DISUSUN OLEH
MEDICAL EDUCATION UNIT
TIM BLOK KKD 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT EDITOR
BANJARMASIN dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
MENGACU PADA KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL
INDONESIA (KKNI)
DISUSUN OLEH
TIM BLOK KKD 3
EDITOR
dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar (KKD) III ini.
Penerbitan Buku Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar III ini bertujuan agar proses
pembelajaran, khususnya Keterampilan Klinik, dalam sistem kurikulum berbasis kompetensi
dapat berjalan dengan lancar, baik dalam proses dalam proses maupun evaluasinya. Buku
modul ini diharapkan dapat memberikan panduan kepada institusi pendidikan, dosen,
mahasiswa dan staf administrasi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama tim blok, tim
kontributor, tim MEU dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam membuat buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak
Fakultas yang telah berkontribusi aktif.
Kami menyadari masih banyak yang perlu diperbaiki demi kesempurnaan buku ini.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Tim Blok
DAFTAR ISI
Halaman
1. Pendahuluan 1
2. Tujuan Blok 1
3. Praktik Keterampilan 1
4. Penilaian 1
5. Tata Tertib 2
6. Tim Blok 3
7. Referensi 3
1. PENDAHULUAN
Selain memahami berbagai teori di bidang kedokteran dan kesehatan, seorang
dokter juga dituntut untuk menguasai keterampilan klinis untuk menangani berbagai
kondisi yang diderita pasien. Modul-modul ketrampilan klinis ini disusun dengan tujuan
agar bisa menjadi materi acuan untuk mempelajari berbagai keterampilan klinis yang
diperlukan seorang dokter.
Modul Keterampilan Klinik Dasar 3 ini akan dilaksanakan pada semester 5. Pada
Modul ini akan dipelajari berbagai keterampilan klinis yang akan diselesaikan dalam 6
minggu, yaitu anamnesis gangguan sistem urogenital dan pemeriksaan fisik genitalia
pria, pemasangan dan pelepasan kateter uretra, colok dubur, sirkumsisi, pemeriksaan
Pap smear dan IVA, serta pengambilan dan pemeriksaan discharge vagina.
2. TUJUAN BLOK
Setelah menyelesaikan blok Keterampilan Klinis Dasar 3 pada sistem urogenital
ini, mahasiswa diharapkan mampu:
a. Melakukan anamnesis gangguan sistem urogenital dengan benar.
b. Melakukan pemeriksaan fisik genitalia pria dengan benar
c. Melakukan pemasangan dan pelepasan kateter uretra dengan benar
d. Melakukan pemeriksaan colok dubur dengan benar
e. Melakukan tindakan sirkumsisi dengan benar.
f. Melakukan pemeriksaan Pap smear dan IVA dengan benar.
g. Melakukan pengambilan dan pemeriksaan discharge vagina dengan benar
3. PRAKTIK KETERAMPILAN
Praktik keterampilan/skills lab terdiri atas pembelajaran kemampuan dan
keterampilan anamnesis, keterampilan prosedural (pemeriksaan fisik genitalia pria,
pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan Pap smear dan IVA, serta pengambilan dan
pemeriksaan discharge vagina) dan keterampilan terapeutik (pemasangan dan pelepasan
kateter urine, sirkumsisi). Pada blok ini, masing-masing keterampilan dilatihkan secara
demonstrasi oleh instruktur pada pertemuan pertama, kemudian mahasiswa akan
melakukan sendiri keterampilan tersebut untuk pertemuan kedua.
4. PENILAIAN
a. Formatif
Prasyarat ujian:
• Kehadiran skills lab & OSCE Komprehensif: 100%
• Etika pada skills lab & OSCE Komprehensif: sufficient
b. Sumatif, terdiri atas:
• Pretest : 10%
• Posttest : 10%
• Nilai harian skills lab : 30%
• OSCE Komprehensif : 50% (Nilai Batas Lulus/NBL per Station: 70)
c. Standar Penilaian
Penilaian Acuan Patokan (PAP)/criterion-reference dengan nilai patokan
berdasarkan aturan institusi.
Skor Nilai Huruf Bobot Nilai Huruf
≥ 80 A 4
77 – < 80 A- 3,75
75 – < 77 B+ 3,5
70 – < 75 B 3
67 – < 70 B- 2,75
64 – < 67 C+ 2,5
60 – < 64 C 2
50 – < 60 D+ 1,5
40 – < 50 D 1
00 – < 40 E 0
5. TATA TERTIB
a. Mahasiwa wajib mengikuti seluruh proses kegiatan skills lab dan OSCE
Komprehensif (100%).
b. Ketidakhadiran harian skills lab dan OSCE Komprehensif hanya diperkenankan
apabila:
1. Sakit, yang dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter (surat sakit
maksimal 3 hari terhitung sejak hari pertama sakit).
2. Mendapat musibah kematian keluarga inti, dengan surat keterangan dari
orangtua/wali
3. Mendapat tugas dari fakultas/universitas, dengan surat keterangan dari
Koordinator Program Studi/Wakil Dekan/Dekan/Rektor
c. Apabila tidak hadir pada kegiatan skills lab/OSCE Komprehensif dengan alasan
selain yang tercantum pada poin (b) di atas, maka mahasiswa tidak berhak
mendapatkan penggantian waktu, dan akan mendapat nilai nol (0).
d. Apabila tidak hadir pada kegiatan skills lab/OSCE Komprehensif dengan alasan
seperti yang tercantum pada poin (b), mahasiswa dapat mengganti waktu skills
lab/OSCE Komprehensif sesuai dengan ketentuan administratif yang telah
ditetapkan oleh MEU dan diwajibkan mengerjakan tugas tambahan.
e. Bagi mahasiswa yang melanggar ketentuan administratif dan etika, maka
dinyatakan tidak lulus blok dan wajib mengulang pada tahun-tahun berikutnya
6. TIM BLOK
dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D
Dr. dr. Eka Yudha Rahman, M.Kes, Sp.U(K)
dr. Edyson, M.Kes
Dr. dr. Hj. Ika Kustiyah Oktaviyanti, M.Kes, Sp.PA
dr. Rahmiati, M.Kes, Sp.MK
7. REFERENSI
1. Bremnor JD, Sadovsky R. Evaluation of dysuria in adults. Am Fam Physician
2002;65:1589-96.
2. Dacre J, Kopelman P. Handbook of clinical skills. London: Hanson, 2004.
Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah
panduan anamnesis untuk gangguan sistem urogenital:
1. Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2. Menanyakan keluhan utama.
Beberapa keluhan utama yang akan dibahas dalam modul ini adalah:
• Nyeri kencing/disuria
• Kencing berdarah/hematuria
• Nyeri pinggang
• Tidak bisa menahan kencing (inkontinensia urin)
• Keluar cairan/discharge dari penis (laki-laki) atau vagina (perempuan)
• Nyeri dan/atau pembengkakan pada skrotum
3. Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan
penggalian lebih mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti
pada waktu anamnesis umum, hal-hal yang harus ditanyakan adalah:
• Onset: kapan pertama kali muncul keluhan.
• Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
• Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak),
kronis (sudah lama), atau intermitten (hilang timbul).
• Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan.
• Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari
keluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas.
Selain itu, perlu ditanyakan juga, apa hal yang memperberat keluhan.
• Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-
pindah/menjalar.
• Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis
yang diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, gangguan
berjalan, dan sebagainya.
• Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja,
hanya bisa tiduran, dan sebagainya.
• Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan
tertentu, pengambilan posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat,
ditanyakan pula berapa dosis yang diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat
membicarakan obat, yang digali tidak hanya obat yang diberikan dokter, tetapi
juga obat bebas yang dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal. Digali
pula bagaimana efek dari upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil
tapi tidak maksimal, atau tidak berhasil sama sekali.
4. Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan
urogenital. Penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan keluhan utama
pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan, termasuk diagnosis
bandingnya.
5. Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain.
Selain itu, ditanyakan juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa,
Disuria
Disuria didefinisikan sebagai rasa nyeri, terbakar, atau tidak nyaman pada saat
atau segera setelah kencing. Perempuan lebih sering mengalami disuria dibandingkan
dengan laki-laki; hampir 25% perempuan dewasa mengalami episode akut disuria tiap
tahun. Keluhan lebih sering pada perempuan muda yang aktif secara seksual. Pada laki-
laki, insidensi ISK meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Meski memiliki banyak diagnosis banding, disuria paling sering terjadi karena
inflamasi atau infeksi kandung kemih dan/atau uretra. Dengan beberapa perkecualian,
diagnosis banding disuria untuk laki-laki dan perempuan biasanya sama, walaupun
insidensinya berbeda dan berubah dengan pertambahan umur.
Disuria bisa disebabkan oleh:
• Infeksi, misalnya pielonefritis, sistitis, prostatitis, uretritis, servisitis, epididimo-
orkitis, vulvovaginitis
• Trauma, misalnya karena kateterisasi, “honeymoon” cystitis
• Kondisi hormonal, seperti hipoestrogenism, endometriosis
• Keganasan, seperti tumor sel ginjal, keganasan pada vesica urinaria, prostat,
vagina/vulva, dan penis.
• Kondisi inflamasi, seperti spondiloartropati, gangguan autoimun, efek samping
obat
• Psikogenik, misalnya gangguan somatisasi, depresi mayor, stress atau ansietas, dan
histeria.
Infeksi adalah penyebab tersering disuria, yang bisa ditampilkan dalam bentuk
sistitis, prostatitis, pielonefritis, atau uretritis. Struktur sistem urinaria yang berupa
tabung sangat rentan infeksi oleh bakteri coliform. Bakteri ini bisa masuk ke meatus
uretra saat hubungan seksual atau akibat kontaminasi lokal, kemudian berjalan menaiki
saluran kencing. Berdasarkan kultur, penyebab tersering adalah E. coli. Patogen lain
yang lebih jarang adalah S. epidermidis, P. mirabilis, S. aureus, Enterococcus, dan
Klebsiella. Kelainan pada anatomi dan fungsi saluran kencing memungkinkan adanya
infeksi yang rekuren dan persisten oleh organisme seperti Proteus, Klebsiella, atau
Enterobacter. Contoh kelainan ini misalnya divertikulum vesica urinaria, kista ginjal,
striktur uretra, benign prostatic hyperplasia (BPH), dan neurogenic bladder. Uretra
sering juga diinfeksi oleh N. gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis.
Pada perempuan postmenopause, penurunan estrogen endogen dapat
menyebabkan gangguan fungsi saluran kencing bagian bawah. Atrofi, pengeringan, dan
kadang inflamasi epitel vagina bisa berkontribusi pada gejala saluran kencing seperti
disuria, sering kencing, dan tidak bisa menahan kencing. Penyebab disuria noninfeksi
lain pada perempuan antara lain trauma uretra selama hubungan seksual, dan
sensitivitas terhadap krim, spray, sabun, atau kertas toilet yang diberi pengharum.
Pada laki-laki berusia lebih tua, infeksi saluran kemih bisa diakibatkan oleh
obstruksi dan peningkatan volume post-residual. Namun, disuria bisa disebabkan oleh
inflamasi akibat distensi mukosa uretra tanpa adanya infeksi. Obstruksi dan disuria juga
bisa terjadi karena striktur akibat uretritis gonokokkal atau karena instrumentasi atau
pembedahan pada uretra.
Pada kedua jenis kelamin, disuria juga bisa merupakan bagian dari gejala klinis
batu saluran kemih dan keganasan pada saluran kencing. Spondiloartropati juga bisa
menyebabkan kondisi inflamasi secara umum, termasuk inflamasi urotelium, yang
mengakibatkan disuria.
Aktivitas fisik seperti berkuda atau bersepeda juga dapat mengakibatkan disuria
dengan discharge uretra yang minimal. Disuria juga bisa merupakan bagian dari kondisi
psikogenik. Pasien yang mengalami pelecehan seksual atau gangguan emosional berat
juga bisa mengalami retensi urine dan disuria psikogenik.
Gambar 1a. Algoritme disuria pada laki-laki dan perempuan berdasarkan anamnesis
Gambar 1b. Algoritme disuria pada laki-laki dan perempuan berdasarkan anamnesis
sistitis, iritasi trigonum atau uretra posterior, batu, atau tumor. Bila ada discharge
uretra, biasanya disebabkan uretritis. Pada laki-laki, adanya gejala disuria dan discharge
uretra adalah gejala tersering penyakit menular seksual.
Informasi tentang riwayat medis dan seksual pasien harus digali di riwayat
penyakit sekarang maupun riwayat penyakit masa lalu/kebiasaan. Pada pasien yang
aktif secara seksual (terutama yang melakukan hubungan seksual berisiko), uretritis
atau vulvovaginitis karena penyakit menular seksual adalah penyebab yang cukup
sering untuk disuria. Pada pasien diabetes, disuria karena vulvovaginitis akibat
kandidiasis bisa terjadi.
Riwayat penggunaan obat perlu ditanyakan, termasuk obat dari dokter, obat bebas,
obat herbal, dan produk higiene topikal. Disuria bisa disebabkan oleh obat seperti
tikarsilin, penisilin G, dan siklofosfamid. Disuria juga bisa terjadi pada penggunaan
produk higiene topikal seperti spray atau douche vagina, dan produk bubble bath.
Hematuria
Hematuria adalah adanya darah dalam urin. Hematuria bisa gross atau
makroskopik, bila ada cukup banyak darah dalam urin untuk memberikan warna merah
atau coklat pada urin. Hematuria disebut mikroskopik bila urin secara visual nampak
normal, tetapi ditemukan mengandung darah pada pemeriksaan analisis kimiawi atau
evaluasi dengan mikroskop.
Banyak kondisi yang bisa menyebabkan hematuria, baik dari sistem urogenital
maupun di luar sistem urogenital. Hematuria bisa akibat gangguan anatomis lokal di
saluran urogenital, atau bisa juga merupakan penanda dari gangguan yang lebih
sistemik, misalnya kanker. Pada pasien yang datang dengan hematuria, diagnosis yang
paling sering adalah keganasan (vesica urinaria, ginjal, prostat), BPH, infeksi, dan batu
saluran kemih. Penyebab yang lebih jarang adalah gangguan kongenital dan trauma.
Hematuria yang terjadi pada awal kencing menunjukkan adanya masalah di uretra
di distal diafragma urogenital, sedangkan hematuria yang terjadi sepanjang kencing
menunjukkan adanya penyakit pada saluran kencing bagian atas atau bagian atas vesica,
sedangkan hematuria pada akhir kencing menunjukkan adanya masalah pada leher
vesica urinaria atau uretra pars prostatika.
Pada pasien perempuan dengan hematuria, penting untuk menentukan apakah
pasien tersebut sedang menstruasi saat evaluasi, karena perlu tindakan ekstra untuk
mendapatkan spesimen urin yang tidak terkontaminasi.
Adanya gejala disuria dan sering kencing bersamaan dengan hematuria
mengarahkan pada diagnosis infeksi saluran kencing atau keganasan uroepitel. Apabila
hematuria disertai dengan nyeri kolik, ini mengarahkan pada diagnosis batu saluran
kemih.
Gejala penurunan berat badan, manifestasi ekstrarenal (misalnya rash), artritis,
artralgia, atau gejala paru menunjukkan adanya gangguan sistemik, termasuk sindrom
vaskulitis, keganasan, dan tuberkulosis. Riwayat nyeri tenggorokan atau infeksi kulit
yang baru terjadi mengarahkan pada glomerulonefritis karena Streptococcus.
Riwayat penggunaan obat perlu digali, karena banyak obat yang menyebabkan
hematuria atau perubahan warna urin (pigmenturia) (lihat Tabel 2). Penggunaan
analgetik berlebihan bisa mengakibatkan nefropati. Perokok mempunyai risiko tinggi
kanker vesica, juga pasien yang mendapatkan terapi siklofosfamid.
Riwayat keluarga dan riwayat perjalanan bisa juga mengarahkan pada penyebab
hematuria. Bisa ditanyakan riwayat keluarga mengalami hematuria, sickle cell disease,
penyakit ginjal polikistik, atau penyakit ginjal lainnya. Riwayat perjalanan ke daerah
yang endemis skistosomiasis atau malaria juga bisa mengarahkan pada diagnosis.
Tabel 2 menunjukkan berbagai kemungkinan penyebab hematuria dan
pigmenturia. Selain penyebab tersebut, karena hematuria juga bisa disebabkan oleh
exercise dan trauma, maka perlu ditanyakan juga riwayat aktivitas dan trauma lokal
pada saluran kencing, atau pada punggung atau abdomen.
Nyeri Pinggang
Nyeri pinggang adalah rasa tidak nyaman di bagian badan di bawah iga dan di
atas ilium, umumnya dimulai di posterior atau di linea midaksillaris, dan diakibatkan
oleh stimulasi ujung syaraf akibat distensi ureter atau kapsula renalis.
Berdasarkan hubungannya dengan ginjal, penyebab nyeri pinggang dibagi
menjadi:
• Penyebab non-renal, biasanya merupakan proses lokal yang menyebabkan
inflamasi atau iritasi syaraf: Keadaan yang termasuk dalam penyebab jenis ini
antara lain: strain atau kontusio muskuloskeletal, gangguan kulit, gangguan syaraf,
kompresi massa, nyeri alih dari kondisi di thorax.
• Gangguan parenkim, yang melibatkan jaringan ginjal, misalnya karena infeksi dan
inflamasi. Namun nyeri juga bisa karena peregangan kapsula renalis akibat edema
atau hematom. Gangguan parenkim yang mungkin jadi penyebab antara lain
pyelonefritis, abses ginjal, obstruksi vena renalis, dan tumor ginjal.
• Gangguan non-parenkim, sering berkaitan dengan gangguan drainase ginjal atau
obstruksi saluran kencing. Kondisi yang bisa menyebabkan keadaan ini antara lain:
nefrolitiasis, striktur, kompresi dari luar (misalnya massa di pelvis atau
retroperitoneal, endometriosis, kompresi iatrogenik), obstruksi pintu keluar vesica
urinaria, dan nekrosis papillaris.
Strain, kontusio, atau trauma lain pada otot bagian punggung atau pinggang dapat
mengakibatkan rasa tidak nyaman yang tumpul di daerah torakolumbal. Rasa tidak
nyaman ini sering bertambah dengan adanya aktivitas atau bila dipalpasi. Pasien
mungkin memiliki riwayat mengangkat benda berat atau membungkuk secara berulang-
ulang di tempat kerja atau selama aktivitas fisik. Nyeri berkurang dengan pemberian
analgetik/antiinflamasi, disertai pemberian rasa hangat di daerah nyeri.
Fraktur atau trauma pada iga ke-11 dan 12 bisa menyebabkan nyeri pinggang
yang tajam dengan penyebaran ke anterior dan inferior seperti distribusi nyeri untuk
kolik ginjal. Selain trauma, batuk yang hebat dan lama juga bisa menyebabkan trauma
pada iga ini. Palpasi langsung pada iga yang terkena biasanya menyebabkan nyeri
hebat. Menarik nafas dalam juga terasa nyeri. Selain fraktur, kostokondritis atau
inflamasi iga tanpa fraktur juga bisa menyebabkan nyeri serupa dengan distribusi nyeri
kolik ginjal.
Nyeri pinggang neuropatik karena radikulitis bisa terjadi pada trauma radix syaraf
thorakal bawah atau lumbalis atas. Trauma pada costovertebral junction atau processus
transversus vertebra juga bisa menyebabkan nyeri serupa. Nyeri diakibatkan oleh
adanya inflamasi, kompresi, atau penjepitan syaraf yang terkena. Batuk dan bersin bisa
memperberat nyeri, yang biasanya menjalar ke bawah sampai tungkai.
Penyebab lain nyeri pinggang neuropatik adalah herpes zoster. Nyeri ini biasanya
diikuti dengan adanya erupsi kulit dermatomal. Infeksi badan sel syaraf mengakibatkan
rasa nyeri seperti terbakar yang biasanya terbatas pada area dermatom yang terkena.
Nyeri biasanya muncul sebelum munculnya erupsi kulit dan bisa terus menetap selama
periode yang lama sesudah penyembuhan lesi kulit. Sementara itu, nyeri alih dari
rongga torax, misalnya pleuritis dapat menyebabkan nyeri tajam seperti ditusuk di area
torakolumbal, yang bisa menyerupai kolik renal. Pleuritis bisa terjadi pada infeksi
seperti tuberkulosis atau penumonia, ataupun penyakit non-infeksi seperti lupus
eritematosus atau emboli paru.
Nyeri karena pyelonefritis biasanya berupa nyeri tumpul yang relatif ringan.
Pasien dengan nyeri karena pyelonefritis biasanya berusaha menghindari untuk
bergerak, sedangkan pasien dengan kolik renal biasanya selalu mencoba mencari posisi
yang nyaman. Gejala yang umumnya menyertai nyeri akibat pyelonefritis adalah
demam, menggigil, mual, dan muntah. Sering ditemukan nyeri dan nyeri tekan pada
area sudut kostovertebral. Gejala lain infeksi saluran kencing juga bisa ditemukan,
seperti disuria, sering kencing, dan tidak bisa menahan kencing.
Nyeri karena abses ginjal menunjukkan gambaran mirip seperti pyelonefritis,
tetapi lebih berat. Abses ginjal mungkin terjadi karena pyelonefritis yang tidak diterapi
adekuat atau karena penyebaran hematogen. Pasien diabetes mempunyai risiko lebih
tinggi untuk mengalami abses ini.
Obstruksi berupa trombosis vena renalis relatif lebih jarang dijumpai. Gangguan
aliran keluar darah dari ginjal menyebabkan pengumpulan darah dalam parenkim ginjal,
yang bisa menyebabkan peregangan kapsula ginjal dan menyebabkan nyeri. Selain itu
obstruksi bisa menyebabkan iskemi ginjal, yang juga menimbulkan nyeri. Penyebab
tersering trombosis vena renalis adalah sindrom nefrotik, gangguan hiperkoagulabilitas
primer, keganasan ginjal, kompresi ekstrinsik, dan trauma. Gejala lain selain nyeri
sangat bervariasi antar pasien tergantung pada komplikasi yang terjadi (gagal ginjal),
misalnya hematuria, mual, muntah, penurunan jumlah urin, edema, dan lain-lain.
Nyeri pada tumor ginjal diakibatkan oleh ekspansi cepat dan peregangan kapsula
renalis. Selain itu, aliran darah juga bisa terganggu akibat trombus tumor dalam vena
renalis. Adanya tumor ginjal biasanya diikuti dengan gejala penurunan berat badan,
malaise, dan fatigue. Pada kondisi yang lanjut, terdapat hematuria.
Gangguan non-parenkim biasanya berupa obstruksi saluran kencing. Obstruksi
ini, baik yang intrarenal, di ureter, sampai vesica urinaria dan uretra, dapat
mengakibatkan nyeri khas berupa kolik. Selain itu, saluran kencing bagian atas
mempunyai inervasi yang baik, sehingga iritasi oleh benda asing (misalnya batu) bisa
mengakibatkan nyeri pinggang. Nyeri pada nefrolitiasis diakibatkan oleh dilatasi
saluran kencing proksimal disertai inflamasi lokal, dan mungkin juga iskemia. Nyeri
kolik renal yang khas pada nefrolitiasis ini berupa nyeri pinggang yang bersifat seperti
kram yang menjalar ke arah bawah ke arah area genital, basanya disertai dengan rasa
mual dan muntah. Semakin ke distal lokasi obstruksi akibat batu saluran kencing, makin
rendah mulainya lokasi nyeri pinggang, tetapi nyerinya tetap menjalar ke bawah.
Tingkat keparahan nyeri berkaitan langsung dengan akut-tidaknya obstruksi. Batu yang
berjalan masuk ke ureter dan mendadak tersumbat pada satu lokasi di ureter biasanya
menyebabkan nyeri yang sangat hebat. Tapi nyeri bisa lebih ringan atau bahkan tidak
ada pada obstruksi yang berat tetapi kronis. Nyeri obstruktif yang ringan tetapi kronis
ini bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel. Nyeri akibat obstruksi batu ini
bisa sangat hebat tetapi intermitten, menunjukkan bahwa nyeri obstruktif terjadi mula-
mula karena batu tersumbat di satu bagian ureter, kemudian batunya berjalan turun
(nyerinya berkurang atau hilang) dan tersumbat di posisi baru yang lebih distal (nyeri
berat). Keluhan nyeri juga sering diikuti dengan kencing berdarah atau nampak keruh
akibat iritasi dan gesekan saluran kencing oleh batu. Obstruksi batu yang kronis lebih
jarang mengakibatkan hematuria.
Striktur merupakan penyempitan konsentris dalam struktur yang berbentuk
tabung. Di saluran kencing, ini bisa terjadi mulai di dalam ginjal sampai uretra. Bila
striktur sangat berat, drainase urin akan terganggu dan dilatasi sistem saluran kemih di
proksimal area striktur akan terjadi. Striktur bisa terjadi secara kongenital, bisa juga
akibat iatrogenik (misalnya instrumentasi). Nyeri yang nampak pada striktur juga
berupa nyeri kolik yang semakin bertambah dengan asupan cairan.
Hampir semua bagian saluran kencing bisa mengalami obstruksi karena kompresi
dari luar. Massa dari pelvis atau retroperitoneal bisa menekan ureter, mengganggu
drainase dari ginjal, dan menyebabkan dilatasi di saluran kencing proksimal, dan
mengakibatkan nyeri. Fibrosis retroperitoneal dan endometriosis juga bisa
menyebabkan obstruksi ureter. Kompresi iatrogenik seperti peletakan jahitan atau cara
menutup luka yang lain (staple, clip) di sepanjang jalur ureter juga bisa menyebabkan
kompresi pada ureter. Gejala nyerinya akan mirip dengan nyeri obstruktif lainnya pada
saluran kencing.
Pasien dengan obstruksi pintu keluar vesica urinaria umumnya datang dengan rasa
penuh di suprapubik dan rasa tidak bisa menahan kencing, namun urin tidak keluar.
Nyeri diakibatkan distensi vesica urinaria, terutama bila akut. Bila kejadiannya kronis
dan terjadi perlahan bersama waktu, mungkin nyerinya tidak begitu jelas.
Nekrosis papillaris bisa menyebabkan obstruksi ureter ketika papilla yang lepas
melewati ureter. Faktor yang bisa mengarah pada kondisi ini antara lain
penyalahgunaan analgetik, sirosis hati, diabetes, sickle cell disease, tuberkulosis, dan
vaskulitis. Nyerinya juga berupa nyeri kolik akibat hidronefrosis atau pyonefrosis.
Selain nyeri pinggang, gejala yang sering terjadi pada keadaan ini adalah demam,
menggigil, nyeri abdomen, dan hematuria.
Gambar 2 menunjukkan beberapa diagnosis banding untuk nyeri pinggang.
Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin atau keluarnya urin dengan tidak sengaja merupakan hal yang
sering ditemukan pada perempuan dan laki-laki, namun perempuan dilaporkan
mengalami keluhan ini lebih sering daripada laki-laki. Sesudah usia 80 tahun, kedua
jenis kelamin mengalami keluhan ini dengan rasio yang sama. Perempuan biasanya
mengalami stress incontinence atau urge incontinence, atau kombinasi keduanya;
sednagkan laki-laki lebih sering mengalami overflow incontinence (akibat masalah
prostat) dan stress incontinence (akibat terapi masalah prostat).
Inkontinensia urin bisa diklasifikasikan menjadi inkontinensia yang sementara
(transien) dan yang kronik. Inkontinensia yang transien adalah kebocoran urin yang
secara spontan sembuh sesudah penyebabnya diatasi. Inkontinensia transien atau
reversibel biasanya onsetnya mendadak dan durasinya relatif pendek. Penyebab
inkontinensia transien yang sering ditemui adalah delirium (D), infeksi (I), atrophic
vaginitis (A), pharmaceuticals (P), psychological disorder (P), excessive urine output
seperti pada hiperglikemia (E), reduced mobility or reversible urinary retention (R),
dan stool impaction (S). Obat yang bisa menyebabkan inkontinensia antara lain
antihipertensi (anti-adrenergik alfa, ACEI, CCB, diuretik), analgetik (COX-2 inhibitor,
opioid), relaksan otot skelet, psikoterapeutik (antidepresi, antipsikotik, antiparkinson,
sedatif-hipnotik), antihistamin, antikolinergik, tiazolidindion, dan alkohol.
Inkontinensia kronik tidak sembuh spontan, dan diklasifikasikan menjadi 5, yaitu
stress, urge, mixed, overflow, dan functional incontinence.
Stress incontinence disebabkan oleh kelemahan sfingter (sfingter uretra dan/atau
kelemahan dasar pelvis). Tipe ini adalah penyebab tersering pada inkotinensia yang
dialami perempuan berusia muda dan penyebab kedua tersering pada perempuan
berusia lebih tua. Obesitas dan paska melahirkan meningkatkan risiko tipe
inkontinensia ini. Tipe ini juga terjadi pada laki-laki sesudah pembedahan prostat.
Gejalanya berupa keluarnya sejumlah kecil urin selama aktivitas fisik atau tekanan
intra-abdomen (batuk, bersin, meloncat, mengangkat berat). Inkontinensia ini kadang
juga bisa terjadi dengan aktivitas minimal seperti berjalan atau berdiri dari kursi. Pasien
biasanya mampu mengingat aktivitas mana yang menyebabkan keluarnya urin secara
tidak sengaja.
Urge incontinence diakibatkan overaktivitas otot detrusor atau tidak adanya
inhibisi kontraksi vesica urinaria, dan bisa dibagi lagi menjadi 2 subtipe, yaitu sensorik
(akibat iritasi lokal, inflamasi, atau infeksi dalam vesica urinaria) dan neurologik
(sering diakibatkan oleh hilangnya kontrol inhibisi otak terhadap kontraksi detrusor).
Iritasi vesica bisa diakibatkan oleh sistitis, prostatitis, vaginitis atrofikans, divertikulum
vesika, atau riwayat terapi radiasi pelvis. Sementara itu, hilangnya kendali neurologis
bisa disebabkan oleh stroke, demensia, trauma korda spinalis, dan penyakit Parkinson.
Gejalanya berupa keluarnya urin didahului oleh keinginan yang kuat dan mendadak
untuk mengeluarkan urin, dan pasien biasanya mengalami pengeluaran urin sebelum
mencapai toilet. Kontraksi vesica urinaria bisa distimulasi oleh perubahan posisi
(misalnya dari berbaring ke berdiri) atau dengan stimulasi sensorik (misalnya mencuci
tangan, cuaca dingin, tiba di rumah). Volume urin yang keluar pada inkontinensia
biasanya berkisar mulai sangat sedikit sampai sangat banyak (sampai isi vesica urinaria
habis). Nokturia dan sering kencing adalah gejala lain yang sering ditemui pada tipe ini.
Bila gejala rasa ingin kencing yang hebat tidak diikuti keluarnya urin secara tidak
sengaja, disebut dengan overactive bladder.
Sementara itu, mixed incontinence adalah kombinasi stress dan urge incontinence,
yang sering terjadi pada usia tua. Inkontinensia biasanya ditandai juga dengan adanya
keinginan ingin kencing yang hebat. Inkontinensia terjadi bila melakukan aktivitas fisik,
batuk, atau bersin. Penyebab inkontinensia ini adalah gabungan dari penyebab stress
dan urge incontinence.
Overflow incontinence diakibatkan oleh gangguan kontraktilitas otot detrusor,
obstruksi pintu keluar vesica urinaria, atau keduanya, sehingga terjadi distensi vesica
yang berlebihan, dan mengakibatkan kebocoran urin akibat overflow. Overflow
incontinence yang kronis sering terjadi pada laki-laki dengan BPH, dan jarang terjadi
pada perempuan. Gejalanya berupa urin yang menetes-netes, kencing tidak lampias,
keluarnya urin tanpa adanya keinginan kencing atau sensasi penuh di vesica urinaria.
Penyebab inkontinensia ini bisa karena obat antikolinergik, BPH, prolaps organ pelvis,
diabetes, sklerosis multipel, dan trauma korda spinalis.
Functional incontinence diakibatkan oleh gangguan non-urogenital, melainkan
akibat gangguan kognitif, fungsional, atau mobilitas yang mengganggu kemampuan
pasien untuk ke toilet, tanpa disertai kegagalan fungsi versica urinaria atau masalah
pengendalian kencing secara neurologis. Penyebab tipe inkontinensia ini antara lain
demensia berat, kelemahan fisik, dan gangguan jiwa (misalnya depresi).
Gambar 3 menunjukkan algoritme diagnosis untuk inkontinensia urine.
seksual dalam seminggu terakhir perlu ditanyakan. Meatus uretra pada penis bisa
nampak meradang dengan tanda kemerahan dan pembengkakan.
Dibanding gonore, infeksi karena Chlamydia biasanya asimtomatik, dan kalau
menunjukkan gejala, biasanya muncul beberapa minggu (1-3 minggu) sesudah paparan.
Gejalanya mirip dengan gonore, dan pasien bisa terinfeksi kedua bakteri ini pada saat
bersamaan. Discharge uretra biasanya mukopurulen, disertai dengan disuria atau rasa
terbakar selama kencing. Bisa nampak gejala peradangan pada meatus uretra berupa
kemerahan, pembengkakan, dan gatal. Testis bisa membengkak dan terasa nyeri.
Gambar 4 menunjukkan manajemen disuria pada laki-laki.
mempunyai masalah anatomis, penyebab tersering adalah akibat infeksi saluran kencing
dan organisme penyebab tersering adalah E. coli dan Pseudomonas. Bila terjadi pada
anak laki-laki pra-pubertas, epididimitis sering berkaitan dengan anomali saluran
kencing.
dari epididimitis bakterial, tuberkulosis pada epididimis, ruptur abses testis, atau
drainase apendisitis ke skrotum akibat processus vaginalis yang tetap ada/paten. Abses
skrotum juga bisa terjadi karena ekstravasasi urin yang terinfeksi dari uretra pada pasien
dengan striktur uretra dan neurogenic bladder yang menggunakan alat pengumpul
eksternal. Gejala abses biasanya berkaitan dengan gejala dari penyebabnya. Selain itu,
skrotum nampak bengkak dan kemerahan, disertai rasa nyeri.
Trauma tumpul pada testis menyebabkan pembengkakan, ekimosa dengan
hematom, kontusio testis, ruptur testis, atau hematokel. Trauma testis yang berat jarang
terjadi, dan biasanya diakibatkan trauma langsung pada skrotum ataupun straddle
injury. Nyeri akibat trauma skrotum biasanya diawali oleh adanya riwayat trauma,
adanya pembengkakan, dan tanda memar pada skrotum. Nyerinya tergantung pada
keparahan trauma.
Gangren Fournier (fasciitis nekrotikans) adalah proses gangren yang mengenai
genitalia eksterna. Gangren sering berasal dari infeksi saluran kencing atau langsung
dari perirektal. Kondisi in progresif cepat dan berpotensi fatal. Gangren ini sering
ditemui pada pasien diabetes, kondisi infeksi seperti hepatitis C kronis atau HIV,
kanker, atau kondisi gangguan imun. Pasien datang dengan nyeri berat, bengkak dan
kemerahan pada skrotum. Peradangannya bisa menyebar ke inguinal dan perineum.
Sebelum datang dengan nyeri, terdapat riwayat pasien menderita gejala prodromal
seperti demam dan letargi selama 2-7 hari, yang kemudian diikuti dengan nyeri hebat..
Purpura Henoch-Schonlein adalah sindrom vaskulitis sistemik yang tidak
diketahui penyebabnya. Kondisi ini ditandai oleh purpura nontrombositopenik,
artralgia, penyakit ginjal, nyeri perut, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan kadang
juga nyeri skrotum. Onsetnya bisa akut, bisa juga tidak jelas. Kondisi ini biasanya
menyerang pasien berusia 20 tahun ke bawah.
Hidrokel adalah pengumpulan cairan dalam tunika vaginalis skrotum atau
sepanjang korda spermatika, bisa akibat processus vaginalis yang menetap/paten atau
akibat ketidakseimbangan produksi versus absorpsi cairan. Kondisi ini ditandai oleh
pembengkakan skrotum yang teraba lunak, tanpa disertai nyeri.
Spermatokel adalah akumulasi kistik dari sperma yang muncul dari caput
epididimis. Sebenarnya spermatokel bisa terjadi pada berbagai lokasi, mulai dari testis
sampai sepanjang vas deferens, tetapi umumnya spermatokel terjadi di intraskrotal.
Spermatokel nampak sebagai massa yang licin dan berbatas jelas di skrotum, di bagian
superior testis. Biasanya spermatokel ini asimtomatik. .
Varikokel adalah dilatasi abnormal pada vena spermatika akibat gangguan
anatomis, diduga akibat tidak adanya atau gangguan fungsi katup vena sehingga
mengakibatkan aliran retrograd ke plexus pampiniformis di korda spermatika dan
skrotum dari vena spermatika interna dan vena kremasterika. Nyeri varikokel biasanya
tumpul dan berdenyut di skrotum, nyerinya ringan sampai moderat, dan tidak menjalar.
Nyerinya bertambah bila berdiri lama akibat peningkatan tekanan hidrostatik di vena
plexus pampiniformis yang tidak berkatup. Kondisi ini lebih sering ditemui pada peri-
pubertas dan remaja.
Pada pasien dengan tumor testis yang masih bersifat lokal, gejalanya berupa
adanya pembengkakan atau nodul unilateral yang teraba padat pada testis tanpa disertai
nyeri. Nyeri bisa dirasakan bila tumornya tumbuh dengan cepat, atau bila ada
perdarahan di dalamnya ataupun terjadi infark. Mungkin bisa terasa nyeri tumpul atau
rasa berat di abdomen bagian bawah. Kondisi metastasis tumor bisa mengakibatkan
anoreksia, mual, dan gejala saluran cerna lainnya. Selain itu, terdapat gejala tambahan
sesuai lokasi metastasis tumor.
Nyeri skrotum yang kronik biasanya bersifat idiopatik, sering disebut orkialgia
kronis. Gejalanya berupa nyeri testis yang intermitten atau konstan selama 3 bulan atau
lebih yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Nyerinya tidak hanya melibatkan testis,
tapi juga bisa pada epididimis, struktur paratestikular, dan korda spermatika. Sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui, sedang sisanya mungkin akibat kerusakan syaraf ke
korda spermatika sesudah vasektomi, trauma, herniorafi inguinal, dan epididimitis.
Kondisi ini adalah kondisi yang didiagnosis secara eksklusi, sehingga anamnesis perlu
difokuskan pada penyebab nyeri lain terlebih dahulu.
DAFTAR TILIK
ANAMNESIS KELUHAN UROGENITAL
Keterangan:
1 = tidak dilakukan
2 = dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
3 = dilakukan dengan benar
PENDAHULUAN
Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum, dan testis.
Penis terdiri dari:
• Akar (menempel pada dinding perut)
• Batang (bagian tengah penis)
• Glans (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)
Lubang uretra berada di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona.
Pada pria yang tidak disunat, kulit depan (preputium) membentang dari korona
menutupi glans penis (Gambar 1).
1. Genitalia Eksterna
Pada pria yang sudah mengalami pubertas, distribusi rambut pubis harus
diperhatikan. Jika masih ada preputium, maka harus ditarik dan dilakukan pemeriksaan
pada orifisium uretra eksterna. Glans penis diinspeksi untuk mengetahui adanya
jaringan parut atau perlukaan, chancres, dan cairan uretra; dan dilakukan pula perabaan
kelenjar limfa inguinal. Anomali tersering dari genitalia eksterna adalah hipospadia
dimana terjadi malposisi dari orifisium uretra. Hal ini bisa terjadi pada 1 di antara 300
anak laki-laki. Fimosis adalah suatu kondisi dimana terjadi kontraktur dari preputium
sehingga tidak bisa ditarik melebihi glans penis. Hal ini merupakan predisposisi terjadi
balanitis dan dapat cukup parah untuk menyebabkan obstruksi pada aliran urin.
Pemeriksaan genitalia eksterna pria meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi
penis, orifisium uretra eksterna, skrotum, dan testis. Inspeksi dan palpasi genitalia
eksterna pria dilakukan dengan posisi pasien berdiri di depan tempat duduk pemeriksa.
Pemeriksaan dapat diulang dalam posisi pasien berbaring.
Setelah inspeksi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi
dengan menggunakan jari pertama dan kedua dan/atau jari ketiga. Lakukan palpasi di
sepanjang batang penis, skrotum dan perineum untuk menemukan kelainan yang
mungkin ada. Jika terdapat kelainan, identifikasi kelainan yang ada. Jika berupa
benjolan/massa, identifikasi ukuran, bentuk, lokasi, permukaan, dan konsistensi.
2. Testis
Testis harus diperiksa baik pada posisi berbaring maupun pada posisi berdiri.
Pasien lebih merasa nyaman jika berbaring dan lebih mudah untuk melakukan palpasi
testis, tetapi pasien juga harus diperiksa saat berdiri untuk mengetahui adanya varicocel.
Varicocel adalah pelebaran vena dari pleksus pampiniformis. Pada pria normal, testis
sebelah kiri menggantung lebih rendah daripada sebelah kanan. Testis tidak boleh
diraba secara kasar untuk menentukan ukuran, permukaan, dan konsistensinya.
Perkiraan ukuran harus ditentukan, tetapi hanya setelah ratusan kali perabaan dapat
ditentukan rentang ukuran testis yang normal. Rata-rata ukuran panjang testis adalah
4,5 cm dengan lebar 2,5 cm, dan normalnya sensitif meskipun terhadap tekanan yang
ringan. Jika salah satu testis berukuran lebih kecil, hal ini mengindikasikan adanya
riwayat infeksi atau cedera. Gondongan (mumps) dan sifilis merupakan infeksi yang
sering memberikan pengaruh pada testis.
Epididimis dan spermatic cord juga harus diperiksa. Epididimis terletak
posterolateral dari testis, dimana dia melekat. Spermatic cord dapat diperiksa dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Normalnya teraba lunak dan lurus. Beberapa
infeksi yang dapat mempengaruhi epididimis, E. coli, Staphylococcus, Streptococcus,
dan tuberculosis, biasanya menyebabkan perubahan nodular spesifik pada epididimis
dengan terjadi penebalan dari cord. Adanya cairan di sekitar testis (hidrokel) harus
dicari dan jika dicurigai ada cairan, maka pemeriksaan konfirmasi harus dilakukan
dengan transluminasi pada daerah dengan senter yang ditekankan ke daerah tersebut.
Skrotum yang kosong pada salah satu atau kedua sisi mengarah pada testis ektopik atau
testis yang tidak turun (undescended testes). Umumnya, testis yang tidak turun dapat
teraba di saluran inguinal.
Jika testis berukuran lebih dari normal, harus dicurigai adanya tumor, terutama
jika permukaannya tidak rata. Tumor testis biasanya tidak nyeri dan tidak lunak.
Pembengkakan pada skrotum harus diperika dengan cara yang sama untuk
melakukan pemeriksaan pembengkakan lainnya. Skrotum biasanya terisi oleh cairan
dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan transluminasi. Hidrokel, spermatokel, dan
kista epididimis merupakan kemungkinan utama penyebab pembengkakan tersebut.
Kondisi ini dapat didiagnosis dari hubungan anatominya terhadap testes.
3. Cryptorchidisme
Pada testis yang tidak turun, testis bisa berada di kanal inguinal, bisa pula di
dalam abdomen. Testis tidak masuk ke kantung testis terjadi pada 10% kelahiran anak
laki-laki, pada 2% usia 1 tahun, tetapi sesudah itu cryptorchidisme unilateral atau
bilateral pada pubertas hanya ditemukan sebanyak 0,3%. Undescenden testes harus
dibedakan dengan testis ektopik dimana testis terletak di luar dari jalur normal turunnya
testis. Tempat yang sering dari testis ektopik adalah perineum, daerah femoral, dan
inguinal superficial. Penting untuk menegakkan diagnosis cryptorchidism pada usia dini
karena testis yang tidak turun menyebabkan infertilitas secara bermakna dan
meningkatkan risiko keganasan. Sampai usia 5 tahun, undescenden testes menunjukkan
maturasi tubulus seminalis yang normal, tetapi antara usia 6-10 tahun hanya 8% yang
normal, dan pada usia 11 tahun, seluruhnya adalah abnormal.
Jika kedua testis berukuran kecil akibat hipogonadisme, kemungkinan bisa
terjadi kegagalan gonadotropin-hipotalamus primer atau sekunder. Penyebab tersering
kegagalan testis primer adalah sindrom Klinefelter. Pada kondisi ini, ditemukan adanya
atrofi tubulus seminiferus dengan komplikasi azoosperma, sedangkan sel Leydig
biasanya terhindar, sehingga produksi androgen tidak terpengaruh. Sindrom ini sering
berhubungan dengan ginekomastia, sehingga payudara harus diperiksa dengan seksama.
Jika seseorang memiliki testes yang kecil, gambaran fisik eunuchoidisme harus dicari,
yaitu tinggi yang berlebihan, distribusi rambut seperti wanita, suara dengan nada tinggi,
genitalia infantil, dan perawakan seperti wanita.
4. Kantung Hernia
Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan dan menjadi bagian yang penting pada
pasien dengan obstruksi usus.
4.1 Hernia inguinal tidak langsung
Normalnya cincin abdomen internal terletak 1,25 cm di atas ligamentum
inguinale, dan di antara simfisis pubis dan SIAS. Cincin abdomen eksternal terletak
1,25 cm di atas dan 1,25 cm lateral spina pubika dan tidak dapat dimasuki oleh ujung
jari. Hernia inguinal tidak langsung oblik dapat dilihat atau dirasakan sebagai tonjolan
yang terletak oblik di atas kanal inguinal. Pada pria, cincin abdominal eksterna dapat
diraba dengan memasukkan jari kelingking ke skrotum, dan dengan adanya hernia
inguinal tidak langsung jari kelingking akan masuk ke cincin dan melewati inguinal ke
arah atas lateral. Pada wanita diagnosis lebih sulit dibuat, tetapi impuls batuk dan
pembengkakan dapat dideteksi pada labium mayus.
4.2 Hernia inguinal langsung
Hernia inguinal langsung meninggalkan abdomen melalui segitiga Hesselbach,
diikat di bagian medial oleh bagian luar otot rektus abdominis, di bagian lateral oleh
arteri epigastrium profunda dan di bagian bawah oleh setengah dari ligamentum
inguinalis. Hernia terletak di atas ligamentum inguinalis dan tidak turun ke dalam
skrotum.
Berbeda dengan hernia inguinal tidak langsung, hernia langsung terletak di
belakang spermatic cord dan jari yang dimasukkan ke cincin abdominal eksterna
langsung masuk ke abdomen. Tekanan pada cincin inguinal tidak langsung akan
menghilangkan impuls batuk dari hernia inguinal tidak langsung, tetapi tidak pada
hernia inguinal langsung. Pada pria, hernia inguinal harus dibedakan dari hidrokel,
hernia femoralis, undescenden testes, dan lipoma pada spermatic cord. Pada wanita
harus dibedakan dengan hernia femoralis dan hidrokel dari saluran Nuck.
4.3 Hernia femoralis
Hernia femoralis turun secara vertikal ke saluran femoralis sejauh bukaan
saphenous, di mana pada lokasi tertentu cenderung melengkung ke atas menuju
ligamentum inguinale. Pembengkakan ditemukan di bawah ligamentum inguinale dan
di lateral tuberkel pubis. Diagnosis bandingnya adalah hernia inguinal dan abses psoas.
skrotum karena adanya massa padat, maka tidak akan tembus sinar, tetapi jika
pembesaran skrotum karena cairan, maka akan tembus sinar.
Kateter uretra merupakan suatu alat kesehatan berbentuk pipa, terbuat dari
bahan lunak (lateks, silikon), maupun bahan keras (logam) yang digunakan untuk
mengeluarkan air kencing dari kandung kencing dengan bermacam-macam tujuan.
Dilihat dari segi ukurannya dikenal berbagai ukuran dari yang kecil (untuk
anak-anak) sampai yang besar (untuk dewasa). Kateter logam untuk laki-laki lebih
panjang dibanding untuk wanita, sedangkan kateter yang lunak tidak dibedakan atas
dasar jenis kelamin.
Menurut lama pemakaian, kateter dapat dipasang sementara, artinya setelah urin
dikeluarkan, kateter langsung dicabut (contoh kateter logam dan kateter jenis Nelaton
misalnya kateter Robinson). Namun dapat juga dipakai relatif menetap beberapa hari
(Dauer cateter) sehingga perlu alat untuk memfiksasi agar kateter tidak lepas, antara
lain dengan balon pada ujung kateter yang dapat diisi udara atau air seperti pada kateter
Foley. Pada kateter ini ada dua lubang/saluran, salkuran pertama yang lebih besar untuk
mengeluarkan urin, saluran kedua lebih kecil untuk memasukkan udara/air untuk
mengisi balon di ujung kateter tersebut.
Disamping itu dikenal pula kateter tiga jalur “three way catheter” yang
digunakan untuk irigasi kandung kencing. Saluran pertama untuk memasukkan cairan
irigasi, saluran kedua untuk mengeluarkan urin dan saluran ketiga untuk memasukkan
cairan/udara untuk mengembangkan balon.
Kateter uretra digunakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kencing dengan
tujuan baik terapeutik dan diagnostik. Beberapa contoh yang memerlukan pemasangan
kateter uretra menetap seperti adanya retensi urin akut atau kronis, urine output
monitoring yang dilakukan pada operasi-operasi besar dan pasien kritis, resusitasi
cairan pada syok hipovolemik dan dehidrasi. Sedangkan pemasangan kateter sesaat,
misalnya pada pengosongan kandung kencing pada wanita yang akan melahirkan,
tindakan diagnostik untuk mengetahui volume residu urin setelah kencing sepuas-
puasnya pada penderita yang dicurigai adanya retensi urin, dan untuk mengambil
contoh urin guna pemeriksaan laboratorium tertentu.
Kateter uretra tidak boleh dipasang pada penderita trauma yang dicurigai adanya
cedera uretra yang ditandai adanya keluar darah dari uretra, hematom yang luas di
daerah perineal, serta adanya perubahan letak prostat pada colok dubur. Pemasangan
kateter pada keadaan ini ditakutkan akan terjadi salah jalur melalui cedera maupun
menambah parahnya cedera.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sewaktu pemasangan kateter:
1. Asepsis
Pemasangan harus dengan teknik asepsis seperti halnya tindakan operasi, karena
kalau prinsip ini dilanggar, akan berakibat terjadinya infeksi yang menambah
penderitaan. Disamping saat pemasangan, juga perawatan selanjutnya pada kateter
menetap harus selalu dihindarkan adanya kemungkinan infeksi nosokomial seperti
drainase tertutup (kateter tidak boleh dibiarkan terbuka bebas, harus selalu dihubungkan
dengan botol penampung steril), perawatan kateter pada tempat masuknya pada uretra.
Posisi botol penampung harus selalu lebih rendah dari kandung kencing agar tidak
terjadi pembalikan aliran yang dapat membawa kuman dari botol penampung ke daam
kandung kencing. Antibiotik digunakan untuk profilaktik atau terapeutik.
2. Lubrikasi
Digunakan campuran jeli dan anestetika lokal (lidocain 1%) sekitar 5-10 cc pada
laki-laki dan dimasukkan ke dalam uretra dengan spuit tanpa jarum. Pemberian jelly
pada kateter tidak memberikan lubrikasi dalam uretra, karena jeli akan tertahan di OUE
waktu kateter didorong masuk, sehingga akan terjadi cedera mucosa uretra yang
berakibat mudahnya terjadi infeksi yang bisa menimbulkan striktur uretra, dengan
berbagai permasalahannya di kemudian hari. Untuk wanita karena uretra pendek,
lubrikasi cukup dioleskan pada kateter saja.
3. Keamanan
• Kateter uretra dianjurkan dipasang oleh dokter/intruksi di bawah pengawasan
dokter
• Memasukkannya secara hati-hati, dengan dorongan yang ringan, jangan
dipaksakan bila terjadi hambatan. Kadang terjadi refleks penolakan oleh
penderita dengan adanya spasmus m. Hal ini bisa diatasi dengan menganjurkan
penderita supaya relaks seperti pada saat kencing, dan pada saat ini kateter
didorong masuk, biasanya berhasil. Bila tetap tidak berhasil, mungkin ada
masalah lain, dan pemasangan sebaiknya dihentikan apalagi terjadi perdarahan
• Pada wanita harus benar-benar diperhatikan orifisium uretra eksterna-nya.
Sering terjadi kesalahan, kateter dimasukkan ke dalam vagina. Bila terjadi
demikian, harus ganti kateter karena sudah tidak steril lagi.
Waktu mengembangkan balon fiksasi pada kateter Foley, harus yakin bahwa
balon sudah berada di dalam vesica urinaria, yang ditandai dengan keluarnya air
kencing melalui kateter. Jangan sampai balon dikembangkan sewaktu masih di dalam
uretra yang dapat menimbulkan cedera yang serius. Bila air kencing belum keluar
padahal kesan ujungnya sudah di dalam vesica urinaria, biasanya akibat sumbatan jeli,
coba dilakukan pembilasan beberapa cc aquadest atau NaCl fisiologis steril melalui
ujung kateter dengan memakai spuit tanpa jarum, dengan dorongan ringan, biasanya
berhasil dengan diikuti keluarnya air kencing.
Jenis kateter logam meskipun sekarang sudah jarang dilakukan, harus hati-hati
dan betul-betul paham cara pemasangannya, yang sangat berbeda dengan pemasangan
kateter lunak.
4. Anatomi
• Vesica Urinaria
Merupakan organ yang berfungsi untuk menampung urin 230-300 ml.
Organ ini dapat mengecil atau membesar sesuai isi urin. Letaknya di dalam rongga
panggul pelvis (pelvis mayor), berada di depan organ pelvis lainnnya dan tepat di
belakang simfisis pubis; sedangkan pada bayi letaknya lebih tinggi. Organ ini
berbentuk piramidum 3 sisi, apex vesica menunjuk ke ventral cranial, satu facies
cranialis merupakan sisi di sebelah cranial; 2 facies caudolateralis merupakan sisi
kanan dan kiri; serta fundus vesica sebagai basis merupakan bagian dorsal caudalis.
Kira-kira pada sudut cranial kanan-kiri fundus vesica terdapat muara ureter,
sedangkan pada sudut caudalnya terdapat awal uretra. Tempat pada sudut cauda
antara awal uretra sampai orifisium uretra interna disebut trigonum vesica. Tiga
buah saluran bersambung dengan organ ini, yaitu dua ureter yang bermuara ke
vesica urinaria sebagai ostium ureter dan uretra yang keluar dari vesica urinaria di
sebelah depan pada bangunan orifisium uretra interna. Daerah segitiga yang
dibatasi dua lubang ureter dan satu lubang uretra disebut trigonum vesica urinaria.
Orifisium uretra interna dikelilingi oleh serabut otot dari m. detrussor dan m.
trigonalis, dan membentuk m. sfingter interna vesicae. Pada perempuan, kandung
kemih terletak di antara simfisis dan uterus-vagina.
• Uretra
1. Uretra laki-laki
Saluran berbentuk pipa, panjang 17-22,5 cm sebagai saluran pengeluaran
urin yang telah ditampung dalam kandung kemih. Saluran tersebut dimulai
dari orifisium urretra interna di leher vesica masuk lewat prostat, lewat
membranacea berlanjut berjalan dalam corpus spongiosum uretra dan fossa
navicularis penis, yang berakhir pada lubang luar pada ujung penis (orifisium
uretra eksterna). Menurut tempat yang dilewatinya, maka uretra dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu pars posterior (prostatica, membranosa), dan pars
anterior (bulbosa, pars pendularis, dan fossa navicularis). Saluran uretra laki-
laki pada posisi telentang dengan penis tidak ereksi mempunyai bentuk seperti
huruf S (terbalik) dengan sudut lengkungan pada ligamentum suspensorium
dan pars fixa penis. Pada keadaan ereksi, sudut pada penggantung penis
menjadi lurus karena penis mengarah ke ventral cranial Untuk memudahkan
memasang kateter, maka penis dipegang pada posisi ke arah ventral cranial.
2. Uretra perempuan
Pipa saluran ini mempunyai panjang 3-4 cm yang hanya berfungsi untuk
pengeluaran urin, dimulai dari orifisium uretra interna dengan m. sfingter
vesica dan berakhir pada orifisium uretra eksterna yang bermuara di sebelah
ventrocaudal dari vestibulum vaginae di linea mediana. Vestibulum vaginae
merupakan ruangan yang dibatasi kanan-kiri oleh labia minora, ventrocanial
oleh frenulum clitoridis dan dorsocaudal oleh frenulum labia minora. Introitus
vaginae terletak tepat ventrocranial dari frenulum labia minora. Saluran uretra
perempuan pada posisi tidur mempunyai kedudukan mendekati sudut lurus
dari vestibulum vagina ke vesica urinaria.
Teknik Pemasangan
Langkah-langkah pemasangan:
1. Pada laki-laki
• Posisi penderita berbaring, telentang
• Siapkan:
- meja tindakan yang ditutup duk steril
- instrumentasi yang diletakkan di atas meja yaitu:
1. duk steril, bila mungkin yang berlubang
2. sarung tangan steril
3. mangkok - desinfeksi (Povidon iodin)
4. aquadest
5. kasa steril
6. jelly (KY Jelly) + lidokain
7. spuit steril 5 atau 10 cc 2 buah
- yang satu untuk jeli steril
- yang lain untuk fiksasi balon atau pembilas
8. tang desinfeksi dan pinset anatomis steril
9. kateter yang sudah dipilih sesuai dengan ukuran dikeluarkan dari
bungkusnya secara steril dan diletakkan di atas meja.
10. botol penampung (urinal bag) steril
11. salep desinfeksi/antiseptik dan plester
• Cuci tangan, memakai sarung tangan
• Desinfeksi sekitar orifisium uretra eksterna, glans penis dan sekitarnya
• Tutup dengan duk steril berlubang
• Tangan kiri memegang penis
• Tangan kanan:
- memasukkan jeli yang telah dicampur lidokain (8 : 2 cc) dalam spuit 10 cc
ke dalam uretra
- memasukkan kateter (bisa dipegang atau dengan memakai pinset) ke dalam
uretra pelan-pean sampai ujungnya dalam perhitungan sudah masuk vesika
urinaria (sebaiknya sampai percabangan kateter)
- bila sudah tampak urin keluar, ujung kateter (lubang yang lurus)
dihubungkan dengan urinal bag (penampung urin) steril. Bila belum tampak
urin, dibilas dengan memasukkan beberapa ml aquadest ke dalam kateter
melalui lubang kateter yang lurus; dan sesudah urin keluar, urinal bag
dipasang.
- balon kateter dikembangkan dengan mengisi menggunakan aquadest
(volume aquades sesuai yang dibaca pada kateter cabang). Jangan
mengembangkan balon bila belum tampak urin keluar.
- setelah balon dikembangkan, kateter ditarik pelan-pelan agar balon berada di
leher kandung kemih
- penis dan uretra diarahkan ke lateral, difiksasi dengan plester di inguinal
agar posisi kateter lebih cocok dengan bentuk anatomi uretra, untuk
menghindari terjadinya nekrosis akibat tekanan lengkung uretra terhadap
sisi/bagian uretra (di daerah pars bulbosa).
- urine bag steril ditempatkan sedemikian rupa sehingga
- posisi selalu lebih rendah daripada penderita
- saluran yang akan masuk botol penampung tidak tertekuk, yang akan
menghambat aliran urin.
2. Pada perempuan
• Posisi litotomi, tangan kiri membuka vulva, desinfeksi, identifikasi orifisium
uretra eksterna, memasukkan kateter selanjutnya cara kerjanya sama dengan
pada laki-laki.
Perawatan
• Sering dikontrol perihal kelancaran keluarnya urin dan dinilai baik kualitas maupun
kuantitas secara periodik sesuai kebutuhan, dicatat di status pasien.
• Usahakan lingkungan kering dan nyaman bagi penderita
• Pemeriksaan laboratorium urin sesuai kebutuhan
• Perawatan tempat masuknya kateter dengan pencucian dan pemberian salep
antibiotik/antiseptik setiap hari
• Kateter diganti 1 minggu sekali (Foley chateter), hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk penggantian kateter uretra meliputi:
- teknik pelepasan kateter terpasang
- teknik pemasangan kateter pengganti
B. Menjaga sterilitas
• Cucilah tangan dan pakai sarung tangan
• Lepaskan fiksasi pada kateter dan pipa urine bag, berilah olesan antiseptik pada
orifisium uretra eksterna
• Tampunglah sisa urin yang keluar dari kateter pada bengkok
• Menaruh kateter yang dilepas itu pada bengkok
Inspeksi
Inspeksi regio analis untuk melihat apakah ada dermatitis, ekzema, luka
garukan, tukak, pembengkakan, muara fistel, atau kelainan lain. Penderita diminta
mengedan, anus dilebarkan sedikit dengan bantuan jari telunjuk tangan yang sudah
menggunakan sarung tangan dan bahan pelumas secukupnya. Dengan tindakan ini
maka hemoroid yang luar dapat terlihat, demikian pula prolaps selaput lendir, prolaps
rektum, muara fistel, dan fisura anus.
Perkusi
Lakukan perkusi dengan menggunakan kepalan tangan pada daerah tuberositas
ischii untuk menguji adanya inflamasi perirectal yang dalam.
Pemeriksaan digital
Lumasi jari telunjuk dengan pelumas yang cukup banyak dioleskan pada anus
dan daerah di sekitarnya, termasuk rambut yang mungkin di sekitar anus. Pemeriksaan
rektum dengan jari harus dilakukan secara halus dan teliti. Mula-mula penderita diberi
penjelasan tentang prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dan diyakinkan bahwa
pemeriksaan akan dilakukan dengan berhati-hati.
Jari telunjuk dalam keadaan ekstensi ditekankan pelan-pelan dengan sisi volar
pada daerah perineum pada anus dengan maksud agar sfingter ani berelaksasi sehingga
cukup untuk dapat memasukkan jari ke dalam anus dan rektum. Pada laki-laki, dapat
digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat di sebelah ventral, sedangkan pada
perempuan titik acuan adalah serviks uteri yang juga terdapat di ventral pada tempat
yang kira-kira sama.
Pada prostat:
• Konsistensi: normal kenyal seperti perabaan sisi thenar jari I; lunak bila ada
abses atau peradangan prostat; keras pada keganasan
• Normal: simetris lobus lateral kanan dan kiri, tetapi tidak jarang didapatkan
asimetris bila ada peradangan maupun keganasan (batasnya adalah sulcus
mediana)
• Teraba nodul atau tidak (nodul (+) pada keganasan), nodul kurang dari atau
lebih dari setengan lobus atau pada kedua lobus
• Nyeri tekan (+) menunjukkan infeksi prostat (Prostatitis)
• Perkiraan volume prostat (Taksiran Berat Prostat) dengan menjangkau pole atas
prostat:
1. kurang dari 60 cc : pole atas dapat dijangkau
2. lebih dari 60 cc : pole atas tidak terjangkau
5. Uterus dan adnexa
Seperti halnya pada pemeriksaan vaginal toucher, yang diperhatikan adalah ukuran,
konsistensi, bentuk, posisi, kelunakan, dan mobilitas. Setiap variasi seperti
retroversi, tumor ovarium atau inflamasi pada adnexa akan lebih baik jika
diapresiasikan oleh rektum daripada vagina
6. Rongga pelvis
Rasa nyeri pada sisi kanan menunjukkan diagnosis pada diagnosis appendisitis, jika
pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan rasa nyeri pada kasus yang diduga
appendisitis. Pada abses appendicular, tonjolan di bagian bawah permukaan pelvis
atau gumpalan yang berfluktuasi kemungkinan akan ditemukan juga gambaran yang
sama pada sisi kanan oleh diverticulitis sigmoid.
Metastasis akibat proses keganasan dari peritonium pelvis mungkin dapat dirasakan
melalui dinding rektum, biasanya pada bagian anterior, pada saat satu nodul keras
atau lebih yang kadang-kadang menutup sebagian dinding membentuk Rectal Shelf.
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Memberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan pada
penderita dan persiapan penderita
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderita
6 Melakukan desinfeksi dan bekerja secara asepsis
7 Menutup genital dengan duk steril
8 Tangan kiri memegang penis secara tegak lurus
9 Memasukkan campuran jeli dan lidokain ke dalam uretra
dan memencet ujung uretra agar jeli tidak keluar
10 Memegang kateter secara aseptik dengan tangan kanan
11 Memasukkan kateter sampai percabangan
12 Memasang urine bag
13 Mengembangkan balon dengan memasukkan aquadest 10
cc
14 Menarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan dan
memastikan kebenaran posisi kateter dalam kandung
kencing
15 Memberikan kassa Betadin pada tempat masuknya kateter
dan dibungkuskan mengelilingi glans penis, kemudian
diplester secara melingkar
16 Melakukan fiksasi kateter ke arah SIAS
Jumlah
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Memberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan pada
penderita dan persiapan penderita (posisi litotomi)
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderita
6 Melakukan desinfeksi dan bekerja secara asepsis
7 Menutup genital dengan duk steril
8 Tangan kiri membuka vulva
9 Mengoleskan jeli pada kateter
10 Memegang kateter secara aseptik dengan tangan kanan
11 Memasukkan kateter pada uretra sampai percabangan
kateter
12 Memasang urine bag
13 Mengembangkan balon dengan memasukkan aquadest 10
cc
14 Menarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan dan
memastikan kebenaran posisi kateter dalam kandung
kencing
15 Melakukan fiksasi kateter dengan benar
Jumlah
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Persiapan penderita (pemberitahuan dan posisi)
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderita
6 Melepaskan fiksasi kassa Betadin pada tempat masuknya
kateter
7 Melakukan desinfeksi pada orifisium uretra eksterna
8 Melakukan pelepasan fiksasi pipa kateter dan pipa urine
bag
9 Menyedot cairan pada balon kateter dengan spuit dan
pastikan betul-betul telah habis
10 Menarik kateter secara perlahan sambil memberi perintah
menarik napas panjang dan memperhatikan adanya
kesakitan
11 Menaruh kateter tercabut pada bengkok
Jumlah
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Memberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan pada
penderita
2 Meminta penderita mengosongkan kandung kemih
3 Mempersiapkan penderita dalam posisi Sims
4 Menyiapkan alat dan bahan
5 Mencuci tangan secara aseptik
6 Memasang sarung tangan secara aseptik
7 Melakukan inspeksi daerah anal, palpasi, dan perkusi
8 Melumuri jari telunjuk yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan dengan jeli
9 Mengambil posisi berdiri untuk melakukan pemeriksaan
10 Memasukkan jari telunjuk ke dalam anus perlahan
11 Meminta penderita untuk mengedan
12 Melakukan palpasi struktur dalam anorektum
13 Menjelaskan hasil pemeriksaan colok dubur (inspeksi,
palpasi, perkusi, sfingter ani eksterna, ampulla rekti,
mukosa, lokasi nyeri sesuai posisi litotomi [arah jarum
jam], dan keadaan pada sarung tangan)
Jumlah
SIRKUMSISI
Batasan
Sirkumsisi adalah tindakan pembuangan sebagian/seluruh prepusium penis
dengan tujuan tertentu. Penis yang bersih hanya terjamin bila prepusium terbuka.
Smegma yang terbentuk di lapisan dalam prepusium diduga bersifat karsinogenik.
Indikasi
Indikasi dilakukannya sirkumsisi adalah:
• Agama
• Sosial
• Medis: fimosis, parafimosis, pencegahan tumor, kondiloma akuminata dan kelainan
lain yang terbatas pada prepusium
Kontraindikasi
Kontraindikasi sirkumsisi adalah:
1. Kontraindikasi mutlak
• Hipospadia
• Epispadia
• Kelainan hemostasis (hemofili, trombositopenia, anemia aplastik, penyakit von
Willebrand, dan defisiensi vitamin K)
2. Kontraindikasi relatif
• Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya
• Infeksi umum
• Diabetes mellitus
Anatomi
Struktur penting yang terletak pada penis adalah:
• Preputium glandis (preputium penis) dan frenulum preputii
• Dua buah korpus kavernosum di bagian dorsal penis
• Satu korpus spongiosum di bagian ventral
• Uretra pars spongiosa berjalan di dalam korpus spongiosum
• Tunika albuginea yang membungkus kedua korpus kavernosum dan korpus
spongiosum
• Arteri dorsalis penis, vena dorsalis penis profundus, dan nervus dorsalis penis di
profundal fascia penis profundus (fascia Buck). Vena dorsalis penis superficialis di
fascia penis superficialis
• Fascia Buck, membungkus korpus kavernosum dan spongiosum, serta struktur di
dalamnya
buah, pinset anatomis 1 buah, pinset jaringan 1 buah, gunting mayo lurus 1
buah, gunting mayo lengkung 1 buah, gunting benang 1 buah, mata pisau no. 10
1 buah, gagang pisau no. 3 1 buah, jarum jahit untuk kulit 2 buah, tabung suntik
5 ml 1 buah, tabung suntik 2,5 ml 1 buah, jarum infiltrasi/stilet 22G 1 buah,
anestetika lokal, kain steril berlubang 1 buah, sarung tangan karet steril 2
pasang, kasa steril, cairan antiseptik, plain catgut no.2-0 atau 3-0
• Lidocain tanpa adrenalin untuk anestesi lokal
• Blanko informed consent
2. Persiapan pasien
• Menjelaskan perihal sirkumsisi dan meminta persetujuan pasien/keluarganya
secara tertulis (informed consent)
• Mencukur rambut pubes, bila yang akan disirkumsisi telah dewasa
• Pada pasien anak, sebelum tindakan dilakukan pendekatan agar anak tidak
cemas dan gelisah
• Melakukan anamnesis terhadap pasien (orang tua pasien) khususnya riwayat
terkait kontraindikasi mutlak sirkumsisi (riwayat alergi, gangguan perdarahan)
• Membersihkan penis dan sekitarnya dengan air sabun
3. Persiapan operator
• Operator memakai pakaian yang bersih, jika mungkin baju kamar bedah
• Mengenakan topi dan masker
• Mencuci tangan dengan air mengalir dan antiseptik
• Mengenakan sarung tangan steril
• Melakukan tindakan asepsis/antisepsis dengan antiseptik Betadine. Tindakan
asepsis dilakukan secara melingkar dari dalam ke luar.
• Menutup daerah sekitar penis dengan kain steril berlubang
Tindakan Anestesi
Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan dengan cara:
1. Anestesi umum, dilakukan pada keadaan:
• Penderitanya adalah anak-anak
• Penderitanya alergi terhadap anestetik lokal
• Penderita yang cemas
2. Anestesi lokal, berupa:
• Spinal, epidural, dan modifikasinya
• Kombinasi blok saraf dorsalis penis dan infiltrasi
Kombinasi blok saraf dorsalis penis dan infiltrasi paling banyak digunakan
karena:
• Mudah
• Komplikasi berupa mual dan muntah tidak dijumpai
• Murah
• Alat yang diperlukan sedikit
• Dapat dilakukan kombinasi:
➢ Blok saraf dorsalis penis: suntikan dilakukan pada jam 12 di pangkal penis,
tegak lurus pada batang penis hingga menembus fascia Buck (sensasi seperti
menembus kertas), kemudian jarum dimiringkan ke arah lateral, dilakukan
aspirasi, bila tidak ada darah teraspirasi ke dalam spuit, berikan 1-3 ml
anestetika. Tarik kembali jarum ke posisi awal di jam 12, miringkan dan dorong
jarum ke sisi kontralateral. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan
larutan anestetika
Tanda jarum suntik telah menembus fascia penis profundus (fascia Buck)
adalah:
✓ Sensasi seperti menembus kertas
✓ Bila tabung suntik diangkat, penis juga terangkat
✓ Tidak terjadi edema jika anestetika disuntikkan.
➢ Infiltrasi rafe penis: penis dibalik (disupinasikan), penyuntikan dilakukan di rafe
penis, proksimal dari frenulum penis, jarum disuntikkan menuju pangkal penis.
Tusukkan jarum sampai pangkal jarum tidak terlihat, kemudian sambil
mengeluarkan jarum, dilakukan penyuntikan 0,5-2 ml anestetik tanpa aspirasi.
➢ Infiltrasi batang penis/blok melingkar
Tindakan Sirkumsisi
Setelah dilakukan anestesi, maka langkah-langkah tindakan sirkumsisi adalah:
• Cek apakah anestetika sudah bekerja, bisa menggunakan jarum atau klem yang
dijepitkan pada preputium.
• Bila sudah terjadi anestesi di seluruh preputium, preputium dibebaskan dan
diretraksi dari glans penis dengan kasa/klem sampai ke sulkus koronarius glandis,
dan smegma yang terdapat di lapisan dalam preputium dibersihkan dengan kasa dan
air sampai bersih. Lakukan antisepsis lapisan dalam preputium, glans penis dan
sulcus coronarius glandis dengan larutan antiseptik yang tidak mengandung alkohol.
Selanjutnya, preputium dikembalikan ke posisi awal.
• Pasang klem arteri lurus di tiga tempat, yaitu: 1 klem di jam 6 (frenulum tidak boleh
terjepit) dan 2 klem di dorsal preputium di jam 11 dan 1.
• Bagi operator pemula, berilah tanda batas pemotongan dengan spidol atau jepitan
pinset
• Preputium digunting di jam 12 dari distal ke proksimal sampai sekitar 0,5 cm distal
dari korona glandis.
• Buatlah tali kendali di jam 12
• Preputium dipotong melingkar dari jam 12 ke jam 6 dengan arah sejajar korona
glandis membentuk huruf V di jam 6.
• Periksa apakah ada perdarahan. Jika ada perdarahan, hentikan perdarahan dengan
mengikatnya dengan benang plain catgut atau dilakukan kauter.
• Kulit preputium bagian dalam (mukosa = istilah yang salah kaprah) dan luar dijahit
di jam 12, 6, 3, dan 9 sampai rapat. Penjahitan di jam 6 menggunakan teknik jahitan
angka 8 atau jahitan matras horisontal, dan dibuat tali kendali.
• Bersihkan sisa darah dengan kasa Savlon dan aquadest.
• Luka operasi dibalut dengan kasa steril. Alternatif lain: kasa dan larutan betadin atau
kasa dan salep antibiotika.
.
CHECKLIST SIRKUMSISI
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Persiapan alat dan bahan untuk sirkumsisi
2 Persiapan pasien
• Memperoleh persetujuan pasien/keluarganya
secara tertulis (informed consent)
• Rambut pubis dicukur, bila pasien telah dewasa
• Pada pasien anak, sebelum tindakan dilakukan
pendekatan agar anak tidak cemas dan gelisah
• Tanyakan riwayat gangguan perdarahan. Periksa
apakah pasien mempunyai riwayat alergi
terhadap obat dan kontraindikasi sirkumsisi lain.
• Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air
sabun
3 Persiapan operator:
• Operator memakai pakaian yang bersih, jika
mungkin memakai baju kamar bedah/apron
• Mencuci tangan dengan air dan antiseptik
• Mengenakan sarung tangan steril
• Melakukan tindakan asepsis/antisepsis dengan
Betadine. Tindakan asepsis dilakukan secara
melingkar dari dalam ke luar.
• Menutup daerah sekitar penis dengan kain steril
berlubang
4 Melakukan tindakan anestesi:
• Blok saraf dorsalis penis: suntikan dilakukan
pada jam 12 pangkal penis tegak lurus pada
batang penis hingga menembus fascia Buck
(sensasi seperti menembus kertas), kemudian
jarum dimiringkan ke arah lateral, dilakukan
aspirasi darah, bila tidak masuk ke pembuluh
darah, diberikan 1-2 ml anestetika
• Infiltrasi batang penis: jarum disuntikkan di
batang penis dari mediodistal (di rafe penis
proksimal dari frenulum penis) miring ke
lateroproksimal. Suntikan diberikan 2 kali, yaitu
ke bagian kanan dan kiri batang penis
• Alternatif lain: Infiltrasi di rafe penis
• Alternatif lain: Infiltrasi blok melingkar
• Cek apakah anestetika sudah bekerja
5 Tindakan sirkumsisi:
• Bebaskan preputium dari glans penis dengan
klem/kasa sampai ke sulkus korona glandis
• Bersihkan smegma dengan kasa dan air sampai
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 49
Blok KKD3 - Keluhan Berkaitan dengan Sistem Urogenital
bersih
• Lakukan antisepsis lapisan dalam preputium,
glans penis, dan sulkus koronarius glandis
dengan larutan betadine
• Kembalikan preputium penis ke posisi semula
• Pasang klem arteri lurus di tiga tempat: 1 klem di
jam 6, serta 2 klem di jam 11 dan 1.
• Preputium digunting di jam 12 dari distal ke
proksimal sampai kira-kira 0,5 cm distal dari
korona glandis
• Dibuat tali kendali di jam 12
• Preputium dipotong melingkar dari jam 12 ke
jam 6 dengan arah sejajar korona glandis
• Periksa apakah ada perdarahan
• Jika ada perdarahan, hentikan perdarahan dengan
mengikatnya dengan benang plain catgut atau
dikauter
• Kulit preputium lapisan dalam dan luar dijahit
pada jam 12, 6, 3, 9 sampai rapat. Penjahitan di
frenulum menggunakan jahitan angka 8 atau
jahitan matras horisontal, dan dibuat tali kendali.
• Bersihkan sisa darah dengan kasa Savlon dan
aquadest.
• Berikan salep antibiotika di sekeliling preputium
yang dijahit, kemudian dibalut dengan kasa steril
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tapi tidak benar/tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah kanker ganas yang menyerang pada organ serviks pada
wanita dan menduduki urutan pertama di Indonesia. Nama lain kanker serviks adalah
kanker mulut rahim. Di wilayah Kalsel, kanker serviks menduduki urutan pertama dari
semua keganasan pada wanita. Kanker serviks dalam perjalanannya termasuk jenis
kanker yang kronik dan progresif, artinya penyakit ini timbul dalam waktu yang lama
dan terus berlanjut bila tidak dihentikan segera. Sebenarnya kanker serviks dapat
dideteksi sejak dini dengan cara melakukan skrining/deteksi dini. Salah satu metode
yang sering dipakai di wilayah Kalsel adalah dengan metoda Pap smear. Namun data di
bagian Laboratorium Patologi Anatomi (PA) RSUD Ulin Banjarmasin tiap tahun yang
melakukan Pap smear kurang dari 1500 sampel. Sebagai alternatif lain dari deteksi ini
adalah dengan IVA (Inspeksi Visual with Acetid Acid), yaitu dengan cara mengolesi
serviks dengan asam cuka/asam asetat 3-5% dan dilihat perubahannya selama 1 menit.
Pemeriksaan ini sangat efektif untuk dilakukan di daerah yang jauh dari laboratorium
PA atau daerah terpencil. Ada beberapa metode dalam deteksi dini kanker serviks
seperti Tabel 1.
Dalam modul ini akan dibahas tentang Pap smear dan IVA dari segi cara
persiapan, pengambilan, pengiriman sampel dan pembacaan hasilnya.
Pap Smear
Pemeriksaan ini lebih dikenal dengan sebutan tes Pap atau Pap test. Pap smear
dikenalkan oleh Papanicolaou, meskipun yang menulis pertama adalah Aurel Babes.
Pemeriksaan ini merupakan bentuk dari deteksi dini/skrining massal dalam kanker
serviks. Indikator kasar dari keberhasilan skrining tersebut adalah jumlah penderita pra-
kanker dan kanker in-situ sama dengan jumlah kanker invasif. Di Amerika Serikat
hampir 80% dari populasi target usia kelompok 30-50 tahun telah melakukan tes ini.
Sedang di Indonesia hanya 2% dari target usia yang sama. Ketidakberhasilan tes Pap
tersebut dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah kendala pengambilan sampel.
Dalam modul ini dibahas tentang peralatan, cara pengambilan, fiksasi dan
pengiriman sampel bahan Pap smear.
Alat dan bahan habis pakai yang dibutuhkan untuk melakukan Pap smear
adalah peralatan yang biasanya tersedia di klinik atau poli KIA seperti berikut:
1. Meja periksa, bisa berupa meja periksa umum dan meja ginekologik
2. Lampu sorot (bisa senter, lampu kepala, atau lampu portabel khusus)
3. Spekulum/cocor bebek (ukuran kecil, sedang, dan besar) yang telah disterilkan
4. Alat pengambil (bisa salah satu dipakai, tergantung dari dana)
a. Spatula Ayre saja (ada yang dari bahan kayu dan plastik)
Cara pengambilan
Tindakan/cara pengambilan, baik Pap smear dan IVA tergantung dari tujuan
pemeriksaan. Untuk skrining kanker serviks, daerah anatomis sambungan
skuamokolumnar/SSK (peralihan antara ektoserviks dengan sel epitel skuamosa dan
endoserviks dengan sel selapis kolumnar tinggi) sangat penting untuk diperhatikan,
karena hampir 90% kelainan pra-ganas ada pada daerah tersebut. Letak sambungan
skuamokolumnar tersebut berbeda tergantung dari usia. Pada masa reproduktif, letak
sambungan lebih ke arah luar (sekitar ostium uteri eksternum). Sedang pada usia pre-
menopause dan menopause letaknya di dalam saluran/kanalis servikalis (secara visual
tidak terlihat). Gambaran ini sangat penting untuk diterapkan dalam pengambilan
sampel Pap smear. Daerah lain yang harus diperhatikan adalah area/zona transisi atau
area transformasi. Area transisi didapat antara daerah SSK asal dan SSK sekarang. SSK
asal didapat saat masih muda dan SSK sekarang didapat saat diperiksa sekarang, yaitu
peralihan antara ektoserviks dan endoserviks.
Sediaan Pap smear dikatakan representatif dan layak dibaca bila ditemukan sel
komponen endoserviks dan ektoserviks. Sel yang tergolong komponen endoserviks
adalah sel endoserviks dan sel metaplastik yang disertai lendir dalam jumlah cukup
yang asalnya dari sekret kelenjar endoserviks.
Syarat mutlak persiapan adalah dua hari sebelumnya pasien tidak boleh
berhubungan seks, tidak boleh memakai obat topikal, tidak sedang haid, dan tidak
dibersihkan/dibasuh dengan air, dan lain-lain. Waktu yang paling baik adalah 7 hari
setelah menstruasi akhir.
Pengiriman sampel
• Setelah kering, slide dibungkus dengan kertas tissue agar tidak lengket
• Pengiriman dengan pos agar tidak pecah, lindungi slide dengan karton tebal
• Isi formulir permintaan. Minimal yang harus diisi adalah nama, umur dan tanggal
haid terakhir, hasil inspeksi in spekulo, serta tanda tangan pengambil sampel
IVA
Adalah pemeriksaan serviks secara visual/kasat mata/mata telanjang dengan
menggunakan asam cuka 3-5% untuk mendeteksi abnomalitas epitel mulut rahim.
Daerah yang tidak normal akan terlihat warna putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa mulut rahim mungkin ada lesi pra-kanker.
Keuntungan metoda IVA dibanding dengan metoda deteksi dini yang lainnya
adalah:
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 54
Blok KKD3 - Keluhan Berkaitan dengan Sistem Urogenital
Kerugiannya:
1. Sangat obyektif
2. Kelainan seperti servisitis kronika, erotio, dan lain-lain, dapat menghasilkan
penilaian negatif palsu, yang bisa membuat pasien ketakutan
Keterangan:
a. = tidak dilakukan
b. = dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
c. = dilakukan dengan benar
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar
PENDAHULUAN
Keputihan (leukorea/flour albus/vaginal discharge) adalah pengeluaran cairan
dari alat genital yang tidak berupa darah. Cairan ini dalam keadaan normal tidak sampai
keluar. Keputihan yang fisiologis adalah cairan jernih, tidak berbau dan tidak gatal.
Keputihan fisiologis berupa cairan jernih yang mengandung banyak epitel dengan
leukosit yang jarang. Keputihan fisiologis muncul pada saat ovulasi, rangsangan
seksual, menjelang dan sesudah haid, atau pengaruh hormon.
Keputihan yang berbahaya adalah keputihan yang tidak normal/patologis.
Keputihan patologis merupakan cairan eksudat dan cairan ini mengandung banyak
leukosit. Eksudat yang terjadi karena adanya luka, cairan yang muncul berwarna,
jumlahnya berlebihan, berbau tidak sedap, terasa gatal atau panas dan menyebabkan
luka di daerah mulut vagina. Keputihan patologis muncul karena infeksi vagina,
keganasan reproduksi, bisa juga karena benda asing dalam vagina.
Vaginal discharge (duh tubuh) yang abnormal ini juga menjadi faktor
predisposisi yang signifikan pada morbiditas penyakit inflamasi pelvis, infertilitas,
endometriosis, cuff cellulitis, sindroma uretra, keguguran, kelahiran prematur, dan
lainnya. Kebanyakan penyebab dari vaginal discharge simptomatik adalah vaginosis
bakterialis/bacterial vaginosis (BV) (33-47%), kandidiasis (20-40%), dan trikomoniasis
(8-10%). Ketiga kausa ini merangkum 90% dari seluruh etiologi vaginal discharge
abnormal. Infeksi multipel juga dapat terjadi. Sedangkan discharge pada penis biasanya
menjadi tanda khas dari penyakit infeksi menular seksual/sexually transmitted disease
(STD), seperti gonore.
Ketika menemukan adanya vaginal discharge, maka pemeriksaan yang sangat
membantu dalam penegakan diagnosis adalah pemeriksaan dari discharge itu sendiri,
kultur dari apusan vagina, misalnya. Untuk discharge yang diduga sebagai akibat dari
kandida atau bakteri, pemeriksaan kultur dari apusan vagina menjadi sesuatu yang harus
dilakukan. Pemeriksaan mikroskopik dari sediaan vaginal smear dapat membantu
inspeksi terhadap yeast, Trichomonas, dan bacterial vaginosis. Abnormalitas seperti
meningkatnya jumlah sel darah putih atau munculnya sel epitel yang imatur juga dapat
dilihat melalui pemeriksaan mikroskopik ini dan menjadi penanda dari adanya penyakit
kulit inflamasi, defisiensi estrogen, adanya benda asing, atau infeksi bakteri piogenik
TUJUAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan persiapan alat/bahan dengan benar, memberikan penjelasan pada penderita
atau keluarganya tentang apa yang akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana
melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data
penderita, menjelaskan kepada penderita atau keluarganya tentang hak-hak penderita,
misalnya tentang hak penderita untuk menolak tindakan yang akan dilakukan tanpa
kehilangan hak untuk mendapat pelayanan, dan melakukan pengambilan dan
pemeriksaan genital discharge dengan benar, serta mengetahui cara melakukan
pengiriman spesimen secara benar dan tepat.
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis penyakit-penyakit yang mendasari timbulnya genital
discharge ini dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis bertujuan untuk menentukan faktor risiko pasien, membantu
menegakkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang lainnya dan membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien.
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yang
dilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang. Pasien perempuan
diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dalam posisi litotomi. Pemeriksa
duduk dengan nyaman sambil melakukan inspeksi dan palpasi mons pubis, labia, dan
perineum, dan dilakukan juga pemeriksaan daerah genitalia luar dengan memisahkan
kedua labia, perhatikan adakah kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa, atau duh
tubuh.
Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/berdiri dengan
memeriksa daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah serta memperhatikan
adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain. Pada pasien pria dengan
gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih
baik) sebelum pemeriksaan.
Modul ini lebih menekankan pada teknik pengambilan sampel dan pemeriksaan
laboratorium, terutama pemeriksaan mikroskopis, untuk membantu menegakkan
diagnosis keluhan pada sistem urogenital (reproduksi) khususnya pada wanita.
PENGAMBILAN SPESIMEN
Pasien laki-laki dengan gejala duh tubuh uretra
1. Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saat pengambilan
bahan duh tubuh genitalia dengan dengan swab berujung kecil
2. Masukkan swab ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar
swab 180 dan tarik keluar perlahan-lahan
3. Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan
4. Lakukan pengecatan Gram untuk melihat adanya sel leukosit polimorfonuklear
(PMN) dan bakteri diplokokus Gram negatif intrasel (DGNI) dan ekstrasel.
5. Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking) oleh
pasien.
1. Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agar pasien
tidak merasa takut
2. Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl 0,9%
steril
3. Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum steril (sesuaikan ukuran
spekulum dengan riwayat kelahiran per vaginam), swab atau sengkelit steril
4. Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisi tegak/vertikal
ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar pelan-pelan sampai
daun spekulum dalam posisi datar/horizontal. Buka spekulum dan dengan bantuan
lampu sorot vagina cari serviks. Kunci spekulum pada posisi itu sehingga serviks
terfiksasi
5. Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina, dan pengambilan spesimen
- Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudian ambil
spesimen duh tubuh serviks dengan sengkelit/swab dacron steril untuk
pembuatan sediaan hapus, dengan swab dacron yang lain dibuat sediaan biakan
- Dari forniks posterior: dengan sengkelit/swab dacron steril untuk pembuatan
sediaan basah, dan lakukan tes amin
- Dari dinding vagina: dengan kapas lidi/sengkelit steril untuk sediaan hapus,
- Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus
6. Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulum dalam
posisi tertutup, putar spekulum 90o sehingga daun spekulum dalam posisi tegak, dan
keluarkan spekulum perlahan-lahan.
Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan
dengan spekulum, karena akan merusak selaput daranya, sehingga bahan pemeriksaan
hanya diambil dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra. Untuk pasien perempuan
yang belum menikah namun sudah aktif berhubungan seksual, diperlukan informed
consent sebelum melakukan pemeriksaan dengan spekulum. Namun bila pasien
menolak pemeriksaan dengan spekulum, pasien ditangani menggunakan bagan alur
tanpa spekulum.
DAFTAR TILIK
KETERAMPILAN PENGAMBILAN DAN PEMERIKSAAN
DISCHARGE GENITAL
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
MENYIAPKAN PENDERITA
1 Sapa klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri
anda, serta tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan duduk.
2 Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang
pengambilan discharge genital, tujuan dan manfaat untuk
keadaan klien.
3 Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
keamanan atas tindakan yang anda lakukan.
4 Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
kerahasiaan yang diperlukan klien
5 Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya,
misalnya tentang hak untuk menolak tindakan pengambilan
sekret pada alat kelamin tanpa kehilangan hak akan pelayanan
lain.
6 Minta kesediaan klien untuk pengambilan genital
discharge (informed consent)
MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN YANG AKAN
DIPAKAI
7 Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya
yang mudah dicapai.
8 Bersihkan kaca benda (3 buah) yang akan dipakai dengan
kapas alkohol dan sterilkan dengan melewatkan kaca benda
tersebut pada nyala api.
9 Tulis identitas penderita dengan spidol permanen pada bagian
kaca benda tersebut: nama atau nomor register penderita.
10 Letakkan 3 kaca benda tersebut mendatar di atas meja.
MENYIAPKAN DIRI UNTUK PENGAMBILAN
SPESIMEN
11 Kenakan apron/celemek, masker, dan goggle (bila perlu)
12 Atur posisi bekerja dengan duduk di depan meja pemeriksaan
dan nyalakan lampu sorot agar bagian genital terlihat dengan
jelas.
13 Lakukan cuci tangan rutin/medis atau handrub
14 Pakai sarung tangan steril atau sarung tangan bersih
MENGAMBIL GENITAL DISCHARGE
15 Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi bagian organ
genitalnya dan diminta untuk tidur telentang.
16 Pasien diminta dalam posisi litotomi
17 Lakukan toilet vulva dan pasang duk steril