Anda di halaman 1dari 3

KAJIAN TENTANG BULAN MUHARRAM

Saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus di tengah-tengah kota Mekkah, jantung
Jaziratul Arab. Ketika itu bangsa Arab sudah mengenal bulan, hari, tanggal, dan kalender. Satu
yang tidak mereka kenal, yaitu tahun. Oleh karena itu, mereka masih menggunakan tahun
menggunakan peristiwa-peristiwa besar.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang, maka yang sudah menjadi kebiasaan
bangsa Arab saat itu, dibiarkan begitu saja asal tidak bertentangan dengan syariat.

Penggunaan nama-nama hari, bulan, dibiarkan begitu saja oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan tidak diubah. Hanya hal-hal yang berkaitan dengan hari, tanggal, dan bulan tersebut
yang bertentangan dengan dasar-dasar keislaman/ prinsip-prinsip syariat, itu yang beliau
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benahi.

Perhatikan sebagai contoh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‫صفَ َر‬
َ َ‫ َوال‬، َ‫ َوالَ هَا َمة‬، َ‫ َوالَ ِطيَ َرة‬، ‫الَ َع ْد َوى‬

“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah),
tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena
tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar” (HR. Bukhari dan Muslim )

Ketika Islam menyebar sampai ke bumi Nusantara, di tanah Jawa Dwipa ini, kalender yang
berlaku adalah kalender Saka, jiplakan Aji Saka dari Negeri Hindustan.

Di abad ke-17 pada zaman Sultan Agung Mataram Islam, kalender Islam yang datang dari
Jazirah Arab dipadukan dengan kalender yang berlaku di negeri kita. Kalender Jawa Ketika itu.
Maka muncullah kalender Arab yang berbau ke-jawa-an.

Adat-adat bangsa Jawa kala itu masih bercokol. Mereka masih memahami bahwasanya Bulan
Muharram yang diistilahkan dengan bulan Suro itu sebagai bulan keramat. Waktunya bagi
orang-orang sakti untuk mencuci keris-keris mereka.

Mereka meyakini bahwa bulan itu adalah bulan sial. Siapapun yang menyelenggarakan acara-
acara besar pada bulan itu, pasti akan rusak.

Dan mereka juga meyakini bahwa bulan itu memiliki keramat ini dan itu yang hal tersebut juga
harus dikikis dan tidak dibenarkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar keislaman.

1. Bulan Mulia

Ketahuilah jamaah muslimin Rahimakumullah


Bulan Muharram adalah bulan yang mulia. Yang orang Jawa menyebutnya dengan bulan Suro.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai salah satu dari empat bulan yang mulia.
Firman-Nya,

‫ض ِم ْنهَا َأرْ بَ َعةٌ حُ ُر ٌم‬


َ ْ‫ت َواَأْلر‬ ِ ‫ُور ِع ْن َد هَّللا ِ ْاثنَا َع َش َر َش ْهرًا فِي ِكتَا‬
َ َ‫ب هَّللا ِ يَوْ َم َخل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬ ِ ‫ۚ ِإ َّن ِع َّدةَ ال ُّشه‬

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS. At-Taubah[9]:
36)

Keempat bulan itu adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

2. Bulan Allah

Yang kedua, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyandarkan bulan ini kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‫ضانَ َش ْه ُر هَّللا ِ ْال ُم َح َّر ُم‬


َ ‫صيَ ِام بَ ْع َد َر َم‬ َ ‫َأ ْف‬
ِّ ‫ض ُل ال‬

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –
Muharram.” (HR. Muslim}

Dan sudah maklum bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
jika itu sifat, maka dia adalah sifatnya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semacam tangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Jika itu makhluk, maka itu adalah idhafatu syarah, menunjukkan
kemuliaan makhluk yang disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semacam Baitullah,
dan lain-lain.

Di dalam hadits tadi adalah syahrullah, bulan Allah. Menunjukkan kemuliaannya. Dan pada
bulan Muharram ini terdapat satu hari yang agung, yaitu hari Asyura tanggal 10 Muharram.
Yang mana jika berpuasa pada hari tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa
kita setahun yang lalu.

Bulan ini adalah bulan mulia. Maka hendaknya seorang muslim melakukan aktifitas-aktifitas
kebajikan pada bulan ini. Apa saja yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam syariatkan
untuk kita kerjakan untuk di bulan yang agung ini?

Perbanyak Amal Shalih, Hindari Maksiat


Yang pertama, perbanyak amal shalih. Yang kedua, hindari maksiat, karena ini adalah bagian
dari bulan-bulan haram. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang 12 bulan dan 4
bulan haram tadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala melanjutkan;

ْ ‫ۚ ٰ َذلِكَ الدِّينُ ْالقَيِّ ُم ۚ فَاَل ت‬


‫َظلِ ُموا فِي ِه َّن َأ ْنفُ َس ُك ْم‬
“Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan
yang empat itu,” (QS. At-Taubah[9]: 36)

Keberadaan keempat bulan tersebut masuk ke dalam tatanan agama yang agung. Maka jangan
sampai kalian berbuat kejahatan, menzalimi diri sendiri pada bulan-bulan tersebut.

Dan sudah sering para ulama sampaikan bahwasanya amal kebajikan yang kita lakukan di
waktu-waktu mulia itu lebih besar pahalanya dibandingkan yang kita lakukan pada waktu-waktu
yang lain.

Kebalikannya, amal kejahatan yang kita lakukan di waktu-waktu mulia itu lebih besar dosanya
dibandingkan yang kita lakukan pada waktu-waktu yang lain.

Yang ketiga, perbanyak puasa. Bukan berarti puasa sebulan penuh. Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
mengatakan,

َ ‫صيَا َم َشه ٍْر ِإالَّ َر َم‬


َ‫ضان‬ ُ ‫فَ َما َرَأي‬
ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – ا ْستَ ْك َم َل‬

“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara
sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim}

Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

‫صيَ ِام بَ ْع َد َر َمضَانَ َش ْه ُر هَّللا ِ ْال ُم َح َّر ُم‬ َ ‫َأ ْف‬


ِّ ‫ض ُل ال‬

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –
Muharram.” (HR. Muslim)

Dan dari bulan tersebut, yang paling mulia dan berharga adalah puasa pada hari Asyura.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

ِ ‫يُ َكفِّ ُر ال َّسنَةَ ْال َم‬


َ‫اضيَة‬

”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu untuk
menggunakan hari-hari agung dan mulia untuk menambah amal kebaikan kita sebelum nanti kita
menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.***

Anda mungkin juga menyukai