.

Untuk kasus diatas dapat segera dilakukan pemeriksaan mikrobiologi, dari data klinis yang
didapat pasien yaitu tinggal dekat perternakan babi, dapat diduga pasien tersebut terinfeksi
virus H1N1 atau Meningitis streptococcus suis yang keduanya disebabkan oleh babi.

Pemeriksaan yang dilakukan dapat diambil dari specimen darah dan LCS jika ada dugaan
meningitis, kemudian pemeriksaan yang dilakukan adalah PCR, pewarnaan Gram, kultur
bakteri dan kultur virus.

Untuk kasus kedua juga sama halnya, segera dilakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk
dugaan infeksi mikroba yang ditularkan oleh babi yaitu virus H1N1 atau Meningitis
streptococcus suis. pemeriksaan yang dilakukan adalah PCR, pewarnaan Gram, kultur bakteri
dan kultur virus untuk dapat segera dilaporkan kepada klinisi.
8. Laki-laki dewasa berobat dengan demam tinggi 3 hari, ada petechie di banyak tempat,
jalannya membungkuk tampak kesakitan, data laboraturium apa saja yang dilakukan
(mikrobiologik dan non mikrobiologik)

- Dugaan kasus diatas adalah Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus (
arthropod - borne viruses ) yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan
penyakit pada manusia. Virus ini merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae ( flavi =
kuning ) bersama-sama dengan virus demam kuning atau chikunguya.
- Dengan gejala klinis sesuai dengan kriteria WHO yaitu:

Kriteria diagnosis DHF menurut WHO ( 1975) adalah :

 Demam tinggi yang mendadak dan terus menerus selama 2 - 7 hari.


 Manifestasi perdarahan, baik dengan uji tourniquet positif atau dalam bentuk lain
seperti petekia, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
 Hepatomegali. renjatan.

Saat ini pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui infeksi virus Dengue dapat
dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu isolasi dan identifikasi virus, deteksi antigen, dan
tes serologi.

Isolasi dan identifikasi virus mempunyai nilai ilmiah tertinggi karena penyebab infeksi dapat
dipastikan. Akan tetapi virus Dengue relatif labil terhadap suhu dan faktor-faktor fisiko
kimiawi tertentu, dan masa viraemia sangat singkat sehingga keberhasilan cara ini sangat
tergantung kepada kecepatan dan ketepatan pengambilan bahan, juga pengolahan dan
pengirimannya. Isolasi dapat dilakukan pada nyamuk, biakan sel atau bayi mencit. Waktu
yang diperlukan cukup lama yaitu 7 - 14 hari, sehingga tidak dapat digunakan untuk panduan
terapi. Di samping itu biayanya relative mahal dan hanya dapat dilakukan oleh laboratorium
tertentu saja.
Deteksi antigen adalah mencari bagian tertentu dari virus Dengue yang menimbulkan
penyakit baik yang berupa peptida ataupun asam nukleat. Metode yang digunakan bisa
immunofluorecence, mmunoperoxydase, atau polymerase chain reaction ( PCR ). Dua metode
yang disebut pertama biasanya tidak cukup sensitif untuk mendeteksi jumlah antigen yang
sangat sedikit di dalam sirkulasi. Kedua tes ini lebih sering digunakan untuk mendeteksi
antigen di jaringan pada penelitian post mortem. Metode PCR lebih sensitif karena dapat
mendeteksi antigen yang sangat sedikit dalam darah dan dalam waktu yang relatif singkat.
Viremia yang terjadi dalam waktu singkat sebelum antibodi terbentuk sudah dapat
diketahui14. Metode reverse transcription PCR sangat sensitif dan spesifik sekali dan dapat
mendeteksi viremia oleh virus Dengue pada hari kedua demam. Akan tetapi karena hanya
laboratorium tertentu saja yang dapat melakukan metode diagnosis molekular ini dan juga
biayanya amat mahal, sulit untuk dijadikan panduan terapi bagi semua kasus yang
menyangkut masyarakat luas.

Tes serologi merupakan jenispemeriksaan yang paling sering dilakukan. Uji


serologis yang klasik adalah uji hambatan hemaglutinasi,uji pengikatan
komplemen dan uji netralisasi15,16. Uji yang lebih modern adalah enzyme linked
immunosorbent assay ( ELISA ), immunoblot dan immunochromatography.

9. Bayi umur 3 bulan, bola matanya tak terpengaruh cahaya yang tinggi, lingkar kepalanya
kecil, tak bereaksi dengan suara keras. Saat ibunya mengandung , ibu menderita demam
dan ruam papilloma pada kulit. Apa kira-kira diagnosanya dan pemeriksaan mikrobiologi
apa lalu dari specimen apa?

- Dugaan diagnosa dari kasus diatas adalah infeksi Rubella kongenital.


- Manifestasi rubella dapat dilihat dari adanya kelainan dan dari data laboratorium. Bayi
dengan congenital rubella syndrome ditandai dengan adanya kelainan yang beragam,
namun yang menonjol biasanya adalah kelainan pendengaran. Kelainan lainnya dapat
ditemukan seperti glaucoma congenital, retinopati, paten duktus
arteriosus,hepatosplenomegali, jaundice, dan pertumbuhan yang terhambat. 50% bayi
yang terinfeksi Rubella congenital disease terlihat normal pada saat kelahiran, namun
kelainan-kelainan tersebut dapat berkembang dengan seiring waktu. ( S. E. Reef,1 P.
Strebel,2 A. Dabbagh,2 M. Gacic-Dobo,2 et.al Progress Toward Control of Rubella and
Prevention of Congenital Rubella Syndrome—Worldwide, 2009)
Pemeriksaan mikrobiologi yang dapat dilakukan adalah Isolasi virus Virus rubella dapat
diasingkan (isolasi) dari sekret hidung, darah, hapusan tenggorok, air kemih, dan cairan
serebrospinalis penderita rubella dan CRS. Virus juga dapat diasingkan dari tekak (faring) 1
minggu sebelum dan hingga 2 minggu setelah munculnya ruam. Meskipun metode
pengasingan ini merupakan diagnosis pasti untuk menentukan infeksi rubella, metode ini
jarang dilakukan karena tatalangkah (prosedur) pemeriksaan yang rumit. Hal ini
menyebabkan metode pengasingan virus bukan sebagai metode diagnostik rutin.1 Untuk
pengasingan secara pratama (primer) spesimen klinis, sering menggunakan perbenihan
(kultur) sel yaitu Vero; African green monkey kidney (AGMK) atau dengan RK-13. Virus rubella
dapat ditemui dengan adanya Cytophatic effects (CPE).

Jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengenali RNA virus rubella antara lain: a)
Polymerase Chain Reaction (PCR): PCR merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk
menemukan RNA virus. Di Inggris (United Kingdom), PCR digunakan sebagai metode penilaian
(evaluasi) rutin untuk menemukan virus rubella dalam spesimen klinis. Penemuan RNA
rubella dalam specimen darah menggunakan RT-PCR mempunyai kepekaan (sensitivitas) 87–
100%.

10. Anak 5 tahun mengeluh sering pilek, suatu ketika telinga kirinya sakit saat pilek, pada
pemeriksaan tampak bulging membrane timfani, pemeriksaan mikrobiologi apa yang
dapat dilakukan dan langkah-langkah pemeriksaan dari awal sampai mengeluarkan hasil.

- Dari kasus diatas, gambaran klinisnya dapat diduga karena infeksi tonsil (tonsillitis) sering
pilek disertai sakit telinga, pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan didapat dari
specimen usap tenggorok atau tonsil. Dan langkahnya sbb:

- Usap tenggorok atau tonsil dilakukan dengan menggunakan lidi kapas steril yang sudah
dibasahi dengan garam fisiologis. Usap pada dinding belakang faring tanpa mengenai
uvula, atau usap pada tonsil.
- Kemudian masukkan usap kapas kedalam medium transport Stuart atau Amies atau
langsung tanam pada medium isolasi dalam < 15 menit (agar darah,agar coklat dan agar
Mac conkey), kirim dalam waktu < 2jam pada suhu ruang. Bila terjadi penundaan
pengiriman, specimen dalam medium transport dapat disimpan < 24 jam pada suhu
ruang.

- Kemudian specimen tersebut dapat langsung dilakukan pewarnan Gram, dan untuk
pemeriksaan kultur dapat diperiksa setelah inkubasi isolate selama 24 jam kemudian,
pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah uji kepekaan antibiotic yang diambil dari
kultur pada Agar media. Setelah itu baru dapat dilaporkan hasilnya kepada klinisi.

Anda mungkin juga menyukai