Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan untuk menjaga suatu system

ketertiban di dalam masyarakat agar bias menjalani kehidupannya secara wajar.


Fungsi utama pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah dibentuk tidak diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya dalam mencapai
kemajuan bersama. Makna pembentukan pemerintahan tersebut, dapat dipahami
bahwa pemerintah yang terbentuk memiliki kewajiban memberikan pelayanan pada
masyarakat yang sebesar-besarnya. Peran dan fungsi pemerintahan dijalankan melalui
birokrasi. Birokrasi merupakan alat pemerintah untuk melaksanakan segala program
dan kebijakannya, keberhasilan program pembangunan sangat tergantung pada
produktivitas aparaturnya dalam menjalankan tata laksana birokrasi. Dewasa ini
kinerja pegawai di Indonesia dinilai kurang produktivitas, lebih parah lagi birokrasi di
Indonesia termasuk birokrasi yang korup dari segi akuntabilitasnya.
Peran dan fungsi ini bergantung pada pimpinan birokrasi untuk melakukan
perbaikan agar perilaku birokasi menjadi baik. Ndraha (2009:56) dalam Irpan Sopian
(2014, Hal 3) menyebutkan bahwa untuk mengukur perilaku birokrasi dalam jajaran

organisasi pemerintah yaitu melalui karakteristik 1) ketaatan; 2) ketekunan kerja; 3)


pertanggungjawaban; 4) kepuasan dan 5) kedisiplinan. Karakteristik tersebut
menurut pemikiran peneliti erat kaitannya dengan aktivitas pegawai/aparatur
pemerintah di dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan studi pendahuluan di kantor
tempat penelitian ini dilakukan, masih ditemui pegawai yang menunjukkan perilaku
yang kurang disiplin seperti tidak tertib, kurang patuh pada perintah atasan, menunda
pekerjaan, dan melaksanakan tugas tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Meskipun demikian tugas-tugas kedinasan secara kolektif juga tetap tercapai karena
selalu ada pegawai lain di kantor bersangkutan yang kemudian mengambil alih
pekerjaan.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan secara optimal, dituntut adanya
kinerja dan mutu yang bagus dari semua sumber daya yang dimiliki oleh negara,
terutama sumber daya manusia, karena manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan
yang paling sempurna, yang mempunyai daya pikir, analisa dan kreativitas untuk
merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, dan mengontrol segala
sesuatu sesuai dengan fungsinya dalam manajemen.
Namun menggerakkan dan mengendalikan manusia agar mau bekerja sesuai
dengan harapan bukanlah hal yang mudah, karena manusia adalah makhluk yang
mempunyai perasaan, keinginan, ego dan harapan. Jalan yang ditempuh pemerintah
untuk mengatur manusia agar mau bekerja dengan harapan yaitu melalui disiplin
kerja bagi pegawai. Disiplin kerja merupakan hal yang wajib dimiliki oleh pegawai,

karena dalam disiplin kerja terdapat nilai-nilai yang baik bagi individu dan terutama
bagi organisasi/ instansi.
Adapun disiplin pada hakikatnya mencerminkan besarnya tanggung jawab
seseorang terhadap tugastugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja diartikan
jika pegawai selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua
pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, melaksanakan perintah atasan, dan
mematuhi semua peraturan organisasi dan norma norma yang berlaku.
Disiplin kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas kerja seseorang,
khususnya pegawai. Jika sebuah instansi memiliki pegawai yang mempunyai
kemampuan yang tinggi tetapi tidak dibarengi dengan disiplin atau rasa tanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya, maka tugas-tugas tersebut
tidak akan terselesaikan sesuai dengan harapan, minimal akan terjadi pemborosan
waktu dalam proses pelaksanaan pekerjaan. Sudah barang tentu instansi
menginginkan pegawai yang berkualitas dan produktif sehingga roda pemerintahan
dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.
Berkaitan dengan produktivitas, produktivitas didefinisikan sebagai hasil dari
pencapaian kerja dalam kurun waktu tertentu. Produktivitas sangat menentukan
prestasi organisasi karena produktivitas merupakan hal yang sangat penting untuk
menjaga agar kegiatan administrasi dapat berlangsung dengan baik. Produktivitas
individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya.
Dengan kata lain produktifitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan
pekerjaannya atas unjuk kerja (job performance (Sedarmayanti, 2001). Produktivitas

yang dihasilkan suatu organisasi tidak akan terlepas dari efektivitas yang
dilaksanakan organisasi tersebut.
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata maka dibutuhkan disiplin
kerja yang tinggi dari pegawai untuk meningkatkan produktivitas secara optimal,
maksudnya setiap sumber daya manusia dalam hal ini pegawai dituntut untuk dapat
melaksanakan semua tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin, bekerja dengan
cepat, tepat pada sasaran yang dituju.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk

mengangkat

judul.Disiplin

Kerja

Pegawai

Dalam

Meningkatkan

Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi


Sumatera Barat.

B.

Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalh yang ada maka penulis membatasi masalah

pada penelitian ini sebagai berikut :


1. Disiplin Kerja Pegawai Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Pegawai
Pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat.
2. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Dalam
Meningkatkan Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat
Daerah Provinsi Sumatera Barat.
3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Kendala yang dihadapi dalam
meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Dalam Meningkatkan Produktivitas
Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat

C.

Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah

pada penelitian ini sebagai berikut :


1. Bagaimana pelaksanaan Disiplin Kerja Pegawai Dalam Meningkatkan
Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi
Sumatera Barat.
2. Bagaimana Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan Disiplin Kerja
Pegawai Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum
Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat.
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi Kendala yang dihadapi
dalam

meningkatkan

Disiplin

Kerja

Pegawai

Dalam

Meningkatkan

Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi


Sumatera Barat
D.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Disiplin Kerja Pegawai Dalam
Meningkatkan Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat
Daerah Provinsi Sumatera Barat.
2. Untuk mengetahui bagaimana

Kendala

yang

dihadapi

dalam

meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Dalam Meningkatkan Produktivitas


Kerja Pegawai Pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera
Barat.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi
Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai

Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Pegawai Pada Biro Umum


Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat
E.
1.

Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini yaitu:
Secara Praktis
a. Bagi Peneliti. Diharapkan dapat bermanfaat menambah wawasan dan
pengetahuan serta dapat menerapkan disiplin ilmu yang telah
diperoleh selama menjalani perkuliahan dalam masalah Sumber Daya
Manusia khususnya pelaksanaan disiplin kerja dan produktifitas.
b. Bagi Instansi. Diharapkan dapat menjadi masukan dan dapat
membantu dalam memecahkan apabila ada permasalahan dikemudian
hari, yang berhubungan dengan pelaksanaan disiplin kerja dan
produktifitas

pegawai

khususnya

pada

pegawai

Biro Umum

Sekretariat Daerah provinsi Sumatera Barat.


2.

Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap
khazanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu Sumber Daya Manusia (SDM)
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dari hasil penelitian.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.

Pengertian Disiplin Kerja


Pada dasarnya, setiap instansi atau organisasi menginginkan tingkat kedisiplinan
karyawan yang tinggi. Disiplin kerja yang tinggi harus selalu dijaga, bahkan harus
ditingkatkan agar lebih baik.Disiplin yang baik yakni mencerminkan besarnya rasa
tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal tersebut
dapat mendorong timbulnya semangat kerja serta tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat. Oleh karena itu setiap manajer selalu berusaha agar para
bawahannya mempunyai disiplin yang baik.
Pengertian disiplin menurut menurut Amran (2009: 2398) menjelaskan bahwa
disiplin adalah
:Sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati segala
norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.

Disiplin kerja bisa diartikan sebagai kondisi untuk melakukan koreksi atau
menghukum pegawai yang melanggar ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan
organisasi. Disiplin merupakan bentuk pengendalian agar pelaksanaan pekerjaan
pegawai selalu berada dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keith Davis dan Anwar Prabu Mangkunegara (2001) mengemukakan:
Disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman organisasi.

Sejalan dengan pendapat Mangkunegara, Melayu SP Hasibuan (2000)


menyatakan:
Disiplin kerja adalah kesadaran seseorang mentaati semua peraturan
organisasi atau perusahaan dan norma-norma social yang berlaku.
Gorda (2004 ) disiplin kerja adalah :
Sikap dan prilaku seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk
kesediaan seorang karyawan dengan penuh kesadaran dan ketulusikhlasan
atau dengan paksaan untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh
kebijaksanaan perusahaan dari dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab sebagai upaya memberi sumbangan semaksimal mungkin dalam
pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Hasibuan (2000) Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM
yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja
yang dapat dicapainya. Tanda disiplin karyawan baik, sulit bagi organisasi perusahaan
mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa
tanggung jawab seseorang terhadap tugastugas yang diberikan kepadanya. Hal ini
mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para
bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efekif dalam
kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan
meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor
yang mempengaruhinya.
Hadi Susilo (2010) dalam Irpan Sopian (2014, Hal 6) menyatakan:

Disiplin kerja adalah hasil tindakan atas ikrar/ucapan diri sendiri terhadap
orang lain yang dapat menunjukkan kualitas jati diri atas perbuatannya,
Siswanto dalam Irpan Sopian (2014, Hal 6) mengatakan sebagai berikut:
Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, mematuhi dan
mentaati peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis
serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksisanksinya apabila ia melanggar aturan-aturan, tugas, wewenang yang
diberikan kepadanya.
Adapun kriteria yang dipakai dalam disiplin kerja tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga indicator disiplin kerja yaitu diantaranya :
1. Disiplin Waktu
Disiplin waktu disini diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang
menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi : kehadiran dan kepatuhan
pegawai pada jam kerja, pegawai melaksanakan tugas dengan tepat waktu dan benar.
2. Disiplin Peraturan
Peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan
suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap setia dari
pegawai terhadap komitmen yang telah ditetapkan tersebut. Kesetiaan disini berarti
taat dan patuh dalam melaksanakan perintah dari atasan dan peraturan, tata tertib
yang telah ditetapkan. Serta ketaatan pegawai dalam menggunakan kelengkapan
pakaian seragam yang telah ditentukan organisasi atau lembaga.
3. Disiplin Tanggung Jawab

10

Salah satu wujud tanggung jawab pegawai adalah penggunaan dan


pemeliharaan peralatan yang sebaik-baiknya sehingga dapat menunjang kegiatan
kantor berjalan dengan lancar. Serta adanya kesanggupan dalam menghadapi
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang pegawai.
Seperti telah penulis uraikan diatas, bahwa disisplin kerja bias diartikan
sebagai kondisi untuk melakukan koreksi atau menghukum pegawai yang melanggar
ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan organisasi. Disiplin merupakan bentuk
pengendalian agar pelaksanaan pekerjaan pegawai selalu berada dalam koridor
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada banyak faktor faktor yang mempengaruhi timbulnya disiplin kerja.
Nitisemito dalam Irpan Sopian (2014, hal 7) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi timbulnya perilaku disiplin kerja, yaitu: tujuan pekerjaan dan
kemampuan pekerjaan, teladan pimipin, kesejahteraan, keadilan, pengawasan melekat
(waskat), sanksi hukum, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan. Perilaku disiplin
karyawan merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu
dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan perilaku disiplin dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu: 1) Preventive dicipline dan 2) Corrective discipline.
Preventive dicipline merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para
pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga
pelanggaran tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mempertinggi kesadaran pekerja
tentang kebijaksanan dan peraturan pengalaman kerjanya. Muhaimin (2004: 1)
Corrective discipline merupakan suatu tindakan yang mengikuti pelanggaran dari

11

aturan-aturan, hal tersebut mencoba untuk mengecilkan pelanggaran lebih lanjut


sehingga diharapkan untuk prilaku dimasa mendatang dapat mematuhi normanorma
peraturan.
Kedisiplinan dapat diartikan bilamana pegawai selalu datang dan pulang tepat
pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Kedisiplinan harus

ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin


pegawai yang baik, maka sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi
kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Menurut Hasibuan (2005), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku. Sementara Siagian (2010) menyatakan bahwa disiplin merupakan tindakan
manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai
ketentuan tersebut.
Untuk itu, diperlukan prinsip-prinsip pendisiplinan pegawai sebagaimana
dikemukakan oleh Mangkuprawira (2007:123) sebagai berikut :
1. Pendisiplinan pegawai merupakan salah satu subsistem dari manajemen
kinerja sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk memperbaiki
kemerosotan kinerja pegawai.
2. Disesuaikan dengan aturan dalam perusahaan dan peraturan atau hukum
ketenagakerjaan yang berlaku.

12

3. Membuat sistem dokumentasi secara lengkap : tingkat kinerja, kapan


terjadi, siapa saksinya, bagaimana identifikasi dan dikomunikasikan pada
pegawai serta langkah-langkah apa yang telah diambil.
4. Menggunakan pendekatan tekanan dan paksaan seminimum mungkin
yang bergantung pada sikap dan bobot masalah kinerja pegawai.
5. Melibatkan pegawai yang bersangkutan, mulai dari identifikasi masalah
kinerja yang rendah akibat faktor kedisiplinan yang rendah.
6. Keteladanan dari pihak manajemen tentang kedisiplinan yang diharapkan
dan tidak menyembunyikan masalah kedisiplinan.
Kedisiplinan pegawai adalah sifat seorang pegawai yang secara sadar
mematuhi aturan organisasi tertentu. Kedisiplinan sangat mempengaruhi kinerja
pegawai dan tempat dimana dia bekerja. Kedisiplinan seharusnya dipandang sebagai
bentuk latihan bagi pegawai dalam melaksanakan aturan-aturan institusi. Semakin
disiplin pegawai dalam menjalankan tugasnya, maka akan semakin tinggi pula
produktivitas pegawai maupun kinerja perusahaan, ceteris paribus. Kedisiplinan
pegawai menurut Mangkuprawira (2007:123) dapat dilihat sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kedisiplinan sebagai suatu aspek budaya


Kedisiplinan terkait dengan kemungkinan terjadinya penyimpangan atau masalah
kinerja
Timbul karena kesadaran diri pegawai atau dapat juga karena paksaan
Motif keinginan pegawai untuk diakui sebagai orang baik atau pegawai teladan
Tidak semua pegawai memiliki derajat kedisiplinan seratus persen, ada pengaruh
faktor-faktor intrinsik dan faktor-faktor ekstrinsik
Kedisiplinan pegawai tidak selalu terkait dengan produktivitas kerjanya, artinya
kedisiplinan harus dibarengi dengan kecerdasan
Terkait dengan tindakan institusi berupa konsekuensi pemberian imbalan atau
penghargaan (reward) ataupun hukuman (punishment) bagi pegawai

13

8.

Kedisplinan pegawai berkaitan dengan peluang kerjanya


Dari uraian definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa disiplin kerja merupakan kegiatan dari manajemen perusahaan yang berfungsi
sebagai bentuk pengendalian pegawai dalam menjalankan standar organisasional
perusahaan yang teratur demi tercapainya sasaran tujuan perusahaan.

1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja


Terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan suatu organisasi. Hasibuan (2000: 195) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, yaitu tujuan dan kemampuan, teladan
pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan
kemanusiaan.
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa
tujuan pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
karyawan yang bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan sungguhsungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan
itu di luar kemampuan atau bahkan jauh di bawah kemampuannya maka
kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
b. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para

14

bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik,


jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan
yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan baik. Jika teladan pimpinan
kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.
c. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi tingkat disiplin
karyawan karena balas jasa akan memberikan semangat dan kepuasan
terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Untuk mewujudkan kedisiplinan
karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan balas jasa yang relatif
besar. Artinya, semakin besar balas jasa yang diberikan, semakin baik pula
kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil, kedisiplinan
menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin tinggi selama
kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan. Karena
keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
atau hukuman akan memicu terciptanya kedisiplinan yang baik. Manajer
yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap
semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik, akan tercipta
kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik
pada perusahaan supaya kedisiplinan karyawan meningkat.

e. Waskat

15

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata yang paling efektif


dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat,
atasan secara langsung dapat mangetahui kemampuan dan kedisiplinan
setiap individu bawahannya, sehingga kondite setiap bawahan dinilai
objektif. Jadi, waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan
dan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat. Dengan kebersamaan aktif itulah, maka dapat terwujud kerja
sama yang baik dan harmonis dalam perusahaan yang mandukung
terbinanya kedisiplinan karyawan yang baik.
f. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Berat ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan akan
mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman
seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap
mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman
hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan indisipliner, bersifat
mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk membina kedisiplinan dalam
perusahaan
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas
bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai

16

dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani


menindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner
akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan
demkian, pimpinan akan memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.
h. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Manajer harus
berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta
meningkat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya.
Terciptanya hubungan manusia yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan
suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik
pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan
kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

2. Indikator Disiplin Kerja


Indikator disiplin kerja menurut Soejono dalam Mahardikawanto (2013, Hal 39)
yaitu ketaatan pada peraturan dan kesadaran pribadi. Ketaatan pada peraturan meliputi
ketepatan waktu, pelaksanaan prosedur yang telah ditentukan, serta penggunaan
perlengkapan kantor dengan hati-hati. Ketepatan waktu adalah bentuk disiplin kerja
karyawan dengan datang tepat waktu, tertib, dan teratur. Pelaksanaan prosedur yang telah
ditetapkan menunjukkan bahwa karyawan memiliki disiplin kerja yang baik. Penggunaan
perlengkapan kantor dengan hati-hati dapat meminimalisir resiko terjadinya kerusakan
perlengkapan kantor.

17

Adapun kesadaran pribadi meliputi tingkat kerapian berpakaian di tempat kerja,


memiliki tanggung jawab tinggi, serta tingkat kualitas yang dihasilkan. Berpakaian rapi
di tempat kerja merupakan salah satu indikasi adanya disiplin kerja, karena dengan
berpakaian rapi maka akan meningkatkan rasa percaya diri karyawan dalam bekerja serta
suasana kerja akan terasa lebih nyaman. Pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan
prosedur dan penuh rasa tanggung jawab, maka kualitas yang dihasilkan pun akan
memuaskan karena sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Sementara itu, menurut Handoko (2001: 208) menyatakan bahwa terdapat tiga
tipe kegiatan pendisiplinan guna mengontrol kinerja karyawan selama berada pada suatu
organisasi atau Instansi, yaitu disiplin preventif, disiplin korektif, dan disiplin progresif.
Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan
untuk mengikuti berbagai standar dan aturan-aturan yang sudah diterapkan oleh
perusahaan, sehingga penyelewengan-penyelewengan yang mungin terjadi dapat dicegah.
Adapun fungsi dari disiplin preventif adalah untuk mendorong disiplin diri para
karyawan sehingga mereka dapat menjaga sikap disiplin tanpa unsur paksaan.
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap peraturan-peraturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut.
Fungsi dari disiplin korektif adalah untuk memperbaiki pelanggaran sekaligus mencegah
karyawan lain melakukan pelanggaran serupa serta mencegah agar tidak ada pelanggaran
lagi di kemudian hari, dengan kata lain untuk perbaikan di masa yang akan datang bukan
menghukum kegiatan di masa lalu.

18

Disiplin progresif adalah pemberian sanksi yang lebih berat terhadap pelanggaran
yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan pada karyawan untuk
mengambil tindakan korektif sebelum menerima sanksi-sanksi yang lebih serius.
Pelaksanaan disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk membantu
karyawan dalam memperbaiki kesalahan.
Menurut Mangkunegara (2009: 130) menjelaskan terdapat tiga pendekatan
disiplin, yaitu:
a.

Pendekatan Disiplin Modern


Pendekatan disiplin modern adalah mempertemukan sejumlah keperluan atau
kebutuhan baru di luar hukuman dan merupakan suatu cara menghindarkan
bentuk hukuman secara fisik.

b.

Pendekatan Disiplin dengan Tradisi


Pendekatan disiplin dengan tradisi merupakan pendekatan disiplin dengan
cara memberikan hukuman, dan jika terjadi peningkatan perbuatan
pelanggaran maka diperlukan hukuman yang lebih berat.

c.

Pendekatan Disiplin Bertujuan


Pendekatan disiplin bertujuan adalah bentuk disiplin yang ditujukan untuk
perubahan perilaku yang lebih baik, dan bukan pula suatu hukuman, tetapi
merupakan proses pembentukan perilaku.

3. Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin Kerja

19

Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para pegawai yang
melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik pegawai yang
melakukan pelanggaran disiplin. Pada umumnya sebagai pegangan pimpinan
meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja yang dikemukakan
Sastrohadiwiryo (2003) menyatakan Sanksi disiplin terdiri atas sanksi disiplin berat,
sanksi disiplin sedang, sanksi disiplin ringan.
a. Sanksi Disiplin Berat
Sanksi disiplin berat misalnya :
1) Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan atau
pekerjaan yang diberikan sebelumnya.
2) Pembebasan dari jabatan atau pekerjaan untuk dijadikan sebagai
pegawai biasa bagi yang memegang jabatan.
3) Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri
tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja
di organisasi atau perusahaan.
b. Sanksi Disiplin Sedang
Sanksi disiplin sedang misalnya :
1) Penundaan pemberian kompensasi

yang

sebelumnya

telah

dirancangkan sabagaimana tenaga kerja lainnya.


2) Penurunan upah atau gaji sebesar satu kali upah atau gaji yang
biasanya diberikan harian, mingguan atau bulanan.
3) Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan
pada jabatan yang lebih tinggi.
c. Sanksi Disiplin Ringan.
d. Sanksi disiplin ringan misalnya :
1) Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
2) Teguran tertulis.
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis

20

Selanjutnya, menurut Handoko (2001) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) jenis


kegiatan pendisiplinan yaitu:
1. Disiplin preventip
Kegiatan yang dilaksanakan untuk medorong para pegawai agar mengikuti
berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan- penyelewengan
dapat dicegah.
2. Disiplin korektif
Kegitan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturanaturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih
lanjut.

Dan

bertujuan

untuk

memperbaiki

pelanggaran,

untuk

menghalangipara pegawai yang lain melakukan kegiatan yang serupa,


untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif.

3. Disiplin Progresif
Suatu kebijakan disiplin yang memberikan hukuman- hukuman yang lebih
berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Disiplin progresif
ditunjukkan sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Teguran secara lisan kepada penyelia


Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia
Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari
Skorsing satu minggu atau lebih lama
Diturunkan pangkatnya
Dipecat

21

Penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang
melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama bahwa
sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku
yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa
keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan mengulangi lagi
pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat dengan tetap
berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku.
B.

Produktivitas Kerja
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi

individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktivitas dalam


kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam
bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang
selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi
keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara
masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan ini,
terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi
juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Menurut Sugeng Budiono (2003:201) produktivitas mempunyai beberapa
pengertian yaitu:
1. Pengertian Phisiologi Produktivitas yaitu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik
dari kemarin, esok haruslebih baik dari hari ini. Pengertian ini mempunyai
makna bahwa dalam perusahaan atau pabrik, manajemen harus terus

22

menerus melakukan perbaikan proses produksi, sistem kerja,lingkungan


kerja dan lain-lain.
2. Produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output ) dan
masukan(input ).Perumusan ini berlaku untuk perusahaan, industri dan
ekonomi keseluruhannya. Secara sederhana produktivitas adalah
perbandingan secara ilmu hitung, antara jumlah yang dihasilkan dan
jumlah setiap sumber daya yang dipergunakan selama proses berlangsung.
Sugeng Budiono (2003:201)
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari
suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini
sesuaidengan pendapat Sondang P. Siagian (2005:75) bahwa produktivitas adalah:
Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan
prasarana yang tersediadengan menghasilkan output yang optimal bahkan
kalau mungkin yang maksimal
Menurut Komarudin dalam Ibriati Kartika Alimuddin
,produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai
pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja
kemarin dan hasil yang dapat diraih esok harus lebih banyak atau lebih
bermutu daripada hasil yang diraih hari ini.
Sedangkan menurut Kisdarto (2001) mengemukakan
produktivitas kerja adalah perbandingan antara keluaran (output) yang ingin
dicapai dengan masukan (input) yang diberikan. Produktivitas juga
merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas
pencapaian sasaran. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan
produktivitas yang tinggi.
Selanjutnya Paul Mali seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:57)
mengemukakan bahwa:
Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil
barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara

23

efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara
keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu.
Pendapat Hasibuan (2000:93) yang mengemukakan: Produktivitas kerja
adalah perbandingan antara output dengan input, dimana outputnya harus mempunyai
nilai tambah dan teknik pengerjaannya yang lebih baik.
Setelah membahas tentang definisi dari produktivitas serta beberapa pendapat
dari para ahli, selanjutnya akan dijelaskan Faktor-faktor yang mempengaruhi
Produktivitas menurut para ahli.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktifitas kerja
Banyaknya faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang
berhubungan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan
dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan.
Menurut balai pengembangan produktivitas daerah yang dikutip oleh
Soedarmayanti (2001) bahwa ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas
tenaga kerja, adalah :
a. Sikap kerja, seperti : kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work)
dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
b. Tingkat keterampilan yang ditentukan oleh pendidikan latihan dalam
manajemen supervise serta keterampilan dalam tehnik industry.
c. Hubungan tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam
usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk
meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (Quality
control circles)

24

d. Manajemen produktivitas, yaitu : manajemen yang efesien mengenai


sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
e. Efesiensi tenaga kerja, seperti : perencanaan tenaga kerja dan tambahan
tugas.
f.

Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas


dalam berusaha, dan berada dalam jalur yang benar dalam berusaha.

Menurut Sjahmien Moellfi (2003:75) menyatakan ada 3 faktor yang


mempengaruhi produktivitas yaitu :
a. Beban kerja Berhubungan langsung dengan beban fisik, mental maupun
sosial yangmempengaruhi tenaga kerja sehingga upaya penempatan
pekerja yangsesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
b. Kapasitas kerjaKapasitas kerja adalah kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan pekerjaannya pada waktu tertentu. Kapasitas kerja sangat
bergantung pada jenis kelamin, pendidikan, ketrampilan, usia dan status
gizi.
c. Beban tambahan akibat lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang buruk akan memberikan dampak berupa penurunan
produktivitas kerja, antara lain:
a. Faktor fisik seperti panas, iklim kerja, kebisingan, pencahayaan,
dangetaran.
b. Faktor kimia seperti bahan- bahan kimia, gas, uap, kabut, debu, partikel.

25

c. Faktor biologis seperti penyakit yang disebabkan infeksi, jamur, virus, dan
parasit.
d. Fisiologis, letak kesesuaian ukuran tubuh tenaga kerja dengan peralatan,
beban

kerja,

posisi

dan

cara

kerja

yang

akan

mempengaruhi

produktivitaskerja.
e. Faktor psikologis, berupa kesesuaian antara hubungan kerja antar
karyawan sendiri, karyawan atasan, suasana kerja yang kurang baik serta
pekerjaan yang monoton.
Menurut Henri Simamora (2003) faktor-faktor yang digunakan dalam
pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan
waktu:
a. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan
dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan
oleh perusahan.
b. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan
dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal
ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan.
c. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal
waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan

26

waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang


disediakan diawal waktu sampai menjadi output.
Berpedoman pada pendapat para ahli tersebut dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa semakin banyak pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh pegawai dalam
satuan waktu tertentu, maka dapat dikatakan semakin tinggi pula tingkat produktifitas
kerja pegawai tersebut.
a. Kualitas Kerja
Mengetahui hasil kerja yang telah dicapai seseorang dapat dilihat dari
kualitas dan kuantitasnya. Jika ditinjau dari segi kualitas adalah
kesesuaian antara hasil kerja dengan yang diharapkan oleh seorang
pimpinan atau dengan spesifikasinya, semakin berkualitas hasil kerja
maka semakin tinggi pula nilai produktivitasnya pendapat Hasibuan
(2000:93) yang mengemukakan:
Produktivitas kerja adalah perbandingan antara output dengan input,
dimana outputnya harus mempunyai nilai tambah dan teknik
pengerjaannya yang lebih baik.
b. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu pada hakekatnya adalah melaksanakan tugas dalam
kurun atau batas waktu yang telah ditentukan oleh atasan atau organisasi
dengan hasil output yang memuaskan. Pemanfaatan waktu semaksimal
mungkin sehingga memberi peluang untuk melakukan pekerjaan lain.

27

Ketepatan waktu diukur dari persepsi atasan atau organisasi atas suatu
pekerjaan yang dibebankan.
Menurut Henri Simamora (2003) faktor-faktor yang digunakan dalam
pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan
waktu:
a. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan
dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan
oleh perusahan.
b. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan
dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal
ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan.
c. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal
waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan
waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang
disediakan diawal waktu sampai menjadi output. sesuai dengan
Berpedoman pada pendapat para ahli tersebut dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa semakin banyak pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh pegawai dalam
satuan waktu tertentu, maka dapat dikatakan semakin tinggi pula tingkat produktifitas
kerja pegawai tersebut.
a. Kualitas Kerja

28

Mengetahui hasil kerja yang telah dicapai seseorang dapat dilihat dari
kualitas dan kuantitasnya. Jika ditinjau dari segi kualitas adalah
kesesuaian antara hasil kerja dengan yang diharapkan oleh seorang
pimpinan atau dengan spesifikasinya, semakin berkualitas hasil kerja
maka semakin tinggi pula nilai produktivitasnya pendapat
b. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu pada hakekatnya adalah melaksanakan tugas dalam
kurun atau batas waktu yang telah ditentukan oleh atasan atau organisasi
dengan hasil output yang memuaskan. Pemanfaatan waktu semaksimal
mungkin sehingga memberi peluang untuk melakukan pekerjaan lain.
Ketepatan waktu diukur dari persepsi atasan atau organisasi atas suatu
pekerjaan yang dibebankan.

2. Pengukuran Produktivitas Kerja


Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut sistem pemasukan fisik
perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari sudut
pandangan/

pengawasan

harian,

pengukuran-pengukuran

tersebut

pada

umumnyatidak memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang


diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu,
digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran
diubah ke dalamunit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang

29

dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut
pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas
tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana =
Hasildalam jam-jam yang standar : Masukan dalam jam-jam waktu. Untuk mengukur
suatu produktivitas perusahaan dapatlah digunakan dua jenis ukuran jam kerja
manusia,yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja yang
dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-jam
kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja
namun harus dibayar,liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya. Jadi
bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita memiliki unit-unit
yang diperlukan,yakni: kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan tenaga
kerja. Sinungan (2003 : 24-25).

30

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Lokasi dalam penelitian yang dilakukan adalah Kantor Biro Umum
Sekretariat Daerah provinsi Sumatera Barat. Dengan waktu penelitian kurang lebih 2
bulan terhitung dari bulan Juli s/d Agustus 2015

B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah deskriptif kualitatif, yang mana peneliti
dalam penelitian deskriptif kualitatif ini, hanya akan memberikan gamba ran secara

31

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang sesuai dengan ruang lingkup
judul penelitian. Menurut Pawito (2007: 35), pendekatan kualitatif adalah suatu
penelitian

yang

dimaksudkan

untuk

memberikan

penjelasan-penjelasan

(explanations), mengontrol gejalagejala, mengemukakan prediksiprediksi, atau untuk


menguji

teori

apapun,

serta

mengemukakan

gambaran

atau

pemahaman

(understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas terjadi.
Dalam hal ini, gejala atau realitas yang dijelaskan adalah semua hal yang terkait
dengan kedisiplinan dan produktivitas pegawai di Biro Umum Sekretariat Daerah
Provinsi Sumatera barat.
2. Sampel
Sampel adalah sebagai sumber data yang telah dikemukakan populasi yang
diteliti dan dianggap dapat mengambarkan populasi menurut Sugiyono (2009:57)
menjelaskan bahwa Sampel adalah bagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.
Mengingat jumlah populasi yang besar, maka teknik penarikan sampel yang

digunakan adalah teknik purposive sampling atau penggunaan pertimbangan tertentu.


Sugiyono (2009:300), menyatakan purposive sampling yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Berdasarkan teknik pengambilan sampel maka diambil sebanyak 10 orang
sebagai responden dari Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Biro Umum
Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan bahan yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

32

1. Wawancara, dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung terhadap


key informan yaitu pimpinan dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan
yang telah disusun sedemikian rupa mengenai variabel disiplin kerja dan
variable produktivitas kerja pegawai. Alat yang digunakan adalah pedoman
wawancara.
2. Observasi atau pengamatan. Teknik pengumpulan data secara observasi
mempunyai ciri-ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik lain. Hal
ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2009:166) yang mengemukakan
bahwa tehnik observasi merupakan suatu proses yang komplek dan sulit,
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan proses psikologis diantaranya
yang terpenting adalah pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian yang
dilakukan ini, observasi yang peneliti gunakan yaitu observasi terstruktur
yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan dan
dimana tempatnya, dengan alat pengumpul data yaitu daftar Check list.
3. Dokumentasi Yaitu pengumpulan data melalui buku-buku ataupun literaturliteratur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik data
kualitatif, dimana penulis melakukan beberapa kegiatan secara bertahap dimulai
dengan mengumpulkan semua data informasi, mengelompokan data sesuai dengan
aspek penelitian, mengintegrasikan data dan berakhir menganalisa data dan informasi
dengan cara membandingkan teori ataupun ketentuan-ketentuan yang mendasari
permasalahan ini.

33

DAFTAR PUSTAKA
Amran. 2009. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai kantor Departemen
Sosial Kabupaten Gorontalo. Dalam Jurnal Ichsan Gorontalo, Volume 4
No. 2. Hal 2397-2413. Gorontalo: Universitas Ichsan Gorontalo.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
.
Gorda. I . Gusti Ngurah. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Denpasar : Widya
Kriya Gematama.

Handoko, T. Hani, 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi
Kedua, Cetakan Kelimabelas, Penerbit BPFE, Yogyakarta
Hasibuan, Melayu, SP., 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta
____________________., 2005. Manajemen Sunber Daya Manusia. Edisi Revisi. Bumi
Aksara: Jakarta.

____________________., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi


Aksara,Jakarta
___________________., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Kisdarto Atmosoeprapto, (2001), Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan:


Mewujudkan Organisasi yang Efektif dan Efisien melalui SDM
Berdaya, Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mahardikawanto. 2013.Pengaruh Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja, Dan Kualitas
Kehidupan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Rsud Dr. M. Ashari
Pemalang. Jurusan Manajemen.Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri
Semarang

______________________ , 2006 , Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,


PT. Remaja Rosda Karya, Bandung

34

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mangkuprawira, Syafri, 2007, Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia, cetakan


pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta
Nitisemito, 2001, Budaya Organisasi, Rineka Cipta, Jakarta
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi
Aksara.
Sastrohadiwiryo, B. Siswanto, 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia
Pendekatan Administratif dan Operasional, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara: Jakarta.
________________. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara. Jakarta
Sinungan, Muchdarsyah. 2003. Produktivitas Apa Dan Bagaimana. Jakarta : Bumi
Aksara, Jakarta.
Soedarmayanti, 2007, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar Maju,
Bandung
Sopian., Irpan. 2014. Disiplin Pegawai Dalam meningkatkan Produktifitas Kerja
pegawai (Studi Kasus Pada Biro Umum Sekretaris Daerah Provinsi
Kepulauan Riau). Jyrusan Ilmu Administrasi Negara. FISP, UMRAH
(Jurnal Administrasi Negara)
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administratif. Bandung : PT. Gramedia.
Wahyuddin, dan Parlinda. 2006. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pelatihan, dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah
Air Minum Kota Surakarta. Program Pascasarjana. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai