Anda di halaman 1dari 32

ANOA

Anoa Dataran Rendah Anoa Pegunungan

Klasifikasi ilmiah Anoa adalah hewan endemik


Kingdom: Animalia Sulawesi, sekaligus maskot provinsi
Filum: Chordata Sulawesi Tenggara. Berdasarkan letak
Kelas: Mamalia persebarannya, hewan ini tergolong fauna
Ordo: Artiodactyla peralihan. Sejak tahun 1960-an, anoa
Famili: Bovidae
berada dalam status terancam punah.
Subfamili: Bovinae
Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari
Genus: Bubalus
B. quarlesi 5000 ekor yang masih bertahan hidup.
Spesies:
B. depressicornis Anoa sering diburu untuk diambil kulit,
tanduk dan dagingnya.

Ada dua spesies anoa, yaitu: Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran
rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya juga termasuk jenis yang agresif dan sulit dijinakkan
untuk dijadikan hewan ternak (domestikasi). Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan bentuk tanduk
dan ukuran tubuh. Anoa dataran rendah relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta
memiliki tanduk melingkar. Sementara anoa pegunungan lebih besar, ekor panjang, berkaki putih,
dan memiliki tanduk kasar dengan penampang segitiga. Penampilan mereka mirip dengan kerbau,
dengan berat berat tubuh 150-300 kilogram dan tinggi 75 centimeter.
Anoa termasuk hewan herbivora. Di alam bebas, anoa memakan makanan yang berair
(aquatic feed), seperti pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan yang jatuh, dan jenis umbi-umbian.
Anoa dataran rendah terkadang juga meminum air laut yang diduga untuk memenuhi kebutuhan
mineral mereka. Di dataran tinggi, anoa juga menjilat garam alami untuk memenuhi kebutuhan
mineralnya.
Habitat anoa berada di hutan tropika dataran, sabana (savanna), terkadang juga dijumpai di
rawa-rawa. Mereka merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat. Berbeda
dengan sapi yang lebih suka hidup berkelompok, anoa hidup semi soliter, yaitu hidup
sendiri atau berpasangan dan hanya akan bertemu dengan kawanannya jika si betina akan
melahirkan. Mereka paling aktif pada saat pagi dan sore hari, ketika udara masih dingin.
BABI HUTAN (CELENG)

Babi Hutan (Celeng)

Klasifikasi ilmiah Babi celeng (Sus scrofa), celeng (saja) atau


Kingdom: Animalia secara umum dikenal sebagai babi hutan
Filum: Chordata adalah nenek moyang babi liar yang
Kelas: Mammalia menurunkan babi ternak (Sus domesticus).
Ordo: Artiodactyla Daerah penyebarannya adalah di hutan-hutan
Famili: Suidae
Eropa Tengah, Mediterania (termasuk
Genus: Sus
Pegunungan Atlas di Afrika Tengah)
Spesies: S. scrofa
dan sebagian besar Asia hingga paling selatan di Indonesia. Ia termasuk familia Suidae yang
mencakup warthog dan bushpig di Afrika, babi kerdil di utara India, dan babirusa di Indonesia.

Babi yang berukuran besar; beratnya dapat mencapai 200 kg (400 pound) untuk
jantan dewasa, serta panjangnya dapat mencapai 1,8 m (6 kaki). Babi celeng di Indonesia
panjang tubuhnya hingga 1.500 mm, panjang telinga 200–300 mm, dan tinggi bahunya
600–750 mm.

Anak jenis S.s. vittatus didapati di Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa;
kemungkinan pula di Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, hingga Pulau Komodo. Anak jenis
ini dibedakan dari subspesies lainnya karena memiliki tulang hidung (nasal) yang relatif
lebih pendek, yakni 45-48% panjang tengkorak (48-51% pada anak jenis lainnya).

Jika terkejut atau tersudut, hewan ini dapat menjadi agresif - terutama betina
dewasa yang sedang melindungi anak-anaknya - dan jika diserang akan mempertahankan
dirinya dengan taringnya.

Di Jawa, babi celeng diketahui berkawin silang dengan babi bagong (S.
verrucosus). Di tempat-tempat lain, kemungkinan pula dengan babi berjenggot (S.
barbatus) dan babi sulawesi (S. celebensis).
BABI RUSA

Babi Rusa

Klasifikasi ilmiah Babirusa adalah marga hewan dari


Kingdom: Animalia beberapa jenis babi liar yang hanya terdapat di
Filum: Chordata sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge,
Kelas: Mammalia Sula, Buru dan pulau-pulau Maluku lainnya.
Ordo: Artiodactyla Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan
Famili: Suidae
hujan tropis.
Genus: Babyrousa
Babyrousa
Species: babyrussa
Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan
dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa
binatang buas yang sering menyerang

Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada
65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri,
pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai
pemimpinnya.

Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat
ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu sampai
dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi
babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan
bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa
lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.

Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena
merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian
sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan
tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.
BADAK BERCULA SATU (BADAK JAWA)

Badak Bercula Satu

Klasifikasi ilmiah Badak jawa, atau badak bercula-


Kingdom: Animalia satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah
Filum: Chordata anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari
Kelas: Mammalia
lima badak yang masih ada. Badak ini
Ordo: Perissodactyla
Famili: Rhinocerotidae masuk ke genus yang sama dengan badak
Genus: Rhinoceros india dan memiliki kulit bermosaik yang
Spesies: R. sondaicus menyerupai baju baja.

Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil
daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya
biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.

Binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tetapi di seluruh Nusantara,
sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis,
dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang.
Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi
badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan
perkiraan populasi tidak lebih dari 8 pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak jawa
diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan
tradisional Tiongkok. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat,
yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara.

Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan
hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa
kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak,
walaupun suatu kelompok kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat
mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak
jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu.
BANTENG

Banteng

Klasifikasi ilmiah Banteng atau tembadau (dari


Kingdom: Animalia bahasa Jawa, banṭhèng), Bos javanicus,
Filum: Chordata adalah hewan yang sekerabat dengan sapi
Kelas: Mammalia dan ditemukan di Myanmar, Thailand,
Ordo: Artiodactyla Kamboja, Laos, Vietnam, Kalimantan,
Famili: Bovidae
Jawa, dan Bali. Banteng dibawa ke
Subfamili: Bovinae
Australia Utara pada masa kolonisasi
Genus: Bos
Spesies: B. javanicus Britania Raya pada tahun 1849 dan sampai
sekarang masih lestari.

Terdapat tiga anak jenis banteng liar: B. javanicus javanicus (di Jawa, Madura, dan
Bali), B. javanicus lowi (di Kalimantan, jantannya berwarna coklat bukan hitam), dan B.
javanicus birmanicus (di Indocina).

Banteng dapat mencapai tinggi sekitar 1,6m di bagian pundaknya dan panjang badan
2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 - 810 kg, bahkan bisa mencapai berat satu ton,
sedangkan betinanya lebih ringan. Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah dan
pantat,punuk putih, serta warna putih disekitar mata dan moncongnya, walaupun terdapat sedikit
dimorfisme seksual pada ciri-ciri tersebut. Banteng jantan memiliki kulit berwarna biru-hitam
atau atau coklat gelap, tanduk panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak.
Sementara, betinanya memiliki kulit coklat kemerahan, tanduk pendek yang mengarah ke dalam
dan tidak berpunuk.

Banteng memakan rumput, bambu, buah-buahan, dedaunan, dan ranting muda. Banteng
umumnya aktif baik malam maupun siang hari, tetapi pada daerah permukiman manusia,
mereka beradaptasi sebagai hewan nokturnal. Banteng memiliki kecenderungan untuk
berkelompok pada kawanan berjumlah dua sampai tiga puluh ekor. Taman Nasional Ujung
Kulon, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Alas Purwo
dan Taman Nasional Baluran menjadi pertahanan terakhir hewan asli Asia Tenggara ini.
BEKANTAN

Bekantan

Klasifikasi ilmiah Bekantan atau dalam nama


Kingdom: Animalia ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis
Filum: Chordata monyet berhidung panjang dengan rambut
Kelas: Mammalia
berwarna coklat kemerahan dan merupakan
Ordo: Primata
Famili: Cercopithecidae satu dari dua spesies dalam genus tunggal
Subfamili: Colobinae monyet Nasalis.
Genus: Nasalis
É. Geoffroy, 1812
Spesies: N. larvatus

Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang
dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan
jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Monyet betina lebih
memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan
dikenal juga sebagai monyet Belanda. Dalam bahasa Brunei (kxd) disebut bangkatan.

Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm
dengan berat mencapai 24 kg. Monyet betina berukuran 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini
juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengonsumsi makanannya. Selain
buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan
banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan
jadi membuncit. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, kadang-kadang terlihat berenang
dari satu pulau ke pulau lain. Untuk menunjang kemampuan berenangnya, pada sela-sela jari
kaki bekantan terdapat selaputnya. Selain mahir berenang bekantan juga bisa menyelam dalam
beberapa detik, sehingga pada hidungnya juga dilengkapi semacam katup.

Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Borneo
(Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunai). Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas
pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 monyet.

Bekantan merupakan maskot fauna provinsi Kalimantan Selatan.


BERUANG MADU

Beruang Madu

Klasifikasi ilmiah Beruang madu (Helarctos


Kingdom: Animalia malayanus) termasuk familia Ursidae dan
Filum: Chordata merupakan jenis paling kecil dari kedelapan
Kelas: Mammalia jenis beruang yang ada di dunia. Beruang
Ordo: Carnivora ini adalah fauna khas provinsi Bengkulu
Famili: Ursidae
sekaligus dipakai sebagai simbol dari
Genus: Helarctos
Horsfield 1825 provinsi tersebut. Beruang madu juga
Spesies: H. malayanus merupakan maskot dari kota Balikpapan.

Beruang madu di Balikpapan dikonservasi di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung
Sungai Wain.

Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 – 65 kg.


Bulu beruang madu cenderung pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya berwarna
cokelat atau biru, selain itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong. Di bawah bulu
lehernya terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang dipercaya menggambarkan matahari
terbit. Bayi beruang madu yang baru lahir memiliki bulu yang lebih lembut, tipis dan bersinar.

Beruang jenis ini memiliki lidah yang sangat panjang dan dapat dipanjangkan sesuai
dengan kondisi alam untuk menyarikan madu dari sarang lebah di pepohonan. Selain itu,
panjang lidahnya dapat melebihi 25 cm itu juga digunakan untuk menangkap serangga kecil di
batang pohon. Beruang madu memiliki penciuman yang sangat tajam dan memiliki kuku yang
panjang di keempat lengannya yang digunakan untuk mempermudah mencari makanan. Lengan
beruang jenis ini cukup lebar dan memiliki kuku melengkung serta berlubang yang
memudahkannya memanjat pohon. Kuku tangan yang melengkung digunakan oleh beruang ini
untuk menggali rayap, semut dan sarang lebah dan beruang yang sedang mencari madu akan
segera menghancurkan kayu yang masih hidup dan segar dan bahkan berusaha untuk
menggaruk pohon yang kayunya keras. Gigi beruang ini lebih datar dan merata dibandingkan
dengan jenis beruang lain, gigi taringnya cukup panjang sehingga menonjol keluar dari mulut
CENDRAWASIH

Cendrawasih

Klasifikasi ilmiah Burung-burung Cenderawasih


Kingdom: Animalia merupakan anggota famili Paradisaeidae
Filum: Chordata dari ordo Passeriformes. Burung anggota
Kelas: Aves
keluarga ini dikenal karena bulu burung
Ordo: Passeriformes
Famili: Paradisaeidae jantan pada banyak jenisnya,

terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya.
Ukuran burung Cenderawasih mulai dari Cenderawasih raja pada 50 gram dan 15 cm hingga
Cenderawasih paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cenderawasih manukod jambul-bergulung
pada 430 gram.

Warna bulu cenderawasih yang mencolok biasanya merupakan kombinasi beberapa


warna yang lain seperti hitam, cokelat, oranye, kuning, putih, biru, merah, hijau, dan ungu.
Burung ini semakin molek dengan keberadaan bulu memanjang dan unik yang tumbuh dari
paruh, sayap, atau kepalanya. Burung cendrawasih yang berbulu indah ini biasanya adalah
pejantan. Cenderawasih betina cenderung berukuran lebih kecil dengan warna bulu yang tidak
seindah dan sesemarak warna cenderawasih jantan.

Warna yang dimiliki burung surga ini bermacam-macam dan menjadi salah satu
indikator pengelompokan jenis mereka. Burung cendrawasih dikelompokkan dalam famili
Paradisaeidae; terdiri dari 13 genus dan sekira 43 spesies (jenis). Habitat aslinya di hutan-hutan
lebat yang umumnya terletak di daerah dataran rendah dan hanya dapat ditemukan di Indonesia
bagian timur terutama pulau-pulau selat Torres, Papua Nugini, dan Australia timur.

Indonesia adalah negara dengan jumlah spesies cendrawasih terbanyak. Diduga


terdapat sekira 30 jenis cendrawasih di Indonesia, 28 jenis diantaranya dapat ditemukan
di Papua. Burung cenderawasih mati kawat (Seleucidis melanoleuca) adalah jenis yang
menjadi maskot atau identitas Provinsi Papua.
DUYUNG

Duyung atau Dugong

Klasifikasi ilmiah Duyung atau dugong (Dugong


Kingdom: Animalia dugon) adalah sejenis mamalia laut
Filum: Chordata
yang merupakan salah satu anggota
Kelas: Mamalia
Ordo: Sirenia Sirenia atau lembu laut yang masih
Famili: Dugongidae bertahan hidup selain manatee. Ia
Gray, 1821

Subfamili: Dugonginae merupakan satu-satunya hewan yang


Simpson, 1932
Dugong mewakili suku Dugongidae. Selain itu,
Genus: Lacépède, 1799
ia juga merupakan satu-satunya
Spesies: D. dugon
lembu laut yang bisa ditemukan di kawasan perairan sekurang-kurangnya di 37 negara
di wilayah Indo-Pasifik, walaupun kebanyakan duyung tinggal di kawasan timur
Indonesia dan perairan utara Australia. Duyung atau dugong adalah satu-satunya
mamalia laut herbivora atau maun (pemakan dedaunan), dan semua spesies sapi laut
hidup pada perairan segar dengan suhu air tertentu.

Duyung sangat bergantung kepada rumput laut sebagai sumber makanan,


sehingga penyebaran hewan ini terbatas pada kawasan pantai tempat ia dilahirkan.
Hewan ini membutuhkan kawasan jelajah yang luas, perairan dangkal serta tenang,
seperti di kawasan teluk dan hutan bakau. Moncong hewan ini menghadap ke bawah
agar dapat menjamah rumput laut yang tumbuh di dasar perairan.

Duyung bisa mencapai usia hingga 70 tahun atau lebih, serta dengan angka
kelahiran yang rendah yang mengancam menurunnya populasi duyung. Duyung juga
terancam punah akibat badai, parasit, serta hewan pemangsa seperti ikan hiu, paus
pembunuh dan buaya.
ELANG BONDOL

Elang Bondol

Klasifikasi ilmiah Elang bondol berkuran sedang (43-51


Kingdom: Animalia cm), memiliki sayap yang lebar dengan ekor
Filum: Chordata pendek dan membulat ketika membentang.
Kelas: Aves Bagian kepala, leher dan dada berwarna putih,
Ordo: Accipitriformes sisanya berwarna merah bata pucat, bagian
Famili: Accipitridae
ujung bulu primer berwarna hitam, dan
Genus: Haliastur
tungkai berwarna kuning.
Spesies: H. indus
Pada individu anak secara keseluruhan berwarna coklat gelap, pada beberapa bagian bergaris-
garis putih mengkilap.

India, Cina selatan, Asia tenggara, Indonesia, Australia.Di Indonesia, penyebaran nya
ada di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua. Sedangkan
di Indonesia dan India, dapat ditemukan di daerah pedalaman. Di Kalimantan sendiri, elang
bondol dapat di temui di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Keberadaan elang bondol disana
melimpah.

Elang bondol lebih mirip burung pemakan bangkai dibanding burung pemangsa, namun
burung ini memangsa buruan kecil seperti ikan, kepiting, kerang, katak, pengerat, reptil, dan
bahkan serangga. Elang bondol mencari makan di atas daratan maupun di atas permukaan air,
burung ini terbang melayang di ketinggian 20 - 50 meter di atas permukaan.

Elang bondol menangkap mangsanya di atas permukaan air dengan cakarnya, burung
ini tidak menyelam ke dalam air. Elang bondol juga memakan bangkai dari sisa-sisa makanan
dan sampah sehingga burung ini cukup umum ditemukan di sekitar pelabuhan dan pesisir
tempat pengolahan ikan. Elang bondol memakan tangkapannya saat terbang untuk menghindari
pencurian.
ELANG JAWA

Elang Jawa

Klasifikasi ilmiah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)


Kingdom: Animalia adalah salah satu spesies elang berukuran
Filum: Chordata sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa
Kelas: Aves ini dianggap identik dengan lambang
Ordo: Accipitriformes negara Republik Indonesia, yaitu Garuda.
Famili: Accipitridae
Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan
Genus: Nisaetus
sebagai maskot satwa langka Indonesia
Spesies: N. bartelsi
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4
bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan
bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna
hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis
(sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret
hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah
lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai
kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup
tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar
melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna
serupa, sedikit lebih besar. Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di
pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi
bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.

Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional
Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun
penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah
perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar
ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa.
GAJAH SUMATERA

Gajah Sumatera

Klasifikasi ilmiah Gajah sumatera adalah


Kingdom: Animalia subspesies dari gajah asia yang hanya
Filum: Chordata
berhabitat di pulau Sumatera. Gajah
Kelas: Mammalia
Ordo: Proboscidea sumatera berpostur lebih kecil daripada
Famili: Elephantidae subspesies gajah india. Populasinya
Genus: Elephas
semakin menurun dan menjadi spesies
Spesies: E. maximus
Subspesies: E. m. sumatranus yang sangat terancam.

Sekitar 2000 sampai 2700 ekor gajah sumatera yang tersisa di alam liar
berdasarkan survei pada tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah sumatera lenyap
akibat dibunuh manusia, dan 30% kemungkinan dibunuh dengan cara diracuni oleh
manusia. Sekitar 83% habitat gajah sumatera telah menjadi wilayah perkebunan akibat
perambahan yang agresif.

Gajah sumatera adalah mamalia terbesar di Indonesia, beratnya mencapai 6 ton


dan tumbuh setinggi 3,5 meter pada bahu. Periode kehamilan untuk bayi gajah sumatera
adalah 22 bulan dengan umur rata-rata sampai 70 tahun. Herbivora raksasa ini sangat
cerdas dan memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia darat lain.
Telinga yang cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu
mengurangi panas tubuh. Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air
dengan cara memegang atau menggenggam bagian ujungnya yang digunakan seperti
jari untuk meraup.
HARIMAU SUMATERA

Harimau Sumatera

Klasifikasi ilmiah Harimau sumatera (bahasa Latin:


Kingdom: Animalia Panthera tigris sumatrae) adalah
Filum: Chordata subspesies harimau yang habitat aslinya di
Kelas: Mammalia pulau Sumatera, merupakan satu dari enam
Ordo: Carnivora subspesies harimau yang masih bertahan
Famili: Felidae
hidup hingga saat ini dan termasuk dalam
Genus: Panthera
klasifikasi satwa kritis yang terancam
Spesies: P. tigris
punah (critically endangered)
Subspesies: P. t. sumatrae
dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi
liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera.

Harimau sumatera adalah subspesies harimau terkecil. Harimau sumatera mempunyai


warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar
dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Harimau sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92
inci dari kepala ke buntut atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300
pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm.
Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau
sekitar 91 kg. Belang harimau sumatera lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna
kulit harimau sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning
kemerah-merahan hingga oranye tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai
dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan.

Harimau sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup
di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan
sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang
250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia.
JALAK BALI

Jalak Bali
Klasifikasi ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Kingdom: Animalia adalah sejenis burung pengicau berukuran
Filum: Chordata sedang, dengan panjang lebih kurang 25cm,
Kelas: Aves
dari suku Sturnidae. Ia turut dikenali
Ordo: Passeriformes
Famili: Sturnidae sebagai Curik Ketimbang Jalak. Jalak Bali
Leucopsar memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya
Genus: Stresemann, 1912
memiliki bulu yang putih di seluruh
Spesies: L. rothschildi
tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Bagian pipi yang tidak
ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Burung jantan dan
betina serupa.

Endemik Indonesia, Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali.
Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan
sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi undang-
undang.

Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan
menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang pertama yang
mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912.

Karena penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu burung yang
paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat
hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi burung ini
cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini sampai
terjadi, sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak
Bali.
KANGGURU POHON

Kangguru Pohon

Klasifikasi ilmiah Kanguru pohon pemilik nama latin


Kingdom: Animalia Dendrogalus mayri cenderung sangat kikuk
Filum: Chordata ketika berada di atas permukaan tanah
Kelas: Mammalia
karena ekornya yang panjang dan berat.
Infrakelas: Marsupialia
Ordo: Diprotodontia Bagaimanpun mereka adalah spesies yang
Famili: Macropodidae sangat lincah dan cepat ketika berada di
Subfamili: Macropodinae atas pohon. Hewan endemik satu ini
Genus: Dendrolagus berkaki lebih pendek dan lebar dengan
Müller, 1840

cakar panjang dan melengkung yang dapat membantu mereka bergerak cepat dan berpegangan
di atas pepohonan.

Kangguru pohon adalah satu-satunya marcopod yang dapat menggerakan kaki belakang
secara independen ketika berjalan bersamaan secara sinkron. Ekornya yang panjang dan berat
memberikan keseimbangan ketika melompat dari satu pohon ke pohon lainnya.

Satwa ini adalah pelompat yang handal, mereka dapat melompat hingga mencapai 9
meter atau 25 kaki dari pohon ke pohon.

Dengan berat tubuh sekitar 15 – 30 pounds dan dengan gigi kecil yang dimilikinya,
makanan pokok kanguru pohon adalah dedaunan, bunga, buah-buahan, ranting pohon, telur,
burung kecil dan rerumputan. Mereka mempunyai kebiasaan menjilati tubuhnya sendiri guna
menjaga suhu tubuhnya.
KASUARI

Kasuari Gelambir Tunggal Kasuari Gelambir Ganda Kasuari Kerdil

Klasifikasi ilmiah Kasuari merupakan sebangsa


Kingdom: Animalia burung yang mempunyai ukuran tubuh
Filum: Chordata sangat besar dan tidak mampu terbang.
Kelas: Aves
Kasuari yang merupakan binatang yang
Ordo: Struthioniformes
Famili: Casuariidae dilindungi di Indonesia dan juga menjadi
Casuarius fauna identitas provinsi Papua Barat terdiri
Genus: Brisson, 1760
atas tiga jenis (spesies). Ketiga spesies
Casuarius casuarius
Spesies: Casuarius unappendiculatus Kasuari yaitu Kasuari Gelambir
Casuarius bennetti
Tunggal (Casuarius unappendiculatus), Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius), dan
Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).

Kasuari merupakan burung endemik yang hanya hidup di pulau Papua dan sekitarnya,
kecuali Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) yang dapat juga ditemukan di benua
Australia bagian timur laut.

Burung Kasuari merupakan burung besar yang indah menawan. Namun dibalik
keindahan burung Kasuari mempunyai sifat yang agresif dan cenderung galak jika diganggu.
Burung bergenus Casuarius ini sangat galak dan pemarah dan tidak segan-segan mengejar
korban atau para pengganggunya. Karenanya di kebun binatangpun, Kasuari tidak dibiarkan
berkeliaran bebas.

Burung Kasuari yang termasuk satwa yang dilindungi dari kepunahan ini memakan
buah-buahan yang jatuh dari pohonnya. Burung Kasuari biasa hidup sendiri, dan berpasangan
hanya pada saat musim kawin saja. Anak burung dierami oleh Kasuari jantan.

Kasuari diperlengkapi tanduk di atas kepalanya, yang membantu burung ini


sewaktu berjalan di habitatnya di hutan yang lebat. Selain tanduk dikepalanya, kasuari
mempunyai kaki yang sangat kuat dan berkuku tajam. Burung kasuari betina biasanya
berukuran lebih besar dan berwarna lebih terang daripada jantan.
KEPODANG

Kepodang

Klasifikasi ilmiah Kepodang adalah burung


Kingdom: Animalia berkicau (Passeriformes) yang
Filum: Chordata
mempunyai bulu yang indah dan juga
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes terkenal sebagai burung pesolek yang
Famili: Oriolidae selalu tampil cantik, rapi, dan bersih
Genus: Oriolus
termasuk dalam membuat sarang.
Spesies: O. chinensis
Kepodang merupakan salah satu jenis burung yang sulit dibedakan antara jantan dan
betinanya berdasarkan bentuk fisiknya.

Burung kepodang berasal dari daratan China dan penyebarannya mulai dari
India, Asia Tenggara, kepulauan Philipina, termasuk Indonesia yang meliputi Sumatera,
Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Burung ini hidup di hutan-hutan
terutama di daerah tropis dan sedikit di daerah sub tropis dan biasanya hidup
berpasangan. Di pulau Jawa dan Bali burung kepodang sering disebut dengan kepodang
emas.

Burung kepodang berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor hingga
paruh berkisar 25 cm. Burung ini berwarna hitam dan kuning dengan strip hitam
melewati mata dan tengkuk, bulu terbang sebagian besar hitam. Tubuh bagian bawah
keputih-putihan dengan burik hitam, iris merah, bentuk paruh meruncing dan sedikit
melengkung ke bawah, ukuran panjang paruh kurang lebih 3 cm, kaki hitam. Burung ini
menghuni hutan terbuka, hutan mangrove, hutan pantai, di tempat-tempat tersebut dapat
dikenali dengan kepakan sayapnya yang kuat, perlahan, mencolok & terbangnya
menggelombang.
KOMODO

Komodo

Klasifikasi ilmiah Komodo, atau yang selengkapnya


Kingdom: Animalia disebut biawak komodo (Varanus
Filum: Chordata komodoensis), adalah spesies kadal terbesar
Kelas: Reptilia
di dunia yang hidup di pulau Komodo,
Ordo: Squamata
Subordo: Autarchoglossa Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili
Famili: Varanidae Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh
Genus: Varanus penduduk asli pulau Komodo juga disebut
Spesies: V. komodoensis dengan nama setempat ora.

Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan
kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan
dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan
tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau
tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal
ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.

Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi
yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali
bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan
jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang
ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.

Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan
lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu
bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil
kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan
putih pada latar belakang hitam.
KUDA SUMBA

Kuda Sumba
Kuda Sumba atau Kuda sandel, atau lebih lengkap kuda Sandalwood pony, adalah kuda
pacu asli Indonesia yang dikembangkkan di Pulau Sumba. Konon kuda ini memiliki moyang
kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal (grading up) untuk memperbaiki sejumlah
penampilannya. Nama "sandalwood" sendiri dikaitkan dengan cendana ("sandalwood") yang
pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa
Tenggara lainnya.

Populasinya sempat menurun menjelang pertengahan abad ke-20 akibat


meluasnya penyakit dan juga persaingan dari ternak sapi ongole Sumba. Pada masa kini,
perbaikan mutu dan penampilan kuda sumba telah menjadi program nasional, dilakukan
melalui program pemuliaan murni dan grading up dengan persilangan terhadap kuda
"thoroughbred" asal Australia untuk kecepatan dan tenaga.

Kuda sumba memiliki postur rendah bila dibandingkan kuda-kuda ras dari
Australia atau Amerika. Tinggi punggung kuda antara 130 - 142 Cm. Banyak dipakai
orang untuk kuda tarik, kuda tunggang dan bahkan kuda pacu. Keistimewaannya
terletak pada kaki dan kukunya yang kuat dan leher besar. Ia juga memiliki daya tahan
(endurance) yang istimewa. Warna rambutnya bervariasi: hitam, putih, merah, dragem,
hitam maid (brownish black), bopong (krem), abu-abu (dawuk), atau juga belang
(plongko).

Kuda ini sampai sekarang masih merupakan kuda yang diternakkan di Pulau
Sumba dan dikirim ke pulau-pulau lain seperti Jawa, Madura, dan Bali untuk
dipergunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang serta kuda pacu. Lomba pacuan kuda
sandel masih bisa dinikmati di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa, Madura,
dan, tentu saja, Sumba.
KUSKUS

Kuskus

Kuskus beruang atau Kuse ( Ailurops Ursinus ) adalah salah satu dari dua jenis kuskus
endemik di Sulawesi. Binatang ini termasuk dalam golongan binatang berkantung (marsupilia),
dimana betinanya membawa bayi di dalam kantong yang terdapat di bagian perutnya, seperti
kanguru. Panjang badan dan kepala kuse adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya
dapat mencapai 8 kg. Kuse memiliki ekor yang prehensil, yaitu ekor yang dapat memegang dan
biasa digunakan untuk membantu berpegangan pada waktu memanjat pohon yang tinggi.

Kuskus sering dianggap hewan yang sama dengan kukang, padahal keduanya berbeda.
Ciri utama kuskus selain kantong yang terdapat di perutnya adalah bentuk muka yang bundar
dengan daun telinga yang kecil, seperti bulu yang lebat.

Selain itu kuskus mempunyai ekor yang panjang dan kuat yang berfungsi sebagai alat
untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kuskus juga menjadi
senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat- kuat pada batang atau cabang pohon.

Kuskus merupakan binatang herbivora dengan makanan utama dedaunan dan buah-
buahan. Satwa yang sangat pendiam ini hidup secara soliter. Kuskus merupakan satwa australis
yang persebarannya terbatas di Indonesia bagian timur (Sulawesi, Maluku, Papua), Australia
dan Papua New Guinea.

Kuskus terbesar adalah Kuskus Beruang (Ailurops Ursinus) yang panjang tubuhnya
mencapai 1 meter lebih. Sedangkan jenis kuskus terkecil adalah Kuskus Kerdil yang memiliki
panjang tubuh hanya 29- 38 cm dengan berat hanya 1 kg. Selain dianggap sebagai spesies yang
sama dengan kukang, orang juga lebih sering menganggap kuskus sebagai satu spesies. Padahal
kuskus terdiri atas beberapa spesies yang terkelompokkan dalam 5 genus yakni Ailurops,
Phalanger, Spilocuscus, Strigocuscus, dan Trichosurus.
KUTILANG

Burung Kutilang

Klasifikasi ilmiah Kutilang adalah sejenis burung pengicau


Kingdom: Animalia dari suku Pycnonotidae. Orang Sunda
Filum: Chordata menyebutnya cangkurileung, orang Jawa
Kelas: Aves
menamainya ketilang atau genthilang,
Ordo: Passeriformes
Famili: Pycnonotidae mengikuti bunyi suaranya yang khas.
Genus: Pycnonotus Dalam bahasa Inggris burung ini disebut
Spesies: P. aurigaster Sooty-headed Bulbul, sementara

nama ilmiahnya adalah Pycnonotus aurigaster; mengacu pada bulu-bulu di sekitar pantatnya
yang berwarna jingga

Tubuh cucak kutilang berukuran sedang, dengan panjang tubuh sekitar 20 cm. Sisi
bagian atas tubuh (punggung dan ekor) berwarna coklat kelabu, sedangkan sisi bawah
(tenggorokan, leher, dada, dan perut) berwarna putih keabu-abuan. Memiliki topi, dahi, dan
jambul berwarna hitam. Memiliki tunggir (bagian muka ekor) berwarna putih, serta penutup
pantat berwarna kuning jingga.

Sebagaimana jenis burung merbah lainnya, makanan utama kutilang adalah buah-
buahan yang lunak, meskipun juga memakan berbagai jenis serangga kecil. Terlihat sering
berkelompok, baik dengan sesama jenis burung kutilang maupun dengan aneka jenis burung
merbah lainnya. Burung bernama latin Pycnonotus aurigaster ini terkenal ribut dan aktif
bergerak. Suara kicauannya terdengan nyaring namun merdu dengan suara “cuk-cuk”, dan
“cang-kur” yang diulangi cepat.
MALEO

Burung Maleo

Klasifikasi ilmiah Spesies: M. maleo


Kingdom: Animalia Maleo Senkawor atau Maleo, yang
Filum: Chordata dalam nama ilmiahnya Macrocephalon
Kelas: Burung maleo adalah sejenis burung gosong
Ordo: Galliformes
berukuran sedang, dengan panjang sekitar
Famili: Megapodiidae
Macrocephalon 55cm, dan merupakan satu-satunya burung
Genus: Müller, 1846
di dalam genus tunggal Macrocephalon.

Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung
berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan telurnya yang
berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam. Setelah menetas, anak
Maleo menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam hutan.
Berbeda dengan anak unggas pada umumnya yang pada sayapnya masih berupa bulu-
bulu halus, kemampuan sayap pada anak maleo sudah seperti unggas dewasa sehingga
ia bisa terbang.

Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran
rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam.
Namun saat ini mulai terancam punah karena habitat yang semakin sempit dan telur-telurnya
yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang dari 10.000 ekor saat ini.

Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata
merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda
keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan
betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding
burung jantan.

Pakan burung ini terdiri dari aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai
jenis hewan kecil.
MANDAR BESAR

Burung Mandar Besar

Klasifikasi ilmiah Mandar besar atau Purple


Kingdom: Animalia swamphen (Porphyrio porphyrio)
Filum: Chordata
biasanya dapat dijumpai di rawa-rawa
Kelas: Aves
Ordo: Gruiformes yang lebih besar dan daerah rumpun
Famili: Rallidae gelagah di dataran rendah. Burung yang
Genus: Porphyrio
terbilang lincah dan berwarna
Spesies: P. porphyrio
ungu kebiru-biruan ini memiliki paruh dan kaki warna merah.

Selain ciri-ciri yang sudah disebutkan di atas, burung ini juga mempunyai ciri
unik lainnya, yakni memiliki bulu yang berwarna putih pada bagian bawah ekor dekat
pantatnya. Kemudian, paruh dan perisai dahi berwarna putih mencolok serta
mempunyai iris merah. Bisa dibilang bahwa burung Mandar besar sering menyelam
untuk mengambil gulma air dari dasar danau. Selain itu, hewan yang satu ini senang
berkelahi dan saling mengejar pada waktu berbiak.

Mandar besar dapat mencapai ukuran sebesar 40 cm. Ini berarti fauna yang satu
ini memiliki ukuran badan yang lebih besar daripada burung Terkuak (burung yang aktif
pada malam hari dan mempunyai suara seperti terkruak terkruak).

Setiap betina Mandar besar mampu bertelur 3-6 butir setiap periode berbiak
dengan sarang yang dapat menampung sampai 12 butir telur.

Mandar besar dapat ditemukan di Eropa, Afrika, Pulau Samoa di Samudera


pasifik dan Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia burung ini biasanya terdapat di
Pulau Sulawesi yang juga merupakan habitat dari burung jenis Terkuak dan Ayam-
ayaman.
MERAK HIJAU

Burung Merak

Klasifikasi ilmiah Merak hijau (Pavo muticus) adalah salah


Kingdom: Animalia satu burung dari tiga spesies merak. Seperti
Filum: Chordata burung-burung lainnya yang ditemukan di
Kelas: Aves
suku Phasianidae, merak hijau mempunyai
Ordo: Galliformes
Famili: Phasianidae bulu yang indah. Bulu-bulunya berwarna
Genus: Pavo hijau keemasan.
Spesies: P. muticus

Burung jantan dewasa berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai 300 cm,
dengan penutup ekor yang sangat panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Burung
betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengkilap, berwarna
hijau keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor.

Populasi merak hijau tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di Republik
Rakyat Tiongkok, Indocina dan Jawa, Indonesia. Sebelumnya merak hijau ditemukan juga di
India, Bangladesh dan Malaysia, namun sekarang telah punah di sana. Walaupun berukuran
sangat besar, merak hijau adalah burung yang pandai terbang.

Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu ekornya di depan burung betina.
Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata. Burung betina
menetaskan tiga sampai enam telur.

Pakan burung merak hijau terdiri dari aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan,
aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing dan kadal kecil.
NURI BAYAN

Burung Nuri Bayan

Klasifikasi ilmiah Nuri bayan atau Bayan (Eclectus


Kingdom: Animalia roratus) adalah burung berukuran sedang,
Filum: Chordata dengan panjang sekitar 43cm, dari salah
Kelas: Aves
satu genus burung paruh-bengkok Eclectus.
Ordo: Psittaciformes
Famili: Psittacidae Burung ini sangat berbeda dengan burung
Eclectus paruh-bengkok lainnya. Pada awalnya, ahli
Genus: Wagler, 1832
burung di Eropa mengira Nuri bayan jantan
Spesies: E. roratus
dan betina adalah dua spesies yang berbeda. Ini disebabkan karena perbedaan warna bulu yang
mencolok antara jantan dan betina.

Nuri bayan jantan memiliki bulu hijau, bawah sayap dan sisi dada berwarna merah dan
biru, dan kaki berwarna abu-abu kehitaman. Paruh atas berwarna jingga kemerahan dengan
ujung kuning, paruh bagian bawah berwarna hitam. Burung betina memiliki bulu merah, dada
dan punggung biru keunguan, dan paruh berwarna hitam. Umumnya, betina berukuran lebih
kecil dari jantan.

Makanan burung ini adalah aneka buah-buahan, kacang, dan biji-bijian. Burung ini
bersarang di dalam lubang pohon. Betina biasanya menetaskan dua butir telur berwarna putih.

Daerah sebaran Nuri bayan adalah di hutan dataran rendah, savana, hutan bakau dan
perkebunan kelapa di Maluku, kepulauan Sunda Kecil, Irian, Australia, Papua Nugini dan
Kepulauan Solomon. Ada sekitar sembilan subspesies Nuri bayan di alam liar, tersebar di pulau-
pulau tersebut.

Nuri bayan masih banyak ditemui di habitatnya, namun hilangnya habitat hutan dan
penangkapan liar yang terus berlanjut untuk perdagangan, mengancam keberadaan burung ini
dan spesies lainnya pada masa yang akan datang.
ORANG UTAN

Orang Utan

Klasifikasi ilmiah Orang utan (atau orangutan, nama lainnya


Kingdom: Animalia adalah mawas) adalah sejenis kera besar
Filum: Chordata dengan lengan panjang dan berbulu
Kelas: Mamalia kemerahan atau cokelat, yang hidup di
Ordo: Primata hutan tropika Indonesia dan Malaysia,
Famili: Hominidae khususnya di Pulau Kalimantan dan
Subfamili: Ponginae Sumatera.
Elliot, 1912

Genus: Pongo
Lacépède, 1799

Spesies:
Pongo pygmaeus
Pongo abelii
Orang utan memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang
dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor. memiliki tinggi sekitar
1,25-1,5 meter. Tubuh orang utan diselimuti rambut merah kecoklatan. Mereka mempunyai
kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi. Saat mencapai tingkat kematangan seksual,
orang utan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut
menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah. Mereka mempunyai indera yang sama
seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba. Telapak
tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga
memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.

Meskipun orang utan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari mereka hanya
memakan tumbuhan. 90% dari makanannya berupa buah-buahan. Makanannya antara lain
adalah kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis buah-
buahan. Selain itu mereka juga memakan nektar, madu dan jamur. Mereka juga gemar makan
durian, walaupun aromanya tajam, tetapi mereka menyukainya. Orangutan bahkan tidak perlu
meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka biasanya meminum air yang telah
terkumpul di lubang-lubang di antara cabang pohon.
PESUT MAHAKAM

Pesut Mahakam
Pesut mahakam (Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering
disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007,
populasi hewan tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang
terancam punah. Secara taksonomi, pesut mahakam adalah subspesies dari pesut (Irrawaddy
dolphin).

Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut,
pesut mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi
undang-undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai
Mekong, dan Sungai Irawady.

Pesut ini ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut
menjadi satwa langka. Selain di Sungai Mahakam, pesut ditemukan pula ratusan kilometer dari
lautan, yakni di wilayah Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai pula di perairan Danau
Jempang (15.000 ha), Danau Semayang (13.000 ha), dan Danau Melintang (11.000 ha).

Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang
kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur). Tubuh pesut berwarna abu-
abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil
dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada
paruh. Sirip dada lebar membundar.

Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan
kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan
'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka
menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya
di laut. Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin
sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan
sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya.
RAJA UDANG

Burung Raja Udang

Klasifikasi ilmiah Raja-udang merupakan burung


Kingdom: Animalia yang berukuran kecil hingga sedang.
Filum: Chordata Semua anggotanya berkepala besar;
memiliki paruh yang besar pula,
Kelas: Aves
panjang dan runcing, nampak kurang
Ordo: Coraciiformes seimbang dengan ukuran tubuhnya yang
Subordo: Alcedines relatif kecil. Kaki pendek, begitu juga
Alcedinidae lehernya. Tiga jari yang menghadap ke
Famili: Halcyonidae muka, saling melekat sebagian di
Cerylidae pangkalnya.
Banyak dari para anggotanya yang memiliki warna cerah, terutama biru berkilau
dan coklat kemerahan, di samping warna putih. Pola warna sangat beragam.

Sebagian jenis raja-udang hidup tak jauh dari air, baik kolam, danau, maupun sungai.
Sebagian jenis lagi hidup di pedalaman hutan.

Raja-udang perairan memburu ikan, kodok dan serangga. Bertengger diam-diam di


ranting kering atau di bawah lindungan dedaunan dekat air, burung ini dapat tiba-tiba menukik
dan menyelam ke air untuk memburu mangsanya. Raja-udang dikaruniai kemampuan untuk
mengira-ngira posisi tepat mangsanya di dalam air, melalui bentuk lensa matanya yang mirip
telur. Raja-udang hutan kerap berdiam di kegelapan ranting pohon di bawah tajuk. Ia memburu
aneka reptil, kodok dan serangga yang nampak di atas tanah atau di semak-semak. Mangsa
dibunuh dengan memukul-mukulkannya ke batang pohon atau ke batu, baru dimakan.

Bersarang dalam lubang di tanah, tebing sungai, batang pohon atau sarang rayap. Telur
antara 2-5 butir, biasanya keputih-putihan dan hampir bundar.

Di Indonesia terdapat sekitar 45 spesies raja-udang, yakni separuh dari kekayaan jenis
dunia. Lebih dari setengahnya, 26 spesies, hidup terbatas di bagian timur Indonesia: Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
TAPIR

Tapir

Klasifikasi ilmiah Tapir adalah binatang herbivora yang


Kingdom: Animalia memakan dedaunan muda di sepanjang
Filum: Chordata hutan atau pinggiran sungai. Tapir memiliki
Kelas: Mammalia
bentuk tubuh seperti babi, telinga yang
Ordo: Perissodactyla
Superfamili: Tapiroidea mirip badak dan moncongnya yang panjang
Tapiridae mirip trenggiling, sementara lenguhannya
Famili: Gray, 1821
lebih mirip suara burung daripada binatang
Genus: Tapirus
Brünnich, 1772 mamalia.[1] Tapir merupakan hewan yang
Tapirus bairdii soliter, kecuali pada musim kawinnya.
Tapirus kabomani
Spesies: Tapirus indicus Aktivitasnya lebih banyak pada malam hari
Tapirus pinchaque (nokturnal).
Tapirus terrestris
Aktivitas makan biasanya dilakukan sambil tetap terus berpindah dalam jalur yang
berpindah-pindah. Jangkauan jelajah tapir sangat luas karena mereka cenderung berjalan jauh
untuk menemukan lokasi yang kaya garam mineral.

Sebaran tapir di Asia Tenggara meliputi bagian selatan Burma, Thailand bagian selatan,
Semenanjung Malaysia dan Indonesia. Bukti-bukti paleontologis menunjukkan bahwa
dahulunya sebaran tapir meliputi Pulau Jawa dan Sumatera. Namun saat ini di Indonesia, tapir
hanya bisa dijumpai di Sumatera, itupun hanya pada bagian selatan Danau Toba sampai ke
Lampung. Hanya ada satu catatan keberadaan tapir di bagian utara Danau Toba yaitu di
Pangkalan Berandan.

Tapir dewasa bisa mempunyai panjang tubuh sampai 225 cm. Bentuk tubuh lainnya
yang menjadi ciri khas tapir adalah hidungnya yang memanjang menyerupai belalai pendek.
Hidung ini selalu didekatkan ke tanah pada saat berjalan. Tapir lebih mengandalkan penciuman
dan pendengaran dalam menjalani kehidupannya. Selain memiliki keunikan pada warna tubuh,
tapir mempunyai keunikan tersendiri pada jumlah jemari kaki. Pada kaki depan tapir memiliki
empat jari sedangkan pada kaki belakang hanya tiga.
TARSIUS

Tarsius

Klasifikasi ilmiah Tarsius bancanus atau Mentilin


Kingdom: Animalia merupakan salah satu spesies tarsius.
Filum: Chordata Primata endemik Sumatera dan Kalimantan,
Kelas: Mammalia
di Indonesia ini ditetapkan sebagai Fauna
Ordo: Primata
Subordo: Haplorrhini identitas provinsi Bangka Belitung. Di
Pulau Bangka, Tarsius disebut orang local
Infraordo: Tarsiiformes
Gregory, 1915
dengan nama "Mentilin" (Chephalopacus
Famili: Tarsiidae
Gray, 1825 Bancanus Bancanus) sementara itu, di
Genus: Tarsius
Storr, 1780 Pulau Belitung Tarsius disebut orang local
Spesies: Tarsius bancanus dengan nama "Pelile’an" (Chephalopacus
Bancanus Saltatore).

Tarsius bancanus atau Horsfield’s Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti
jenis-jenis tarsius lainnya. Tarsius merupakan salah satu primate terkecil dengan Panjang
tubuhnya sekitar 12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan 117 gram (betina).
Bulu tubuh Tarsius bancanus berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan. Sering
disebut sebagai monyet terkecil di dunia.

Keistimewaan lainnya yang membuat fauna ini sangat unik adalah memiliki sepasang
mata yang besar dan ekor yang panjang melebihi panjang tubuhnya. Ekor tersebut berfungsi
sebagai penyeimbang. Sebagai hewan karnivora, tarsius memakan serangga. Warna bulunya
coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan.
TRENGGILING

Gambar 34. Trenggiling

Klasifikasi ilmiah Trenggiling biasa (Manis


Kingdom: Animalia javanica syn. Paramanis javanica)
Filum: Chordata
adalah wakil dari ordo Pholidota yang
Kelas: Mammalia
Ordo: Pholidota masih ditemukan di Asia Tenggara.
Famili: Manidae Hewan ini memakan serangga dan
Genus: Manis
terutama semut dan rayap.
Spesies: M. javanica
Trenggiling hidup di hutan hujan tropis dataran rendah. Trenggiling kadang juga
dikenal sebagai anteater (pemakan semut).

Semut dan rayap menjadi makanan utama trenggiling. Panjang lidah yang
hampir sepertiga panjang tubuhnya serta ludah yang lengket memudahkan trenggiling
menyusup dan menangkap semut buruan di dalam sarangnya. Diperkirakan seekor
trenggiling dewasa sanggup menyantap lebih dari 70 juta semut dalam setahun.

Bentuk tubuhnya memanjang, dengan lidah yang dapat dijulurkan hingga


sepertiga panjang tubuhnya untuk mencari semut di sarangnya. Rambutnya
termodifikasi menjadi semacam sisik besar yang tersusun membentuk perisai berlapis
sebagai alat perlindungan diri. Jika diganggu, trenggiling akan menggulungkan
badannya seperti bola. Ia dapat pula mengebatkan ekornya, sehingga "sisik"nya dapat
melukai kulit pengganggunya.

Trenggiling terancam keberadaannya akibat habitatnya terganggu serta menjadi


objek perdagangan hewan liar. Trenggiling merupakan salah satu hewan yang
dilindungi di Indonesia.
YAKI (MONYET HITAM)

Gambar 35. Yaki (Monyet Hitam)

Klasifikasi ilmiah Yaki atau Monyet wolai atau


Kingdom: Animalia Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra)
Filum: Chordata adalah satwa endemik Indonesia yang
Kelas: Mammalia
hanya terdapat Pulau Sulawesi bagian utara
Ordo: Primata
Famili: Cercopithecidae dan beberapa pulau di sekitarnya. Yaki
Genus: Macaca merupakan jenis monyet makaka terbesar
Spesies: M.nigra yang ada di Pulau Sulawesi.

Cirinya yang khas dari yaki adalah warna seluruh tubuhnya yang hitam, kecuali wajah,
telapak tangan, dan pantat. Memiliki rambut berbentuk jambul di atas kepalanya, serta memiliki
pantat berwarna merah muda. Tingginya sekitar 44-60 centimeter, dengan berat badan sekitar 7-
15 kilogram, cukup besar jika dibandingkan dengan monyet Sulawesi lainnya. Yaki hanya
memiliki ekor sepanjang 20 sentimeter, berbeda dengan kera-kera jenis lain yang umumnya
memiliki ekor relatif panjang. Sehingga, mereka sekilas akan nampak tidak memiliki ekor.

Seperti halnya monyet-monyet lain yang hidup di hutan, yaki memakan berbagai bagian
tumbuhan, seperti daun, pucuk daun, biji, bunga, umbi, dan buah. Mereka juga memakan
beberapa jenis serangga, moluska, invertebrata kecil, bahkan ular. Terdapat lebih dari 145 jenis
buah yang dimakan Yaki. Yaki akan pergi ke tepi laut untuk mencari moluska.

Populasi yaki tersebar di beberapa titik di hutan primer Cagar Alam Tangkoko, Bitung,
mulai Cagar Alam Tangkoko Batuangus bagian utara hingga ke sungai Onggak Dumoga. Satwa
ini juga tersebar di hutan lindung Sulawesi Utara, seperti Cagar Alam Dua Saudara, Pulau
Bacan, Manembo Nembo, Kota Mubagu, dan Modayak.

Dalam habitatnya, yaki memilki kelompok besar yang terdiri dari 20-70 ekor. Setiap
kelompok didominasi oleh yaki betina dibandingkan yaki jantan, dengan perbandingan
3,4:1. Pada setiap kelompok selalu ada salah satu yaki dijadikan pemimpin kelompok.
Dalam kehidupannya, beberapa perilaku yaki juga memiliki kemiripan dengan manusia,
seperti adanya hierarki dalam kelompok dan perebutan kekuasaan.

Anda mungkin juga menyukai