3. PRAKTIK KETERAMPILAN
Skills lab terdiri atas keterampilan pemeriksaan fisik diagnostik, keterampilan
laboratorium, keterampilan prosedural dan keterampilan terapeutik. Pada blok ini terdapat
10 topik keterampilan yang masing-masing dilatih sebanyak 2 kali selama 3 jam.
4. PENILAIAN
a. Formatif
Prasyarat ujian :
d. Remediasi
Jika nilai mahaiswa berada di bawah Nilai Batas Lulus (NBL) OSCE Komprehensif maka
dilakukan 1 kali remedial di minggu remedial pada akhir semester dengan ketentuan:
c. Apabila mahasiswa tidak hadir dengan alasan selain yang disebutkan di poin (b),
maka mahasiswa akan mendapat nilai responsi nol (0) dan wajib mengganti jadwal
skills lab.
d. Apabila mahasiswa tidak hadir dengan alasan seperti poin (b), maka mahasiswa
wajib mengganti waktu skill lab/ujian dengan ketentuan administrasi yang telah
ditetapkan oleh MEU.
e. Bagi mahasiswa yang tidak hadir dengan alasan seperti pada poin (b) maka wajib
segera melapor ke bagian/lab/MEU pada saat hadir kembali ke kampus dan
penggantian jadwal skill lab harus segera dilaksanakan secepatnya maksimal 3 hari
setelah masuk kembali
f. Pada saat ujian (pretest, posttest dan OSCE Komprehensif), mahasiswa harus sudah
hadir 30 menit sebelum ujian dilaksanakan sesuai jadwal
g. Bagi mahasiswa yang terlambat hadir pada saat ujian (pretest, posttest dan OSCE
Komprehensif) diatas 10 menit, maka tidak akan diperkenankan ikut ujian
h. Remedial OSCE Komprehensif hanya ditujukan bagi mahasiswa yang mendapat nilai
di bawah ketentuan blok dan secara administratif tidak ada pelanggaran (kehadiran,
etika)
i. Bagi mahasiswa yang melanggar ketentuan administratif dan etika maka dinyatakan
tidak lulus blok dan wajib mengulang pada tahun-tahun berikutnya.
6. TIM BLOK
Koordinator : dr. Ida Yuliana, M.Biomed
Kontributor : SMF Anastesi, SMF Mata, SMF THT, SMF Penyakit Saraf, SMF Kedokteran
Jiwa dan SMF Kulit dan Kelamin
7. REFERENSI
1. Browse NL, Black J, Burnand KG, Thomas WEG. Browse's Introduction to The Symptoms
and Signs of Surgical Disease. Taylor & Francis Group, 2015.
2. Darce J, Kopelinann P. A Handbook of clinical skills. London: Hanson, 2004
3. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s principles of
internal medicine. 17th ed. New York: Mc Graw Hill, 2008
4. Guyton and Hall. Textbook of medical physiology Ed. 10. Elsevier Sauders, 2011
5. Lumley JSP, D'Cruz AK, Hoballah JJ, Scott-Conner CEH. Hamilton Bailey's Demonstration
of Physical Signs in Clinical Surgery 19th Ed. aylor & Francis Group, 2016.
6. Lynn P. Taylor's Clinical Nursing Skills: A Nursing Process Approach 3rd Ed. Wolters
Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins, 2011
7. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit : Pengantar menuju kedokteran klinis.
Jakarta: EGC, 2010
8. McPhee SJ. Current medical diagnosis & treatment. 46 th ed. New York: Mc Graw Hill,
2007
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC,
2006
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
11. Thomas J, Monaghan T. Oxford Handbook of Clinical Examination and Practical Skills 2nd
ed. Nottingham: Oxford University Press, 2007
12. Williams LS, Hopper PD. Understanding Medical Surgical Nursing 5th Ed. Philadelphia:
F.A. Davis Company, 2015
13. Markam S. Dasar-dasar Neurospsikologi Klinis. Sagung Seto, 2009
14. Ganong, WF., 1999, Review of Medical Physiology, 19Th Edition, Lange Medical
Publication, Los Altos, California, pp. 406-14; 518-20.
15. Hartono, Faisal, M.A., Meida, N.S. 2011. Ilmu Penyakit Mata dalam Bentuk Tanya Jawab
Essai. Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta.
16. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. In : Djuana A, Hamzah M, Aisah S,
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; 2011. p. 34-42.
17. Wolf K, Goldsmith LA, I.Katz S, A.Gilchrest B. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Wolf K, Gilchrest BA, Paller AS, J.Leffel D, editors. New York: Mc Graw; 2008.
18. Cappucino JG, Sherman N. Microbiology, a laboratory manual. 10th Ed. Pearson Benjamin
Cummings, USA, 2013.
19. Larone DH. Medically Important Fungi, A Guide To Identification. 5td Ed. American
Society forMicrobiology, Washington DC, 2011.
Anamnesis pada sistem pencernaan atau digesti harus memperhatikan dua hal, yaitu
aspek komunikasi dan aspek anamnesis itu sendiri, sama seperti anamnesis pada sistem-
sistem lain. Sebelum mempelajari ketrampilan Anamnesis pada gangguan sistem digesti,
pelajari kembali point-point penting dalam Anamnesis secara umum yang telah dipelajari
pada Fase 1. Hal-hal yang perlu diingat adalah agar membiarkan pasien menjelaskan
gejalanya dengan menggunakan kata-katanya sendiri, hindari untuk terlalu mengarahkan, dan
selalu mulai pertanyaan dengan pertanyaan terbuka. Dalam penggalian anamnesis menuju
diagnosis banding barulah menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertutup.
Untuk aspek anamnesis pada sistem digesti, hal-hal yang harus ditanyakan formatnya
sama dengan anamnesis pada umumnya, yang berbeda hanya pada penggalian mendalam
tentang keluhan utamanya (riwayat penyakit sekarang dan keluhan penyerta).
Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah
panduan anamnesis untuk gangguan sistem digesti:
1. Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2. Menanyakan keluhan utama. Pada gangguan sistem digesti, keluhan utama yang sering
muncul adalah:
Nyeri perut
Konstipasi
Diare
Dispepsia
Sulit menelan/disfagia
Perdarahan saluran cerna
Ikterus
Mual dan muntah
3. Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan penggalian
lebih mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti pada waktu
anamnesis umum, hal-hal yang harus ditanyakan adalah:
Onset: kapan pertama kali muncul keluhan.
Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis
(sudah lama), atau intermitten (hilang timbul).
Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan.
Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari
keluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas.
Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-pindah/menjalar.
Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan,
dan sebagainya.
Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja, hanya
bisa tiduran, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu,
pengambilan posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat, ditanyakan pula
berapa dosis yang diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat membicarakan obat,
yang digali tidak hanya obat yang diberikan dokter, tetapi juga obat bebas yang
dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal. Digali pula bagaimana efek dari
upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil tapi tidak maksimal, atau tidak
berhasil sama sekali.
Di bagian berikutnya akan diberikan beberapa contoh penggalian mendalam terhadap
riwayat penyakit sekarang untuk masing-masing keluhan utama di atas.
4. Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain. Selain itu,
ditanyakan juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa, serta berapa
lama. Bila pernah mendapat pengobatan, ditanyakan riwayat pengobatan yang telah
dijalani.
5. Menggali penyakit keluarga, baik yang serupa dengan yang diderita sekarang, maupun
penyakit yang diturunkan.
6. Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan digesti.
Penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan keluhan utama pasien dan dugaan
terhadap diagnosis yang akan ditegakkan, termasuk diagnosis bandingnya.
7. Membuat resume anamnesis. Pada tahap ini, jawaban yang diberikan oleh pasien
dirangkai menjadi suatu alur riwayat penyakit yang kronologis. Jawaban pasien tidak
harus semuanya dimasukkan ke dalam resume, harus dipilah-pilah yang berguna dalam
perencanaan pemeriksaan, diagnosis, atau terapi. Hasil anamnesis disusun dimulai dari
waktu dan tanggal anamnesis, identitas, keluhan utama (KU), riwayat penyakit sekarang
(RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK)/lingkungan
(RPL), dan anamnesis sistem.
apakah nyeri tajam, tumpul, menusuk, pedih, mulas, seperti kram, serasa robek, rasa
terbakar, dan sebagainya. Nyeri seperti kram/kolik biasanya disebabkan oleh distensi
saluran seperti usus, saluran empedu atau ureter. Nyeri mendadak yang sangat hebat
seperti dirobek bisa disebabkan oleh diseksi aorta. Nyeri seperti rasa terbakar,
terutama di epigastrium, biasanya dikibatkan oleh ulkus peptik.
apa saja yang dapat membuat nyeri memburuk, apakah posisi tertentu (misalnya
membungkuk), atau aktivitas tertentu (misalnya makan makanan/obat), atau kondisi
penyakit lain (misalnya batuk), dan sebagainya. Nyeri yang bertambah hebat apabila
pasien makan bisa disebabkan oleh pankreatitis dan ulkus lambung. Nyeri yang
timbul atau bertambah berat apabila makan makanan berlemak bisa disebabkan oleh
kolik empedu. Nyeri yang bertambah hebat apabila lapar bisa disebabkan oleh ulkus
duodeni. Nyeri yang muncul atau bertambah hebat sesudah minum NSAID biasanya
disebabkan oleh ulkus peptik.
Lokasi nyeri perut: apakah nyeri muncul di kuadran kanan atas/ulu hati
(epigastrium)/kuadran kiri atas/kuadran lateral kanan/periumbilikal/kuadran lateral
kiri/kuadran kanan bawah/kuadran hipogastrika/kuadran kiri bawah/difus; kemudian
ditanyakan apakah menjalar ke daerah tubuh lainnya.
Penyebab nyeri perut berdasarkan lokasinya adalah sebagai berikut:
Nyeri perut kanan atas bisa diakibatkan oleh kolesistitis, pankreatitis, ulkus peptik,
hepatitis, efusi pleura, dan pneumonia.
Nyeri epigastrium bisa diakibatkan oleh ulkus peptik, gastroesophageal reflux
disease (GERD), pankreatitis, obstruksi saluran keluar lambung, esofagitis, infark
myokard, efusi perikardium, aneurisma aorta, dan hernia hiatus.
Nyeri perut kiri atas bisa diakibatkan oleh splenomegali, ulkus peptik, pankreatitis,
iskemi mesenterika, infark myokard, dan efusi pleura.
Nyeri periumbilikal bisa diakibatkan oleh obstruksi usus, appendisitis (dini), kolitis,
inflammatory bowel disease, iskemi mesenterika, dan aneurisma aorta.
Nyeri pinggang/regio lateralis bisa diakibatkan oleh kolesistitis (regio lateralis
kanan), splenomegali (regio lateralis kiri), nefrolitiasis, dan onstruksi ureter.
Nyeri perut kanan bawah bisa diakibatkan oleh appendisitis, inflammatory bowel
disease, ileitis terminal, iskemi mesenterika, hernia, torsi adnexa, kehamilan ektopik,
dan gangguan sendi panggul.
Nyeri hipogastrika bisa diakibatkan oleh retensi urine, dan kehamilan ektopik.
Nyeri perut kiri bawah bisa diakibatkan oleh kolitis, divertikulitis, inflammatory
bowel disease, hernia, torsi adnexa, kehamilan ektopik, dan gangguan sendi panggul.
Nyeri perut difus atau sulit dilokalisasi bisa diakibatkan oleh appendisitis (dini),
gastroenteritis, ulkus peptik, peritonitis, asites, obstruksi usus, kolitis, inflammatory
bowel disease, dehidrasi, iskemi mesenterika, ketoasidosis diabetik, endometriosis,
dan pelvic inflammatory disease.
Pindahnya nyeri periumbilikal ke kuadran kanan bawah juga bisa mengarahkan pada
appendisitis. Penjalaran nyeri ulu hati ke punggung bisa diakibatkan oleh pankreatitis,
ulkus duodeni, dan ulkus lambung. Penjalaran nyeri perut kanan atas memutar ke
punggung kanan dan ke bahu kanan bisa diakibatkan oleh kolik empedu. Penjalaran nyeri
daerah pinggang ke paha dalam bisa mengarahkan pada kolik ureter. Penjalaran ke bahu
kiri bisa disebabkan oleh splenomegali atau infark limpa. Penjalaran nyeri ke lengan kiri
bisa disebabkan oleh infark myokard.
Hubungan dengan fungsi fisiologis
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), melakukan tindakan tertentu (misalnya makan atau
defekasi), atau mengambil posisi tubuh tertentu (misalnya membungkuk ke depan), serta
hasil dari upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau
memburuk).
Keluhan penyerta dari nyeri perut yang bisa mengarahkan pada diagnosis antara lain
adalah:
Mual dan muntah, bisa diakibatkan oleh gastroenteritis, sedangkan penyebab serius
adalah infark miokard, appendisitis, obstruksi usus, kolesistitis, hernia
inkarserata/strangulata, dan pankreatitis. Isi muntahan juga bisa menentukan diagnosis,
misalnya apabila yang dimuntahkan berupa makanan yang belum dicerna, bisa
disebabkan oleh obstruksi esofagus. Apabila isi muntahan berupa makanan yang belum
dicerna bercampur dengan asam, maka penyebabnya bisa berupa gastroparesis atau
obstruksi saluran keluar lambung. Apabila muntahnya berdarah (hematemesis), bisa
disebabkan oleh GERD, varices esofagus atau lambung, ulkus peptik, dan kanker
lambung.
Rasa penuh/kembung sesudah makan atau sering bersendawa sesudah makan yang
mengiringi nyeri epigastrium biasanya disebabkan oleh ulkus peptik
Feces berwarna pucat dan/atau urine berwarna seperti teh, penyebab yang serius adalah
obstruksi empedu.
Feces berwarna hitam/berdarah, penyebab ringan adalah pemakaian suplemen besi,
penyebab yang serius adalah perdarahan saluran cerna.
Konstipasi, penyebab ringan adalah dehidrasi, sedangkan penyebab yang serius adalah
obstruksi usus dan hiperkalsemia.
Ikterus, biasanya disebabkan oleh obstruksi empedu. Adanya Charcot’s triad (demam,
nyeri perut kanan atas, dan ikterus) sering terjadi pada kolangitis.
Demam, penyebab ringannya adalah penyakit virus, sedangkan penyakit yang srrius
adalah appendisitis, kolesistitis, dan diverkulitis.
Hematuria, bisa disebabkan oleh obstruksi saluran kencing.
Nyeri perut yang muncul beberapa hari sebelum haid dan terus memburuk, dan berkurang
sesudah haid berhenti, biasanya diakibatkan oleh pelvic inflammatory disease dan
endometriosis.
Perdarahan per vaginam yang didahului oleh amenore, mengarahkan pada kehamilan
ektopik.
Konstipasi
Konstipasi secara klasik didefinisikan sebagai defekasi < 3 kali seminggu. Konstipasi
kronis didefinisikan sebagai adanya 2 gejala berikut atau lebih yang dialami minimal selama
12 minggu (tidak perlu minggu yang berurutan) dalam 12 bulan terakhir:
Kesulitan untuk defekasi selama > 25% defekasi
Feces keras atau bergumpal-gumpal (lumpy) pada > 25% defekasi
Perasaan evakuasi feces yang tidak habis pada > 25% defekasi
Perasaan ada obstruksi anorektal pada > 25% defekasi
Manuver manual untuk > 25% defekasi
< 3 kali defekasi per minggu.
Prevalensi konstipasi meningkat pada usia lanjut, dan faktor risiko lain adalah aktivitas fisik
yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah, dan intake kalori yang rendah.
Banyak penyakit yang dapat menyebabkan konstipasi. Konstipasi akut sering
diakibatkan oleh efek samping obat, sedangkan konstipasi kronis biasanya diakibatkan oleh
kondisi fungsional yang mengenai kolon, anorektum, atau keduanya. Diagnosis banding
untuk konstipasi adalah:
Obstruksi anorektal: fecal impaction, ileus, megarektum, striktur, trombosis hemoroid,
fissura anal, kanker kolon, kehamilan.
Gangguan metabolisme dan endokrin: diabetes mellitus, hiperkalsemia,
hiperparatiroidisme, hipokalemia, hipomagnesemia, hipotiroidisme, keracunan timbal,
kehamilan, dan uremia.
Gangguan neurogenik: neuropati otonom, Hirschprung disease
Gangguan sistem saraf pusat: trauma atau tumor medulla spinalis, stroke, Parkinsonism.
Efek samping obat: antasida yang mengandung aluminium atau kalsium, antikolinergik,
antidiare, antidepresi, antipsikotik, antispasmodik, suplemen kalsium, klonidin, suplemen
besi, levodopa, NSAID, analgetik opioid, simpatomimetik, verapamil, penyalahgunaan
laksatif.
Disfungsi motilitas kolorektal: konstipasi slow transit (<2 kali defekasi per minggu),
irritable bowel syndrome dengan gejala dominan konstipasi, dan idiopatik. Irritable
bowel syndrome adalah sindrom saluran cerna tanpa penyebab organik, dengan ciri
adanya nyeri perut kronis dan kembung yang berkurang dengan adanya defekasi, perasaan
defekasi yang tidak habis, adanya mucus pada feces, perubahan frekuensi atau konsistensi
feces, diare episodik yang berselang-seling dengan konstipasi dan periode defekasi
normal, serta dipicu oleh stress.
Psikososial: depresi, diet rendah serat, gaya hidup lembam/aktivitas rendah, somatisasi
(ekspresi stress psikologis melalui gejala fisik).
Penggalian tentang keluhan konstipasi berdasarkan penggalian riwayat penyakit
sekarang adalah sebagai berikut:
onset dan durasi.
sifat munculnya keluhan: akut, kronis, hilang-timbul. Konstipasi yang timbul mendadak
sesudah operasi biasanya diakibatkan oleh adhesi atau ileus. Kondisi akut lainnya bisa
terjadi pada fecal impaction, efek samping obat, dan stress. Konstipasi kronis biasanya
terjadi pada irritable bowel syndrome dan konstipasi idiopatik. Konstipasi yang dialami
selama hidupnya biasanya disebabkan oleh Hirschprung disease.
frekuensi
sifat keluhan:
apakah feces yang dikeluarkan bercampur mucus (biasanya pada irritable bowel
syndrome)
apakah feces bercampur darah (kanker kolon)
apakah darah menetes pada feces/tidak bercampur (hemoroid, fissura, ulkus)
apakah feces berwarna hitam (suplemen besi, bismut subsalisilat)
apakah feces keras tetapi berair (fecal impaction)
apakah berselang-seling dengan diare (irritable bowel syndrome, kanker kolorektal)
perasaan seperti ada obstruksi/hambatan
perasaan seperti defekasi yang tidak selesai (irritable bowel syndrome
pakah masih bisa flatus (kegagalan flatus mengarah pada obstruksi usus yang
komplit)
apakah perlu evakuasi manual untuk mengeluarkan feces.
obat yang dikonsumsi sebelum munculnya konstipasi.
pola makan (intake serat dan cairan) sebelum munculnya konstipasi juga bisa
mengarahkan pada faktor risiko konstipasi.
gaya hidup, apakah aktivitas sangat rendah sebelum konstipasi atau baru menjalani
tirah baring yang lama akibat sakit bisa mengarahkan pada faktor risiko konstipasi.
Diare
Diare didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi (> 3 kali per hari) dengan
peningkatan jumlah feces (> 200 g/dl). Diare disebut akut apabila berlangsung < 2 minggu,
dan disebut kronis bila berlangsung minimal 4 minggu. Diare disebut persisten bila
berlangsung selama 2 sampai 4 minggu.
Penyebab diare bervariasi, mulai dari infeksi, diare fungsional, inflammatory bowel
disease, malabsorpsi, penggunaan laksatif, efek samping obat, diare postoperatif, keganasan,
kolitis, dan idiopatik.
Saat menganamnesis diare akut, yang penting untuk dinilai juga adalah adanya tanda
dehidrasi seperti kehausan, kelelahan atau pusing, yang memerlukan resusitasi cairan
dan/atau rawat inap.
Penggalian tentang keluhan diare berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang
adalah sebagai berikut:
Onset dan durasi.
Sifat munculnya keluhan: akut, kronis, hilang-timbul. Diare yang muncul akut biasanya
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, atau diare sekretorik idiopatik. Diare yang
berjalan perlahan-lahan seiring waktu biasanya disebabkan oleh irritable bowel syndrome
atau inflammatory bowel disease.
Frekuensi
Sifat keluhan:
apakah diarenya seperti air/berlendir/berdarah/berminyak
apakah volumenya besar atau kecil
bagaimana warnanya (kuning/pucat/hitam seperti aspal/merah karena darah segar).
hal yang menimbulkan atau memperberat diare juga harus digali, misalnya
mengkonsumsi susu atau produk susu (intoleransi laktosa), riwayat melakukan
perjalanan (infeksi enterotoxigenic E. coli, Shigella, rotavirus, Salmonella,
Campylobacter, Giardia, E. histolytica), meminum air tidak dimasak, mengkonsumsi
antibiotika, mengkonsumsi obat yang efek sampingnya diare (antasida yang
mengandung magnesium, statin, inhibitor pompa proton, antidepresi SSRI), riwayat
makanan, aktivitas seksual melalui anal, dan penyalahgunaan laksatif (masalah body
image).
Diare yang seperti air dengan volume besar biasanya diakibatkan masalah pada usus kecil,
misalnya infeksi, malabsorpsi, diare sekretorik, atau keganasan. Diare dengan volume
kecil tetapi sering, disertai lendir dan tenesmus biasanya disebabkan oleh masalah pada
usus besar, misalnya kolitis ulseratif, disentri infeksiosa, dan kanker kolon. Diare yang
berdarah (disentri) bisa diakibatkan oleh infeksi Salmonella, Shigella, Campylobacter,
enterohemorrhagic E. coli, Entamoeba histolytica; kolitis iskemik; kolitis ulseratif;
keganasan; dan hemoroid. Diare yang berminyak (steatore) bisa disebabkan oleh
malabsorpsi.
Hubungan dengan fungsi fisiologis
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
Keluhan penyerta serta anamnesis riwayat penyakit dahulu/keluarga yang bisa
mengarahkan pada diagnosis antara lain adalah:
Riwayat penyakit orang di sekitar, bila ada orang di sekitar juga menderita diare, bisa
diakibatkan oleh diare karena makanan. Bila diare muncul < 6 jam sesudah
mengkonsumsi makanan, mungkin disebabkan oleh Staphylococcus aureus (mayonaise,
selada kentang/telur, pultry), dan Bacillus cereus. Bila diare muncul 8-14 jam sesudah
mengkonsumsi makanan, mungkin disebabkan oleh Clostridium perfringens (akibat
daging dan poultry yang tidak dipanaskan dengan baik). Bila diare muncul 8-72 jam
sesudah mengkonsumsi makanan, mungkin disebabkan oleh species Vibrio (misalnya
karena seafood). Bila diare muncul > 14 jam sesudah mengkonsumi makanan diikuti
dengan muntah-muntah, mungkin disebabkan oleh virus. Bila disertai disentri, biasanya
disebabkan oleh Enterohemorrhagic E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter.
Riwayat HIV, riwayat operasi reseksi usus atau kolesistektomi
Riwayat penyakit keluarga adanya inflammatory bowel diseasei
Nyeri perut. Nyeri perut periumbilikal mengarah pada gangguan di usus halus, sedangkan
nyeri perut bawah mengarah pada gangguan di usus besar, disentri bakterial, dan disentri
amuba. Nyeri tenesmus atau spasma sfingter ani biasanya diakibatkan inflamasi anorektal
seperti kolitis ulseratif atau disentri infeksiosa. Nyeri perut difus mengarah pada irritable
bowel syndrome. Nyeri yang berkurang sesudah defekasi biasanya juga disebabkan
irritable bowel syndrome.
Kembung, biasanya diakibatkan oleh intoleransi laktosa, enteritis virus, pemberian
antibiotika, dispepsia non-ulkus, irritable bowel syndrome.
Flatus dengan frekuensi lebih sering, biasanya diakibatkan oleh malabsorpsi karbohidrat,
enteritis virus, dan irritable bowel syndrome.
Mual dan muntah, sering terjadi pada gastroenteritis virus dan obstruksi usus.
Dispepsia
Dispepsia adalah istilah umum yang merujuk pada gejala-gejala yang bersumber dari
saluran cerna bagian atas, bisa berupa nyeri epigastrium, mual, muntah, distensi abdomen,
dan tidan nafsu makan. Pada 40-50% kasus, terdapat penyebab organik, paling sering berupa
ulkus peptik dan GERD, tetapi pada 50% kasus tidak ditemukan penyebabnya, sehingga
pasien disebut menderita dispepsia fungsional atau dispepsia non-ulkus. Penyebab organik
lainnya yang lebih jarang adalah gastritis, duodenitis, esofagitis, irritable bowel syndrome,
pankreatitis, obat-obatan, intoleransi laktosa, dan gangguan metabolik seperti hiper-
/hipotiroidisme, diabetes, dan hiperparatiroidisme.
Pasien dispepsia dianamnesis untuk mengklasifikasikan mereka menjadi 3 kelompok:
Dispepsia karena ulkus, dimana nyerinya dapat ditunjukkan dengan jelas, dan sering
berkurang oleh makanan atau antasida. Pasien sering mengeluhkan munculnya gejala di
malam hari.
Dispepsia karena dismotilitas, dimana nyerinya bertambah berat oleh makanan dan
disertai dengan kembung atau rasa penuh. Mual, muntah, dan cepat kenyang sering
dikeluhkan.
Dispepsia karena refluks, dimana pasien mengeluhkan rasa terbakar yang menyebar ke
dada atau tenggorokan, dan biasanya diikuti dengan rasa asam di mulut. Gejalanya
memburuk bila berbaring atau sesudah mengkonsumsi makanan pedas, berlemak, alkohol,
coklat, peppermint, atau minuman berkafein. Pasien mungkin mengeluhkan adanya
regurgitasi (pasase isi lambung ke arah mulut).
Penggalian tentang keluhan dispepsia berdasarkan penggalian riwayat penyakit
sekarang adalah sebagai berikut:
Onset dan durasi. Durasi nyeri yang menetap selama 30 menit sampai 2 jam, kemudian
perlahan menghilang biasanya disebabkan oleh ulkus peptik, sedangkan kolik empedu
biasanya memuncak dalam 15-45 menit, lalu berkurang perlahan dalam beberapa jam.
Sifat munculnya keluhan: akut, kronis, hilang-timbul. Onset akut biasanya terjadi pada
pankreatitis akut, sedangkan keluhan yang timbul secara perlahan terjadi pada ulkus
peptik dan kolik empedu.
Frekuensi. Nyeri yang konstan biasanya diakibatkan oleh keganasan, sedangkan nyeri
yang intermitten biasanya akibat gastritis, ulkus peptik, kolik empedu, dispepsia karena
obat, dan irritable bowel syndrome.
Sifat keluhan:
apakah sakitnya seperti terbakar/ditusuk/kram/tidak tertahankan/sampai terbangun
dari tidur. Nyeri seperti rasa terbakar yang bisa membangunkan tidur di malam hari,
yang diperberat oleh NSAID, dan berkurang apabila makan atau diberi antasida
biasanya disebabkan oleh gastritis dan ulkus peptik. Nyeri seperti ditusuk biasanya
karena pankreatitis dan ulkus peptik. Nyeri kram/kolik yang bertambah nyeri bila
makan makanan berlemak/berminyak biasanya karena kolik empedu. Nyeri tak
tertahankan biasanya diakibatkan pankreatitis akut. Ulkus peptik umumnya bisa
sampai membangunkan dari tidur.
hal yang memunculkan atau memperberat kondisi juga perlu digali, misalnya
merokok (ulkus peptik, esofagitis refluks, kanker lambung), alkoholik berat (gastritis,
esofagitis refluks, ulkus peptik, pankreatitis, kanker esofagus), mengkonsumsi
NSAID, makan (ulkus lambung, GERD), lapar/perut kosong (ulkus duodenum),
minum susu (intoleransi laktosa), makanan berlemak (kolik empedu, irritable bowel
syndrome), jeruk (gastritis, GERD), berbaring (GERD, pankreatitis), stress (gastritis,
irritable bowel syndrome).
Lokasi nyeri: apakah di epigastrium/substernal/kuadran kanan atas/periumbilikal/ kuadran
kiri atas. Untuk nyeri di epigastrium, kuadran kanan atas, periumbilikal dan kuadran kiri
atas, harap lihat bagian Nyeri Perut. Untuk nyeri substernal, biasanya disebabkan oleh
penyakit jantung iskemik dan esofagitis.
Hubungan dengan fungsi fisiologis
Ikterus
Ikterus adalah pewarnaan kuning pada jaringan tubuh akibat bilirubin yang
berlebihan. Bilirubin adalag pigmen yang dihasilkan selama metabolisme heme. Ikterus
pertama terdeteksi di sklera, di bawah lidah dan membran timpani, dan akhirnya pada kulit.
Dengan demikian, ikterus pada kulit menunjukkan adanya kadar bilirubin yang lebih tinggi
daripada ikterus pada sklera saja. Anamnesis perlu membedakan ikterus dengan pewarnaan
kuning akibat karotenemia, atau overdosis isotretinoin dan rifampisin, yang semuanya tidak
menimbulkan pewarnaan kuning di sklera. Begitu kondisi-konisi tersebut dieksklusi, ikterus
harus dibedakan apakah manifestasi dari penyakit hati, obstruksi empedu, atau hanya akibat
hemolisis atau gangguan metabolisme bilirubin.
Pada orang dewasa, ikterus umumnya diakibatkan oleh hepatitis, batu empedu, sirosis,
serta keganasan hati atau pankreas.
Penggalian tentang keluhan ikterus berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang
adalah sebagai berikut:
Onset dan durasi. Onset mendadak biasanya terjadi pada hepatitis akut, koledokolitiasis,
kolangitis, hemolisis, dan sepsis. Onset kronis biasanya terjadi pada keganasan
hepatobilier dan pankreas.
Sifat munculnya keluhan.
Frekuensi.
Sifat keluhan:
apakah darahnya berupa hematemesis, melena, atau hematochezia. Hematemesis
biasanya menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas, walaupun tidak adanya
regurgitasi, yang merupakan aliran retrograd pasif isi esofagus ke mulut tanpa adanya
aktivitas otot seperti pada muntah, dan tidak didahului mual.
Mual dan muntah yang akut bisa disebabkan oleh:
Infeksi dan toksin pada saluran cerna (gastroenteritis, hepatitis, keracunan makanan)
Obat, misalnya kemoterapi, antibiotika, analgetik, dan lain-lain.
Nyeri visceral, misalnya akibat pankreatitis, appendisitis, kolik empedu, obstruksi usus
halus, kolik renal, iskemi usus, infark myokard
Kondisi yang mengenai sistem saraf pusat, misalnya labirintitis, motion sickness, trauma
kepala, stroke, meningitis, peningkatan tekanan intrakranial.
Metabolik, misalnya kehamilan, ketoasidosis, uremia.
Radiasi.
Mual dan muntah yang kronis bisa disebabkan oleh:
Gangguan lambung
Gangguan motilitas usus halus
Metabolik, misalnya kehamilan, hipertiroidisme
Sistem saraf pusat, misalnya tumor kepala
Psikogenik (eating disorder)
Penggalian tentang keluhan ikterus berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang
adalah sebagai berikut:
Onset dan durasi.
Sifat munculnya keluhan.
Frekuensi.
Sifat keluhan:
apakah keluhan pasien hanya berupa mual, disertai muntah, atau sebenarnya hanya
regurgitasi?
volume, yang bisa menentukan apakah akan terjadi kemungkinan dehidrasi atau tidak.
isi muntahan: apakah makanan, hanya cairan lambung, berwarna hijau, atau ada darah
(apabila berdarah, dianamnesis seperti menganamnesis Perdarahan Saluran Cerna).
Bila berwarna hijau, bisa diakibatkan oleh obstruksi usus halus.
apakah berbau busuk, bisa diakibatkan oleh obstruksi usus.
apakah muntahnya proyektil, biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial atau stenosis pylorus.
apakah muntah pagi sebelum sarapan, lebih dari sejam sesudah makan, saat makan
atau segera sesudah makan? Muntah pagi sebelum sarapan biasanya akibat
kehamilan, sejan atau lebih sesudah makan bisa diakibatkan oleh gastroparesis atau
obstruksi keluar lambung, saat makan atau segera sesudah makan bisa diakibatkan
oleh ulkus lambung atau eating disorder.
Hubungan dengan fungsi fisiologis
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan.
Keluhan penyerta dan anamnesis riwayat penyakit dahulu/keluarga yang bisa
mengarahkan pada diagnosis antara lain adalah:
Riwayat trauma kepala.
Riwayat konsumsi obat kanker, antibiotika, analgetika, dna lain-lain.
Riwayat penyakit ginjal, bisa mengarahkan pada uremia.
Riwayat ulkus peptik, cepat kenyang, mengarah pada gangguan saluran cerna.
Riwayat penyakit jantung, mengarahkan pada muntah akibat infark myokard atau
toksisitas digoksin pada penderita gagal jantung.
Riwayat lingkungan sekitar juga mual dan muntah sesudah memakan makanan yang
sama, bisa mengarahkan pada keracunan makanan. Riwayat memakan makanan mentah
ataupun makanan kalengan juga bisa mengarahkan pada keracunan makanan.
Riwayat diabetes bisa mengarahkan pada ketoasidosis.
Nyeri perut kanan bawah, bisa disebabkan oleh appendisitis akut. Nyeri perut
periumbilikal yang kemudian berpindah ke nyeri kanan bawah juga mengarah pada
appendisisitis akut.
Nyeri perut yang bertambah bila melakukan gerakan yang menyebabkan guncangan
seperti turun tangga, bisa mengarah pada peritonitis.
Nyeri perut bagian atas yang stabil selama > 30 menit dengan ciri nyeri kolik, bisa
disebabkan oleh kolesistitis akut.
Diare, bisa disebabkan oleh gastroenteritis atau keracunan makanan, apalagi apabila ada
riwayat lingkungan sekitar yang mengalami muntah dan diare juga.
Ikterus dan urine berwarna gelap bisa mengarah pada hepatitis dan koledokolitiasis.
Nyeri dada akut, bisa disebabkan oleh infark myokard akut, sedangkan penyebab yang
lebih ringan adalah GERD.
Nyeri kepala, bisa disebabkan oleh perdarahan intrakranial, massa atau infeksi di
intrakranial. Penyebab yang lebih ringan adalah nyeri kepala migren.
Kaku kuduk, bisa disebabkan oleh meningitis.
Perubahan status mental, bisa disebabkan oleh perdarahan, massa atau infeksi intrakranial.
Ada tanda kehamilan, seperti amenore, nyeri atau pembengkakan mammae, bisa
diakibatkan kehamilan dini. Bila pasien sudah positif hamil, bisa disebabkan oleh emesis-
dan hiperemesis gravidarum.
Pusing dan merasa ruangan berputar (vertigo), bisa diakibatkan oleh labirintitis
Perubahan berat badan (naik dan turun), masalah dengan body image, muntah sembunyi-
sembunyi, dan kebiasaan menginduksi muntah, bisa diakibatkan oleh eating disorder.
Penurunan berat badan saja bisa diakibatkan oleh keganasan gastrointestinal.
Muntah yang terjadi saat berada dalam kendaraan yang bergerak, bisa diakibatkan oleh
motion sickness.
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang benar
2 = dilakukan dengan benar
Gambar 1. Organ Yang Dapat Menyebabkan Nyeri Berdasarkan 9 Daerah Anatomi Abdomen
Kelainan di lambung
Beberapa kelainan di lambung yang dapat menyebabkan keluhan nyeri di epigastrium,
antara lain; gastritis akuta dan kronika dan ulkus di lambung. Pemeriksaan fisik
menunjukkan penderita yang kesakitan di daerah epigastrium dan nyeri pada perabaan
(palpasi) di bawah prosesus xiphoideus atau perut atas agak ke kiri.
Kelainan di Usus Halus
Usus halus yang sering memberikan keluhan nyeri atau tidak enak di perut adalah:
kelainan di duodenum, dan apendisitis. Pada kelainan duodenum pemeriksaan fisik teraba
nyeri tekan atau palpasi di perut kanan atas dekat umbilikus.
Pada dasarnya appendisitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang
mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Setelah kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang mukosa terkena
maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan peritoneum parietale bawah (titik Mc
Burney). Titik Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan
umbilicus.
Sering penderita apendisitis akuta maupun kronika memberikan keluhan pertama
timbulnya rasa nyeri, pedih di perut atas atau di sekitar umbilikus. Pada pengamatan jasmani:
untuk apendisitis akuta tampak penderita yang kesakitan, jalannya agak membungkuk ke
depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri tekan di perut atas, tetapi lebih jelas nyeri tekan dan
nyeri lepas di perut kanan bawah. Sedangkan untuk apendisitis kronika tidak nampak
penderita yang kesakitan. Tetapi pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan
lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah (rebound tendeness).
Alvarado Score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan. Alvarado
Score: meliputi:
Appendicitis point pain : score 2
Lekositosis : score 2
Vomitus : score 1
Anorexia : score 1
Rebound Tendeness Fenomen : score 1
Degree of Celcius (.>37,5) : score 1
Observation of hemogram : score 1
Abdominal migrate pain : score 1
Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu
menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,
bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang
yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut
bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung
empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu
empedu empedu.
Diagnosis
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada
punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih
kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu
menarik nafas dalam (3).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik:
1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
2. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang hati teraba
dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.
Asites
Asites adalah peningkatan jumlah cairan intra peritoneal. Penyebab asites terbanyak adalah
gangguan hati kronis tetapi dapat pula disebabkan penyakit lain.
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan:
Distensi abdomen (dengan inspeksi)
Knee Chest position (jarang dilakukan)
Puddle sign (jarang dilakukan)
Fluid wave
Shifting dulness
TUJUAN
Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa diharap mampu melakukan pemeriksaan
nyeri epigastrik, nyeri ketok pada ginjal, pemeriksaan apendisitis dan kolelitiasis serta asites.
PEMERIKSAAN
Syarat-syarat pemeriksaan abdomen yang baik adalah
1. Penerangan ruangan yang memadai
2. Penderita dalam keadaan rileks
3. Daerah abdomen mulai dari atas prossesus xyphoideus sampai simpisis pubis harus
terbuka
7. Periksalah tanda obturator. Tekuk tungai penderita pada sendi paha dengan lutut
menekuk, kemudian putarlah ke dalam. Nyeri pada daerah hipogastrik kanan
menunjukkan tanda obturator positif, berarti terdapat iritasi m. obturator.
Pendahuluan
Nasogastric tube (NGT) adalah salah satu alat yang dimasukkan melalui hidung menuju
lambung. Tabung ini digunakan untuk memberikan nutrisi, dekompresi ataupun mengalirkan
cairan dan udara yang tidak diinginkan dari lambung. Penggunaan ini berguna intik
memberikan sistem pencernaan untuk beristirahat dan memicu penyembuhan setelah
pembedahan usus. NGT juga dapat digunakan untuk memonitor perdarahan pada saluran
pencernaan, membuang zat yang tidak diinginkan (bilas lambung) seperti racun atau untuk
memberikan terapi pada pasien dengan obstruksi usus.
Tujuan dan Manfaat Tindakan:
1. Memasukan makanan cair atau obat-obatan cair atau padat yang dicairkan
2. Mengeluarkan cairan/ isi lambung (lavage) dan gas yang ada dalam lambung
(decompression)
3. Mengirigasi karena perdarahan/ keracunan dalam lambung
4. Mencegah atau mengurangi nausea (mual) dan vomiting (muntah) setelah pembedahan
atau trauma
5. Mengatasi obstruksi mekanis pada saluran pencernaan bagian atas
6. Mengambil specimen pada lambung untuk studi laboratorium.
7. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
8. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi
pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu
recovery (pemulihan dari general anaesthesia).
Indikasi Pemasangan NGT:
1. Diagnostik
Membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung
2. Memasukkan cairan/makanan
Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab
3. Dekompresi isi lambung
Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus paralitik, peritonitis,
pankreatitis akut
Bilas lambung pada kasus intoksikasi
Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung (mengeluarkan cairan
lambung)
Kontraindikasi Pemasangan NGT
Kontra indikasi pemasangan pipa nasogastrik meliputi:
1. Pasien dengan jejas maxillofacial atau fraktur basis cranii fossa anterior. Pemasangan
NGT melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT melalui fossa cribiformis,
menyebabkan penetrasi ke intrakranial
2. Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus
3. Pasien dengan tumor esofagus
Komplikasi Pemasangan NGT
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan pipa nasogastrik:
1. Iritasi hidung, sinusitis, epistaksis, rhinorrhea, fistula esofagotrakeal akibat pemasangan
NGT jangka lama
2. Pneumonia Aspirasi
3. Hipoksia, sianosis, atau henti nafas akibat intubasi trakeal
Pemeriksaan
Pastikan mana lubang hidung yang potensial untuk dipasang NGT dengan meminta pasien
untuk menutup salah satu hidung dan bernafas secara normal melalui lubang hidung yang
lain. Pilih lubang hidung yang lebih mudah dialiri oleh udara. Lalu, tanyakan riwayat
mengenai trauma wajah, polip ataupun pembedahan. Pasien dengan fraktur di daerah wajah
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya kesalahan pemasangan NGT menuju otak.
Amati adanya distensi pada abdomen, auskultasi bising usus atau peristalsis dan palpasi
abdomen untuk distensi dan adanya kekakuan. Jika abdomen terdistensi, pertimbangkan
untuk mengukur lingkar abdomen dengan patokan umbilikus sebagai ukuran awal.
6. Tutup tirai atau pintu pasien agar privasi pasien dapat terjaga. Naikkan ranjang pasien
sampai dengan posisi yang nyaman untuk bekerja; biasanya setinggi siku pemeriksa agar
mencegah nyeri punggung dan otot. Bantu pasien menjadi posisi high Fowler's atau
naikkan ujung atas ranjang menjadi 45 derajat jika pasien tidak dapat duduk sendiri
(gambar 1). Posisi setengah duduk lebih alami dan nyaman bagi asien untuk menelan dan
mencegah terjadinya aspirasi intubasi bronkhus. Berikan alas berupa handuk ataupun
alas lain yang sekali pakai. Letakkan ember muntah dan tisu dalam jangkauan.
Gambar 11. Meletakkan Pasien Pada Posisi Fowler Semi-Tinggi Untuk Persiapan
Pemasangan NGT (jika kondisi pasien memungkinkan)
7. Ukur jarak dari selang yang akan dimasukkan dengan meletakkan ujung selang pada
hidung menuju cuping telinga kemudian pada processus xiphoideus (Gambar 2 dan 3).
Tandai selang dengan tinta yang tidak mudah dihapus. Pengukuran ini akan memastikan
bahwa selang cukup panjang untuk masuk lambung pasien.
Gambar 12. Mengukur NGT dari lubang Gambar 13. Mengukur NGT dari ujung
hidung ke ujung cuping telinga cuping telinga hingga processus
xiphoideus
8. Pasang sarung tangan. Berikan pelumas pada ujung selang (minimal 5-10 cm) dengan
jelly berbasis air. Berikan anestesi topikal pada hidung dan orofaring jika diperlukan.
Lubrikasi menurunkan gesekan dan membantu lewatnya selang menuju lambung.
Pelumas beebahan air tidak menyebabkan pneumonia jika selang tidak sengaja masuk ke
paru-paru. Anestesi topikal bekerja sebagai anestesi lokal yang mengurangi
ketidaknyamanan.
9. Setelah memilih lubang hidung yang sesuai, minta pasien memfleksikan kepalanya
sedikit ke depan menjauhi bantal. Masukkan selang menuju lubang hidung dengan
mantap, dengan mengarahkan selang sepanjang dasar hidung (gambar 4). Ikuti bentuk
jalan nafas saat memasukkan selang agar mengurangi iritasi dan cedera mukosa. Selang
dapat memicu refleks tersedak, dan air mata adalah respon alami pasien saat selang
melewati nasofaring. Pasien mungkin mengalami tersedak atau muntah saat selang
menyentuh faring. Berikan tisu untuk membersihkan air mata. Berikan kenyamanan dan
keamanan pada pasien. Banyak pasien merasa tersedak dan tidak nyaman di tenggorokan
lebih sakit dibandingkan saat masuk melalui lubang hidung.
10. Saat selang sudah di faring, perintahkan pasien untuk menyentuhkan dagu ke dada.
Melakukan hal tersebut membantu menutup trakea dan membuka esofagus. Perintahkan
pasien untuk menghisap air melalui sedotan dan menelan bahkan walaupun jika cairan
tidak diperbolehkan. Lanjutkan memasukkan selang saat pasien menelan (gambar 5).
Menelan membantu selang masuk, menyebabkan epiglotis menutup jalan masuk trakea
dan membantu mengeliminasi tersedak dan batuk. Jika terjadi tersedak dan batuk yang
menetap, hentikan memasukkan selang dan cek letak selang dengan spatel lidah dan
senter. Batuk dan tersedak yang berlebihan dapat terjadi jika selang kusut di
tenggorokan. Jika selang melengkung kusut, luruskan selang dan masukkan lagi. Terus
masukkan selang sampai tanda batas tercapai. Jangan dipaksa memasukkan selang
karena dapat merusak membran mukosa. Jika menemui hambatan, upayakan untuk
memutar selang.
Gambar 15. Memasukkan selang saat pasien mendekatkan dagunya ke dada dan menelan
(minum air pada pasien dengan kesadaran penuh)
11. Hentikan tindakan dan lepaskan selang jika ada tanda distress pernafasan seperti nafas
termegap-megap, batuk, sianosis dan kesulitan berbicara. Hal ini dapat terjadi jika selang
menutupi jalan nafas.
12. Amankan selang sementara secara longgar pada hidung atau pipi menggunakan plester
sampai dipastikan bahwa selang berada di lambung pasien.
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma stetoskop pada perut
di kuadran kiri atas pasien (gaster) di bawah kosta, kemudian suntikkan 10-20 cc
udara bersamaan dengan auskultasi abdomen menggunakan stetoskop. Jika terdengar
suara hembusan udara di daerah lambung, kemungkinan besar NGT masuk di
lambung.
b. Tempelkan semprit pada ujung selang dan aspirasi sedikit isi lambung. Selang berada
di lambung jika isinya bisa diaspirasi. Jika tidak dapat mengambil spesimen, lalukan
reposisi pasien dan berikan bilas selang dengan 30 ml udara. Tindakan ini kadang
dapat berguna. Literatur terkini merekomendasikan bahwa untuk memastikan letak
NGT perlu beberapa metode, tidak bisa hanya dengan 1 metode.
c. Jika diperlukan, ukur pH dari cairan yang diaspirasi tadi menggunakan pH meter atau
kertas lakmus (gambar 6).
d. Amati isi aspirasi, cek warna dan konsistensinya. Cairan lambung berwarna hijau
dengan beberapa partikel, abu-abu atau coklat jika ada darah yang lama. Cairan usus
cenderung terlihat jernih atau berwarna kuning keemasan. Juga, cairan intestinal dapat
berwarna hijau-kecoklatan jika tercampur dengan empedu. Cairan respiratori seperti
tracheobronchial biasanya berwarna putih hingga coklat dan bisa bercampur dengan
lendir. Sedikit cairan bercampur darah dapat terlihat segera setelah pemasangan NGT.
e. Jika diperlukan, lakukan pemeriksaan x-ray pada untuk menentukan letak selang,
tergantung kebijakan fasilitas. X-ray merupakan metode yang paling dipercaya untuk
mengidentifikasi posisi dari NGT.
13. Pasang pelindung kulit pada ujung hidung dan biarkan kering. Pelindung kulit
meningkatkan daya lengket dan melindungi kulit. Penekanan menetap dari selang pada
kulit dan membran mukosa dapat menyebabkan cedera jaringan. Lepaskan sarung tangan
dan amankan selang sesuai dengan petunjuk dari produsen atau berikan plester pada
hidung pasien.
a. Potong plester sebesar 10 cm dan belah bagian bawahnya sepanjang 5 cm atau jika
ada gunakan plester khusus untuk NGT (gambar 7).
b. Letakkan bagian yang tidak terbelah pada hidung pasien (gambar 8).
c. Bungkus selang dengan plester yang terbelah saling menyilang melalui bawah
(gambar 9). Hati-hati, jangan terlalu erat agar tidak melukai hidung.
14. Pasang sarung tangan. Klem selang dan lepaskan semprit. Tutup selang atau tempelkan
selang ke suction (gambar 10) tergantung indikasi medis. Suction digunakan untuk
dekompresi lambung dan drainase isi lambung.
15. Ukur panjang dari selang yang terlihat. Tebalkan tanda pada selang di lubang hidung
dengan tinta permanen. Panjang selang harus dicek dan dibandingkan dengan
pengukuran awal, bersamaan dengan pengukuran pH dan pengamatan visual zat aspirasi.
Penambahan panjang dari selang yang terlihat dapat mengindikasikan NGT
kemungkinan tercabut. Minta pasien untuk menghadap ke sisi yang berlawanan dari
selang yang dimasukkan. Amankan selang pada baju pasien dengan menggunakan pita
karet atau plester dan peniti (gambar 11). Jika digunakan selang dengan lumen ganda
(salem sump tube = untuk selang makanan), letakkan lubangnya di atas tinggi lambung.
Untuk tambahan, selang bisa ditempelkan pada pipi pasien dengan menggunakan plester.
16. Bantu pasien untuk membersihkan mulut setiap 2-4 jam. Beri pelembab pada bibir dan
bersihkan hidung jika diperlukan. Membersihkan mulut akan menjaga mulut tetap bersih
dan lembab, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi rasa haus. Berikan permen hisap
atau semprotan anestesi untuk mengurangi iritasi tenggorokan jika diperlukan.
17. Lepas peralatan dan kembalikan pasien pada posisi yang nyaman dan aman. Lepaskan
sarung tangan dan alat proteksi diri yang digunakan kemudian cuci tangan secara
higienis. Hal ini akan menurunkan risiko infeksi transmisi dan kontaminasi pada item
lainnya serta mencegah penularan kuman
18. Dokumentasikan lubang hidung yang digunakan, respon pasien, ukuran dan tipe NGT
yang dimasukkan dan pengukuran dari hidung ke ujung selang yang terlihat. Catat
deskripsi dari isi lambung, termasuk pH, warna dan konsistensi. Juga dokumentasikan
hasil pemeriksaan seperti X-ray yang diambil untuk mengkonfirmasi posisi selang jika
ada.
Pelepasan NGT
Saat selang NGT tidak diperlukan lagi untuk keperluan diagnostik ataupun terapi, NGT akan
dilepaskan dengan hati-hati agar pasien merasa nyaman dan mencegah komplikasi. Saat
selang dilepas, pasien akan menahan nafasnya untuk mencegah aspirasi dari cairan yang
tersisa di selang saat dilepaskan.
Perlengkapan
- Tisu
- Semprit ukuran 50 cc (jika diperlukan)
- Sarung tangan non steril
- Alat pelindung diri tambahan, jika ada indikasi
- Stetoskop
- Kantong plastik sekali pakai
- Handuk atau alas sekali pakai
- Cairan garam fisiologis untuk irigasi (jika diperlukan)
- Ember untuk muntah
Lakukan pemeriksaan abdomen dengan melihat adanya distensi, auskultasi bising usus, dan
mempalpasi adanya kaku pada dinding abdomen. Jika ada distensi abdomen, pertimbangkan
mengukur lingkar abdomen dengan patokan umbilikus. Jika pasien merasa adanya mual,
perut kram, kaku dengan distensi, dan jika bising usus tidak ada, pertimbangkan ulang untuk
melepaskan NGT. Setelah NGT dikeluarkan, amati jumlah cairan, warna dan konsistensi dari
selang yang ada.
5. Tutup tirai ranjang pasien untuk memberikan privasi. Naikkan ranjang menjadi posisi
yang nyaman untuk bekerja, biasanya setinggi siku pemeriksa. Bantu pasien menjadi
posisi 30-45 derajat. Letakkan handuk atau alas di dada pasien (Gambar 12). Sediakan
tisu dan ember dekat pasien.
8. Jepit selang menggunakan jari dengan melipat selang menjadi dua (gambar 14) agar
mencegah drainase isi lambung ke faring dan esofagus. Perintahkan pasien untuk
mengambil nafas dalam dan menahannya agar mencegah aspirasi dari sekret lambung.
Secara cepat dan hati-hati lepaskan selang saat pasien menahan nafas. Gulung selang dan
masukkan pada alas sekali pakai sekaligus melepasnya dari pasien.Ukur jumlah drainase
NGT pada alat penampungan dan rekam.
9. Lepaskan sarung tangan dan lakukan cuci tangan secara higienis untuk mencegah kuman
tersebar.
10. Berikan perawatan mulut pada pasien dan tisu wajah agar dapat menghembuskan hidung.
Turunkan ranjang dan bantu pasien menuju posisi yang senyaman mungkin.
11. Bereskan peralatan lain dan lepaskan alat perlindungan diri tambahan. Lakukan cuci
tangan secara higienis.
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Identifikasi pasien dan jelaskan indikasi medis pemasangan NGT
Jelaskan prosedur pemasangan NGT dan diskusikan
2
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
3 Siapkan alat, termasuk NGT dengan ukuran yang sesuai
Posisikan pasien high Fowler's atau naikkan ujung atas ranjang
4 menjadi 45 derajat dan pasang handuk atau kain pelapis lainnya di
atas dada pasien
5 Lakukan cuci tangan secara higienis dan pasang alat pelindung diri
Ukur jarak selang yang akan dimasukkan melalui hidung menuju
6 cuping hidung dan processus xiphoidues, beri tanda batas pada selang
panjang dari selang
7 Berikan lubrikan atau pelumas pada ujung selang (minimal 5 -10 cm)
Pilih lubang hidung yang paling longgar menurut pasien, dengan
kepala sedikit fleksi, masukkan selang ke dalam lubang hidung
8
dengan mantap sepanjang dasar hidung. Perintahkan pasien untuk
bernapas biasa
Saat selang memasuki nasofaring, minta pasien untuk menekuk ke
arah dada dan melakukan gerakan menelan sampai selang didorong
masuk ke lambung sesuai ukuran yang telah ditentukan
Pastikan NGT telah masuk ke lambung dengan cara:
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma
stetoskop pada perut di kuadran kiri atas pasien (gaster) di
bawah kosta, kemudian suntikkan 10-20 cc udara bersamaan
dengan auskultasi abdomen menggunakan stetoskop
9 b. Aspirasi sedikit isi lambung. Selang berada di lambung jika
isinya bisa diaspirasi. Jika tidak dapat mengambil specimen,
lakukan reposisi pasien dan berikan bilas selangdengan 30 ml
udara. Tindakan ini kadang dapat berguna. Amati isi aspirasi,
cek warna dan konsistensi
c. Jika diperlukan, ukur pH dari cairan yang diaspirasi tadi
menggunakan pH meter
d. Jika diperlukan, lakukan pemeriksaan x ray untuk menentukan
letak selang
Jika terjadi kesulitan melakukan gerakan menelan, pada pasien yang
sadar baik dapat diminta untuk menghisap air melalui sedotan. Cara
ini akan membantu pasien untuk menelan hingga selang memasuki
11 lambung. Jika pasien tersedak dan batuk, hentikan pemasangan
selang dan periksa letak selang dengan spatel lidah dan senter.
Hentikan tindakan jika pasien tampak sesak, megap-megap dan
sianosis
Setelah selang masuk ke lambung, lakukan fiksasi dengan plester.
12
Potong plester sebesar 10 cm dan belah bagian bawahnya sepanjang 5
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Pastikan indikasi pelepasan NGT sudah benar.
2 Lakukan cuci tangan dan pasang alat perlindungan diri
3 Identifikasi pasien
4 Jelaskan prosedur pada pasien dan mengapa tindakan ini diperlukan.
Tutup tirai ranjang pasien untuk memberikan privasi. Naikkan
5
ranjang menjadi posisi yang nyaman untuk bekerja
Bantu pasien menjadi posisi 30-45 derajat. Letakkan handuk atau alas
6
di dada pasien. Sediakan tisu dan ember dekat pasien.
Pasang sarung tangan. Hentikan suction dan pisahkan selang dari
7 suction. Lepaskan peniti dari baju pasien dan lepaskan plester yang
menempel secara hati-hati dari hidung pasien.
Cek letak dari NGT dan tempelkan semprit dan semprotkan dengan
8 10 ml air atau larutan garam fisiologis (jika diperlukan) atau dengan
30-50 ml udara.
Jepit selang menggunakan jari dengan melipat selang menjadi dua.
Perintahkan pasien untuk mengambil nafas dalam dan. Secara cepat
9 dan hati-hati lepaskan selang saat pasien menahan nafas. Gulung
selang dan masukkan pada alas sekali pakai sekaligus melepasnya
dari pasien
10 Ukur jumlah drainase NGT pada alat penampungan dan rekam.
11 Lepaskan sarung tangan dan lakukan cuci tangan secara higienis
12 Berikan perawatan mulut pada pasien dan tisu wajah.
Turunkan ranjang dan bantu pasien menuju posisi yang senyaman
13
mungkin.
Bereskan peralatan lain dan lepaskan alat perlindungan diri tambahan.
14
Lakukan cuci tangan secara higienis.
TOTAL