Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS KESEHATAN LINGKUNGAN


Materi 10. Pemeriksaan Mikrobiologis pada Sampel Makanan

NAMA : HANIFAH RULYASTUTI

NIM : 2000029175

GOLONGAN : C1

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA
2020
A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui kualitas mikrobiologis pada makanan
2. Mahasiswa dapat melakukan penentuan jumlah angka kuman pada sampel
makanan
3. Mahasiswa dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kontaminasi mikrobiologis pada makanan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Makanan dan minuman merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia
untuk kelangsungan hidup yang berasal dari hewan, tumbuhan, mineral, maupun
dari zat-zat kimia sintetik. Pada umumnya, makanan dan minuman tersebut
diproduksi oleh industri secara besar-besaran dan biasanya membutuhkan waktu
yang cukup lama dalam proses produksi, penyimpanan, distribusi dan akhirnya
sampai ke tangan konsumen. Jadi kemungkinan dapat terjadi pertumbuhan
mikroba di dalamnya (Jamhari, 2018).
Makanan sangat penting dalam penyebaran penyakit karena merupakan
media yang baik dalam menghantarkan patogen sampai ke tempat kolonisasi di
dalam host. Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne disease)
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting dan berpengaruh
sangat besar di negara berkembang maupun negara maju (Nurmawati dkk,2019).
Sehat atau tidaknya makanan dapat dinilai dari keberadaan
mikroorganisme yang ada di dalamnya. Keberadaan mikroorganisme
dalam makanan bisa menjadi penyebab timbulnya keracunan makanan
(food poisoning) (Pujianto dan Budiman, 2020). Food poisoning disebabkan oleh
mikroba, yang meliputi bakteri, parasit, virus, ganggang, microbial toxindan
toxic fauna. Masuknya mikroba kedalam makanan dapat terjadi pada tahap
pemilihan bahan makanan, pengolahan dan penyajian makanan yang kurang tepat
(Aritonang, 2012).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
tumbuhnya mikroorganisme terutama bakteri yang bersifat patogenik terhadap
manusia, dimana jika berkembang dalam jumlah yang cukup banyak dapat
menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya (Huda dan Tuntun,
2015).
Adanya mikroba di dalam makanan dan minuman tersebut tidak diinginkan
karena akan menyebabkan perubahan organoleptik sediaan, apalagi jika makanan
dan minuman tersebut akan masuk ke dalam tubuh. Baik mikroba patogen
maupun non patogen bila terdapat dalam jumlah yang banyak akan sangat
berbahaya bagi tubuh. Demikian pula dengan makanan atau minuman yang
berasal dari bahan alami, kemungkinan pencemarannya dapat ditimbulkan pada
waktu pengolahan melalui tangan, atau peralatan yang tidak steril, atau melalui
bahan mentah. Oleh karena itu, kualitas mikrobiologis dari makanan dan
minuman merupakan suatu masalah yang penting dan sangat perlu diperhatikan
(Jamhari,2018).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Oven
2. Petridisk steril
3. Lampu spirtus
4. Pipet steril
5. Korek api
6. Timbangan/ neraca
7. Tabung reaksi
8. Incubator 370C
9. Spidol
10. PCA steril
11. Pemanas air
12. Larutan pengencer 9 ml
13. Labu erlenmeyer 250 ml
14. Makanan
15. Garam fisiologis steril
D. CARA KERJA
1. Mencampurkan sampel makanan.
2. Mengencerkan sampel makanan hingga homogen.
3. Memasukkan dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml ke dalam wadah
(plate) steril.
4. Menuangkan plate count agar kedalam wadah sebanyak 20 m
5. Memasukkan dalam incubator selama 48 jam dengan suhu 35oC.
6. Menghitung wadah (plate) yang terdiri dari 25-250 koloni dan
memperbanyak jumlah koloni sesuai dengan pengenceran yang digunakan,
menentukan jumlah aerobic plate count per g.
E. HASIL
Tabel Pemeriksaan Kualitas Mikrobiologis pada Sampel Makanan

No Sampel Keterangan Koloni Bakteri pada Angka


pengenceran Kuman
(CFU/gram)

10 -2
10 -3
10 -4
10 -5

1 Arem- Diolah dengan higienis dibungkus 37 8 0 0 3,7 x 103


arem daun dan diletakkan dalam etalase
kaca dan dalam ruangan.

2 Kue Diolah dengan higienis, dibungkus 206 38 21 6 2,9 x 104


putu mika, diletakkan dalam etalase
kaca, dijajakan di dekat jalan raya

3 Lumpia Dimasak di gerobak pedagang kaki 231 104 31 15 1,5 x 105


lima, disajikan di dalam etalase kaca.

4 Ayam Dimasak secara higenis 68 12 0 0 6,8 x 103


goreng disajikan di dalam etalase kaca
dan dalam ruangan

5 Telur Dimasak secara tradisonal disajikan 287 143 35 8 1,7 x 105


balado dalam etalase kaca dekat dengan
jalan

6 Tahu Diolah secara tradisional, tanpa 469 278 145 42 2,0 x 106
bacem dibungkus, disajikan dalam
nampan terbuka dijajakan di pasar
yang ramai

Perhitungan
1. Arem-arem
Angka kuman = 37 x 102 / 1
= 3,7 x 103
2. Kue Putu
38.000
=1,8 (kurang dari 2 sehingga dihitung rata-rata)
20.600
Angka kuman = 206 x 102 + 38 x 103/ 2
= 58.600/2
= 29.300
= 2,9 x 104
3. Lumpia
Angka kuman = (231 x 102) + (104 x 103) + (31 x 104) / 3
= 23.000 + 104.000 + 300.000 / 3
= 437.100 / 3
= 145.700
= 1,5 x 105
4. Ayam Goreng
Angka Kuman = 68 x 102 / 1
= 6,8 x 103
5. Telur Balado
Angka kuman = (2287 x 102) + (143 x 103) + (35 x 104) / 3
= 28.700 + 143.000 + 350.000 / 3
= 521.700/3
= 173.000
= 1,7 x 105
6. Tahu Bacem
Angka kuman = (278 x 103) + (145 x 104) + (42 x 105) / 3
= 278.000 + 1.450.000 + 4.200.000 / 3
= 5.928.000 / 3
= 1.976.000
= 2,0 x 106
F. PEMBAHASAN
Dalam kualitas mikrobiologis makanan dapat menggunakan parameter
Total Plate Count (TPC) dengan satuan koloni/g, uji Salmonella sp dengan
satuan (per 25g), Uji Escherchia coli dengan satuan (MPN/g), Uji Staphylococcus
sp. (koloni/g), dan Uji Kapang/khamir dengan satuan (koloni/g) (Hernawati dkk,
2018). Angka kuman menjadi parameter dalam kualitas mikrobiologis karena
keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka Lempeng Total
adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan selain itu juga dapat
diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh (Hidayat, 2014).
Dari angka kuman yang telah dihitung dari berbagai sampel makanan dapat
diketahui; pada makanan arem-arem memiliki angka kuman 3,7 x 103. Pada kue
putu mempunyai angka kuman 2,9 x 104. Pada sampel makanan lumpia memiliki
angka kuman 1,5 x 103.pada sampel makanan ayam goreng memiliki angka
kuman 6,8 x 103. Pada sampel makanan telur balado memiliki angka kuman 1,7 x
105. Sampel makanan yang terakhir yaitu tahu bacem, memiliki angka kuman 2,0
x 106. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sampel yang memiliki angka
kuman paling rendah yaitu pada sampel makanan arem-arem yaitu 3,7 x 103, hal
ini dikarenakan arem-arem yang dijadikan samel dioleh secara higiensi,
terbungkus daun serta diletakan dalam etalase kaca dan berada di dalam ruangan.
Sedangkan sampel makanan yang memiliki angka kuman terbanyak yaitu pada
sampel makanan tahu bacem, hal ini dapat terjadi karena pada tahu bacem yang
dijadikan sampel diolah secara tradisional yang belum tentu higienis proses
pengolahanya, pada saat dijajakan tahu bacem ini tanpa bungkus serta naman
dalam keadaan terbuka sehingga dengan mudah terkontaminasi mikrobiologi.
Dampak yang mungkin terjadi akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi
mikrobiologi adalah terjadinya keracunan (Rorong dan Wilar, 2020). Selain itu
memakan makanan yang terkontaminasi mikroba dapat memicu terjadinya
gangguan saluran pencernaan atau yang disebut dengan gastrointestinal (Huda dan
Tuntun, 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi mikrobiologis pada
makanan yang telah diteliti diantaranya karena cara pengolahan, cara
membungkusan serta cara penyajian dari makanan tersebut. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Setyorini dengan judul Hubungan Antara Praktek
Higiene Pedagang dengan Keberadaan Escherichia coli pada Rujak yang Dijual di
Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang yang menyebutkan kontaminan
mikroba yang ditemukan pada makanan dapat dikarenakan cara penyimpanan
makanan yang kurang tepat ataupun adanya kontaminan yang ada pada makanan
itu sendiri. Dari seluruh sumber kontaminan yang dapat mengkontaminasi
makanan, yang paling besar pengaruhnya yaitu dari kontaminasi higiene
perorangan yang kurang baik (Setyorini, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Suci Amalia F., Retno Hestiningsih, Praba
Ginandjar, M. Arie Wuryanto pada ahun 2019 dengan judul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Mikrobiologis Jajanan Batagor Di Kecamatan Tembalang
yang menunjukkan terdapat hubungan antara praktik hygiene pedagang, sanitasi
tempat berjualan, dan sanitasi air yang digunakan dengan kualitas mikrobiologis
batagor di Kecamatan Tembalang (Amalia dkk, 2019). Penelitan lain yang sejalan
yaitu penelitan yang dilakukan oleh Tuti Yuniatun, Martini, Susiana
Purwantisari, dan Sri Yuliawati pada tahun 2017 yang berjudul Hubungan
Higiene Sanitasi dengan Kualitas Mikrobiologis pada Makanan Gado-Gado Di
Kecamatan Tembalang Kota Semarang yang menunjukkan hubungan yang
antara praktik higiene penjual dan sanitasi tempat penjualan dengan kualitas
mikrobiologis gado-gado di Kecamatan Tembalang (Yuniatun dkk, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyati dan Herlinawati pada tahun
2014 dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas
Mikrobiologis Produk Industri Rumah Tangga Pangan yang menyebutkan bahwa
ada hubungan antara tempat produksi Industri Rumah Tangga Pangan, personal
hygiene, pengetahuan, hygiene dan sanitasi makanan dengan kualitas
mikrobiologis makanan (Mulyati dan herlinawati, 2014).
G. KESIMPULAN
1. Mampu mengetahui kualitas mikrobiologis pada makanan dengan cara
menghitung angka kuman.
2. Mampu melakukan penentuan jumlah angka kuman pada sampel makanan
arem-arem, kue putu, lumpia, ayam goreng, telur balado dan tahu bacem
serta mengetahui sampel makanan mana yang memiliki angka kuman paling
tinggi dan paling rendah.
3. Mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi
mikrobiologis pada makanan antara lain; cara pengolahan, cara
membungkusan serta cara penyajian makanan
H. DAFTAR PUSTAKA
Amalia dkk,. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Mikrobiologis
Jajanan Batagor Di Kecamatan Tembalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
(e-Journal) .
Aritonang I. Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta : Leutika dengan
CEBIOS dan Jurusan Gizi Poltekes; 2012

Hernawati, dkk (2018). Uji Mikrobiologi Biskuit Dengan Penambahan Tepung


Kulit Pisang. Life Science 7.
Hidayat, Firman (2014) Perbandingan Angka Lempeng Total Pada Telur Asin
Bermerek dan Tidak Bermerek Yang di Jual di Sekitar Rumah Sakit Umum
Haji Surabaya. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Huda, M. dan Tuntun (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Jumlah


Mikroba Pada Kecap Manis Isi Ulang Yang Digunakan Penjual Bakso Di
Kecamatan Way Halim Kota Bandar Lampung. Jurnal Analis Kesehatan:
Volume 4, No.1.
Jamhari, M. (2018). Uji Mikrobiologis Pada Sampel Makanan Dan Minuman
Microbiological Test On Food And Drink Samples .
Mulyanti, S. dan Herlinawati (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kualitas Mikrobiologis Produk Industri Rumah Tangga Pangan. Jurnal
Kesehatan.
Nurmawati ,Syndi S. P. (2019). Faktor Risiko Penyebab Foodborne Disease pada
Siswa SD. Jurnal Sistem Kesehatan.
Pujianto dan budiman (2020). Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas
Mikrobiologis Sambel Tumpang Pada Pedagang Nasi Pecel Tumpang.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat(The Public Health Science Journal),
184-191.
Setyorini E. Hubungan Antara Praktek Higiene Pedagang dengan Keberadaan
Escherichia coli pada Rujak yang Dijual di Sekitar Kampus Universitas
Negeri Semarang. J Kesehat Masy Univ Negeri Semarang. 2013;3(1):1–
10.

Wilar, J. A. (2020). KERACUNAN MAKANAN OLEH MIKROBA. Techno


Science Journal, 47-60.
Yuniatun, Tuti, M. S. (2017). Hubungan Higiene Sanitasi Dengan Kualitas
Mikrobiologis Pada Makanan Gado-Gado Di Kecamatan Tembalang Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai