Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perilaku pegawai dalam melaksanakan aktivitas kerja, baik

lembaga pemerintah maupun lembaga lainnya selalu menunjukkan hal

kompleks, berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan tingkat

kedisiplinan. Karena tingkat kedisiplinan selalu menjadikan harapan

pada setiap pimpinan atau harapan keseluruhan pegawai yang bekerja

pada setiap lembaga.

Kedisiplinan yang dimiliki oleh pegawai juga sangat spesifik,

menyangkut beberapa pandangan mengenai perilaku kedisiplinan.

Karena itu ada yang beranggapan bahwa kedisiplinan yang dimiliki

seseorang berkaitan erat dengan persoalan budaya, nilai yang dianut

oleh orang tersebut, terdapat pula anggapan bahwa kedisiplinan

berkaitan erat dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan seseorang.

Sehingga tidak melakukan atau mengupayakan dalam meningkatkan

kedisiplinanya. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan pimpinan

melakukan terobosan dan gagasan yang drastis, dalam hal

peningkatan kedisiplinan melalui hukuman dan hadiah yang diberikan.

Artinya, bahwa bila kedisiplinan semakin meningkat maka pegawai

tersebut dapat diberikan hadiah agar terdorong dalam meningkatkan

disiplin, baik memperlakukan waktu untuk mematuhi jadwal

kedatangan di kantor maupun disiplin dalam hal melakukan

1
perencanaan-perencanaan kerja, agar semua tugas-tugas yang

diberikan kepadanya dapat tercapai sesuai dengan target dan waktu

yang telah ditentukan. Selain itu, hukuman juga dapat berakibat baik

pada peningkatan disiplin, sebab secara psikologi dapat memberikan

motivasi tersendiri untuk lebih memperhatikan lagi mengenai

peningkatan kedisiplinan pegawai, agar tidak mengulang lagi atau

minimal hukuman tersebut dapat dijadikan rujukan agar selalu mau

meningkatkan kedisiplinan.

Persoalan disiplin bukanlah sesuatu yang ringan untuk merubah

suatu keadaan pegawai. Karena menyangkut beberapa hal, misalnya

orang mau berlaku disiplin karena terdapat kebutuhan yang

dikehendaki. Pada sisi lain, pegawai juga mau disiplin karena

dimotivasi dan diawasi oleh pimpinan, karenanya banyak faktor yang

mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai, namun untuk mengetahui

latar belakang atau penyebab menurun atau meningkatkan

kedisiplinan pegawai pada lembaga organisasi pemerintah paling

mungkin mendapat pengawasan yang ketat dari seorang pimpinan.

Hal ini dikarenakan bila pengawasan mau dilaksanakan pimpinan

secara efektif, hendaknya juga seorang pimpinan harus memiliki

persyaratan-persyaratan tertentu, agar bawahan mau menerima

perintah untuk meningkatkan disiplin, karena itu persyaratan pimpinan

pada suatu lembaga pemerintah paling mungkin : (1) pimpinan dapat

memberi contoh tauladan terhadap bawahan; (2) pemimpin harus

2
memiliki sikap ketegasan; (3) pemimpin harus bersifat adil terhadap

bawahan; (4) hendaknya bersifat sosial; (5) tidak melakukan hubungan

personal dengan bawahan, melainkan hubungan yang sifatnya

impersonal. Dari beberapa persyaratan tersebut, yang diharapkan

adalah bagaimana hubungan pimpinan dan bawahan dapat lebih

meningkatkan hubungan yang bersih dan berwibawa, agar semua

yang diinginkan dapat tercapai sesuai harapan.

Agar tujuan organisasi yang direncanakan dapat tercapai, maka

perlu diterapkan kedisiplinan pegawai sesuai tujuan organisasi.

Sehingga diharapkan pegawai dapat mengerjakan pekerjaanya sesuai

dengan yang telah ditetapkan dan tidak menyimpang dari ketentuan

yang dibuat untuk tetap dapat mengetahui pelaksanaan kegiatan yang

dilakukan pegawainya, agar tidak menyimpang dari

ketentuan/peraturan diperlukan suatu tindakan nyata dengan adanya

pengawasan.

Pengawasan bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan instruksi peraturan yang telah dibuat, sehingga apa yang

dilaksanakan dapat berjalan secara efisien. Selain itu juga untuk

mengoreksi setiap pekerjaan pegawai, agar pelaksanaan kegiatan

suatu organisasi lebih tertib dan disiplin, terhindar dari penyimpangan

dan kebocoran. Karena itu dapat dipahami bahwa disiplin tentu

bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, melainkan merupakan hal

kompleks dalam suatu organisasi. Tidak mengherankan bila selama ini

3
penggunaan ancaman dan kekerasan senantiasa diterapkan oleh

pimpinan. Padahal ancaman dan kekerasan bukanlah suatu cara yang

baik. Namun ketegasan dan keteguhan dalam penegakan peraturan

sangat diperlukan. Sebagaimana dapat dilihat pada salah satu rujukan

peraturan yang mengatur tentang disiplin pegawai berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang mengatakan bahwa

: “sasaran kerja Pegawai Negeri Sipil (SKP) yang telah disusun dan

disetujui bersama antara atasan langsung dengan PNS yang

bersangkutan ditetapkan sebagai kontrak prestasi kerja”. Selanjutnya

dikatakan dalam peraturan tersebut bahwa : “penilaian prestasi kerja

berdasarkan sasaran kerja Pegawai Negeri Sipil bersifat obyektif,

terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan”. Dari rujukan peraturan

tersebut seharusnya pimpinan dapat menjadikan acuan di dalam

menegakkan disiplin. Karena itu aspek pengawasan perlu ditingkatkan,

agar sasaran kerja Pegawai Negeri Sipil yang disetujui bersama antara

atasan dan bawahan sebagai kontrak dalam hasil kerja yang didukung

prestasi kerja yang sifatnya obyektif, terukur dan

dipertanggungjawabkan secara transparan.

Dengan adanya pengawasan dan peraturan pimpinan atau

atasan langsung diharapkan pegawai dapat berperilaku disiplin dalam

bekerja. Dengan kedisiplinan yang dimilikinya, akan memudahkan

untuk melakukan pengarahan dan pelaksanaan kerja, bukan bekerja

atas dasar ketakutan terhadap ancaman, hukuman dari pimpinan.

4
Melainkan diharapkan pegawai dapat bekerja atas dasar kesadaran

diri yang tinggi demi tercapainya tujuan organisasi. Karena itu sebuah

organisasi, khususnya instansi pemerintah, manusia yang

melaksanakan tugas dan kewajibannya disebut aparatur. Hal ini

dipandang bahwa pegawai menempati titik krusial dalam suatu

organisasi, maka dalam pelaksanaan kegiatannya diperlukan pegawai

yang memiliki kecakapan dan kemampuan secara psikologis yang kuat

kemauannya, serta selalu mau menghargai waktu, loyalitas yang

tinggi. Tapi tidak loyal buta pada organisasi serta dapat melaksanakan

kewajibannya untuk kepentingan lembaga di atas kepentingan pribadi.

Sehingga hal bersikap disiplin dalam bekerja tanpa melalui

perencanaan dan apa yang direncanakan selalu dilaksanakn setiap

minggu sampai perbulannya. Karena itu, diharapkan pegawai bekerja

dengan baik, dengan giat diikuti sifat kerja yang tinggi. Selain itu

seorang aparatur sudah sepantasnya memiliki kesadaran yang tinggi

dalam menjalankan keseluruhan ketentuan kepegawaian yang

terdapat dalam kelembagaan, seperti manusia yang lainnya.

Pegawai tetaplah manusia biasa, makhluk ciptaan Tuhan

kadang kala melakukan kesalahan, namun di luar kemampuannya

atau tindakan menyimpang dari peraturan. Oleh sebab itu yang

menjadi fenomena untuk mengukur disiplin pegawai biasanya masuk

kerja/kantor terlambat, mengobrol seenaknya saat jam kantor,

meninggalkan pekerjaan sesuka hati, tidak menyelesaikan tugasnya

5
dengan tepat waktu, keluar jam kantor tanpa izin serta asyik membaca

koran dan majalah seenaknya dengan meninggalkan pekerjaan

sampai bermain game komputer, bahkan sampai jam kantor keluyuran

yang jelas di luar kantor masih memakai pakaian dinas. Keseluruhan

unsur-unsur tersebut akan menghambat apa yang menjadi pencapaian

tujuan serta dapat merugikan organisasi atau lembaga, baik dari aspek

efisien maupun dari aspek efektivitas.

Dari beberapa uraian tersebut, memperlihatkan bahwa pada

setiap lembaga khususnya pemerintah persoalan pengawasan yang

dilakukan oleh pimpinan untuk melakukan disiplin tentu memiliki

kondisi dan perbedaan yang dihadapi, khususnya Badan Kesatua

Bangsa dan Politik Provinsi Sulawesi Tengah sebagaimana hasil

observasi awal bahwa fungsi pengawasan pimpinan belum berjalan

secara maksimal. Antara lain karena gaya/sifat keteladanan yang

ditunjukkan pimpinan dan penerapan reward (penghargaan) dan

Penisment (sanksi) belum dilaksanakan secara baik. Sehingga

berpengaruh pada disiplin pegawai, seperti seringnya terlambat

menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu. Hal tersebut membuat

calon peneliti merasa ingin tahu jawabannya melalui penelitian dengan

mengangkat judul : “Peranan Pengawasan Terhadap Peningkatan

Disiplin Kerja Pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Provinsi Sulawesi Tengah.”

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka calon

peneliti menguraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan pengawasan terhadap peningkatan disiplin

kerja pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi

Sulawesi Tengah.

2. Faktor yang menjadi penghambat dan pendukung serta alternatif

pemecahannya.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan judul proposal, maka tujuan dari diadakannya

penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui peranan pengawasan terhadap peningkatan

disiplin kerja pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Provinsi Sulawesi Tengah

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat serta

alternatif pemecahannya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai

pihak, antara lain :

1. Dari segi keilmuan, diharapkan hasil penelitian ini dapat

menambahkan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

7
kajian teori dari peneliti selanjutnya dalam bidang pengawasan

terhadap peningkatan disiplin kerja pegawai

2. Dari segi terapan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumber informasi bagi pengguna, khususnya kepala Badan

Kesatua Bangsa dan Politik Provinsi Sulawesi Tengah melakukan

pengawasan terhadap peningkatan disiplin kerja pegawai.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peranan

Peranan merupakan tugas-tugas yang diberikan oleh pegawai

sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan yang dipegang agar

peranan tersebut tidak melenceng dari tugas-tugas yang diberikan

kepadanya, sehingga teori peranan dapat digambarkan sebagai

berikut :

Menurut Soekanto (1992:63) bahwa : “peranan (role)

merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan atau status.”

Sedangkan Siagian (1983:60) mengatakan bahwa : “yang dimaksud

dengan peranan adalah tempat tertentu yang ditentukan untuk

diduduki seseorang dalam suatu proses pencapaian tujuan.”

Selanjutnya Masson dan Eachern (Berry, 2003:39) mendefenisikan :

“peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada

individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.” Dari batasan-

batasan pengertian tersebut, dapatlah dijelaskan bahwa andaikata

seseorang melakukan hak-hak dan tugasnya sesuai dengan

fungsi/kedudukannya, maka berarti orang tersebut telah menjalankan

perannya.

Hubungan peranan dengan kedudukan sangat erat kaitannya,

sebab keduanya saling mementingkan, sehingga terjalin secara

berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, peranan tidak

9
akan ada tanpa kedudukan (status) demikian pula sebaliknya. Dari

peranan sehingga mendapat kedudukan, maka kedudukan yang

dimiliki tersebut dilalui atau dijalankan melalui proses. Sehingga

mendapatkan suatu tujuan yang ingin dicapai yang telah ditentukan

sebelumnya.

Bila dikaji lebih jauh, pengertian peranan meliputi 2 (dua) hal,

yaitu peranan setiap individu mempunyai tingkah laku atau berbagai

macam peranan, berasal dari pola-pola pergaulan sehari-hari. Ini

berarti peranan tersebut dapat menentukan apa yang diperbuatnya

terhadap masyarakat serta kesempatan apa yang diperbuat

masyarakat kepadanya. Kedua peranan berfungsi untuk mengatur

perilaku/karakter seseorang dan juga dikatakan bahwa peranan

tersebut dapat menyebabkan seseorang dapat berbuat pada batas-

batas tertentu. Peranan dapat pula meramalkan perbuatan orang lain,

sehingga dengan demikian orang yang bersangkutan akan dapat

menyesuaikan dengan perilaku orang yang ada pada kelompok

pergaulan hidup.

Dari beberapa uraian tersebut di atas mengenai peranan, dapat

diketahui bahwa peranan sangat berhubungan dengan kedudukan

atau status seseorang. Sehingga di dalam konsep peranan terdapat 3

(tiga) unsur penting, yaitu :

1. Dalam organisasi; peranan dalam hal ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan berorganisasi atau bermasyarakat;

10
2. Peranan merupakan konsep perilaku apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat atau organisasi;

3. Peranan sebagai perilaku individu dalam kehidupan organisasi dan

masyarakat.

B. Pengawasan

Pengawasan adalah alat untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja

apakah berhasil atau tidak, berikut ini akan dijelaskan teori

pengawasan sebagai berikut :

Julitriarsa dan Suprihantono (1998:101) mengatakan bahwa :

Pengawasan adalah tindakan atau proses kegiatan untuk


mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk
demikian dilakukan perbaikan dan mencegah terulangnya
kembali kesalahan-kesalahan itu, begitu pula menjaga agar
pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang ditetapkan.

Dengan adanya pengawasan akan mencegah dan mengurangi

berbagai penyimpangan dan kesalahan dalam melaksanakan tugas

dalam mencapai tujuan organisasi. Manullang (2005:173)

mendefenisikan pengawasan sebagai berikut :

Pengawasan sebagai suatu proses untuk menerapkan


pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila
perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Handoko (2003:359) mengemukakan bahwa : “pengawasan

adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan

manajemen tercapai.” Selanjutnya Robert J. Mokler (Handoko,

2003:360) mendefenisikan pengawasan sebagai berikut :

11
Pengawasan manajemen adalah usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik membandingkan
kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang
diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
perusahaan diperlukan dengan cara yang paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Sedangkan Ranupandojo (1990:6) mendefenisikan pengawasan

adalah : “mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan

rencana dan mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan atau kalau

perlu menyesuaikan kembali rencana yang telah dibuat.” Mc. Farlan

(Simbolon, 2004:61) mengatakan bahwa :

Control is the process by which an executive gets the


performance of his sub ordinate to correspond as closely as
posible to chosen plans, orders, objective, or policies
(pengawasan adalah suatu proses di mana pimpinan ingin
mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah,
tujuan, kebijakan yang telah ditentukan).

Dari beberapa pendapat di atas mengenai pengawasan dapat

disimpulkan bahwa pengawasan merupakan salah satu fungsi

manajemen dan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk

mengetahui apakah kegiatan-kegiatan yang berada dalam tanggung

jawabnya berada dalam keadaan yang sesuai dengan rencana

ataukah tidak. Bila tidak sesuai dengan rencana maka perlu dilakukan

tindakan tertentu untuk menanganinya. Bila telah sesuai dengan

rencana, maka perlu perhatian untuk peningkatan kualitas hasil dalam

mencapai tujuan organisasi. Pengawasan bukan mencari siapa yang

salah namun apa yang salah dan bagaimana membenarkannya.

12
Pengawsan dapat dibedakan menjadi beberapa macam

tergantung darimana pengawasan tersebut ditinjau. Menurut Julitriarsa

(1998:106) :

Pengawasan dapat dibedakan menjadi beberapa macam,


tergantung dari sudut pandang mana pengawasan itu ditinjau.
1. Dari sudut subyek yang mengawasi
a. pengawasan internal dan pengawasan eksternal
b. pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
c. pengawasan formal dan pengawasan informal
d. pengawasan manajerial dan pengawasan staf
2. Dari sudut obyek yang diawasi
a. Material dan produk jadi/setengah jadi, yang sasarannya
meliputi :
1) kualitas dari material, produk jadi/setengah jadi,
dengan menggunakan suatu standar kualitas;
2) kuantitas dari material, produk jadi/setengah jadi,
dengan menggunakan suatu standar kuantitas;
3) penyimpanan barang di gudang, misal dengan
adanya persediaan besi di gudang.
b. Keuangan dan biaya, yang sasarannya meliputi :
1) anggaran dan pelaksanaanya;
2) biaya-biaya yang dikeluarkan;
3) pendapatan atau penerimaan dalam bentuk uang
(tunai/ piutang atau kredit)
c. Waktu (time) yang sasaranya meliputi :
1) penggunaan waktu atau time use
2) pemberian waktu atau timing
3) kecepatan atau speed
d. Personalia, sasarannya meliputi :
1) kejujuran;
2) kesetiaan;
3) kerajinan;
4) tingkah laku;
5) kesetiakawanan.
3. Waktu pengawasan
a. pengawasan preventif, dilakukan pada waktu sebelum
terjadinya penyimpangan atau kesalahan;
b. pengawasan represif, dilakukan pada waktu sudah terjadi
penyimpangan atau kesalahan.
4. Sistem pengawasan :
a. Inspektif, yaitu melaksanakan pemeriksaan setempat (on
the spot), guna mengetahui sendiri keadaan yang
sebenarnya;

13
b. Komparatif, yaitu membandingkan antara hasil yang
diperoleh dengan rencana yang ada;
c. Verifikatif, yaitu pemeriksaan yang dilakukan staf
terutama dalam bidang keuangan dan/atau materil;
d. Investigatif, yaitu melakukan penyelidikan untuk
mengetahui atau membongkar terjadinya
penyelewengan-penyelewengan yang tersembunyi.

Handoko (2003:361) menyatakan bahwa :

Ada tiga tipe dasar pengawasan, yaitu :


1. Pengawasan pendahuluan; atau sering disebut steering
controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah atau
penyimpangan dari suatu standar atau tujuan serta
memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan
tertentu diselesaikan. Jadi, pengawasan ini lebih aktif dan
agresif dengan mendeteksi masalah dan mengambil suatu
tindakan yang diperlukan sebelum masalah muncul atau
terjadi. Pengawasan ini bersifat preventif artinya tindakan
pencegahan sebelum munculnya suatu permasalahan atau
penyimpangan.
2. pengawsan concurrent; pengawasan ini dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini
sering diseut dengan pengawasan “ya, tidak.” Screenning
control atau “berhenti, terus” dilakukan selama suatu
kegiatan berlangsung. Sehingga memerlukan suatu
prosedur yang harus dipenuhi sebelum kegiatan dilanjutkan.
3. pengawasan umpan balik; pengawasan ini dikenal sebagai
past-action controls, yang bertujuan untuk mengukur hasil
dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab
dari penyimpangan atau kesalahan dicari tahu kemudian
penemuan-penemuan tersebut dapat diterapkan pada
kegiatan-kegiatan yang serupa di masa yang akan datang.
Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan
setelah kegiatan terjadi.

Kemudian Maringan (2004:62) membagi pengawasan dalam 4


(empat) macam yaitu ;
1. Pengawasan dari dalam organisasi (internal control); berarti
pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan
yang dibentuk dalam organisasi itu sendiri. Aparat/unit ini
bertindak atas nama pimpinan organisasi;
2. Pengawasan dari luar organisasi (external control); berarti
pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan
dari luar organisasi. Aparat/unit pengawasan dari luar
organisasi itu adalah pengawasan yang bertindak atas nama

14
atasan pimpinan organisasi itu atau bertindak atas nama
pimpinan organisasi itu karena permintaannya, misalnya
pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Keuangan Negara;
3. Pengawasan preventif; adalah pengawasan yang dilakukan
sebelum rencana dilaksanakan. Maksudnya adalah untuk
mencegah terjadinya kekeliruan/kesalahan dalam
pelaksanaan;
4. Pengawasan represif; adalah pengawasan yang dilakukan
setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. Maksudnya adalah
untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan, agar
hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Nawawi (1995:24) membagi tentang pelaksanaan pengawasan

di dalam administrasi atau manajemen negara/pemerintahan sebagai

berikut :

1. Pengawasan fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan


oleh aparatur yang ditugaskan melakukan pengawsan
seperti BPKP, Irjenbang, Irjen Departemen dan aparat
pengawasan fungsional lainnya di Lembaga Pemerintahan
Non Departemen atau instansi pemerintahan lainnya;
2. Pengawasan politik, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3. Pengawasan yang dilakukan BPK;
4. Pengawasan yang dilakukan oleh mass media, ormas,
individu dan anggota masyarakat lainnya;
5. Pengawasan melekat, yaitu pengawasan yang dilaksanakan
oleh atasan langsung terhadap bawahannya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis

pengawasan yaitu :

1. Pengawasan menurut pelaksananya :

a. Pengawasan intern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

pihak dalam organisasi itu sendiri;

b. Pengawasan ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

pihak luar organisasi.

15
2. Pengawasan menurut cara melaksanakannya :

a. Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan di

tempat kegiatan berlangsung;

b. Pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan

dengan mengadakan pemantauan terhadap laporan-laporan

yang dibuat.

3. Pengawasan menurut waktunya :

a. Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai;

b. Pengawasan yang dilakukan selama kegiatan sedang

dilakukan;

c. Pengawasan yang dilakukan sesudah kegiatan dilakukan.

Pengawasan terdiri dari beberapa kegiatan untuk membuat agar

segala penyelenggaraan kegiatan yang menjadi kewajiban dan

tanggung jawab dapat berlangsung dan berhasil sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan. Julitriarsa dan Suprihantoro (1998:104)

mengatakan bahwa :

Prinsip-prinsip dasar dalam pengawasan adalah sebagai


berikut:
1. Adanya rencana tertentu dalam pengawasan. Dengan
adanya rencana yang matang akan merupakan standar atau
alat pengukur terhadap berhasil tidaknya pengawasan;
2. Adanya pemberian instruksi atau perintah serta wewenang
kepada bawahan;
3. Dapat merefleksikan berbagai sifat dan kebutuhan dari
berbagai kegiatan yang diawasi. Sebab masing-masing
kegiatan seperti produksi, pemasaran, keuangan dan
sebagainya memerlukan sistem pengawasan tertentu sesuai
dengan bidangnya;
4. Dapat segera dilaporkan adanya berbagai bentuk
penyimpangan;

16
5. Pengawasan harus bersifat fleksibel, dinamis dan ekonomis;
6. Dapat merefleksikan pola organisasi, misalnya setiap
kegiatan karyawan harus tergambar dalam struktur
organisasi atau terhadap setiap bagian yang ada harus ada
standar daripada biaya dalam jumlah tertentu, apabila terjadi
penyimpangan. Sehingga apabila penyimpangan melebihi
standar disebut tidak wajar lagi;
7. Dapat menjamin diberlakukannya tindakan korektif yakni
segera mengetahui apa yang salah, di mana terjadinya
kesalahan tersebut serta siapa yang bertanggung jawab.

Nawawi (1994:105) mengatakan :

Manfaat pengawasan antara lain :


1. Menghimpun data/informasi, yang telah diolah dan
dikembangkan menjadi umpan balik (feed back) dalam
memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
selanjutnya sebagai langkah pengambilan keputusan baru
yang lebih baik;
2. Mengembangkan cara bekerja untuk menemukan yang
paling efektif dan efisien atau yang paling tepat dan paling
berhasil, sehingga menjadi yang terbaik untuk mencapai
tujuan organisasi;
3. Mengidentifikasi, mengenal dan memahami hambatan-
hambatan dan kesukaran-kesukaran dalam bekerja, untuk
dihindari, dikurangi dan dicegah dalam kegiatan/pekerjaan
berikutnya;
4. Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan perkembangan organisasi dalam berbagai
aspeknya, termasuk juga untuk pengembangan personel
agar menjadi semakin berkualitas dalam bekerja.

Jadi dengan adanya manfaat yang jelas dari pelaksanaan

pengawasan, suatu organisasi akan terdorong untuk tidak

mengesampingkan pengawasan, dengan tetap memperhatikan adanya

pegawasan akan membantu proses pencapaian tujuan organisasi.

Dalam pelaksanaan suatu kegiatan pastilah ditemui suatu kendala

atau masalah dalam upaya pencapaian tujuannya, tidak terkecuali

dengan kegiatan pengawasan. Untuk melaksanakan pengawasan,

17
dapat dilakukan teknik pengawasan. Soelistriyo (2003:86)

mengungkapkan macam teknik pengawasan, yaitu :

1. Pengawasan langsung (direct control) adalah pengawasan


yang dilaksanakan sendiri oleh atasan langsung tanpa
perantara;
2. Pengawasan tidak langsung (indirect control) adalah
pengawasan yang dilaksanakan dengan perantara sesuatu
alat yang berwujud laporan, baik laporan lisan maupun
tertulis.

Kedua teknik pengawasan di atas memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan teknik langsung yaitu pimpinan mengetahui

secara langsung yang terjadi di lapangan. Kekurangan teknik langsung

yaitu sulit dilakukan dalam organisasi yang besar dan bersifat

kompleks. Kelebihan teknik tidak langsung adalah cocok untuk

organisasi besar. Sedangkan kekurangannya adalah seringkali

bawahan melaporkan hal-hal yang bersifat baik saja, agar pimpinan

senang, pimpinan tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi.

Dalam melaksanakan suatu tugas tertentu, selalu terdapat

urutan atau tahapan pelaksanaan tugas. Demikian pula dengan

pengawasan, untuk mempermudah pelaksanaan dalam mencapai

tujuan. Tahap-tahap tersebut seperti diungkapkan Handoko

(2003:363), yaitu :

1. penetapan standar pelaksanaan (perencanaan);


2. penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
3. pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata;
4. pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan
penganalisaan penyimpangan-penyimpangan, dan;
5. pengambilan tindakan koreksi bila perlu.

18
Penetapan Penentuan Pengukuran Pembandingan
standar pengukuran pelaksanaan dengan
pelaksanaan pelaksanaan kegiatan standar,
kegiatan evaluasi

Pengambilan
tindakan
koreksi, bila
perlu

= Tindakan Koreksi

Gambar 1
Proses Pengawasan (Handoko, 2003:363)

Tahap 1 : Penetapan standar

Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar

pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan

pengukuran yang digunakan sebagai patokan untuk menilai hasil-hasil.

Tujuan, sasaran, kuota dan target digunakan sebagai standar. Bentuk

standar yang lebih khusus antara lain target penyelesaian pekerjaan,

anggaran, keselamatan kerja dan sebagainya.

Tahap 2 : Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan

Penetapan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara

untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap

kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran

pelaksanaan kegiatan secara tepat. Pengukuran ini sebaiknya mudah

19
dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada para

karyawan.

Tahap 3 : Pengukuran pelaksanaan kegiatan

Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan,

pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-

ulang dan terus menerus.

Tahap 4 : Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar

Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan

pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncakan atau standar

yang telah ditetapkan. Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa

untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai.

Tahap 5 : pengambilan tindakan koreksi bila perlu

Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi,

tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam

berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki,

atau keduanya dilakukan bersamaan.

Julitriarsa dan Suprihanto (1998:101) bahwa :

Apabila pengawasan tidak dilakukan, kemungkinan kesalahan-


kesalahan akan terus berlangsung dan semakin membengkak.
Sehingga tiba-tiba kesalahan tersebut sudah sangat berat dan
sulit diatasi. Dengan demikian, bukan hanya tujuan yang tidak
tercapai namun kemungkinan dapat menimbulkan kerugian
yang cukup besar.

Handoko (2003:366) mengatakan :

Ada berbagai faktor yang membuat pengawasan diperlukan


oleh setiap organisasi. Faktor-faktor itu adalah :
1. perubahan lingkungan organisasi;

20
2. peningkatan kompleksitas organisasi;
3. kesalahan-kesalahan;
4. kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang

Manullang (2005:174) mengemukakan bahwa :

Suatu sistem pengawasan yang efektif harus dapat segera


melaporkan penyimpangan-penyimpangan sehingga
berdasarkan penyimpangan-penyimpangan itu dapat diambil
tindakan untuk pelaksanaan selanjutnya, agar pelaksanaan
keseluruhan benar-benar dapat sesuai atau mendekati apa
yang direncanakan sebelumnya.

Simbolon (2004:70) mengungkapkan :

Syarat-syarat pengawasan yang efektif, antara lain :


1. pengawasan harus dihubungkan dengan rencana dan
kedudukan seseorang;
2. pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan
dan pribadinya;
3. pengawasan harus menunjukkan penyimpangan-
penyimpangan pada hal-hal yang penting;
4. pengawasan harus obyektif;
5. pengawasan harus luwes (fleksibel);
6. pengawasan harus hemat;
7. pengawasan harus membawa tindakan perbaikan (corrective
action).

Lebih lanjut, Simbolon (2004:62) mengungkapkan :

Fungsi dari pengawasan, di antaranya sebagai berikut :


1. mempertebal rasa dan tanggung jawab terhadap pejabat
yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan
pekerjaan;
2. mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan;
3. untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan,
kelalaian dan kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang
tidak diinginkan;
4. untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar
pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan
pemborosan-pemborosan.

21
Dari uraian tentang pengawasan di atas, dapat diberikan

kesimpulan bahwa peranan pengawasan yaitu :

1. Untuk mencegah terjadinya berabgai penyimpangan atau

kesalahan, sehingga dapat diketahui lebih awal berbagai bentuk

penyimpangan dan kesalahan;

2. Untuk menjamin atau mengusahakan pelaksanaan kegiatan agar

sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya demi

mencapai tujuan;

3. Untuk memperbaiki kesalahan atau penyimpangan yang terjadi;

4. Untuk mengetahui kedisiplinan kerja pegawai dalam melaksanakan

pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawab yang dimilikinya.

C. Peningkatan Disiplin Kerja Pegawai

Kedisiplinan kerja merupakan masalah yang sangat

berpengaruh besar terhadap kemajuan suatu perusahaan atau

organisasi. Tanpa adanya disiplin kerja akan menyebabkan

pelaksanaan kerja terhambat atau tidak dapat diselesaikan dengan

baik, sehingga tujuan organisasi akan terhambat dan sulit tercapai.

Handoko (2001:208) mengungkapkan bahwa : “disiplin adalah

kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar

organisasional. Hal ini berarti disiplin menjadi acuan bagi organisasi

dalam menentukan standar-standar yang dilakukan di organisasi.”

Sedangkan Prijodarminto (1992:23) mengatakan : “disiplin berasal dari

bahasa Latin yaitu ‘discipline’ yang berarti latihan atau pendidikan

22
kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat.” Sementara

itu, Nitisemito (1996:199) mengatakan : “disiplin adalah sebagai suatu

sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan

perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.”

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa disiplin adalah suatu tindakan dari seseorang yang mentaati

peraturan yang telah ditetapkan dengan didasari kesadaran tanpa

adanya unsur paksaan. Dalam menjalankan kedisiplinan diperlukan

adanya kesadaran dari pegawai untuk mentaati peraturan yang

berlaku. Jadi dapat diartikan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap

dan perilaku seseorang (karyawan/pegawai) yang selalu taat dan

patuh terhadap peraturan-peraturan organisasi atau institusi baik yang

tertulis maupun yang tidak, untuk pelaksanaan aktivitas atau kegiatan

dengan sebaik-baiknya serta tidak menyimpang dari ketentuan yang

ada.

Siagian (1996:305) mengemukakan jenis-jenis disiplin dalam

organisasi, ada dua jenis yaitu :

1. Pendisiplinan preventif, yaitu tindakan yang mendorong


karyawan untuk taat kepada peraturan yang berlaku dan
memenuhi standar yang ditetapkan. Keberhasilan
penerapan disiplin preventif terletak pada disiplin pribadi
anggota organisasi. Akan tetapi agar disiplin semakin kokoh,
paling sedikit ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian
manajemen. Pertama, anggota organisasi perlu didorong
agar mempunyai rasa memiliki organisasi. Kedua, karyawan
perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang
wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga,
karyawan didorong menentukan sendiri cara-cara

23
pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang
berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi;
2. Pendisiplinan korektif, yaitu jika ada karyawan yang telah
melakukan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku atau
gagal memenuhi standar yang berlaku akan dikenakan
sanksi disipliner. Berat ringannya hukuman tergantung dari
bobot pelanggaran yang dilakukan. Pengenaan sanksi
korektif dengan memperhatikan paling sedikit tiga hal.
Pertama, karyawan yang dikenakan sanksi diberitahu
pelanggaran atau kesalahan apa yang telah dilakukan.
Kedua, kepada yang bersangkutan diberi kesempatan
pembelaan diri. Ketiga, dalam pengenaan sanksi terberat
yaitu pemberhentian, perlu diadakan “wawancara keluar”,
dengan menjelaskan kepada yang bersangkutan mengapa
manajemen mengambil keputusan tersebut sehingga
karyawan dapat mengerti. Agar pencapaian tujuan
pendisiplinan dapat tercapai, pendisiplinan perlu diterapkan
bertahap, dimulai dari :
a. peringatan lisan;
b. pernyataan tertulis ketidakpuasan atasan langsung;
c. penundaan kenaikan gaji berkala;
d. penundaan kenaikan pangkat;
e. pembebasan dari jabatan;
f. pemberhentian sementara;
g. pemberhentian atas permintaan sendiri;
h. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri;
i. pemberhentian tidak dengan hormat.

Disiplin akan membuat seseorang tahu untuk dapat

membedakan mana yang seharusnya boleh dilakukan dan yang tidak

boleh dilakukan. Prijodarminto (1992:23) mengatakan bahwa :

Ada tiga aspek disiplin, di antaranya :


1. sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat
dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan,
pengendalian pikiran dan pengembangan watak;
2. pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku,
norma, kriteria dan standar yang sedemikian rupa sehingga
pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang
mendalam atau kesadaran bahwa ketaatan akan aturan :
norma, kriteria, dan standar tadi merupakan syarat mutlak
untuk mencapai keberhasilan (sukses);

24
3. sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan
kesungguhan hati untuk mentaati segala hal secara cermat
dan tertib.

Dalam rangka mencapai kedisiplinan dalam bekerja perlu

diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, antara lain

kondisi lingkungan kerja atau ruang kerja karyawan, pengawasan,

perintah, serta gaya kepemimpinan atasannya. Menurut Hasibuan

(2003:194) bahwa ;

Indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan


karyawan suatu organisasi yaitu :
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan.
Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan
kepadanya harus sesuai dengan kemampuan karyawan
yang bersangkutan, agar dia dapat bekerja dengan
sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakan;
2. Teladan pimpinan
Pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang
baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan
memberikan teladan yang baik, kedisiplinan bawahan pun
akan ikut baik, demikian sebaliknya;
3. Balas jasa
Balas jasa akan mempengaruhi kecintaan karyawan
terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan
karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan
mereka akan ikut baik pula;
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan
karyawan, karena sifat dan ego manusia yang selalu merasa
dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan
manusia lainnya. Manajer yang cakap dalam memimpin
akan berusaha bersikap adil kepada karyawannya, dengan
keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik
pula;
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan
efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan. Dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi

25
perilaku, moral, sikap dan gairah kerja serta prestasi kerja
bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau
hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan
memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui
kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya;
6. Sanksi hukuman
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan
perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner akan berkurang.
Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara
jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman tidak terlalu
ringan atau teralu berat, namun tetap mendidik karyawan
untuk mengubah perilakunya.
7. Ketegasan
Pimpinan harus tegas dan berani bertindak untuk
menghukum karyawan yang indisipliner sesuai dengan
sanksi hukuman yang telah ditetapkan pimpinan yang berani
bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang
indisiplier akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh
bawahan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan yang harmonis di antara sesama karyawan akan
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.
Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan
kemanusiaan yang serasi. Hubungan yang serasi dapat
mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.
Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada
perusahaan.

Untuk menanamkan disiplin para bawahan dapat dilakukan dan

dikembangkan dengan berbagai cara. Martoyo (2000:125)

mengatakan :

Faktor-faktor yang perlu dipahami dalam menunjang pembinaan


disiplin, yaitu :
1. motivasi;
2. pendidikan dan latihan;
3. kepemimpinan;
4. kesejahteraan;
5. penegakan disiplin lewat hukuman.

26
Motivasi merupakan faktor penting dalam pencapaian disiplin

kerja. Apabila tidak ada motivasi maka seseorang tidak akan bergairah

dalam bekerja. Sedangkan pendidikan dan latihan merupakan salah

satu program dalam aspek pengembangan pegawai. Dengan adanya

diklat, diharapkan pegawai dapat memperbaiki dan mengembangkan

kemampuannya agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Penegakan disiplin lewat hukum yang berisi tentang hal-hal

yang harus dilakukan sekaligus menjadi larangan bagi pegawai,

berikut sanksi atau hukuman yang berlaku bagi pelanggar disiplin.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan

Disiplin Pegawai Negeri Sipil menyebutkan tingkat dan jenis hukuman

disiplin sebagai berikut :

1. Tingkat hukuman terdiri dari :


a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang;
c. hukuman disiplin berat.
2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pernyataan tidak puas secara tertulis
3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a. penundaan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun
b. penurunan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun
c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)
tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih
rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. pembebasan jabatan;
c. pemberhentian dengan hormat atau permintaan sendiri
sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan;
d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.

27
Dalam upaya menegakkan disiplin karyawan, pimpinan harus

mampu menjadipanutan dan teladan bagi karyawannya. Keteladanan

yang dimiliki dan dilakukan oleh pimpinan perusahaan dapat

membangkitkan disiplin yang kuat bagi karyawan yang bekerja di

bawah pimpinannya.

Dari uraian tentang disiplin kerja dapat ditarik kesimpulan

bahwa disiplin kerja pegawai dapat diukur melalui ketaatannya dalam

menggunakan waktu kerja, kepatuhan dalam melaksanakan peraturan

atau ketentuan organisasi, ketaatan dalam melaksanakan perintah

atasan, ketaatan dalam penggunaan peralatan dan perlengkapan

kantor, ketaatan dalam mengikuti carakerja yang sesuai dengan

petunjuk dan ketentuan organisasi.

D. Pegawai

Pegawai adalah orang yang bekerja pada instansi pemerintah

maupun swasta dengan melaksanakan tugas dan tanggung jawab

serta memperoleh hak-hak. Poerwadarminta (1986:723)

mengemukakan : “pegawai yaitu orang yang bekerja pada

pemerintah/perusahaan.” Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1974 dijelaskan bahwa :

Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan


dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu
jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-
undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

28
Prakoso (1992:27) mengatakan : “pegawai negeri adalah

mereka yang bekerja pada jabatan-jabatan pemerintah dan

perusahaan-perusahaan yang diselenggarakan dan dibiayai oleh

pemerintah.” Pegawai Negeri ialah mereka yang bekerja sebagai abdi

negara yang menjalankan fungsi sebagai pelayan masyarakat dan

diberi gaji oleh pemerintah yang berasal dari Anggaran Belanja Negara

sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Pengertian

tersebut juga menunjukkan bahwa Pegawai Harian Lepas tidak

termasuk dalam klasifikasi Pegawai Negeri. Berdasarkan pada vitalitas

fungsi Pegawai Negeri, maka dalam pengangkatannya harus melalui

seleksi Pegawai Negeri, dengan syarat-syarat memiliki kepribadian,

kesetiaan (loyality), kesehatan badan, kecerdasan, kemampuan

(capability), ketangkasan dan syarat-syarat lain yang diperlukan bagi

suatu jabatan negeri yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam rangka mencapai tujuan nasional, Pegawai Negeri Sipil

sebagai salah satu unsur aparatur negara mempunyai peran yang

sangat strategis guna melaksanakan, memelihara dan

mengembangkan tugas umum pemerintahan dan pembangunan

secara menyeluruh. Calon peneliti menyimpulkan bahwa pegawai

negeri adalah orang yang bekerja pada instansi milik pemerintah

dengan diserahi tugas dan kewajiban dan mendapatkan imbalan

berupa gaji yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

29
E. Kerangka Pikir

Salah satu peranan pimpinan adalah peranan pengawasan

yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami disiplin kerja aparat

pegawai. Sehingga untuk memudahkan penelitian ini calon peneliti

mengaitkan dengan konsep teori dari Manullang (2005:173) yang

diformulasikan dari indikator menilai, mengoreksi, sesuai rencana

semula. Pada sisi lain disiplin kerja pegawai mengambil konsep teori

Prijodarminto (1992:23) dengan indikator nilai ketaatan, kepatuhan,

kesetiaan, keteraturan. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam

kerangka pikir berikut ini :

30
Peran pengawasan
- Menilai
- Mengoreksi
- Sesuai rencana semula
(Manullang, 2005:173)

Peningkatan disiplin kerja


pegawai
Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik - Nilai ketaatan
Provinsi Sulawesi - Kepatuhan
Tengah - Kesetiaan
- Keteraturan
(Prijodarminto, 1992:23)

Faktor Penghambat dan


Pendukung

Feed Back

Gambar 2
Kerangka Pikir

31
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Dasar Penelitian

Dasar penelitian yang digunakan adalah survey. Karlinger

(Sugiyono (2001:3), menyatakan:

Penelitian survei adalah penelitian dilakukan pada populasi


besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data
dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga
ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-
hubungan antara variabel sosiologis maupun psikologis.

2. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif

kualitatif, yaitu metode pemecahan masalah yang diteliti dengan

memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai keadaan obyek yang diteliti pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Menurut Singarimbun (1987:4-5) bahwa :

Penelitian deskriptif bertujuan untuk pengukuran yang


cermat terhadap fenomena sosial tertentu, sedang kualitatif
yaitu data yang berbentuk kata, skema dan gambar, artinya
suatu metode pemecahan masalah yang diteliti secara
faktual yang dilengkapi dengan data-data, baik data primer
maupun data sekunder yang akurat mengenai keadaan
obyek penelitian serta penjabaran sistematis, di mana
peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta
tetapi tidak mempengaruhi hipotesa.

32
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditetapkan pada Badan Kesatuan Bangsa

dan Politik Provinsi Sulawesi Tengah, sebagai lokasi penelitian

dengan alasan bahwa pada kantor tersebut terdapat data yang

menunjang masalah yang diteliti, dan secara ekonomis dapat

menghemat waktu, biaya dan tenaga.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam waktu maksimal 1 (satu) bulan

sesuai jadwal terlampir.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Singarimbun (1987:152) mengatakan bahwa : “populasi atau

universe ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya

akan diduga.” Setelah dikaji dan diteliti, maka ditemukan defenisi

tersebut di atas mengandung pengertian bahwa populasi adalah

merupakan keseluruhan, Kesatuan individu, Kesatuan obyek yang

memiliki karakteristik yang akan diteliti. Untuk melaksanakan

penelitian, diambil populasi yang terdiri dari seluruh pegawai pada

Badan Kesatua Bangsa dan Politik Provinsi Sulawesi Tengah

sebanyak 104 orang.

33
2. Sampel

Menurut Sugiyono (2005:57) bahwa : “sampel adalah

sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut.” Berdasarkan defenisi tersebut, maka penarikan sampel

dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu memilih orang-

orang yang dianggap mengetahui variabel penelitian, sehingga

ditetapkan jumlah sampel sebanyak 35 orang, dengan rincian

sebagai berikut :

- Sekretaris = 1 orang

- Kepala Bidang = 5 orang

- Kepala Sub = 12 orang

- Kepala Seksi = 5 orang

- Pegawai yang rajin = 15 orang

Jumlah = 38 orang

Selain sampel tersebut, calon peneliti menetapkan Kepala

Badan sebagai informan kunci (key informant).

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

a. Observation (pengamatan)

Nasution (Sugiyono, 2005:64) mengatakan bahwa : “observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat

34
bekerja berdasarkan data yaitu fakta mengenai dunia kenyataan

yang diperoleh melalui observasi.”

b. Interview (wawancara)

Esterberg (Sugiyono, 2005:72) mengatakan bahwa :

“wawancara adalah merupakan pedoman antara dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik.”

Bertitik tolak dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

wawancara adalah proses pengumpulan data melalui interaksi

dalam bentuk tanya jawab antara peneliti dengan responden

(sumber data), dengan menggunakan pedoman wawancara

(interview guide).

c. Questionary (kuesioner)

Kuesioner penelitian dilakukan dengan teknik melakukan

penebaran kuesioner dan diberikan terhadap responden untuk diisi

atau dijawab dan setelah itu peneliti mengumpulkan kembali.

d. Documentation (dokumentasi)

Untuk memperoleh data yang dapat dipercaya

keakuratannya maka salah satu cara dengan mengumpulkan data

visualisasi yaitu dalam bentuk foto-foto, gambar, dokumen

(catatan), dengan tujuan untuk melengkapi dan memperkuat

keakuratan data yang dikumpul.

35
E. Teknik Analisa Data

Data yang terkumpul melalui teknik observasi, wawancara,

kuesioner dan dokumentasi diidentifikasi (dipilih) mana yang relevan

dan mana yang tidak relevan, kemudian dikelompokkan menurut jenis

dan sifatnya. Data yang sudah dipilih dan diklarifikasikan tersebut

dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan tabel

frekuensi dan persentase. Selanjutnya calon peneliti menganalisis dan

mendeskripsikan setiap karakteristik dan variabel dalam bentuk kata-

kata (variabel).

F. Defenisi Operasional Variabel

Agar penelitian ini terarah, maka ditentukan dua variabel utama

sebagai obyek penelitian. Adapun defenisi operasional variabel

sebagai berikut :

1. Variabel dependent (X) atau variabel bebas yang mempengaruhi

meliputi peranan pengawasan adalah sebuah proses yang

dilaksanakan oleh pimpinan untuk mengevaluasi berupa menilai

pelaksanaan kerja, mengoreksi dan sesuai rencana semula.

Variabel-variabel ini dapat didefenisi operasionalkan sebagai

berikut :

- Menilai adalah pelaksanaan pengawasan yang dapat dilakukan

melalui penilaian unsur-unsur pekerjaan, berdasarkan tugas

pokok yang ada;

36
- Mengoreksi adalah pelaksanaan pengawasan yang dilakukan

terhadap bawahan yang bertujuan untuk melakukan koreksi bila

ditemukan penyimpangan;

- Sesuai rencana semula adalah kemampuan seorang pemimpin

untuk melakukan pengawasan bawahan apakah bawahan

melakukan pekerjaannya sesuai dengan rencana.

2. Variabel independent (Y) atau variabel yang dipengaruhi yaitu

kedisiplinan kerja pegawai meliputi sikap yang ditunjukkan dari

pegawai untuk melakukan aktivitas kerja yang dapat dinilai dari

ketaatan, kepatuhan, kesetiaan dan keteraturan. Variabel ini dapat

menghasilkan indikator yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Nilai ketaatan adalah sikap pegawai yang dapat ditampilkan

dalam keseharian yang didasari dari ketaatan pada peraturan;

- Kepatuhan adalah sikap pegawai yang ditunjukkan berupa

kepatuhan pada perintah-perintah atasan sepanjang perintah

tersebut berkaitan dengan tujuan organisasi;

- Kesetiaan adalah sikap yang ditunjukkan pada pegawai berupa

kesetiaan terhadap pimpinan dan menjaga rahasia negara;

- Keteraturan adalah sikap yang ditunjukkan oleh pegawai untuk

selalu mau memiliki buku perencanaan, kemudian perencanaan

tersebut dilaksanakan secara teratur, sehingga dapat dinilai

kerja pegawai.

37
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alex Nitisemito, 1996., Manajemen Personalia. Ghalia Indonesa,


Jakarta.

Djati Julitriarsa dan John Suprihantono, 1998., Manajemen Umum


BPFE, Jakarta.

Djoko Prakoso, 1992., Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil di


Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Hadari Nawawi, 1994., Ilmu Administrasi. Ghalia, Jakarta.

---------------------, 195., Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur


Pemerintah. Erlangga, Jakarta.

Hani Handoko, 2001., Manajemen Personalia dan Sumber Daya


Manusia. BPFE, Yogyakarta.

Malayu S.P. Hasibuan, 2003., Manajemen Sumber Daya Manusia.


Bumi Aksara, Jakarta.

Manullang. M, 2005., Dasar-dasar Manajemen. UGM, University Press,


Yogyakarta.

Maringan Masry Simbolon, 2004., Dasar-dasar Administrasi dan


Manajemen. Ghalia, Jakarta.

Muchsan, 2000., Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat


Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia.
Liberty, Yogyakarta.

Poerwadarminta, W.J.S, 1986., Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai


Pustaka, Jakarta.

Siagian, S.P, 1983., Sistem Informasi untuk Pengambilan Keputusan.


Gunung Agung, Jakarta.

-------------------, 1992., Filsafat Administrasi. Gunung Agung, Jakarta.

38
-------------------, 1996., Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi
Aksara, Jakarta.

Soegeng Prijodarminto, 1992., Disiplin Kiat Menuju Sukses. Pradnya


Paramitha, Jakarta.

Soekanto Soerjono, 1992., Sosiologi Suatu Pengantar. Universitas


Indonesa, Jakarta.

Soelistriyo, 2003., Buku Ajar Pengantar Manajemen Prodi Ekonomi.

Singarimbun Masri, et.al, 1987., Metode Penelitian Survey. LP3ES,


Jakarta.

Sugiyono, 2001., Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung

--------------, 2005., Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung

Susilo Martoyo, 2003., Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE,


Yogyakarta.

Winardi, 2002., Azas-azas Manajemen. Mandar Maju, Bandung.

B. Dokumentasi

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974

Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai


Negeri Sipil

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

39
PERANAN PENGAWASAN TERHADAP PENINGKATAN DISIPLIN
KERJA PEGAWAI PADA BADAN KESATUAN BANGSA
DAN POLITIK PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN MANDIRI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Syarat Penyusunan


Proposal/Skripsi dalam Bidang Ilmu Administrasi
Negara pada Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi (STIA)
Panca Marga
Palu.

Oleh

SAIYED ALI
Stb. 220.010.005

TAHUN 2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : SAIYED ALI


NOMOR STAMBUK : 220 010 005
JURUSAN : ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
JUDUL : PERANAN PENGAWASAN TERHADAP
PENINGKATAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI
PADA BADAN KESATUAN BANGSA DAN
POLITIK PROVINSI SULAWESI TENGAH.

Palu, September 2023

NO NAMA DOSEN JABATAN TANDA TANGAN

1 Dr. Drs. TIMUDDIN DG. M. BAUWO, M.Si KETUA

2 DR. DEWI CAHYAWATI ABDULLAH, Dra, MM WAKIL KETUA

3 Drs. MUH. HUSAIN BORAHIMA, S.Sos, M.Si WAKIL KETUA


III
4 MOH. NATSIR ABDULLAH, S.SOS KETUA LP3M

5 Drs. DANIEL T. TODAPA, M.Si KETUA


JURUSAN
6 DR. MAHFUZAD, M.Si DOSEN

7 JUEMI, S.Sos, M.Si SEKRETARIS


JURUSAN

MENGETAHUI,

KETUA STIA PANCA MARGA PALU KETUA PANITIA KKLP XXXII


TAHUN 2023

DR. TIMUDDIN DG. M. BAUWO, Drs.,M.Si MOH. NATSIR ABDULLAH,S.Sos

ABSTRAK

ii
Saiyed Ali, No. Stb. 220.010.005 : Peranan Pengawasan Terhadap
Peningkatan Disiplin Kerja Pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Provinsi Sulawesi Tengah.

Dalam penelitian ini calon peneliti menggunakan dasar penelitian


survey sedangkan tipe penelitian adalah deskriptif kualitatif yaitu metode
pemecahan masalah yang diteliti dengan memberikan gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai keadaan objek penelitian. Lokasi
penelitian ditetapkan pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi
Sulawesi Tengah, dengan populasi berjumlah 104 orang. Teknik penarikan
sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu memilih orang-orang
yang dianggap mengetahui variabel penelitian, berkaitan dengan peranan
pengawasan terhadap peningkatan disiplin kerja pegawai, sehingga sampel
berjumlah 35 orang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
observasi, wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan alat bantu
berupa tabel frekuensi dan presentase.

DAFTAR ISI

iii
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Peranan .......................................................................................... 8
B. Pengawasan ................................................................................... 10
C. Peningkatan Disiplin Kerja Pegawai................................................ 21
D. Pegawai .......................................................................................... 27
E. Kerangka Pikir ................................................................................ 28

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian............................................................................. 30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 31
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 32
E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 33
F. Defenisi Operasional Variabel ........................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku ............................................................................................... 36
B. Dokumen ........................................................................................ 37

DAFTAR GAMBAR

iv
Gambar 1 Tiga tipe pengawasan (Handoko, 2003:362)............................................ 13
Gambar 2 Proses Pengawasan (Handoko, 2003:363).............................................. 18
Gambar 3 Kerangka Pikir ......................................................................................... 29

v
6

Anda mungkin juga menyukai