Anda di halaman 1dari 4

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Banteng

Banteng jantan di Taman Nasional Alas

Purwo

Status konservasi

Terancam (IUCN 3.1) [1]

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mammalia

Ordo: Artiodactyla

Famili: Bovidae

Subfamili: Bovinae

Genus: Bos
Spesies: B. javanicus

Nama binomial

Bos javanicus

d'Alton, 1823

Subspesies

tampil

Daftar

Sebaran banteng (2008).[2]

Hijau: ditemukan. Merah: mungkin ada

Sinonim[3][4]

tampil

Daftar

Banteng (dari bahasa Jawa/Sunda: banthèng; nama spesies: Bos javanicus)


atau tembadau adalah spesies hewan yang sekerabat dengan sapi dan ditemukan di berbagai
wilayah Asia Tenggara. Banteng jantan dan betina memiliki perbedaan yang mencolok (dimorfisme
seksual): pejantan biasanya berkulit cokelat gelap atau hitam, berbadan besar dan kekar,
sedangkan banteng betina lebih langsing dan memiliki kulit cokelat muda. Banteng memiliki bercak
besar berwarna putih di bagian bokong. Baik pejantan maupun betina memiliki tanduk, umumnya
dengan panjang 60 hingga 75 cm. Ilmuwan umumnya membaginya menjadi tiga subspesies:
banteng jawa, banteng indocina, dan banteng kalimantan. Banteng liar biasanya lebih besar
dibandingkan banteng yang telah didomestikasi oleh manusia.
Banteng aktif pada siang dan malam hari, tetapi aktivitas malam lebih umum di daerah yang banyak
dikunjungi manusia. Kawanan banteng di alam liar terdiri dari 2 hingga 40 ekor banteng dengan
hanya satu pejantan. Banteng adalah hewan dalam golongan herbivora dan memakan berbagai
tumbuhan seperti rumput, teki, tunas, daun, bunga, dan buah-buahan. Banteng sering minum air,
terutama dari air yang tenang, tetapi mampu bertahan beberapa hari tanpa air di musim
kemarau. Fisiologi reproduksi banteng tidak banyak diketahui, tetapi mungkin mirip dengan sapi
eropa yang telah banyak diamati. Induk banteng mengandung dalam jangka 285 hari (lebih dari 9
bulan, atau seminggu lebih lama dibandingkan sapi eropa) dan kemudian melahirkan seekor anak
banteng saja. Banteng ditemukan di berbagai jenis habitat di jangkauan alamiahnya, termasuk hutan
bertumbuhan peluruh, setengah peluruh, bagian bawah hutan montana, lahan pertanian yang
ditinggalkan, serta daerah rerumputan.
Populasi banteng liar terbanyak berada di Kamboja, Jawa, Kalimantan (terutama Sabah, Malaysia)
dan Thailand. Banteng ternak dapat ditemukan di Bali, pulau-pulau timur Indonesia (seperti
Sulawesi, Sumbawa, Sumba), Australia, Malaysia, dan Papua Nugini. Banteng ternak di Indonesia
disebut sapi bali, dan jumlahnya mencapai hampir 25% dari seluruh populasi sapi di Indonesia.
Peternakan banteng dilakukan untuk menghasilkan daging, dan kadang digunakan sebagai hewan
pekerja. Banteng feral ditemukan di Australia Utara (berasal dari banteng ternak yang didatangkan
pada masa kolonisasi Britania dan kemudian dilepas dan menjadi liar), dan kemungkinan
di Kalimantan Timur, Pulau Enggano, serta Kepulauan Sangihe. Banteng liar dinyatakan
sebagai spesies genting dalam Daftar Merah IUCN. Di tempat hidup alamiahnya, banteng liar
terancam oleh perburuan liar (untuk makanan, olahraga, obat tradisional, dan diambil tanduknya),
hilangnya habitat, fragmentasi habitat, dan penyakit. Banteng dianggap sebagai hewan yang
dilindungi di semua negara tempatnya hidup dan sebagian besar hanya ditemukan di daerah yang
dilindungi (kecuali mungkin Kamboja).

Taksonomi dan asal-usul


Deskripsi spesies banteng pertama kali dilakukan oleh seorang naturalis Jerman Joseph Wilhelm
Eduard d'Alton pada tahun 1823.[4][5] Nama banteng yang diserap dari bahasa
Jawa banthèng digunakan sebagai nama umum spesies ini, termasuk dalam bahasa luar Nusantara
seperti bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman.[6][7][8] Nama-nama lokal lain yang digunakan di daerah
jangkauan banteng adalah tembadau atau sapi hutan (Melayu), wau daeng (Thai), ngua pha (Laos),
dan tsiane (Myanmar).[8] Deskripsi d'Alton berasal dari dua tengkorak yang berasal dari
Pulau Jawa dari seekor pejantan dan seekor betina, tetapi hanya pejantannya yang disebut sebagai
banteng oleh d'Alton, sedangkan betinanya ia sebut sebagai sapi liar dari Jawa. [5] Tengkorak-
tengkorak ini dibawa ke Museum Nasional Sejarah Alam di Leiden, Belanda. Berbagai nama
kemudian digunakan oleh komunitas ilmiah untuk spesies banteng, termasuk Bos
leucoprymnus, Bos banteng, Bos bantinger, dan Bos sondaicus. Kemudian, Dirk Albert Hooijer yang
bekerja di museum tersebut menyebut bahwa nama yang digunakan d'Alton pada 1823-lah yang
merupakan nama pertama yang sah. d'Alton menggunakan nama Bibos javanicus untuk pejantan
yang ia deskripsikan, atau bisa dianggap sebagai Bos (Bibos)
javanicus jika Bibos adalah subgenus dari Bos.[4][9]
Nama Bos leucoprymnus diajukan pada 1830, tetapi awalnya ditolak karena dianggap
mendeskripsikan persilangan antara banteng dengan seekor sapi ternak; tetapi Hooijer menulis
bahwa belum tentu deskripsi tersebut merujuk kepada spesies silang, dan kalaupun benar, nama
tersebut tetap sah (sebagai sinonim). Namun, nama ini muncul tujuh tahun setelah deskripsi d'Alton
sehingga tidak mendapat prioritas. Demikian juga dengan nama Bos banteng yang tercatat pada
1836 dan Bos bantinger pada 1845. Dalam revisi deskripsi d'Alton yang dikeluarkan pada 1845,
para penulisnya berpendapat bahwa kedua spesimen tersebut adalah sapi liar dan
menyebutnya Bos sundaicus. Salah satu kesalahan dalam tulisan ini adalah spesimen betina
dianggap sebagai pejantan muda, dan kesalahan ini banyak diikuti tulisan-tulisan selanjutnya. [4]
Subspesies

Perbedaan ciri wajah banteng indocina (kiri) dan banteng jawa


(kanan) (Proceedings of the Zoological Society of London, 1898)
Dari perbedaan fenotipe, terdapat tiga subspesies yang diakui secara umum, walaupun tidak semua
penulis menerima penggolongan ini, dengan alasan seringnya terjadi persilangan antara populasi
banteng yang tinggal sedikit dengan kerabat-kerabat sapi lainnya. Ketiga subspesies ini adalah: [1][3][10]

 Banteng jawa (B. j. javanicus) d'Alton, 1823: Terdapat di Jawa dan mungkin Bali.
 Banteng indocina atau banteng birma (B. j. birmanicus) Lydekker, 1898: Terdapat di
daratan Asia Tenggara
 Banteng kalimantan atau banteng borneo (B. j. lowi) Lydekker, 1912: Hanya ada
di Kalimantan.
Penelitian filogeni yang dilakukan pada 2015 memperoleh genom mitokondria lengkap dari banteng
kalimantan. Hasil ini menunjukkan bahwa banteng kalimantan berkerabat lebih dekat
dengan seladang atau gaur (Bos gaurus) dibandingkan subspesies banteng yang lain dan
diperkirakan mengalami divergensi sekitar 5,03 juta tahun yang lalu. Selain itu, banteng kalimantan
memiliki jarak genetik yang lebih jauh dengan sapi eropa (Bos taurus taurus) maupun sapi
zebu (Bos taurus indicus). Hal ini mengindikasikan banteng kalimantan liar tidak banyak bersilangan
dengan kedua jenis sapi tersebut sejak divergensi genetik nenek moyang mereka. Peneliti tersebut
juga mengusulkan kemungkinan banteng kalimantan dianggap sebagai spesies sendiri. Hubungan
filogenetik antara subspesies-subspesies banteng dengan kerabat-kerabatnya ditunjukkan
oleh kladogram berikut ini:[11][12]

Anda mungkin juga menyukai